Anda di halaman 1dari 20

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Alkohol merupakan sebuah zat psikoaktif yang dapat menghasilkan

ketergantungan. Ada banyak variasi permasalahan yang diakibatkan oleh

pengkonsumsian alkohol dalam jangka panjang, bahkan di berbagai

negara permasalahan tentang kematian dan penyakit akibat alkohol sangat

meningkat secara signifikan. Gangguan kesehatan baik secara fisik

maupun psikis dapat menjadi dampak yang terjadi. Konsumsi alkohol juga

dapat diidentifikasikan sebagai karsinogen yang terkait dengan penyebab

kanker seperti kanker mulut, hidung, tenggorokan, orofaring, laring,

kerongkongan, dan pankreas. Taraf konsumsi yang lebih tinggi

meningkatkan risiko jenis kanker tertentu, termasuk kanker payudara pada

wanita. Konsumsi alkohol, terutama di kalangan peminum berat, dikaitkan

dengan kekerasan yang dapat berujung pada bunuh diri (Sitio,

Kevaladandra dan Nurmala, 2021).

Kecanduan alkohol berhubungan dengan kualitas hidup yang buruk

pada semua domain yaitu fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan.

Kecanduan alkohol dapat melumpuhkan seluruh aspek kehidupan

seseorang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penurunan

kualitas hidup tidak berhubungan secara langsung dengan derajat

keparahan penggunaan alkohol, melainkan berhubungan dengan

konsekuensi yang diakibatkan karena mengkonsumsi alkohol secara

berlebih. Konsekuensi alkohol terhadap segi fisik, psikologis, sosial,


maupun lingkungan akan menyebabkan terjadinya penurunan kualitas

hidup seseorang. Semakin besar kecanduan alkohol yang dialami

seseorang, semakin banyak pula dampak yang diakibatkan oleh alkohol

terhadap dirinya. Semakin besar dampak dari alkohol, semakin buruk

kualitas hidup seseorang akan terjadi (Fonda, Agus and Juliawati, 2019)

Berbagai dampak negatif dari penggunaan alkohol tidak membuat

para pengkonsumsi minuman beralkohol menjadi jera ataupun takut, data

terbaru dari WHO pada Global Status Report on Alcohol and Health yang

dikeluarkan pada tahun 2018 menyatakan bahwa dari jumlah penduduk

Indonesia yaitu 260.581.000, prevalensi gangguan karena penggunaan

alkohol sebesar 0,8 persen, sedangkan prevalensi karena ketergantungan

alkohol adalah 0,7 persen baik pada pria maupun wanita. Jika angka

tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia maka diperoleh data

jumlah penduduk yang mengalami gangguan karena alkohol sebanyak

2.084.600 orang dan sebanyak 1.824.000 orang yang mengalami

ketergantungan terhadap alkohol.

Jumlah ini meningkat dibandingkan penelitian yang sama yang

dilakukan WHO pada tahun 2014. Pada saat itu jumlah penduduk yang

mengalami gangguan karena alkohol sebanyak 1.928.000 dan jumlah

penduduk yang mengalami ketergantungan terhadap alkohol sebanyak

1.687.000. Meskipun banyak orang yang mengonsumsi minuman

beralkohol namun terdapat pula orang yang memutuskan untuk berhenti

atau tidak lagi mengkonsumsi minuman beralkohol (Hidayat & Purwandari,

2020).
Masa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak menuju

masa dewasa yang dimulai dari usia belasan tahun sampai dua puluhan

tahun (Hurlock, 2010). United Nations Fund for Population Activities

(UNFPA) dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)mengembangkan

kelompok remaja adalah kelompok dewasa muda (young people) dengan

usia 10-24 tahun (Kiswoyo, 2013). Batasan umur remaja menurut Survei

Demografi dan Kesehatan di Indonesia sendiri menggunakan batasan usia

15-24 tahun dan belum menikah (Kemenkes. RI, 2012).

Periode transisi yang dialami pada masa remaja terjadi perubahan

intelektual dan hasrat pencarian identitas yang kuat sebagai orang dewasa,

namun emosional remaja cenderung labil (Hurlock,

2010) .Ketidakmampuan remaja untuk mengendalikan emosionalnya

seringkali memunculkan perilaku menyimpang (Stanhope & Lancaster,

2014). Perilaku menyimpang remaja pada norma-norma umum, adat

istiadat, hukum formal diantaranya adalah perilaku konsumsi minuman

alkohol yang sudah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum

dapat diatasi secara tuntas (Kartono, 2011).

Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2012 menunjukkan 4% pada wanita dan 40%pada pria. Data menunjukkan

klasifikasi pengkonsumsi minuman beralkohol 30,2%remaja putra usia 15-

19 tahun dan 52,9% remaja putra usia 20-24 tahun sudah minum minuman

beralkohol (Kemenkes. RI, 2012). Perilaku konsumsi minuman alkohol di

Jawa Tengah diperkirakan sekitar 25% pada remaja, dengan golongan

umur 15-24 tahun sebesar 4,5%, golongan umur 25-34 tahun sebesar

4,2%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa laki-laki jauh lebih berisiko
terlibat dalam perilaku konsumsi alkohol dibandingkan dengan wanita.

Persentase tertinggi perilaku konsumsi minum minuman beralkohol berada

pada laki-laki usia 20-24 tahun yang termasuk pada pengklasifikasian usia

remaja akhir. Sedangkan di Jawa Tengah, berdasarkan data dari

Riskesdas pada tahun 2009 jumlah peminum alkohol adalah 22%.

Mengalami peningkatan pada tahun 2010, menurut Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Tengah diperkirakan sekitar 25% remaja telah menggunakan

minuman keras (Dinkes Propinsi Jateng, 2010).

Dari data yang telah disampaikan di atas bahwa, di Indonesia

sudah banyak penelitian yang berfokus mengenai tingkat adiksi namun

tidak banyak yang membahas tentang intensi berhenti dalam mengatasi

masalah tersebut

Studi telah menyoroti pentingnya dukungan dalam mengatasi

masalah yang berhubungan dengan alkohol dan telah menyarankan

kurangnya dukungan sebagai penyebab utama kegagalan pengobatan dan

kambuh (DiClemente, Bellino, & Neavins, 1999; Morgenstern et al., 2017;

Ryan, Plant, & O'Malley, 1995). Tidak semua pasien yang mencari

pengobatan untuk masalah terkait alkohol serta intensi pengurangan

konsumsi alkohol paham bagaimana tahapan kondisinya. Dengan

demikian, proses "tahap perubahan" mengkategorikan ke dalam lima tahap

yang berbeda: pra-kontemplasi, kontemplasi, persiapan, tindakan, dan

pemeliharaan (DiClemente, 2005).

Lebih jelasnya proses tahap perubahan atau “Transtheoretical

Model’ memiliki lima tahap 1) precontemplation (prakontemplas), dimana

orang pada tahap ini tidak berniat untuk mengambil tindakan untuk masa
mendatang serta ia tidak menyadari akan kesalahan yang terjadi pada

dirinya; 2) contemplation (kontemplasi), dimana pada tahap ini orang

sudah memiliki niat untuk berubah untuk masa mendatang; 3) preparation

(persiapan), dimana orang berniat untuk mengambil tindakan dalam

waktu dekat ; 4) action (tindakan), di mana pada tahap ini seseorang

telah membuat modifikasi dalam gaya hidup mereka; dan 5) maintenance

(pemeliharaan), di mana orang telah membuat spesifik modifikasi yang

jelas dalam gaya hidup mereka (Pirzadeh et al, 2015).

Dulin, Hill dan Ellingson (2006) menyebutkan bahwa ada penelitian

psikologis yang telah meneliti beberapa variabel tentang dukungan sosial

terbukti melindungi mahasiswa dari penyalahgunaan alkohol. Misalnya

dapat dilihat mahasiswa yang memiliki jaringan sosial mendukung dapat

mengatur sejauh mana seorang mahasiswa menggunakan alkohol untuk

mengatasi situasi sulit yang berkaitan dengan kehidupan kampus.

Hussong, Hicks, dan Levy (2001) menunjukkan bahwa mahasiswa

dengan persahabatan yang kurang mendukung dan akrab lebih berisiko

menggunakan alkohol berat setelah tingkat kesedihan dan permusuhan

yang meningkat. Studi ini juga mencatat bahwa ada siklus di mana

pengaruh negatif mengarah pada penggunaan alkohol, yang pada

gilirannya mengakibatkan peningkatan pengaruh negatif di kemudian hari.

Saya menemukan beberapa penulis menunjukkan serta menjelaskan

bahwa mungkin saja hubungan dengan lingkungan yang mendukung

secara sosial dapat membantu memutus siklus disfungsional atau siklus

penggunaan alkohol ini. Namun sebaliknya, kurangnya dukungan sosial

yang dirasakan oleh pengguna alkohol dapat merugikan efek pada


pemulihan serta pengurangan konsumsi. Diantara individu yang

ketergantungan alkohol yang mencapai tahap adiksi, pengucilan sosial

dapat berkontribusi untuk membuat perilaku ini kambuh (Zywiak,

Longabaugh, & Wirtz, 2002). (Jason, Light, Stevens, & Beers, 2014)

menyebutkan pentingnya dukungan sosial dalam pemulihan telah

ditunjukkan lebih lanjut dalam analisis yang memanfaatkan dinamika

pemodelan hubungan sosial untuk memahami hubungan dalam kehidupan

yang sadar akan bahaya dari alkohol. Akhirnya, individu dengan adiksi

alkohol parah sering menderita berbagai kondisi komorbiditas (Boschloo et

al., 2011; Gilpin & Weiner, 2016; Petrakis, Gonzalez, Rosenheck, & Krystal,

2002).

Faktor eksternal berupa bimbingan intens secara terus menerus,

dukungan teman sebaya yang memiliki sifat dan tujuan yang sama dan

stimulus untuk melaksanakan aksi serta dukungan sosial untuk mendorong

dan mengarahkan individu agar dapat belajar secara bersama sama.

Berkaitan dengan hal tersebut Hunter, McAneney, Davis, Tully, Valente

dan Kee (2015) menyatakan bahwa jaringan sosial dalam hal ini

lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan perilaku seseorang,

apakah perilaku tersebut dipertahankan ataupun perilaku tersebut diubah.

Penelitian lain juga menemukan hal yang kurang lebih sama, bahwa orang

tua yang aktif memberi dukungan sosial dan mampu memberikan kegiatan

kegiatan positif bagi anak dari waktu ke waktu sangat berpengaruh dengan

perilaku anak (Green, Furrer dan McAllister, 2007).

Dukungan keluarga juga mempunyai peran yang sangat kuat untuk

memberikan pengawasan maupun bimbingan yang intensif bagi remaja


yang mempunyai masalah penggunaan minuman keras. Selain itu juga

harus dimulai atau diawali dari remaja itu sendiri yang harus memiliki

inisiatif atau rasa untuk berkomitmen berhenti mengkonsumsi minuman

keras dengan cara membuat rencana untuk mengendalikan diri. Orang tua

hendaknya memberikan pengawasan lebih ketat bagi anaknya, karena

pengawasan dan pendidikan di luar rumah sangat penting, serta

merupakan tanggung jawab orangtua (Sudiharto, 2007,11)

Berdasarkan uraian diatas maka, peneliti ingin melihat lebih dalam

mengenai dinamika dukungan sosial apa saja yang dapat mempengaruhi

penurunan perilaku adiksi alkohol pada mahasiswa dan tingkat dukungan

sosial apa yang paling berpengaruh dalam hal tersebut berdasarkan

transtheoretical model (stage of change).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

dukungan sosial dengan intensi berhenti mengkonsumsi minum minuman

beralkohol berdasarkan transtheoretical model (stage of change).

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru dan bahan

pertimbangan bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya tentang

dukungan sosial dengan perilaku berhenti minum minuman beralkohol

berdasarkan transtheoretical model (stage of change).

1.3.2 Manfaat praktis


Bagi institusi Menambah pengetahuan bagi para pendidik tentang

psikologis perkembangan remaja sehingga pendidik dapat mendidik anak

didiknya dalam upaya pencegahan atau meminimalkan terjadinya

pengkonsumsian alkohol pada remaja.

Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi yang tepat terhadap remaja

agar tidak terjerumus atau terhindar dari konsumsi minuman beralkohol.

Bagi peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

dan keterampilan peneliti dalam melakukan penelitian, serta sebagai bahan

acuan ilmiah untuk penelitian selanjutnya.


BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi Intensi Berhenti Mengkonsumsi Alkohol

Intensi merupakan indikasi seberapa besar seseorang individu akan

berusaha untuk memunculkan tingkah laku tertentu (Ajzen, 1988:113).

Intensi akan tetap menjadi kecenderungan untuk bertingkah laku sampai

sebuah usaha yang dilakukan oleh individu untuk merealisasi intensi

menjadi tingkah laku. Intensi merupakan kecenderungan bertingkah laku

yang paling dekat dengan tingkah laku itu sendiri.

Fishbein dan Ajzen (1975) mendefinisikan intensi sebagai niat

seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap dan norma

subjektif terhadap perilaku tersebut. Norma subjektif muncul dari keyakinan

normatif akan akibat perilaku, dan keyakinan normatif akibat perilaku

tersebut terbentuk dari umpan balik yang diberikan oleh perilaku itu sendiri.

Fishbein dan Ajzen menambahkan bahwa intensi perilaku merupakan

determinan terdekat dengan perilaku yang dimaksud dan merupakan

prediktor tunggal terbaik bagi perilaku yang akan dilakukan seseorang.

Sepaham dengan diatas menurut Khairul Anwar, Dkk (2005) berpendapat

bahwa intensi merupakan probabilitas atau kemungkinan yang bersifat


subjektif, yaitu merupakan perkiraan seseorang mengenai seberapa besar

kemungkinan untuk melakukan suatu tindakan tertentu.

Berhenti adalah tidak bergerak, berjalan, bekerja, selesai, berakhir, tidak

meneruskan lagi (KBBI, t.t). Dapat disimpulkan berhenti adalah suatu sikap

yang dimunculkan oleh seseorang untuk memutuskan tidak melakukan

suatu kegiatan tertentu agar tujuan yang diinginkan tercapai.

Perilaku mengkonsumsi alkohol merupakan bentuk tindakan terhadap

penyalahgunaan zat berupa alkohol sehingga mengalami ketidaksadaran

yang dapat meningkatkan gairah keberanian, relaksasi dan tidak mampu

mengontrol diri, disertai dengan konsekuensi timbulnya masalah terhadap

hukum, sosial, fisik dan psikologis (Soetjiningsih, 2004). Perilaku ini

termasuk kedalam kebiasaan yang banyak memberi dampak buruk bagi

kesehatan. Berhenti mengkonsumsi minuman beralkohol menjadi bagian

penting dari gerakan dan akan berdampak baik bagi diri seorang

pengkonsumsi minuman beralkohol,tetapi juga berdampak pada

lingkungan maupun orang disekitarnya (Putri, 2021).

Tahap – tahap Konsumsi Alkohol

Tahap –tahap konsumsi alkohol menurut Jellinek, 1942 (dalam George,

1990) antara lain :

1) Tahap pra alcoholic Individu kadang – kadang minum pada acara

tertentu, dan belum ada konsekuensi serius yang ditimbulkan. Frekuensi

minumnya akan bergerak antara kadang-kadang ke tahap peminum rutin,

dari awal nya yang bermotif sosial menjadi peminum yang mendapatkan

“sesuatu” dari rutinitas minum tersebut, biasanya efek psikologikal misalnya

mengurangi stress, dan akan mulai mencari kesempatan untuk dapat


minum, hal ini akan dengan cepat berubah menjadi standar pribadi individu

untuk mengatasi stress, tahap ini biasanya berjalan 1 bulan hingga 2 tahun.

2) Tahap prodromal Individu minum dalam jumlah banyak namun

belum tampak pada gejala masalah yang dapat diamati dari luar. Individu

masih terjaga namun beberapa kali mengalami apa yang dinamakan

kehilangan kesadaran. Untuk mengurangi stress, terkadang beberapa

individu dapat berhenti minum dan kembali menjadi peminum yang

bermotif sosial. Bagaimanapun juga, banyak diantara mereka melanjutkan

untuk memperbanyak minum dan mulai minum minuman yang berbeda.

Mencuri-curi waktu untuk minum sebelum atau selama pesta minum terjadi.

Dalam tahap ini orang tersebut tidak menganggap alkohol sebagai

minuman tetapi juga kebutuhan. Bagi individu dalam tahap ini, konsumsi

alkohol menjadi sangat banyak. Periode ini berlangsung antara 5 bulan –

4,5 tahun tergantung kondisi individu, dan diakhiri dengan kehilangan

kontrol.

3) Tahapan crucial Hilangnya kontrol terhadap perilaku minum alkohol

dan kadang kadang individu minum secara sangat berlebihan sebagai

permintaan fisik untuk minum lebih banyak. Individu tidak dapat mengontrol

berapa jumlah ia minum pada saat sekali minum, bisa atau tidak bisa

mengontrol peminum akan tetap meminum alkohol. Individu mulai

menyadari dan mulai berpikir rasional, kadang-kadang periode tersebut

muncul saat peminum mencoba coba membuktikan pada orang lain,

bahwa minum-minum bukanlah suatu masalah. Disisi lain pola pikir orang

tersebut akan berubah menjadi “Jika aku hanya ___________, maka hal itu

takkan menjadi masalah bagiku. Perubahan yang umum terjadi biasanya


adalah meminum minuman yang berbeda, misalnya dari whisky ke bir,

perubahan dalam bekerja, minum-minum di tempat lain dan mencampur

beberapa jenis minuman. Bagaimanapun juga, perubahan individu ini

berakhir pada kegagalan, kurang bisa mengontrol diri, perilaku agresif,

serta gangguan dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat. Peminum

biasanya menjadi orang gampang marah, merasa bersalah dan hidup

menjadi terpusat pada alkohol.

4) Tahapan kronic Aktivitas primer individu sepanjang hari adalah

seputar memperoleh dan meminum alkohol yang mana alkohol

mendominasi hidupnya. Jika dalam tahap sebelumnya orang tersebut bisa

tetap menjalani hidupnya (meskipun agak terganggu), pada tahap ini

individu akan kehilangan pekerjaan dan mengalami konflik dengan

lingkungan dan keluarga. Peminum akan minum di pagi buta, jeda antara

botol pertama dan selanjutnya biasanya terpaut sekitar 4 jam. Peminum

menemukan bahwa rasa bersalah menjadi alasan utama dia untuk tetap

minum. Selanjutnya akan terbentuk lingkaran setan, dimana mereka tidak

akan bisa tenang jika tidak minum, mereka bisa minum sepanjang waktu,

bahkan minum bersama orang yang selama ini mereka hindari. Toleransi

menurun drastis, menjadi linglung setelah minum. Guncangan terhadap diri

menjadi sering terjadi, terkena penyakit yang terkait dengan alkohol. Pada

tahap ini individu bisa meninggal atau mengalami kerusakan otak yang

parah, dan menjadi kandidat utama untuk perawatan.


2.2 Elemen Intensi berhenti Mengkonsumsi Alkohol

Teori Transtheoretical Model

Transtheoretical model diperkenalkan oleh James Prochaska, John

Narcos, dan Carlo DiClemente (1994) dalam W. F, Velicer, dkk (1998),

menggambarkan bahwa seseorang dianggap berhasil permanen dalam

mengadopsi perilaku jika telah melalui 5 tahapan. Tahapan pertama adalah

pra perenungan (precontemplation), Kedua, tahapan perenungan

(contemplation), Tahapan ketiga yaitu persiapan (preparation), Tahapan

keempat adalah aksi (action). Dalam Transtheoretical Model, tidak semua

modifikasi perilaku disebut aksi. Tahap kelima adalah pemeliharaan

(maintenance),.Tahap keenam adalah termination, yaitu tahap terakhir

yang dapat diaplikasikan pada perilaku adiktif. Pada tahap ini, perilaku

yang tidak sehat tidak akan pernah kembali dan individu tidak memiliki

ketakutan akan kambuh. Meskipun individu tersebut merasa depresi,

cemas, bosan, kesepian, marah, atau stres, mereka yakin bahwa mereka

tidak akan kembali pada perilaku lama.

Teori Transtheoretical adalah teori yang menilai kesiapan individu

untuk bertindak atau berperilaku sehat, dan membuat strategi atau proses-

proses perubahan untuk membantu individu melalui tahapan perubahan ke

tahap aksi dan pemeliharaan. Menurut teori ini, individu yang paling

mungkin sukses mengubah perilaku adalah individu yang melakukan usaha

berdasarkan strategi yang sesuai dengan tahap kesiapan untuk berubah.

Dasar teori model transteoritik adalah perubahan perilaku merupakan suatu

proses dan setiap orang berada pada tingkat yang berlainan berhubungan

dengan motivasi dan kesiapan untuk berubah. Sehubungan dengan


perilaku minum minuman beralkohol, model ini mengidentifikasi lima

tahapan kesiapan yang dapat diterapkan pada semua jenis perubahan

perilaku seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Pertama,

precontemplation yang dapat didefinisikan sebagai keadaan individu yang

tidak mempunyai keinginan untuk mengubah perilaku. Kebanyakan individu

pada tahap ini bahkan tidak sadar kalau mereka mempunyai masalah

perilaku. Dengan demikian, individu pada tahap ini sangat sulit dimotivasi

untuk mengubah perilaku.

Kedua, contemplation yaitu kondisi seseorang yang sadar atau

mulai memikirkan keberadaan suatu masalah dari perilaku yang

dipertahankan, tetapi belum membuat komitmen untuk bertindak. Proses

perubahan yang terjadi pada tahap ini meliputi consciousness raising, yaitu

kondisi individu yang menemukan dan mempelajari fakta baru, ide, dan tips

yang mendukung perubahan menuju perilaku sehat; dramatic relief, yaitu

merasakan perasaan negatif, seperti ketakutan atau kecemasan terhadap

risiko pelaksanaan perilaku yang tidak sehat; environmental reevaluation,

yaitu menyadari pengaruh negatif dari perilaku yang tidak sehat atau

pengaruh positif dari perilaku sehat pada lingkungan sekitar individu; dan

self-reevaluation, yaitu menyadari bahwa perubahan perilaku penting

sebagai bagian dari identitas diri.

Ketiga, preparation, yaitu tahap ketika individu berniat mengubah

perilaku dalam waktu dekat. Proses perubahan yang terjadi pada tahap ini

adalah self-liberation, individu membuat komitmen yang kuat untuk

berubah. Beberapa individu mulai memikirkan strategi yang dilakukan pada

hari dia harus berhenti.


Keempat, action, sebagai tahap ketika individu mulai mengubah

perilakunya untuk mengatasi masalah. Tindakan mengubah perilaku dan

faktor-faktor yang mendukungnya membutuhkan suatu komitmen terhadap

waktu dan energi. Tahap ini melibatkan beberapa proses perubahan

perilaku, yaitu contingency management, yaitu meningkatkan penghargaan

untuk perilaku baru yang sehat dan mengurangi penghargaan terhadap

perilaku yang tidak sehat; helping relationships, yaitu mencari dan

menggunakan dukungan sosial untuk perubahan perilaku sehat;

counterconditioning, yaitu mengganti perilaku dan pemikiran yang tidak

sehat dengan perilaku alternatif yang mendukung perubahan perilaku; dan

stimulus control, yaitu membuang pengingat yang dapat mengarahkan

individu untuk terlibat dalam perilaku yang tidak sehat dan menambahkan

pengingat yang mengarahkan pada perilaku sehat.

Kelima, maintenance, yaitu tahap ketika individu menjaga

perubahan perilaku dari kemungkinan relapse (kembali ke perilaku yang

telah ditinggalkan). Proses perubahan perilaku pada tahap ini sama

dengan tahap action. Jika seseorang mampu tetap bebas dari perilaku

adiktif lebih dari enam bulan, orang tersebut diasumsikan telah berada

dalam tahap maintenance berhenti minum minuman beralkohol.

Keenam, termination, merupakan tahap terakhir yang dapat

diaplikasikan pada perilaku adiktif. Pada tahap ini, perilaku yang tidak sehat

tidak akan pernah kembali dan individu tidak memiliki ketakutan akan

kambuh. Meskipun individu tersebut merasa depresi, cemas, bosan,

kesepian, marah, atau stres, mereka yakin bahwa mereka tidak akan

kembali pada perilaku lama yang tidak sehat sebagai jalan penyelesaian
masalah. Perilaku kambuh lagi atau relapse lebih merupakan aturan pada

perilaku adiktif, maka transtheoretical model menggambarkan tahapan

perubahan perilaku (Saputra dan Sary, 2013).

2.2 Dukungan Sosial

Dukungan sosial merupakan hadirnya orang-orang tertentu yang

secara pribadi memberikan nasehat, motivasi, arahan dan menunjukkan

jalan keluar ketika individu mengalami masalah dan pada saat mengalami

kendala dalam melakukan kegiatan secara terarah guna mencapai tujuan

(Bastaman, dalam Fatwa, 2014). Dukungan sosial berperan penting dalam

perkembangan manusia. Misalnya, orang yang relasi yang baik dengan

orang lain, maka orang tersebut memiliki mental dan fisik yang baik,

kesejahteraan subjektif tinggi, dan tingkat morbiditas dan mortalitas yang

rendah (David & Oscar, 2017).

Cobb (dalam Sarafino, 1998, h.102) mengemukakan bahwa

dukungan sosial mengacu pada persepsi akan kenyamanan, kepedulian,

penghargaan atau bantuan yang diterima individu dari orang lain atau

kelompok dalam masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa dukungan

sosial adalah bantuan yang didapat individu dari orang lain atau kelompok,

baik yang berupa bantuan materi maupun non materi, yang dapat

menimbulkan perasaan nyaman secara fisik dan psikologis bagi individu

yang bersangkutan.

Weiss (dalam Cutrona dkk, 1994) membagi dukungan sosial ke

dalam enam bagian yang berasal dari hubungan dengan individu lain,

yaitu: guidance, reliable alliance, attachment, reassurance of worth, social

integration, dan opportunity to provide nurturance. Komponen-komponen


itu sendiri dikelompokkan ke dalam 2 bentuk, yaitu instrumental support

dan emotional support. Berikut ini penjelasan lebih lengkap mengenai

enam komponen dukungan sosial dari Weiss (dalam Cutrona, 1994):

a. Instrumental Support

1. Reliable alliance, merupakan pengetahuan yang dimiliki individu

bahwa ia dapat mengandalkan bantuan yang nyata ketika dibutuhkan.

Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang karena ia

menyadari ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila ia

menghadapi masalah dan kesulitan.

2. Guidance (bimbingan) adalah dukungan sosial berupa nasehat

dan informasi dari sumber yang dapat dipercaya. Dukungan ini juga dapat

berupa pemberian feedback (umpan balik) atas sesuatu yang telah

dilakukan individu (Sarafino, 1997).

b. Emotional Support

1. Reassurance of worth; Dukungan sosial ini berbentuk

pengakuan atau penghargaan terhadap kemampuan dan kualitas individu

(Cutrona, dkk., 1994). Dukungan ini akan membuat individu merasa dirinya

diterima dan dihargai. Contoh dari dukungan ini misalnya memberikan

pujian kepada individu karena telah melakukan sesuatu dengan baik.

2. Attachment ; Dukungan ini berupa pengekspresian dari kasih

sayang dan cinta yang diterima individu (Cutrona, dkk., 1994) yang dapat

memberikan rasa aman kepada individu yang menerima. Kedekatan dan

intimacy merupakan bentuk dari dukungan ini karena kedekatan dan

intimacy dapat memberikan rasa aman.


3. Social Integration; Cutrona, dkk. (1994) dikatakan dukungan ini

berbentuk kesamaan minat dan perhatian serta rasa memiliki dalam suatu

kelompok.

4. Opportunity to provide nurturance; Dukungan ini berupa

perasaan individu bahwa ia dibutuhkan oleh orang lain.

Daftar Pustaka

Anisa, N. A., & Indarjo, S. (2021). Perilaku Sehat Pasien Diabetes

Mellitus Tipe 2 yang Mengalami Gangren di Puskesmas Halmahera Kota

Semarang. Indonesian Journal of Public Health and Nutrition, 1(1), 73-79.

Brooks, A. T., Lòpez, M. M., Ranucci, A., Krumlauf, M., & Wallen, G.

R. (2017). A qualitative exploration of social support during treatment for

severe alcohol use disorder and recovery. Addictive behaviors reports, 6,

76-82.

Dahal, P., & Koirala, P. (2021). Perceived Social Support and its

Influence on Motivation to Change Drinking Behavior: An Observation from

Kathmandu, Nepal. Alcoholism Treatment Quarterly, 39(3), 383-392.

Dulin, P. L., Hill, R. D., & Ellingson, K. (2006). Relationships among

religious factors, social support and alcohol abuse in a Western US college

student sample. Journal of Alcohol and Drug Education, 50(1), 5-14.

Hidayat, A., & Purwandari, E. (2020). Dinamika Taubat pada

Pengkonsumsi Minuman Beralkohol. Jurnal Penelitian, 14(1), 105-134.


Maslihah, S. (2011). Studi tentang hubungan dukungan sosial,

penyesuaian sosial di lingkungan sekolah dan prestasi akademik siswa

SMPIT Assyfa Boarding School Subang Jawa Barat. Jurnal Psikologi

Undip, 10(2).

Maula, L. K., & Yuniastuti, A. (2017). Analisis faktor yang

mempengaruhi penyalahgunaan dan adiksi alkohol pada remaja di

Kabupaten Pati. Public health perspective journal, 2(2).

NUGRAHA, S., & YANUVIANTI, M. (2015). Kontribusi Determinan

Intensi terhadap Intensi Berhenti Mengkonsumsi Minuman Beralkohol pada

Anggota Klub Mobil X di Kota Bandung. Prosiding Psikologi, 341-347.

Putri, L. N. A. (2021). Penghentian Konsumsi Alkohol Pada Remaja

Dengan Langkah Menerapkan Germas.

Rif’ati, M. I., Arumsari, A., Fajriani, N., Maghfiroh, V. S., Abidi, A. F.,

Chusairi, A., & Hadi, C. (2018). Konsep Dukungan Sosial. Jurnal penelitian:

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya.

Safitri, A. (2012). Hubungan Antara Kohesivitas Dengan Intensi

Perilaku Agresi Pada Suporter Sepakbola.

Saputra, A. M., & Sary, N. M. (2013). Konseling model transteoritik

dalam perubahan perilaku merokok pada remaja. Kesmas: Jurnal

Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public Health Journal), 152-157.

Sitio, D. M., Kevaladandra, Z., & Nurmala, I. (2021). Niat

Mahasiswa di Surabaya untuk Berhenti Mengonsumsi Minuman Beralkohol

Menggunakan Teori Attitude Towards Behavior. Media Gizi Kesmas, 10(2),

205-212.
Solina, S., Arisdiani, T., & Widiastuti, Y. P. (2019). Hubungan Peran

Orang Tua Dengan Perilaku Konsumsi Minuman Alkohol Pada Remaja

Laki-Laki. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional

Indonesia, 6(1), 36-45.

Syaftriani, A. M., & Mulidan, M. (2022). Pengaruh Edukasi

Berdasarkan Transtheoretical Model terhadap Aktivitas Fisik: Systematic

Review. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 4(1), 87-92.

Widiawati, E. (2018). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan

Intensi Berhenti Konsumsi Minuman Keras Pada Remaja Usia 15-21 Tahun

Berbasis Theory Plan Behavior Model (Doctoral dissertation, STIKes Insan

Cendekia Medika Jombang).

Anda mungkin juga menyukai