Anda di halaman 1dari 6

Seri Konferensi IOP: Ilmu Bumi dan Lingkungan

KERTAS • AKSES TERBUKA Anda mungkin juga menyukai


- Evaluasi potensi pengendalian hayati dari
Analisis Proksimat Fermentasi Tepung Maggot  viride
AgNPs disintesis dari Trichoderma
 
Hasil Menggunakan Aspergillus niger dan Trichodema Sambasivam
  Manikandaselvi, Vembaiyan
Sathya, Vellingiri Vadivel dkk.

viride - Produksi Fitase, Amilase dan


Selulase oleh Aspergillus, Rhizophus dan
 Neurospora pada Bubuk Jerami Padi Campuran
 dan Residu Tahu
   Kedelai   
Mengutip artikel ini: Rietje JM Bokau dkk 2020 IOP Conf. Ser.: Lingkungan Bumi. Sci. 537 012044   Kanti dan   I.M Sudiana
 
A

- Analisis Keanekaragaman Mikroskopis


 
 Jamur di Tanah Adjara, Georgia

Lihat artikel online untuk pembaruan dan penyempurnaan.


 Otar Shainidze, Shota Lominadze,
GuramChkubadze dkk.
 

  Konten ini diunduh dari alamat IP 114.125.203.214 pada 17/03/2022 pukul 01:08

ICoSITer 2019 Penerbitan IOP


 Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 537 (2020) 012044
doi:10.1088/1755-1315/537/1/012044

Analisis Proksimat Hasil Fermentasi Tepung Maggot Menggunakan


Aspergillus niger dan Trichodema viride

Rietje JM Bokau*, Nur Indariyanti dan Rakhmawati


Politeknik Negeri Lampung, Soekarno-Hatta St 10, Bandar Lampung, Indonesia
* Email: rietjebokau@polinela.ac.id

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat gizi tepung maggot
difermentasi secara mikrobiologis menggunakan jamur Aspergillus niger dan Trichoderma viride pada suhu yang berbeda
dosis, terutama pada peningkatan protein, penurunan lemak dan serat. Belatung yang digunakan berasal
dari biakan secara massal pada media bungkil kelapa sawit selama 7-10 hari, hasil panen maggot dikeringkan dan
k di di ili d di k b ib h f i dii k l i d (
kemudian digiling dan diayak. Sebagai bahan fermentor, A. niger diinokulasi pada PDA (Potato Dextrose
Agar) media ditambahkan ekstrak ragi 0,3% dengan metode agar miring, untuk perbanyakan menggunakan
beras sebagai media, sedangkan untuk T.viride menggunakan media PCA (Plate Count Agar). Kemudian diambil sebanyak
sebanyak 15% dan 20% untuk proses fermentasi tepung maggot. Berdasarkan hasil proksimat
analisis, menghasilkan protein kasar 43,27%, lemak kasar menjadi 6,66% dan serat kasar 14,11% di A.niger
jamur, sedangkan T. viride menghasilkan kandungan protein sebesar 39,19%, penurunan kandungan lemaknya adalah
relatif kecil yaitu 24,21%, nilai kandungan seratnya menjadi lebih rendah yaitu 11,75. Paling atas
persentase pengurangan kandungan lemak di A. niger, dan serat kasar di T.viride. Perbedaannya
dosis tidak mempengaruhi hasil analisis proksimat A.niger dan T.viride.

1. Perkenalan
Volume produksi perikanan budidaya di tingkat negara-negara ASEAN termasuk Indonesia memiliki
meningkat [1]. Peningkatan produksi perikanan budidaya dengan demikian otomatis meningkatkan kebutuhan pakan ikan.
Asosiasi pabrik pakan ternak Indonesia memperkirakan jumlah produksi pakan ikan meningkat dari
400.000 ton pada tahun 2006 menjadi 1,38 juta ton pada tahun 2013 [2]. Seiring bertambahnya populasi, produksi akuakultur
terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Meningkatkan produksi budidaya
otomatis meningkatkan kebutuhan pakan ikan, terutama pada sistem budidaya intensif. Ini
Kondisi tersebut menyebabkan harga pakan menjadi mahal, sedangkan biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam
budidaya ikan. Selain itu, pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi, bergizi dan memenuhi kebutuhan
ikan budidaya, tersedia secara terus menerus sehingga tidak memerlukan proses produksi dan dapat menyediakan
pertumbuhan yang optimal. Tepung ikan sebagai sumber protein penting dalam formulasi pakan cukup besar pasokannya karena

sebagian besar masih dibutuhkan. Indonesia sebagai salah satu negara pengimpor tepung ikan (dan minyak ikan) juga bergantung
pada kondisi global akuakultur, yang membatasi jumlah tepung ikan dan menaikkan harganya
untuk terus melambung [3] . Masalah ini menjadi perhatian dalam pemberian pakan yang perlu dilakukan upaya
dengan mencari dan mengembangkan bahan baku lain sebagai pengganti tepung ikan. Bahan yang dibutuhkan harus
dalam jumlah yang cukup dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia atau harus dari limbah pengolahan organik.
Namun pada umumnya sampah organik yang tersedia berupa bahan nabati yang tidak dapat langsung dikonsumsi oleh
ikan sebagai hewan monogastrik [4,5] . Salah satu sumber sumber protein hewani yang dikembangkan sebagai
pengganti atau yang digunakan sebagai bahan pakan ikan adalah belatung (Hermetia illuscens) [6] . Belatung adalah larva dari
Black Soldier Fly (BSF), dikenal sebagai pengurai habitat karena kebiasaannya mengonsumsi bahan organik
bahan. Proses produksinya dikenal sebagai Biokonversi, sebuah proses yang mengubah bentuk
produk/bahan yang tidak sebanding dengan produk yang menggunakan agen hayati (makhluk hidup: BSF

Konten dari karya ini dapat digunakan di bawah persyaratan lisensi Creative Commons Attribution 3.0. Distribusi lebih lanjut
  penulis dan judul karya, kutipan jurnal dan DOI.
dari karya ini harus mempertahankan atribusi kepada
Diterbitkan di bawah lisensi oleh IOP Publishing Ltd 1

ICoSITer 2019 Penerbitan IOP


 Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 537 (2020) 012044
doi:10.1088/1755-1315/537/1/012044

serangga). Saat ini maggot sudah dibuat secara massal dengan cara menebar telur dan menggunakan berbagai jenis
media seperti bungkil inti sawit, limbah yang dihasilkan dari proses pemeliharaan tahap pupa-induk
(BFS) di kandang bersama. Namun demikian, untuk menghasilkan tepung maggot sebagai bahan baku pakan masih perlu
meningkatkan kualitas nutrisinya. Maggot dapat diberikan sebagai pakan ikan dalam bentuk segar atau dalam bentuk pelet sebagai pakan

bahan pakan, belatung dikeringkan menjadi tepung belatung dengan kandungan protein bervariasi yaitu 30-50% tergantung
pada sifat dan jenis media yang digunakan. Fermentasi media bungkil inti sawit dapat meningkatkan
kandungan protein tepung maggot mencapai 42% tetapi dengan kandungan serat dan lemak yang relatif tinggi (23%) [7] . Lainnya
Hasil penelitian [8] menunjukkan bahwa tepung maggot sebagai pengganti tepung ikan hanya mencapai 20%, di pelangi
ikan hias tepung maggot sampai 10% tidak menghasilkan warna dan pertumbuhan yang nyata. [9] berpendapat bahwa
lemak yang tinggi menyebabkan ketengikan yang memperpendek umur simpan bahan pakan, sedangkan serat kasar yang tinggi akan men
bahan pakan menjadi sulit dicerna oleh ikan dalam proses pencernaannya. Masalah ini menyebabkan
Tingkat substitusi tepung maggot untuk tepung ikan belum optimal. Maka dari itu penggunaan tepung maggot sebagai pakan mentah
bahan pengganti tepung ikan masih perlu ditingkatkan kualitasnya untuk meningkatkan kontribusinya terhadap pakan ikan
formulasi. Peningkatan ini dapat dimungkinkan dengan teknologi fermentasi mikrobiologi menggunakan A.
niger dan jamur T.viride. Tujuannya adalah untuk mengetahui peningkatan nutrisi tepung maggot berdasarkan
analisis terdekat.

2. Bahan dan Metode


Substrat yang digunakan adalah tepung maggot yang merupakan maggot tersendiri pada media bungkil inti sawit yang
diawali dengan penyebaran telur dari lalat hitam (Black Soldier Fly). Larva belatung dipanen dan
dibilas sampai bersih, ditiriskan kemudian dijemur sampai kering kemudian digiling hingga menghasilkan tepung maggot.
Mikroba kapang yang digunakan adalah A. niger dan T. viride, diperoleh dari InaCC (Indonesian Culture Collection),
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. A. niger diinokulasi
pada media PDA (Potato Dextrose Agar) [10-12] ditambah ekstrak ragi 0,3% dengan agar miring
metode. Kemudian dilanjutkan dengan mengembangbiakkannya dalam cawan petri (diameter 9 cm) pada suhu ruang selama 5 hari dan
kemudian dipanen. A.niger yang telah dipanen kemudian diperbanyak menggunakan media beras (11). Setelah menjadi
ditanam dengan isolat A. niger, beras diangin-anginkan (difermentasi) secara aerobik selama 5-6 hari pada suhu kamar.
Hai
Kemudian dikeringkan dalam
C, haluskan
oven pada
dan siap
suhudigunakan
40 pada media tepung maggot. Tepung maggot disterilkan dalam autoklaf, didingink

dan 20 gram sambil diaduk hingga merata. Adonan tersebut kemudian diletakkan di atas nampan dengan ketebalan 3 .
cm kemudian ditutup dengan plastik dan dilubangi, diinkubasi secara aerob pada suhu ruang selama 3 hari.
Kondisi fermentasi diubah menjadi suasana anaerobik dengan menutup wadah lagi dengan
Hai
plastik tanpa ditusuk dan diinkubasi sampai hari ke 6. Kemudian dikeringkan C,dalam
dan kemudian
oven pada suhu 40
proksimat dianalisis dan dianalisis. Sedangkan untuk T.viride menggunakan media serbuk PCA (Plate Count Agar) [13]
ditimbang 6,75 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang sudah berisi 300 ml akuades
dan diaduk hingga homogen dengan magnetic stirrer. Campuran tersebut ditunggu hingga menjadi bening dan
tidak berawan. Kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf selama kurang Hai lebih
C tekanan
15 menit
1 dengan suhu 121
atm untuk sterilisasi. Budidaya isolat murni kapang T. viride dilakukan dengan menggunakan metode aseptik
jarum di media PCA dalam cawan petri dan diinkubasi selama 6 hari pada suhu kamar. Membuat inokulum
dilakukan dengan cara memasukkan cawan kultur murni berumur 6 hari ke dalam media agar berisi PCA yang telah
disiapkan sebelumnya. Spora kultur T. viride murni ditumbuhkan dengan cara menggores permukaan media (1 ons
tabungan) dan menunggu sampai umur 7 hari. [14] penelitian menyimpulkan bahwa laju produksi jamur
0
biomassa selama
menggunakan fermentasi
campuran media
tepung cair oleh
maggot T. viride
(70%), Cpada
selama
kedelai 30±5dan
(20%), 1haritetes
inkubasi. Lebih-lebih
tebu (10%) lagi, kadar air
ditambahkan
70% dan dikukus 30 menit dan didinginkan, selanjutnya disiapkan campuran inokulan sebanyak 15 dan 20 ml/
100 substrat. Proses fermentasi selesai setelah 5-6 hari dan kemudian analisis proksimat adalah
dilakukan. Uji proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi tepung maggot fermentasi,

yaitu protein kasar, lemak kasar, serat kasar, karbohidrat, kadar abu, dan padatan. Tes terdekat adalah
dilakukan berdasarkan [15] . Tepung maggot hasil fermentasi tanpa fermentasi juga diuji sebagai kontrol.
Kemudian dibandingkan persentase kenaikan kadar protein kasar, penurunan lemak kasar dan serat kasar

ICoSITer 2019 Penerbitan IOP


 Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 537 (2020) 012044
doi:10.1088/1755-1315/537/1/012044

antara kontrol dan pengobatan. Desain penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 3
ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA.

3. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil uji proksimat menunjukkan bahwa fermentasi tepung maggot menggunakan A. niger dan T.
viride dapat meningkatkan sifat nutrisi baik pada dosis 15% dan 20% (Tabel 1), di mana peningkatan
pada kandungan protein dan penurunan kadar lemak dan serat kasar dengan persentase yang berbeda. Dengan menggunakan A
niger, kandungan protein tepung maggot meningkat, kadar lemak dan serat kasar menurun. Sedangkan T
kadar protein viride meningkat, kadar lemak tidak berubah secara signifikan, dan serat kasar menurun. Keseluruhan
proses fermentasi dengan jenis kapang pada penelitian ini berlangsung selama 7 hari dan terjadi peningkatan media
suhu pada hari kedua setelah perawatan dan mencapai 38 derajat Celcius. Fermentasi yang sedang berlangsung
juga dikenal dengan perubahan kadar air bahan yang dilepaskan oleh molekul air
melalui penguapan yang terlihat pada bagian plastik yang digunakan untuk menutupi media. Penambahan karbohidrat
sumber energi untuk media sebagai substrat sumber energi untuk pertumbuhan kapang, selain sumber energi dari
gemuk. Untuk memperbanyak mikroba A. niger digunakan media beras karena sumber karbohidrat tepung maggot
kecil, sedangkan kandungan lemaknya cukup tinggi. Semua perlakuan menunjukkan perbedaan nyata dan nyata
kadar protein kasar pada A.niger. Penurunan lemak kasar berbeda nyata pada A. niger, sedangkan
dosis yang digunakan tidak secara signifikan mempengaruhi hasil langsung untuk A.niger dan T.viride (Gambar 1).

Tabel 1. Proksimat rendemen tepung fermentasi maggot menggunakan A.niger dan T.viride pada dosis yang berbeda.
 Jenis Jamur Dosis Padatan Abu Serat Kasar Protein Kasar Lemak Kasar Karbohidrat (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) Kontrol 0 92,45 14,87 21,13 31,68 28,66 10

 
45
   
protein mentah
40
  lemak kasar
35  
 
30 serat kasar
   
25
  Perawatan:
20 1=Kontrol
 
15 2= ​A.niger ,15%
  3= A.niger ,20%
10
  4= T.viride ,15%
5
  5= T.viride ,20%
0
   1 2 3 4 5        

Gambar 1. Hasil Analisis Proksimat tepung fermentasi maggot menggunakan A.niger dan T.viride.

ICoSITer 2019 Penerbitan IOP


 Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 537 (2020) 012044
doi:10.1088/1755-1315/537/1/012044

Kandungan protein tepung maggot dengan A. niger 15% mencapai 43,27% dan pada takaran 20% dihasilkan
43,23%., Kandungan lemak 6,66% dan 5,82%, sedangkan serat kasar 14,05% dan 14,11%. Hasil dari T
fermentasi viride dengan kadar protein lebih rendah yaitu 39,19% dan 34,11%, kadar lemak 26,21% dan
27,26%, serat kasar menjadi 11,75% dan 9,56%. Kedua jenis kapang tersebut memberikan hasil fermentasi yang berbeda
pada komponen gizi tepung maggot, pada dosis yang sama baik 15% maupun 20% menghasilkan secara nyata
kadar protein yang berbeda, sedangkan komponen kandungan lemak mengalami penurunan yang sangat signifikan pada A. niger dan
dengan menggunakan T.viride kandungan seratnya semakin menurun. Baik pada A. niger maupun T. viride, dosis yang diberikan tidak
tidak memberikan hasil fermentasi yang berbeda pada setiap komponen nutrisi yang diamati. Melalui proses fermentasi ini, sifat nutrisi d

lebih tinggi di A.niger yaitu 36,58% dan 36,36%, demikian juga lemak kasar berkurang secara signifikan yang
mencapai 76,04% dan 77,32%. Sedangkan T.viride mampu mereduksi serat kasar lebih tinggi dari A.niger (Tabel 2)
dan Gambar 2). Dalam produk maggot segar dan kering, kadar lemak dan serat kasar yang tinggi menjadi masalah
dalam pemanfaatannya sebagai pakan ikan.

Tabel 2. Rata-rata peningkatan kandungan gizi tepung fermentasi maggot menggunakan A.niger dan T.viride
  Jenis   Dosis   Perubahan Parameter Nutrisi  
  jamur   (%)   Mentah   Ditingkatkan
  Mentah   berkurang  Mentah   berkurang 
protein (%) Gemuk (%) Serat (%)
  A. niger   15   43.27   36.58   6.66   76.04   14.05   33.51  
20 43.23 36.36 5.82 77.32 14.11 33.22
T.viride 15 39.19 23.64 26.21 15.65 11.75 44.39
20 34.11 17.63 27.26 16.75 9.56 54,75
                 

 
80
 
70 protein mentah
   
60
50
    lemak kasar
  serat kasar
40  
 
30
 
20
 
10
 
0
    
1 2    
3 4    
5

Gambar 2. Peningkatan kadar protein kasar dan penurunan kadar lemak kasar dan serat kasar
tepung fermentasi maggot dibandingkan dengan yang tidak difermentasi (kontrol).

[12] mengemukakan bahwa teknologi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas bahan pakan adalah melalui
proses fermentasi, dimana pada umumnya hasil akhir fermentasi menghasilkan senyawa yang lebih sederhana
dan lebih mudah dicerna dibandingkan dengan bahan aslinya selain dapat menghilangkan zat beracun
dari suatu bahan. Cetakan banyak digunakan dalam proses fermentasi untuk meningkatkan kualitas pakan
bahan, termasuk A. niger, T. viride, Rhizopus oligosporus. Studi sebelumnya telah dilakukan
menggunakan cetakan untuk bahan baku nabati, sedangkan penggunaan untuk bahan hewani seperti maggot sangat kecil.
Namun demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa media bahan hewani sebagai substrat dapat
memperbaiki dan meningkatkan mutu gizi bahan tepung maggot.

ICoSITer 2019 Penerbitan IOP


 Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 537 (2020) 012044
doi:10.1088/1755-1315/537/1/012044

karena tepung maggot mengandung karbohidrat yang rendah, sedangkan lemaknya cukup tinggi. Cetakan menggunakan sumber energi
dari karbohidrat dan lemak [16] . Sumber karbohidrat lain (gula aren, tapioka, dan tetes tebu) ditambahkan
pada substrat tepung maggot, pada penelitian [17] menunjukkan bahwa penambahan molase 10% lebih banyak
efektif dalam meningkatkan mutu gizi tepung maggot. Menurut [18] A. niger dalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat m

substrat, molekul sederhana yang terkandung di sekitar hifa dapat langsung diserap sementara lebih kompleks
molekul harus dipecah sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan beberapa enzim tambahan
seluler seperti protease, amilase, mananase, dan -glaktosidase. Bahan organik dari substrat adalah
digunakan oleh Aspergillus niger untuk aktivitas transportasi molekuler, pemeliharaan struktur sel, dan sel
mobilitas. Trichoderma dikenal untuk produksi enzim di dinding sel yang terdiri dari enzim
xilanase, kitinase dan -glukanase dikaitkan dengan peran biokontrol sementara selulase memainkan peran ganda
peran [19] . Jamur berfilamen Trichoderma adalah fungsi penting yang digunakan untuk menghasilkan enzim dengan:
proses fermentasi. Genus ini mengeluarkan sejumlah besar enzim selulase dan hemiselulase yang mampu
polimer karbohidrat pendegradasi [20,21] . Dengan kemampuan kedua cetakan ini dalam fermentasi
Prosesnya, A. niger mampu meningkatkan protein 36,58%, selain mampu menurunkan kadar lemak hingga kadar
5,82%. T.viride hanya dapat meningkatkan kadar protein 23,64% bahkan pada dosis yang lebih tinggi (20%) meningkatkan protein
hanya 7,63%. Namun jamur ini mampu menurunkan kadar serat lebih besar (54,75% dan 44,39%) dibandingkan dengan
A.niger, hal ini karena Trichoderma yang mensekresi sejumlah enzim selulosa dan hemiselulosa.
[20] menyatakan bahwa kemampuan kapang ini menghasilkan enzim dipengaruhi oleh proses fermentasi
kondisi yaitu pH optimum 4-7, dan kisaran suhu optimum ditemukan antara 30 - 40
derajat celcius. Dalam menjalankan aktivitasnya sebagai penghasil enzim selulase, T.viride mempengaruhi
oleh beberapa faktor seperti suhu, pH, nutrisi, agitasi, dan waktu fermentasi [13]. Penanaman
isolat murni jamur T. viride dilakukan dengan jarum ose aseptik ke dalam media PCA dalam cawan petri
dan diinkubasi selama 6 hari pada suhu kamar. Pembuatan inokulum dilakukan dengan mengambil murni berumur 6 hari
cawan kultur ke dalam media agar, berisi PCA yang telah disiapkan sebelumnya. Spora murni T.
viride ditumbuhkan dengan cara menggores permukaan media (hemat 1 ons) dan menunggu sampai umur 7 tahun
hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan kapang A.niger dan T.viride pada tepung maggot sebagai
substrat dapat meningkatkan kualitas nutrisi tepung maggot. Meningkatkan kandungan protein pakan ikan
bahan baku merupakan hal yang penting, terutama dalam memanfaatkan bahan buangan, serta kandungan lemak dan kandungan seratn
Kandungan lemak tepung maggot cukup tinggi tergantung dari media tumbuh yang digunakan, serta seratnya
kandungannya cukup tinggi karena media maggot yang umum digunakan adalah bahan limbah nabati dengan
kandungan serat yang tinggi. Protein tinggi dibutuhkan dari bahan pakan untuk mendukung pertumbuhan ikan dan dapat
digunakan sebagai pengganti atau pengganti tepung ikan. Kandungan lemaknya tetap dibutuhkan, namun dengan jumlah yang terbatas
jumlah untuk mencegah oksidasi yang menyebabkan kerusakan makanan selama penyimpanan. Demikian juga, serat kasar adalah
dibatasi karena kemampuan ikan mencerna serat rendah.

4. Kesimpulan Tepung maggot dapat meningkatkan kualitas nutrisi dengan menggunakan A.niger dan T.viride dalam fermentasi

proses. A.niger selain meningkatkan kadar protein kasar juga secara signifikan mengurangi kandungan lemak kasar
pada tepung maggot, sedangkan T.viride menurun lebih tinggi pada serat kasar. Oleh karena itu tepung maggot yang difermentasi memilik
berpotensi sebagai bahan baku pakan ikan dan dapat menjadi alternatif pengganti tepung ikan.

Konflik kepentingan
“Tidak ada konflik untuk diumumkan.”

ucapan terima kasih


Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dana yang diberikan oleh Dikti melalui
hibah penelitian untuk skema penelitian terapan untuk pendidikan tinggi tahun anggaran 2018, juga untuk Hias
Peternakan Ikan Depok Jawa Barat yang telah membantu dalam penyediaan dan pemeliharaan maggot. Terima kasih kepada para teknisi
Laboratorium Teknologi Perikanan dan Pangan Politeknik Negeri Lampung.

5 Dalam pembuatan substrat dengan menambahkan sumber karbohidrat (beras) sebagai sumb

ICoSITer 2019 Penerbitan IOP


 Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 537 (2020) 012044
doi:10.1088/1755-1315/537/1/012044

Referensi
[1] FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) 2014 Tinjauan dunia perikanan dan akuakultur (Roma,
Italia) hal 96
[2] Laining A, Usman, dan Rachman Syah 2016 Gulma air Ceratophyllum sp. sebagai protein makanan
sumber: pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan profil asam amino fillet ikan baronang, Siganus guttatus J.
AACL Bioflux, Volume 9 Edisi 2 hal 352-358.
[3] Fahmi MR 2016 Optimalisasi Proses Biokonversi Menggunakan Mini-Larva H Illucens Untuk Ikan
Feed In Prossiding Seminar Nas Masy Biodiv Indonesia Vol 1 No 1 hlm 139-144.
[4] Warburton K dan Hallman V Pemrosesan bahan oleh lalat tentara, Hermetia illucens RIRDC
Publikasi (Queensland) hal197
[5] Hem S, Toure S, Sagbla C, dan Legendre M 2008 Biokonversi bungkil inti sawit untuk
akuakultur: Pengalaman dari kawasan hutan (Rep of Guinea) Jurnal Afrika
Bioteknologi 7 (8) pp1192-1198
[6] Aplikasi Maggot Subamia IW 2010 Sebagai Alternatif Sumber Protein dan Pakan Ikan Laporan
Akhir Prog Intensif Riset Terapan, Balai Riset Budidaya Ikan Hias (Depok, Jawa Barat) p 12
[7] Bokau R dan P Witoko 2017 Optimalisasi proses biokonversi bungkil inti sawit untuk
produksi maggot H.illucens sebagai sumber protein hewani pada budidaya ikan J.Aquacultura
Indonesianna Vol 18 No 1 Juni 2017 hlm 20-25
[8] Priyadi A, Azwar ZI, Subamia IW dan Hem S 2009 Pemanfaatan maggot sebagai pengganti ikan
pakan buatan untuk benih ikan balashark (Balanthiocheillus melanopterus) Jurnal Riset
Akuakultur hal 12
[9] Teknologi Fermentasi Pamungkas W 2011, Alternatif Solusi Pemanfaatan Pangan Lokal
Bahan Media Akua.Vol 6 No 1 pp 43-49
[10] Kusumaningati MA, S Nurhatika dan A Muhibuddin 2012 Potensi Aspergillus sp dalam Hidrolisis
proses pembuatan ethanol dari limbah sayuran dan buah-buahan di Pasar Wonokromo Surabaya
Univ Brawijaya hal 16
[11] Palinggi NN 2013 Perubahan Kandungan Protein Bahan Baku Lokal Melalui Fermentasi
Substrat Padat Menggunakan Aspergillus Konferensi Akuakultur Indonesia pp 315-320. [12] Sari L dan Purwadaria T 2011 Penilaian

mutan pada substrat bungkil kelapa dan bungkil inti sawit J.Biodiversitas 5(2) pp 48-51. [13] Lailah R, Ahmad Syauqi, dan Hari San

Pasta Bubuk Kulit Kulit Rambutan ( Nephelium lappaceum) e-Jurnal Ilmiah Biosaintropis
(Bioscience-Tropic) Volume 3 No.: 2, Oktober p 1-7
[14] Al-Taweil HI, Mohammad Bin Osman, Aidil Abdul Hamid dan Wan Mohtar Wan Yusoff 2009
Optimalisasi Budidaya Trichoderma viride di Submerged State Fermentation American
Jurnal Ilmu Terapan 6 (7) hal 1284-1288
[15] AOAC (Asosiasi Ahli Kimia Analitis Resmi) 1993 Metode Analisis Resmi, 16 th edn.
Association of Official Analytical Chemists International (Gaithersberg, Maryland, USA) p
1141
[16] Azwar ZI dan I Melati 2010 Peningkatan Kualitas Tepung Maggot Melalui Penggunaan Aspergillus
Mikroba dan Pemanfaatannya dalam Forum Penyedia Pakan Lele Inovasi Teknologi
Akuakultur p 703-711.
[17] Melati I, Mulyasari, dan ZI Azwar 2012 Pengaruh Fermentasi Menggunakan Trichoderma viride,
Phanerochaete chrysosporium dan Kombinasi Komposisi Tepung Jagung
Nutrisi Sebagai Bahan Baku Ikan J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 1 hal 41-47
[18] Madigan MT dan Martinko JM Brock 2006 Biologi Mikroorganisme Edisi ke-11. (Jersey baru:
Pendidikan Pearson) pp178-185.
[19] Shahid M, Mukesh S, Neelam P, Smita R dan Srivastava AK 2012 Evaluasi Antagonistik
Studi Aktivitas dan Kehidupan Diri Trichoderma viride (01PP-8315/11) Kemajuan Ilmu Pengetahuan 1 hal
138-140.
6

ICoSITer 2019 Penerbitan IOP


 Konferensi IOP Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 537 (2020) 012044
doi:10.1088/1755-1315/537/1/012044

[20] Pandey S, M Srivastava, Mohammad Shahid, V Kumar, A Singh, S Trivedi dan YK Srivastava
2016 Trichoderma spesies Selulase Diproduksi oleh Fermentasi Solid State J Data Mining
Proteomik Genomics Vo 6 No 2 hlm 1-4
[21] Ferdiansyah H, SH Sumarlan, dan Bambang DA 2015 Hidrolisis Enzimatik Menggunakan Selulase
Enzim dari Trichoderma dan Aspergillus dalam Produksi Bioetanol Jerami Padi Jur
Keteknikan Pert Tropis dan Biosistem Vol 3 No 2 pp 211-216

Anda mungkin juga menyukai