Anda di halaman 1dari 2

Ahmadiyah mulai dikenal sejak tahun 1918 melalui majalah 

Islamic Review edisi Melayu


yang terbit di Singapura. Akan tetapi Ahmadiyah baru diperkenalkan secara langsung oleh
tokohnya sendiri pada tahun 1920. Tokoh tersebut bernama Prof. Maulana H. Kwadja
Kamaluddin, seorang tokoh Ahmadiyah Lahore sekaligus seorang Ahmadi yang membawa misi
Islam di London dan Eropa, serta redaktur surat kabar Islam Review yang menerbitkan artikel-
artikel tentang agama Islam dan juga merupakan Imam Masjid Woking, Surrey, London . Ia
datang ke Indonesia pada tanggal 23 Oktober 1920 untuk berobat sekaligus melihat keadaan di
Surabaya.
Pada tahun 1924, Ahmadiyah Lahore mulai dikenal di Yogyakarta, dikarenakan
kedatangan dua orang muballig Ahmadiyah langsung dari Hindustan, yaitu Maulana Ahmad dan
Mirza Wali Ahmad Baig secara tiba-tiba dan tidak jelas siapa yang mengundang keduanya.
Menurut Muhammadiyah, Wali Ahmad Baig mengungkapkan bahwa sebenarnya ia ingin ke
Manila, namun karena tidak ada biaya hidup yang cukup, terpaksa ia tinggal di Indonesia.
Namun sumber lain mengungkapkan bahwa keduanya sebenarnya berniat ke Cina dan hanya
singgah di Indonesia. Tetapi setelah mendengar berita mengenai penyiaran agama Kristen di
Jawa yang sangat kuat dan sukses, baik ketika mereka berada di Singapura maupun di Jawa,
mereka membatalkan niatnya untuk ke Cina dan tetap tinggal di Jawa, dan mereka melaporkan
perubahan rencana ini kepada Pedoman Besar Gerakan Ahmadiyah Lahore (Shadr Anjuman
Isy’ati Islam) di India, serta meminta agar dikirimkan muballig lain ke Cina.
Kedatangan mereka awalnya disambut baik dan dibantu oleh organisasi Muhammadiyah.
Hal ini terbukti dengan tinggalnya Wali Ahmad Baig di rumah Haji Hilal di Kauman, tempat
kelahiran Muhammadiyah dan pusat aktivitas Islam di Yogyakarta. Selain itu, Pengurus Besar
Muhammadiyah sendiri juga menyambut mereka dalam kongresnya yang diadakan pada tahun
1924. Pada kongres tersebut Maulana Ahmad memperoleh kehormatan memberikan sambutan
dalam bahasa Arab, sementara wali Ahmad Baig memberi sambutan dalam bahasa Inggris,
karena kurang fasih berbahasa Arab.
Pada tahun 1926, hubungan Ahmadiyah dengan Muhammadiyah mulai renggang, setelah
mereka mengetahui adanya penyimpangan terhadap sunnah, yang terdapat pada doktrin-doktrin
yang dibawa oleh Ahmadiyah Lahore.
Sumber lain mengatakan bahwa perubahan sikap tersebut terjadi ketika pada tahun 1927,
seorang ulama dari India yang sebenarnya belum jelas asal-usulnya maupun karya-karyanya,
yaitu Abdul Alim al-Siddiqi, datang untuk bertemu tokoh-tokoh Islam, dan ketika memberi
pengajian umum, ia secara gamblang menjelaskan penyimpangan-penyimpangan Ahmadiyah.
Dan hal inilah yang membuat tokoh-tokoh Muhammadiyah berbalik membenci
Ahmadiyah. Akhirnya mereka mengundang Wali Ahmad Baig untuk membicarakan masalah ini,
dan setelah itu Wali Ahmad Baig pindah ke Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai