Anda di halaman 1dari 11

ARTIKEL PANCASILA

SISTEM POLITIK, HUKUM, PERTAHANAN DAN HAK ASASI MANUSIA


DI INDONESIA

Disusun oleh Kelompok 6 :

1. Karimatul Nur asiyah (1860304221072)


2. Muhammad Mirza Taftazani (1860304222079)
3. Najjamudin Azra Zulham (1860304222081)
4. Nevys Aulia Safitri (1860304221057)
5. Putri Zahara (1860304221065)
6. Serly Mustika Agustin (1860304221043)

Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah

UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

November 2022
ABSTRAK

Sistem politik adalah tata cara untuk mengatur negara. Indonesia adalah negara yang
berpolitik demokrasi yang baru muncul setelah orde baru lalu terdapat infrastruktur politik
yaitu kelompok kepentingan dan ormas, politik mahasiswa, media pers, partai politik dan
pemilu. Lalu bagaimana sebenarnya sistem pertahanan di Indonesia, hal tersebut dijelaskan
pada UUD bab XII tentang pertahanan negara dan keamanan negara pasal 30, lalu pada
UUD No. 2 tahun 2002 tentang pertahanan negara dan UUD RI No. 34 tahun 2004 tentang
TNI. Kemudian sejarah tebentuknya hak asasi manusia bukanlah perjalanan yang singkat
melainkan membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama. Hak asasi manusia baru
disahkan dalam undang-undang pada masa reformasi di mana presiden BJ Habibi menjabat.
Berbeda saat masa periode awal kemerdekaan yang menolak mencantumkan hak asasi
manusia ke dalam undang-undang. Lalu apa hubungan antara ketiganya, suatu sistem politik
yang mengatur negarlah yang menciptakan bagaimana HAM di negara tersebut berkembang,
jika HAM dinegara tersebut menguat yang dalam artian hak-hak rakyat terpenuhi maka akan
menciptakan suatu pertahanan yang tangguh.

Kata Kunci : Politik, Hukum, Pertahanan, HAM

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Di dalam sistem politik terdapat infrastruktur berupa ormas yang sudah ada sejak
zaman kemerdekaan,revolusi hingga orde baru yang memiliki peran strategis dalam
perjuangan politik Indonesia lalu peran mahasiswa muda sebagai generasi penerus yang
menjadi pelopor. Gerakan pembaruan revolusi lalu pers yang memiliki andil dalam
pembuatan opini-opini publik serta partai politik yang berperan penting pada proses
pencalonan pemilu. Pertahanan Negra sejatinya bersifat semesta yaitu kewajiban setiap
warga Negra dalam membantu aparat negara dan di Indonesia memiliki sektor keamanan
baik militer maupun non militer. Hak asasi manusia saat awal kemerdekaan tidak
tercantum dalam UUD dikarenakan menurut pandangan Soekarno jaminan perlindungan
hak warga itu berasal dari reformasi Prancis yang merupakan basis dari liberalisme dan
individualis yang telah menyebabkan lahirnya imperialisme dan peperangan antara
manusia dengan manusia, Soekarno menginginkan negara yang dengan asas
kekeluargaan atau gotong royong, itu adalah argument Soekarno yang menolak
mencantumkan hak hak warga negara, lalu barulah pada masa Presiden BJ Habibi hak
asasi manusia dicantumkan pada uud pada ketetapan MPR no XVII/1998 yaitu
dimasukkan pada bab XA yang berisi 10 pasal hak asasi manusia yaitu 28A sampai 28J.
system politik Indonesia dalam menciptakan ham pertama kali saat masa pasca
kemerdekaan tidak terlalu kuat yang artinya belum ada hak kebebasan pada asasi
manusia berbeda setelah sestem politik baru yang diciptakan oleh presiden ke 7 kita
yang mulai mensejahterakan HAM sampai dilindungi oleh pasal pasal.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
penelusuran ke perpustakaan. Penelitian perpustakaan adalah penelitian yang dilakukan
dengan cara membaca buku buku atau jurnal dan sumber data lain untuk menghimpun
data dari berbagai literatul .Baik di perpustakaan maupun tempat lain. Penelitian ini
berasal dari buku dan jurnal untuk mengumpulkan data terkait dengan tema yang di kaji
yakni politik hukum pertahanan dan hak asasi manusia.
PEMBAHASAN

A. Sistem Politik, Hukum di Indonesia


Menurut Ludwig von bertallanffy sistem adalah sekumpulan unsur-unsur yang
berada dalam keadaan yang berinteraksi. Sistem adalah sebuah instrument atau pola-
pola yang sangat luas di mana antara satu instrument dengan yang lain memiliki
keterikatan. Sedangkan politik menurut max weber berarti sarana perjuangan untuk
sama-sama melaksanakan politik atau perjuangan untuk mempengaruhi
pendistribusian kekuasaan baik di anatara negara-negra maupun di antara hukum
dalam suatu negara. jadi dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah berbagai
macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit
atau kesatuan masyarakat atau negara untuk mencapai tujuan dalam negara.
Mochtar Kusumaatmaja mendefinisikan politik hukum adalah kebijakan
hukum dan perundang-undangan dalam rangka pembaruan hukum meliputi hukum
mana yang perlu dibentuk dan hukum mana yang perlu dipertahankan agar secara
bertahap dapat diwujudkan tujuan negara. Sedangkan Bagir Manan menyatakan
bahwa politik hukum merupakan kebijaksanaan yang akan dan sedang ditempuh
mengenai politik pembentukan hukum, politik mengenai isi hukum, politik penegak
hukum, beserta segala urusan yang akan menopang pembentukan dan penegakkan
hukum tersebut.
Tujuan politik hukum adalah untuk memahami pemikiran-pemikiran yang
melatar belakangi penetapan ketentuan hukum yang berlaku hingga mampu
menerapkan ketentuan hukum itu sesuai dengan tujuannya. Selain itu juga untuk
memahami kebijakan yang menggariskan kerangka dan arah tata hukum yang berlaku
hingga dapat menerapkan dan mengembangkan hukum sesuai kebutuhan kehidupan
masyarakat dalam suatu sistem. Politik hukum oleh pemerintah juga dijadikan
sebagai alat untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki dan dengan
system hukum tersebut akan diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia.

B. Sistem Pertahan Indonesia


Pertahanan Indonesia memiliki arati sebagai sebuah cara untuk mencapai
kedaulatan negara,menguatkan keutuhan NKRI dan keselamatan seluruh rakyat dari
ancaman militer dan ancaman persenjataan. UUD No. 3 tahun 2022 tentang
pertahanan negara menyatakan bahwa sistem pertahanan negara adalah sistem
pertahanan semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya
nasional lainya. Serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakean
secara total, terpadu, terarah dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara,
keutuhan, wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Ketentuan
pasal tersebut menyatakan bahwa menjaga pertahanan dan keamanan adalah tugas
seluruh warga negara bukan hanya menjadi tanggung jawab TNI atau POLRI saja
namun tugas bersama dan menangung bersama sama antara warga sipil dengan
apparat negara. Dasar hukum pertahanan negara ada
pada bab XII tahun 1945 pasal 30 yang berisikan tentang setiap warga negara wajib
ikut serta menjaga pertahanan negara bersama TNI sebagai kekuatan utama yang
terdiri atas Angkatan laut darat dan udara serta kepolisian sebagai penjaga keamanan
dan ketertipan dan semua itundi atur undang undang dan pada UUD No. 34 tahun
2004 pasal 7 ayata 2 huruf B angka 8 yang berisikan untuk memberdayakan
keamanan sesuai sistem semesta dengan berahanan berlapis dengan melibatkan
militer dan non rmiliter di wilayah sendiri serta sudah sepatutnya pemerintah
menyediakan ruang yang baik dan sistematis.

Untuk sektor keamanan di Indonesia memiliki beberapa pendukung baik militer


maupun non militer diantaranya adalah : polisi, TNI, satpol PP, satpam, linmas atau
hansip ,menwa , organisasi bela diri, organisasi kepemudaan. Setiap Lembaga
memiliki perananya masing masing seperti polisi yang bertugas sebagai penjaga
keamanan dan ketertipan masyarakat, lalu TNI bertugas sebagai alat pertahanan
negara seperti oprasi militer untuk perang dan mengatasi Gerakan
pemberontakan,terorisme dan lain lain, tugas satpo pp adalah mengakkan peraturan
daerah dan menyelenggarakan ketertipan umum. Tugas satpam adalah untuk
melindungi suatu tempat biasanya perusahaan,pabrik,swalayan dan lain lain. Tugas
linmas adalah melakukan pengamanan di lingkungan desa dan kelurahan. Tugas
menwa adalah untuk mempertahankan negara yang terdiri dari mahasiswa. Tugas
organisasi bela diri adalah mengajarkan seni bela diri untuk mempertahankan diri dan
NKRI, tugas organisasi kepemudaan adalah menaungi para pemuda dan
mempersatukanya.

C. Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia


Setiap orang pasti memiliki hak sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam KBBI
dijelaskan banhwa hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik,
kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan
oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk
menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Hak memiliki bermacam-macam jenis salah
satunya adalah Hak asai manusia. Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999,
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Pengertian lain menjelaskan bahwa Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki
manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan
bermuara pada Pancasila dan UUD 1945.Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat
jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila
dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan
garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Terbentunya hak
asasi manusia di Indonesia bukanlah hal yang mudah untuk direalisasikan dalam
kehiduapan masyarakat. Berikut merupakan sejarah perkembanagn hak asasi manusia
di Indonesia mulai dari awal kemerdekaan hingga masa reformasi.

1. Hak Asasi Manusia Awal Kemerdekaan


Soepomo adalah salah satu perintis hukum modernisasi Indonesia yang sangat gigih
dengan pandangan bahwa individu tidak berarti, kecuali dia hidup dalam
masyarakatnya. Di Indonesia wacana HAM sebenarnya sudah lama berkembang
tepatnya sejak awal kemerdekaan. Pada masa awal kemerdekaan Indoensia tahun
1945 para pendiri bangsa telah berinisiatif memasukkan pasal-pasal HAM tetapi tidak
berhasil karena belum terjadi kesepakatan. Pada awal kemerdekaan perdebatan soal
HAM telah terjadi antara Soekarno-Soepomo melawan Hatta-Yamin. Soekarno
menolak pencantumnya HAM di dalam kontitusi dengan alasan kekhawatiran akan
merobaknya paham liberalisme dan individualisme. Disisi lain Hatta dan yamin
bersikeras agar pasal HAM dicantumkan dalam konstitusi karena jka tidak
dicantumkan dikhawatirkan penguasa akan jadi otriter karena kekuasaan yang sangat
luas. Akhir dari perdebatan itu adalah diakuinya konsep hak warga negara dan bukan
HAM. Sejarah mencatat bahwa konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 yang pernah
berlaku selama sekitar 10 tahun justru memuat pasal-pasal HAM yang lebih lengkap
dan lebih banyal dibandingkan dengan uud 1945. Kedua UUD tersebut mendasarkan
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan HAM pada deklarasi universal HAM
yang mulai berlaku pada 10 Desember 1948. Perdebatan tentang konsepsi HAM
kemudian muncul pada persidangan konsituante yang dibentuk berdasarkan pasal 134
UUD 1950 pasal tersebut menyatakan bahwa konstituante atau sidang membuat
UUD bersaa-sama dengan pemereintah untuk menetapkan UUD RI yang akan
menggantikan UUDS atau UUD 1950. Konstituante yag terbentuk melalui pemilihan
umum pada tahun 1955 tersebut kemudian bersidang hingga dibubarkan melalui
KePres No.150 tahun 1959.

2. Hak Asasi Manusia Era Orde Lama


Orde lama merupakan sistem pemerintahan di bawah kepemimipinan Presiden
Soekarno sejak tahun 1945-1967. Dalam era Orde baru ini sudah banyak terjadi
kasus-kasus pelanggaran yang berhubungan dengan HAM. Serta banyak kebijakan
yang mengarah pada kepentingan pribadi utamanya untuk kepentingan Soekarno,
yang sejak mudanya menganut pendirian bahwa kekuasaan rakyat Indonesia
bertumpu pada kombinasi kekuatan Idiologi Nasionalisme, Islamisme dan
Komunisme, yang kemudian mengkeristalkanya dalam doktrin Nasakom yang
meresapi hampir seluruh kebijakan pemerintahan setelah Soekarno menjadi Presiden
ditinjau dari konteks sejarah.

3. Masa Orde Baru


Pada masa awal orde baru Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara atau MPRS
telah berhasil merancang suatu dokumen yang diberi nama piagam HAM. Disamping
itu sampai berlakunya piagam tersebut pimpinan MPRS juga menyampaikan nota
MPRS kepada Presiden dan DPR tentang pelaksanaan HAM. Namun demikian
sejarah menunjukkan bahwa karena berbagai latar belakang piagam tersebut tidak jadi
diberlakukan. Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa pemerintah orde baru seakan
akan bersikap anti terhadap eksistensi suatu piagam HAM. Setiap pertanyaan yang
mengarah pada perlunya HAM cenderung untuk dijawab bahwa piagam tersebut pada
saat itu tidak terlalu dibutuhkan karena masalah HAM telah diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan.
4. Masa Reformasi
Pada masa reformasi perkembangan HAM mulai membaik dengan disahkannya
ketetapan MPR No. XVII tahun 1998 tentang HAM. Yang ditetapkan dalam siding
istimewa MPR pada tanggal 13 november 1998. Terlepas dari kekurangan-
kekurangan yang oleh sementara kalangan yang dianggap masih melekat di dalamnya,
pemberlaukan ketetapan ini bisa dianggap semacam penembus kegagalan
ditetapkannnya piagam-piagam HAM oleh MPRS sekitar 35 tahun sebelumnya. Pada
intinya ketetapan MPR tersebut menugaskan pada Lembaga-Lembaga tinggi negara
dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan
menyebarluaskan pemahaman HAM pada seluruh masyarakat. Disamping itu
ketetapan juga menugaskan presiden dan DPR untuk meratifikasi berbagai instrumen
PBB tentang HAM sepanjang tidak bertentang dengan Pancasila dan UUD 1945.
Ditegaskan pula bahwa penghormatan penegakkan dan penyebarluasan tentang HAM
oleh masyarakat dilaksanakan melalui Gerakan kemasyarakatan atas dasar kesadaran
dan tanggung jawabnya sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara. Melaksanakan penyuluhan, pengkajian, pemantauan, dan
mediasi tentang HAM dilakukan oleh suatu kominisi nasional HAM yang ditetapkan
oleh UU.

D. Undang-Undang Hak Asasi Manusia


UU Nomor 39 Tahun 1999 HAM disahkan oleh presiden Bachruddin Jusuf
Habibie pada tangggal 23 September 1999. Undang-Undang tersebut dilahirkan
sebagai turunan dari Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia. Definisi HAM menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 adalah hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan
merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memuat
pengakuan yang luas terhadap hak asasi manusia. Hak-hak yang dijamin di dalamnya
mencakup mulai dari pengakuan terhadap hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi,
sosial dan budaya, hingga pada pengakuan terhadap hak-hak kelompok seperti anak,
perempuan dan masyarakat adat (indigenous people). Undang-Undang tersebut
dengan gamblang mengakui paham ‘natural rights’, melihat hak asasi manusia
sebagai hak kodrati yang melekat pada manusia. Begitu juga dengan kategorisasi hak-
hak di dalamnya tampak merujuk pada instrumen-instrumen internasional hak asasi
manusia, seperti Universal Declaration of Human Rights, International Covenan on
Civil and Political Rights, International Covenan on Economic, Social and Cultural
Rights, International Convention on the Rights of Child, dan seterusnya. Dengan
demikian boleh dikatakan Undang-Undang ini telah mengadopsi norma-norma hak
yang terdapat di dalam berbagai instrumen hak asasi manusia internasional tersebut.
Di samping memuat norma-norma hak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia juga memuat aturan mengenai Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (bab VII). Mulai Pasal 75 sampai Pasal 99 mengatur tentang
kewenangan dan fungsi, keanggotaan, serta struktur kelembagaan Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia. Jadi kalau sebelumnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
berdiri berdasarkan Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993, maka setelah disahkan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 landasan hukumnya diperkuat dengan
Undang-Undang. Hal yang menarik dalam Undang-Undang ini adalah adanya aturan
tentang partisipasi masyarakat (bab VIII), mulai dari Pasal 100 sampai Pasal 103.
Aturan ini jelas memberikan pengakuan legal terhadap keabsahan advokasi hak asasi
manusia yang dilakukan oleh organisasi-organisasi pembela hak asasi manusia atau
“human rights defenders”. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengamanatkan
pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia yang harus dibentuk paling lama dalam
jangka waktu empat tahun setelah berlakunya Undang-Undang tersebut (Bab IX).
KESIMPULAN

Sistem politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi
yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan masyarakat atau negara untuk mencapai tujuan
dalam negara. Hukum sebagai kaidah atau norma sosial tidak terlepas dari nilai-nilai yang
berlaku dalam suatu masyarakat, bahwa dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan
pencerminan dan konkritisasi dari nilai-nilai yang suatu saat berlaku dalam masyarakat.
Hubungan antara hukum dan politik terdapat fakta bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan
baik dalam pembentukan maupun implementasinya.

Pertahanan Negara Indonesia memiliki arti sebagai segala usaha untuk menegakkan
kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap
bangsa dari ancaman militer serta ancaman bersenjata. Undang-undang Nomor 3 Tahun
2002 tentang Pertahanan Negara menyatakan bahwa sistem pertahanan Negara adalah sistem
pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga Negara, wilayah, dan
sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan
diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan
Negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.

Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.
DAFTAR PUSTKA

Alston, Philip. 2008. Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta : Pusat Studi Hak Asasi
Manusia Universitas Islam Indonesia.

Anas, Mohamad. 2017. Pancasila dalam Diskursus. Yogyakarta : Ifada Publishing.

Pramono, Agus. 2018. Ideologi dan Politik Hukum Pancasila. Jurnal Gema Keadilan,
volume 5, No. 1, hal. 74-83.

Anda mungkin juga menyukai