Anda di halaman 1dari 18

BAB III

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID PADA

RHINOSINUSITIS DITINJAU DARI SEGI ISLAM

3.1 Pandangan Islam Mengenai Rhinosinusiitis

Menurut literatur kedokteran, sinusitis adalah suatu penyakit yang ditandai

dengan peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal. Umumnya disertai atau

dipicu oleh rhiniitis sehingga sering disebut rhinosinusitis. Penyebab umunya

ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya

dapat diikuti oleh infeksi bakteri ( Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007).

Rhinosinustitis merupakan satu dari berbagai penyakit termasuk sunnah

kauniyyah yang diciptakan oleh Allah SWT. Penyakit - penyakit itu adalah

merupakan sebuah musibah dan ujian yang ditetapkan oleh Allah SWT atas

hamba–hamba-Nya. Dan sesungguhnya pada musibah itu terdapat hikmah yang

dapat diambil bagi kaum mukminin. Allah SWT menjadikan sakit yang menimpa

seorang mukmin sebagai penghapus dosa dan kesalahan mereka (Al-Atsari,

2008). Sebagaimana tersebut dalam hadits, bahwasanya Rasulullah SAW

bersabda ( Al-Atsari, 2008 )

"Janganlah engkau mencela penyakit demam, karena ia akan menghapuskan


kesalahan-kesalahan anak Adam, sebagaimana alat pandai besi dapat
menghilangkan karat besi. (H.R. Muslim).
Menurut pandangan Islam, rhinosinusitis merupakan salah satu gangguan

yang mampu mengganggu aktivitas, sosial, bahkan dapat mengancam nyawa

35
sehingga berpotensi menurunkan kualitas hidup penderita. Rhinosinusitis mampu

menyebabkan hambatan pada pemeliharaan tujuan syariat Islam. Tujuan syariat

Islam (maqashid asy-syariah) meliputi lima pemeliharaan, antara lain

pemeliharaan nyawa (hifzh al-Nafs), pemeliharaan akal (hifzh al-’Aql),

pemeliharaan harta (hifzh al-Mal), pemeliharaan agama (hifzh al-Din) dan

pemeliharaan keturunan (hifzh al-Nasl) ( Zuhroni, 2010). Penderita parasomnia

mengalami beberapa hambatan pemeliharaan, meliputi pemeliharaan nyawa, akal,

harta, agama dan keturunan.

1) Hifzh al-Nafs (pemeliharaan nyawa)

Hifzh al-Nafs adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk tujuan memelihara

nyawa dan fungsi vital badan, misalnya larangan membunuh, anjuran menjaga

kesehatan organ badan dan anjuran berobat apabila sakit. Rhinosinusitis dapat

membuat seseorang terganggu aktivitas sehari-harinya sehingga menurunkan

prestasi kerja.

2) Hifzh al-’Aql (pemeliharaan akal)

Hifzh al -‘Aql merupakan segala upaya yang bertujuan untuk menjaga pikiran

atau akal agar selalu jernih, misalnya larangan mengonsumsi narkoba dan

khamr karena efek buruknya terhadap akal pikiran. Rhinosinuitis dapat

mengakibatkan nyeri pada sekitar daerah wajah dan kepala, dan si penderita

merasa sulit untuk bernafas karena tersumbatnya hidung oleh sekret purulen.

Hal ini dapat menyebabkan si penderita cemas dan gelisah yang dapat

berdampak pada akal dan pikiran penderita.

3) Hifzh al-Mal (pemeliharaan harta)

36
Hifzh al-mal adalah upaya-upaya yang bertujuan menjaga harta benda,

misalnya dengan menghemat, investasi dan bekerja. Rhinosinusitis mampu

menurunkan performa kerja seseorang karena biasanya penderita merasakan

hidung tersumbat, nyeri kepala dan nyeri sekitar wajah serta demam akibat

rhinosinusitis yang dapat mengganggu aktivitas kerja sehingga menghambat

pemeliharaan harta.

4) Hifzh ad-Din (pemeliharaan agama)

Hifzh ad-din adalah berbagai upaya yang bertujuan memelihara keutuhan

agama dan kualitas ibadah kepada Allah, termasuk di dalamnya yaitu upaya

menyempurnakan amalan dan ibadah. Seseorang yang menderita rhinosinusitis

akan berkurang kebugaran dan kesehatannya khususnya dalam aktivitas

beribadah. Sehingga rhinosinusitis dapat menyebabkan gangguan pada

kesempurnaan amalan dan ibadah penderita.

5) Hifzh al-Nasl (pemeliharaan keturunan)

Hifzh al-nasl adalah upaya-upaya yang bertujuan memelihara keturunan,

misalnya anjuran untuk menikah dan memiliki keturunan yang sehat.

Rhinosinusitis dapat disebabkan oleh faktor genetik keturunan yang akan

diturunkan dari orang tua yang memiliki riwayat alergi kepada anak mereka.

Hal ini akan menghambat orang tua memiliki keturunan yang sehat.

Segala hal yang dapat menghambat terpenuhinya pemeliharaan tujuan

syariat Islam disebut sebagai mudharat, sedangkan segala hal yang dapat

mendorong tercapainya tujuan syariat Islam disebut sebagai maslahah ( Zuhroni,

2010). Dengan demikian, rhinosinusitis yang memiliki potensi dalam

37
menghambat pemeliharaan nyawa, akal, harta dan keturunan penderita dapat

dikatakan sebagai mudharat, sehingga segala hal yang dapat menghilangkan atau

menyembuhkan rhinosinusitis ini dikatakan sebagai maslahah atau manfaat. Oleh

karena itu pengobatan menjadi dianjurkan bahkan diwajibkan bagi penderita.

Rasulullah bersabda :

“Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?” Beliau menjawab: “Iya, wahai


para hamba Allah, berobatlah. Sebab Allah tidaklah meletakkan sebuah penyakit
melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.” Mereka bertanya:
“Penyakit apa itu?” Beliau menjawab: “Penyakit tua.” (HR. Ahmad, Al-
Bukhari, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa menurut pandangan Islam,

rhinosinustis ini merupakan suatu penyakit yang dapat membahayakan nyawa dan

menurunkan kualitas hidup penderita dalam berbagai aspek sehingga mampu

menghambat pencapaian tujuan syariat Islam (Maqshid as-Syariah), yang

meliputi pemeliharaan nyawa (hifzh al-nafs), akal (hifzh al-’aql), harta (hifzh al-

mal), dan keturunan (hifzh al-Nasl). Oleh karena itu, rhinosinusitis ini

memerlukan pengobatan, sebagaimana yang telah diperintahkan dalam firman

Allah dan hadits Rasulullah.

3.2 Pandangan Islam Mengenai Hukum Pengobatan Dengan


Kortikosteroid

Menurut literatur kedokteran, Kortikosteroid adalah suatu kelompok

hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks kelenjar adrenal sebagai

38
tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh

kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh,

misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan

pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar

elektrolit darah, serta tingkah laku ( Guyton, 2007).

Syariat Islam selalu mengajarkan untuk mencari solusi dari suatu masalah

apabila ada rasa nyeri diharuskan mencari solusi jalan keluar dari nyeri tersebut

(Zuhroni, 2010). Islam mengajarkan dalam memecahkan masalah serta

menetapkan apa tujuan tindakan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :

Artinya:

”Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu tergantung dari niat dan tujuannya,
dan manusia akan memperoleh apa yang diniatkannya” (H.R Al-Bukhari).

Untuk pengobatan penyakit, Allah SWT telah menyediakan berbagai macam

obat yang tersedia di alam semesta ini, tinggal manusia berusaha mencari bahan

untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan terbaik. Diantaranya yang

tercantum dalam Al-Quran penggunaan madu sebagai obat, sebagaimana firman

Allah SWT :

“ Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan


Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan .”
( Q.S. An-Nahl (16) : 69 )

39
Pemberian kortikosteroid jarang menimbulkan efek samping jika hanya

digunakan dalam waktu singkat dan non-sistemik. Namun apabila digunakan

untuk jangka waktu yang lama dapat menimbulkan beragam efek samping. Ada

dua penyebab timbulnya efek samping pada penggunaan kortikosteroid. Efek

samping dapat timbul karena penghentian pemberian secara tiba-tiba atau

pemberian terus menerus terutama dengan dosis besar (Suherman dan Ascobat,

2007; Katzung, 2012).

Dalam berobat, Allah SWT menganjurkan untuk berobat kepada ahlinya,

yaitu dengan memeriksakan diri ke dokter, dokter spesialis, atau yang lainnya.

Jika berobat kepada seorang dokter maka mintalah nasehat kepada dokter tersebut

yang berdasarkan keahliannya. Sebagaimana firman Allah SWT :

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami
beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”( Q.S. An-Nahl (16) : 43 )
Apabila seorang Muslim menderita suatu penyakit dan telah berobat

kepada dokter maka hasilnya kita berserah diri kepada Allah SWT dan selalu

berpengharapan agar sembuh. Sebagaimana firman Allah SWT :

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan
saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.Sesungguhnya
tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".( Q.S. Yusuf
( 12) : 87 )

40
Berusaha untuk sembuh, mengobati penyakitnya dan mencari cara

pengurangan rasa nyeri merupakan tindakan yang dianjurkan dalam Islam. Dalam

hal ini penderita diminta untuk berobat. Mengenai pengobatan ini ada dua hadits

yang terkenal, yaitu menganjurkan berobat bila sakit . Di dalam hadits yang

diriwayatkan oleh Ahmad:

Artinya:
”Usamah bin Syarik berkata: Di waktu saya beserta Nabi Muhammad SAW,
datanglah beberapa orang Badui, lalu mereka bertanya, “Ya Rasullulah, apakah
kita mesti berobat?”.” Ya, wahai hamba Allah, berobatlah engkau, karena Allah
tidak mengadakan penyakit, melainkan ia adakan obatnya, kecuali satu
penyakit”. Tanya mereka:” Penyakit apakah itu?”Jawab beliau:”Tua”(HR.
Ahmad).

Dalam hadits Rasulullah SAW tersebut di atas, menyarankan agar setiap

muslim seharusnya meyakini bahwa Allah-lah yang menurunkan penyakit dan

Dia pula yang menurunkan obatnya karena setiap penyakit ada obatnya kecuali

tua. Oleh karena itu manusia hendaklah berikhtiar dan bersabar dalam

menyembuhkan penyakitnya dan menghadapi rasa sakit tersebut ( Muhadi &

Muadzin, 2009). Sabar dan tidak gelisah dalam menghadapi cobaan atau penyakit

adalah selaras dengan firman Allah SWT:

Artinya:
“Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik
dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap

41
apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah)”(QS. Luqman (31): 17).

Dalam berobat tidak boleh menggunakan bahan atau zat yang diharamkan,

oleh karena itu pengobatan penyakit rhinosinusitis juga tidak boleh menggunakan

zat yang diharamkan oleh Allah SWT seperti yang dinyataan dalam ayat Al-

Qur’an berikut ini:

Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku,


sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau
makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -- karena
sesungguhnya semua itu kotor -- atau binatang yang disembelih atas nama selain
Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya
Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".(Q.S. Al-An’am (6) : 145).
Suatu pengobatan diperbolehkan untuk diberikan kepada pasien asalkan

memenuhi beberapa kriteria kebolehan menurut syariat Islam. Kriteria-kriteria

tersebut semata-mata berprinsip pada menolak mafsadah dan menarik maslahah (

Abduh, 2010). Imam Al-Jauziyah kemudian menjabarkan kriteria dibolehkannya

suatu obat untuk digunakan menurut syariat Islam (Muhadi dan Muadzin, 2009) :

a) Obat memberikan manfaat secara menyeluruh, baik dalam hal efektivitas, harga

maupun keterjangkauannya oleh pasien. Sebagaimana tertera dalam firman

Allah berikut :

42
“… dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi
mereka segala yang buruk…” (QS. Al-A’raf (7) : 157).

b) Obat tidak menimbulkan efek samping maupun kerusakan lainnya yang lebih

berbahaya dari pada penyakit pasien itu sendiri, sebagaimana ditegaskan dalam

kaidah Islam berikut :

“Tidak diperbolehkan menghilangkan bahaya dengan bahaya yang lain“

c) Obat tidak boleh mengandung unsur-unsur yang diharamkan dalam syariat

Islam, sebagaimana yang dicantumkan dalam firman Allah :

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging


hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat
kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala...” (QS. Al-Maidah (5) : 3)

d) Obat harus sudah terbukti efektivitasnya atau khasiatnya dalam menyembuhkan

penyakit tertentu yang didasarkan melalui serangkaian penelitian dan uji coba

ilmiah. Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an :

“Katakanlah : Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang


yang benar” (QS. Al-Baqarah (2) : 111).

43
Berdasarkan ayat di atas, apabila suatu obat memiliki potensi

menyembuhkan penyakit, maka harus dibuktikan dulu khasiatnya tersebut

melalui serangkaian penelitian medis.

e) Obat harus diresepkan atau diberikan dari orang yang ahli atau berkompetensi

di bidangnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi :

” Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka


tunggulah kehancurannya” (HR. Al-Bukhari)

Tenaga ahli dalam hal ini yaitu dokter atau dokter spesialis. Karena hanya

dokter yang mampu mengambil pertimbangan-pertimbangan terbaik untuk

pasien menurut keilmuannya, sehingga dapat mencegah efek samping atau

kerusakan yang seharusnya bisa dihindari.

f) Obat diperoleh bukan melalui cara-cara yang syirik atau menyekutukan Allah,

karena hanya Allah Yang Maha Penyembuh, sebagaimana ditegaskan dalam

hadits Nabi :

“Dari Abi Hurairah dan al-Hasan, dari Nabi SAW, beliau berkata : Barang
siapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu dia membenarkan
ucapannya, maka ia telah menjadi kafir dengan yang diturunkan kepada
Muhammad SAW” (HR. Ahmad).

g) Obat tersebut tidak menimbulkan mabuk, tidak menghilangkan akal serta tidak

menyebabkan ketagihan, sebagaimana disebutkan dalam kaidah fiqih :

44
“Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap yang memabukkan
pastilah haram”

Berkaitan dengan kriteria pengobatan tersebut, maka dapat diuraikan

bahwa pengobatan dengan kortikosteroid tidak mengandung unsur-unsur yang

diharamkan karena senyawa tersebut juga dihasilkan di dalam tubuh manusia dan

tidak ada kandungan zat-zat haram dalam komposisi obatnya. Selain itu,

efektivitas kortikosteroid yang sebagai anti-inflamasi sering dimanfaatkan dalam

terapi berbagai macam penyakit.

Rhinosinusitis adalah penyakit yang diciptakan Allah SWT. Tidak ada

penjelasan khusus di dalam Al-Qur’an dan Hadits mengenai rhinosisnusitis,

namun sebuah penyakit ditimpakan kepada seseorang Muslim agar selalu

mengingat kebesaran Allah SWT. Merupakan konsekuensi aqidah Muslim adalah

meyakini bahwa penyakit berikut kesembuhannya mutlak berada di tangan Allah

SWT. Oleh karena itu hendaknya pasien-pasien yang menderita penyakit

rhinosinusitis ini, haruslah lebih sabar dan lebih meningkatkan keimanannya

kepada Allah SWT. Karena Allah SWT tidak akan memberikan cobaan pada

makhlukNya diluar atau melebihi kemampuan makhlukNya. Seperti firman Allah

SWT :

45
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia
mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa
(dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah
Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri
maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami,
maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".(Q.S. Al-Baqarah (2): 286)
Jelas berdasarkan ayat diatas dijelaskan Allah pasti selalu menolong

hambaNya dan Allah tidak akan memberikan cobaan kepada makhlukNya diluar

atau melebihi kemampuan makhlukNya. Manusia lemah Allah lah yang kuat,

Allah lah yang besar maka dari itu janganlah kita merasa berputus asa dari

rahmatNya. Dan janganlah kita bersuudzhan terhadapNya karena dibalik cobaan

yang kita terima pasti selalu ada manfaat dibaliknya.

Sakit bisa dalam bentuk yang paling ringan sampai pada sakit yang berat

( Zulkifli, 1994). Bencana dan musibah yang menimpa manusia semuanya seperti

sakit termasuk didalamnya. Penyakit rhinosinusitis adalah kehendak Allah SWT

dan sudah ditentukan Allah sebelumnya, sebagaimana Firman Allah SWT:

Artinya:

”Sekali-sekali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan
oleh Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-
orang yang beriman harus bertawakal”(Q.S. At Taubah (9): 51).

46
Dari ayat di atas jelaslah bahwa segala yang terjadi adalah karena

kehendak Allah SWT, begitu juga dengan ciptaan-Nya.Allah SWT pasti memiliki

alasan mengapa menurunkan penyakit seperti rhinosinusitis. Namun yakinlah

bahwa Allah SWT tidak pernah mendzalimi hamba-Nya dan tidak akan memberi

ujian yang melebihi kemampuan hamba-Nya (Shihab, 1999). Allah SWT

berfirman:

Artinya:

”Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin
Allah; Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi
petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS. At-
Taghaabun (64): 11).

Di hadapan Allah SWT, orang sakit bukanlah orang hina. Mereka justru

memiliki kedudukan yang mulia. Bahkan Allah SWT menjanjikan kepada orang

yang sakit apabila ia bersabar dan berikhtiar dalam sakitnya, Selain Allah SWT

menghapus dosa-dosanya. Di dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa kesabaran

tersebut mengutamakan dalam segala urusan sebagaimana firman Allah SWT :

“ Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya perbuatan yang


demikian itu termasuk urusan – urusan yang diutamakan “ ( Q.S. As-Syuura (26):
43 )

47
Jelas ayat diatas menjelaskan tentang keutamaan kita sebagai manusia

yang harus selalu sabar dalam berbagai macam cobaan yang diberikan, karena

sabar dan ikhlas dan selalu berkhunudzhan adalah ciri-ciri orang yang beriman.

Berdasarkan uraian di atas, penggunaan kortikosteroid merupakan suatu

bentuk usaha seorang manusia untuk mengobati rhinosinusitis. Allah SWT telah

menciptakan banyak cara dan obat untuk pengobatan rhinosinusitis termasuk

dengan menggunakan kortikosteroid, dan diantaranya pasti terdapat jalan untuk

kesembuhan. Allah mendatangkan penyakit dan juga menciptakan obatnya.

3.3 Pandangan Islam Mengenai Efektivitas Penggunaan Kortikosteroid

Sebagai Terapi Pada Rhinosinusitis

Kortikosteroid memiliki efek anti-inflamasi yang dipercaya mampu

mengurangi gejala pada rhinosinusitis. Kortikosteroid dapat mencegah dan

menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik,

atau alergen. Gejala ini umumnya berupa kemerahan, rasa sakit, panas, dan

pembengkakan di tempat radang ( Soetjipto dan Mangunkusumo, 2007). Pada

rhinosinusitis kortikosteroid bekerja dengan mengurangi udem yang terjadi

sehingga gejalanya pun jadi berkurang. Penggunaan kortikosteroid yang tidak

tepat dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping seperti

terjadinya epitaksis, rhinorea, sariawan, mulut kering dan nyeri tenggorokan.

Maka dari itu penggunanya harus secara tepat dan efisien.

Menurut pandangan Islam, suatu pengobatan pada dasarnya bertujuan

untuk memberikan maslahah yang menyeluruh bagi penderita serta mencegah

48
kerusakan-kerusakan yang akan terjadi akibat penyakitnya, sehingga diharapkan

penderita mampu memenuhi kelima tujuan syariat Islam yang meliputi

pemeliharaan nyawa (hifzh al-Nafs), pemeliharaan akal (hifzh al-’Aql),

pemeliharaan harta (hifzh al-Mal), pemeliharaan agama (hifzh al-Din) dan

pemeliharaan keturunan (hifzh al-Nasl) ( Zuhroni, 2010). Termasuk pula di

dalamnya yaitu pengobatan rhinosinusitis dengan menggunakan kortikosteroid.

Dalam Islam, berobat merupakan tindakan yang dianjurkan. Dalam

berbagai riwayat menunjukan bahwa Nabi pernah berobat untuk dirinya sendiri,

serta pernah menyuruh keluarga dan sahabatnya agar berobat ketika sakit.

Diantara teknik pengobatan yang dilakukan Nabi adalah menggunakan cara-cara

tertentu sesuai dengan perkembangan zaman itu. Perintah berobat dalam Islam

juga dapat dipahami dari informasi yang dipahami sebagai salah satu bentuk

perintah ( Zuhroni, 2003).

Sebagaimana telah diketahui, prinsip utama dalam kesehatan adalah

mengupayakan secara teratur dan optimal agar orang menjadi sehat dan kuat,

karena mukmin yang kuat lebih baik dan disukai Allah SWT. Hal ini sejalan

dengan pernyataan Rasulullah SAW :

Rasulullah SAW bersabda : “ seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih
disukai Allah daripada mukmin yang lemah” ( HR.Muslim).
Islam untuk Disiplin Ilmu kesehatan dan Kedokteran, ajaran Islam sangat

menekankan pentingnya menjaga kesehatan jasmani. Agar jasmani tetap sehat,

menurut ulama, disebutkan ada sepuluh hal, yaitu : dalam hal makan, minum,

49
gerak, diam, tidur, terjaga, hubungan seksual, keinginan-keinginan nafsu, keadaan

kejiwaan, dan mengatur anggota badan ( Zuhroni, 2003).

ِ ِ‫ت فَه َُو يَ ْشف‬


‫ين‬ ُ ْ‫َوِإ َذا َم ِرض‬

Artinya : “Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan aku” (QS. Asy-
Syu’araa (26):80)
Pada ayat ini menekankan agar orang yang sakit mengupayakan sehat

sebagai anjuran agama. Dalam ayat ini dinyatakan bahwa tindakan upaya

penyembuhan penyakit secara medis merupakan perbuatan baik dan terpuji. Pada

kesimpulan oleh beberapa ulama, menurut beberapa hadits yang menganjurkan

berobat, paling tidak anjuran tersebut bernilai sunnah. Jika penyakitnya secara

medis dapat disembuhkan hukumnya bisa sunnah atau wajib, tapi jika sudah tidak

dapat diharapkan sembuh sesuai hasil diagnosis orang-orang yang benar-benar

ahli/pakarnya dalam bidang terkait, maka tak seorang ulama pun yang

mengatakan sunnah, apalagi mewajibkannya ( Zuhroni, 2003).

Dalam proses memilih, beberapa ayat dalam al-Qur’an menganjurkan agar

seseorang mendahulukan mashlahah yang lebih besar atau mendahulukan

mafsadah yang lebih kecil serta ada larangan untuk melakukan sesuatu yang

mafsadahnya lebih dominan dari pada mashlahatnya ( Fahmi, 2011). Semisal

apabila ada dua pengobatan atau lebih yang berbenturan dan tidak mungkin

dilakukan semuanya karena suatu sebab, maka dianjurkan memilih pengobatan

yang terbaik, sebagaimana dijelaskan dalam kaidah fiqhiyyah :

50
“Jika seseorang diberi pilihan dua hal berkaitan dengan maslahat dirinya maka
dipilih sesuai keinginannya. Dan jika berkaitan dengan maslahat orang lain
maka dipilih yang lebih mendatangkan maslahat bagi orang lain itu”

Hal ini, berlaku pula pada pemilihan suatu pengobatan. Ketika akan

memilih pengobatan, maka hendaknya mempertimbangkan mana pengobatan

yang lebih baik dan lebih banyak mendatangkan manfaat pada pasien. Sebaliknya,

apabila ada dua atau lebih pengobatan yang sama-sama menimbulkan kerusakan

pada badan dan kerusakan itu tidak bisa dihindari semuanya, namun manusia

harus melakukan salah satunya, maka dianjurkan untuk memilih yang paling

ringan dampak buruknya sebagaimana dijelaskan dalam kaidah fiqhiyyah :

(Fahmi, 2011)

“Mudharat yang menimpa orang banyak harus ditolak sekalipun dengan


menimbulkan mudharat lain pada sekelompok orang”

Berdasarkan kaidah-kaidah tersebut di atas, maka pengobatan dengan

kortikosteroid pada gangguan rhinosinusitis, hukumnya mubah atau dibolehkan

selama tidak ada kontraindikasi pada kondisi pasien dan maslahah yang diberikan

dari penggunaan obat ini lebih banyak dari pada kadar mudharatnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut pandangan

Islam, rhinosinusitis merupakan suatu penyakit dapat membahayakan nyawa dan

51
menurunkan kualitas hidup penderita dalam berbagai aspek sehingga mampu

menghambat pencapaian tujuan syariat Islam (Maqshid as-Syariah), yang

meliputi pemeliharaan nyawa (hifzh al-nafs), akal (hifzh al-’aql), harta (hifzh al-

mal), dan keturunan (hifzh al-Nasl), sehingga memerlukan pengobatan. Dalam

Islam, tidak semua pengobatan dapat diterapkan karena harus mengutamakan

prinsip maslahah dan menghindari mudharat ( Zuhroni, 2010).

Kortikosteroid merupakan salah satu obat yang tidak mengandung zat-zat

haram dan efektif mengatasi gejala inflamasi pada rhinosinusitis apabila diberikan

kepada kondisi yang tepat dengan cara yang sesuai dan dosis yang benar.

Penggunaan yang tidak tepat pada zat ini dapat menimbulkan efek samping serta

komplikasi, sehingga dokter sebagai orang yang ahli, harus cermat dalam memliih

jenis kortikosteroid dan dosis serta indikasi dan kondisi pasien supaya tercapai

pemeliharaan tujuan syariat Islam yang meliputi pemeliharaan nyawa, akal, harta

dan agama.

52

Anda mungkin juga menyukai