Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERAWATAN

WSD (WATER SEAL DRAINAGE)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah


Dosen Pengampu :Ns.Agnes Marbun,M.Kep

DISUSUN OLEH :

1. Martianus Giawa (220204179)


2. Derlan Sitorus (220204190)
3. Ester Gifty Nainggolan (220204162)
4. Fero Ray Tarigan (220204177)
5. Royana Sihombing (220204189)
6. Merisa Situmorang (220204175)

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


FAKULTAS KEPERAWATAN
JURUSAN S1 KEPERAWATAN
2022/2023
KATA PENGANTAR .........................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................1
A. Latar Belakang ………………………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………………….3
C. Tujuan ……………………………………………………………………………….... 3
D. Manfaat ………………………………………………………………………………. 3
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………… 4
A. Konsep Dasar ………………………………………………………………………… 4
B. Asuhan Keperawatan ………………………………………………………………… 15
1. Pengkajian ……………………………………………………………………….. 15
2. Analisa Data ……………………………………………………………………... 18
3. Diagnosa Keperawatan ………………………………………………………….. 18
4. Intervensi Keperawatan …………………………………………………………. 19
5. Implementasi Keperawatan ……………………………………………………… 21
6. Evaluasi Keperawatan …………………………………………………………... 26
BAB III PENUTUPAN ………………………………………………………………… 27
A. KESIMPULAN …………………………………………………………………….. 27
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….. 28

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkahNya
dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERAWATAN WSD
(WATER SEAL DRAINAGE) dapat terselesaikan.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas wajib untuk menyelesaikan
program studi Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sari Mutiara
Indonesia. Pada kesempatan ini, penyusun menyampaikan terimakasih kepada Bapak/Ibu
dosen yang telah membimbing dan mengajar kami, serta teman teman seperjuangan
program studi Sarjana Keperawatan dalam menyelesaikan makalah ini.

Penyusun menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh


karena itu segala kritik dan saran membangun dari para pembaca sangat diharapkan oleh
penyusun untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.

Medan, November 2022

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Bernapas merupakan aktivitas yang penting bagi manusia. Tubuh memerlukan suplai
oksigen yang cukup untuk proses metabolisme. Jika terjadi gangguan pada saluran
pernapasan misalnya saluran pernapasan terisi oleh zat lain seperti cairan, maka pertukaran
gas akan terganggu. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan untuk membantu
mengembalikan fungsi normal saluran pernapasan, salah satunya adalah dengan pemasangan
WSD (Water Seal Drainage).

Kebutuhan pemasangan WSD (Water Seal Drainage) misalnya, pada trauma (luka
tusuk di dada), biasanya disebabkan oleh benda tajam, bila tidak mengenai jantung, biasanya
dapat menembus rongga paru-paru. Mekanisme penyebabnya bisa satu tusukan kuat ataupun
satu gerakan mendadak yang hebat. Akibatnya, selain terjadi peradarahan dari rongga paru-
paru, udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, paru-paru pada sisi
yang luka akan mengempis. Penderita nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak
merasa sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang.

Untuk itu dalam makalah ini kelompok akan menjelaskan tentang asuhan keperawatan
pemasangan WSD (Water Seal Drainage) dan diharapkan bisa membantu mahasiswa, tenaga
kesehatan dan masyarakat umum untuk lebih memahami tentang masalah WSD (Water Seal
Drainage).

1.2  Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari WSD (Water Seal Drainage)?


2. Apa saja tujuan pemasangan WSD (Water Seal Drainage)?
3. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemasangan WSD (Water Seal Drainage)?
4. Apa saja komplikasi dari pemasangan WSD (Water Seal Drainage)?
5. Apa saja macam-macam dari WSD (Water Seal Drainage)?
6. Bagaimana prosedur pemasangan WSD (Water Seal Drainage)?

1
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan pemasangan WSD (Water Seal
Drainage)?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Memahami asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada pasien dengan pemasangan
WSD (Water Seal Drainage).

1.3.2        Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari WSD (Water Seal Drainage)?


2. Mahasiswa mampu memahami tujuan pemasangan WSD (Water Seal Drainage)?
3. Mahasiswa mampu memahami indikasi dan kontraindikasi dari pemasangan WSD
(Water Seal Drainage)?
4. Mahasiswa mampu memahami komplikasi dari pemasangan WSD (Water Seal
Drainage)?
5. Mahasiswa mampu memahami macam-macam dari WSD (Water Seal Drainage)?
6. Mahasiswa mampu memahami prosedur pemasangan WSD (Water Seal Drainage)?
7. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan pemasangan
WSD (Water Seal Drainage)?

1.4 Manfaat

Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan
pada pasien dengan pemasangan WSD (Water Seal Drainage) serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

            WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut. Dalam keadaan normal
rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.

Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :

1. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan
perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks.
2. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan
rongga pleura sehingga “mechanis of breathing” dapat kembali seperti yang seharusnya.
3. Preventive :

Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga “mechanis of
breathing” tetap baik.

Perubahan Tekanan Rongga Pleura

Tekanan Istirahat Inspirasi Ekspirasi


Atmosfer 760 760 760
Intrapulmoner 760 757 763
Intrapleural 756 750 756

2.2 TUJUAN WSD

1. Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak
2. Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
3. Mengembangkan kembali paru yang kolaps

3
4. Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
5. Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan
tekanan negatif rongga tersebut

2.3 INDIKASI PEMASANGAN WSD

a) Pneumothoraks :
 Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
 Luka tusuk tembus
 Klem dada yang terlalu lama
 Kerusakan selang dada pada sistem drainase
b) Hemothoraks :
 Robekan pleura
 Kelebihan antikoagulan
 Pasca bedah thoraks
c) Hemopneumothorak
d) Thorakotomy :
 Lobektomy
 Pneumoktomy
e) Efusi pleura : Post operasi jantung
f) Emfiema :
 Penyakit paru serius
 Kondisi indflamsi
g) Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
h) Flail Chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

2.4 KONTRAINDIKASI PEMASANGAN WSD

1. Infeksi pada tempat pemasangan


2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

2.5 KOMPLIKASI

4
1. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia
2. Komplikasi sekunder : infeksi, emfiema
3. Komplikasi lainnya : laserasi ( yang mencederai organ: hepar, lien), perdarahan,
empisema subkutis, tube terlepas, tube tersumbat

2.6 JENIS-JENIS WSD

1. WSD dengan sistem satu botol

Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple pneumothoraks.
Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang yaitu 1 untuk
ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol. Jenis ini mempunyai 2 fungsi, sebagai penampung
dan botol penampung. Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam
2cm untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru

Note:

 Apabila < 2 cm H2O, berarti no water seal. Hal ini sangat berbahaya karena
menyebabkan paru kolaps.
 Apabila > 2 cm H2O, berarti memerlukan tekanan yang lebih tinggi dari paru untuk
mengeluarkan cairan atau udara.
 Apabila tidak ada fluktuasi yang mengikuti respirasi apat disebabkan karena adanya
kinking, clotting atau perubahan posisi chest tube.

Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara dari
rongga pleura keluar. Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi.Undulasi
pada selang cairan mengikuti irama pernafasan :

 Inspirasi akan meningkat


 Ekpirasi menurun 

2 . WSD dengan sistem 2 botol

Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2 botol water
seal. Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong dan hampa udara,

5
selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2 yang berisi water seal.
Dapat dihubungkan dengan suction control. Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke
botol 1 dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal botol 2. Prinsip kerjasama dengan
ystem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara
dipompakan keluar melalui selang masuk ke WSD. Biasanya digunakan untuk mengatasi
hemothoraks, hemopneumothoraks, efusi peural.Keuntungannya adalah water seal tetappada
satu level.

3. WSD dengan sistem 3 botol

Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah hisapan yang
digunakan. Selain itu terpasang manometer untuk mengontrol tekanan. Paling aman untuk
mengatur jumlah hisapan.Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol
ke-3. Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol
WSD.Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan. Botol ke-3
mempunyai 3 selang :

 Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol ke dua
 Tube pendek lain dihubungkan dengan suction
 Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan terbuka ke atmosfer

BAB III

6
PROSEDUR PEMASANGAN WSD

3.1 TEMPAT PEMASANGAN WSD

a. Bagian apex paru (apical)

 Anterolateral interkosta ke 1-2


 Fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura

b. Bagian basal

 Postero lateral interkosta ke 8-9


 Fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura

3.2 CARA PEMASANGAN WSD

A. Persiapan

1. Pengkajian

a. Memeriksa kembali instruksi dokter

b. Mengecek inform consent

c. Mengkaji status pasien; TTV, status pernafasan

2.  Persiapan pasien

a. Siapkan pasien
b. Memberi penjelasan kepada pasien mencakup :
c. Tujuan tindakan
d. Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD.Posisi klien dapat duduk atau
berbaring

e. Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas dalam, distraksi

7
f.  Latihan rentang sendi (ROM) pada sendi bahu sisi yang terkena

3. Persiapan alat

a. Sistem drainage tertutup


b. Motor suction
c. Slang penghubung steril
d. Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas, pisau jaringan/silet,
trokart, cairan antiseptic, benang catgut dan jarumnya, duk bolong, sarung tangan ,
spuit 10cc dan 50cc, kassa, NACl 0,9%, konektor, set balutan, obat anestesi
(lidokain, xylokain), masker.
e.

B.     Pelaksanaan

Prosedur ini dilakukan oleh dokter. Perawat membantu agar prosedur dapat dilaksanakan
dengan baik , dan perawat memberi dukungan moril pada pasien.

1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksilaris
anterior dan media
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus 
interkostalis
4. Pada saat inspirasi:
1. Tekanan dalam paru-paru > kecil dibanding tekanan yang ada di dalam WSD
2. Paru- paru mengembang

Note:

Apabila menggunakan WSD tipe satu botol, saat inspirasi cairan biasanya akan tertarik ke
atas, namun tidak sampai masuk kembali ke rongga pleura karena adanya gaya gravitasi dan
perbedaan sifat cairan yang lebih berat daripada udara.

1. Pada saat ekspirasi:

Tekanan dalam paru- paru > besar dibanding  tekanan yang ada di dalam WSD

8
1. Masukkan Kelly klem melalui pleura parietalis kemudian disebarkan. Masukkan jari
melalui lubang tersebut. untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh
paru
2. Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan
Kelly forceps
3. Chest tube yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan di dinding dada
4. Chest tube disambung ke WSD yang telah disiapkan

10.  Foto X-ray dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan

C. Tindakan setelah prosedur

1. Perhatikan undulasi pada selang WSD

     Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain :

 Motor suction tidak berjalan


 Slang tersumbat dan terlipat
 Paru-paru telah mengembang
 Yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi system drainage, amati
tanda-tanda kesulitan bernafas
 Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
 Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah
ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air
 Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah
cairan yg keluar
 Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama
 Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan
 Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan sampai
slang terlipat
 Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi
 Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
 Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang

9
dibuang
 Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
 Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema
subkutan
 Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan ystem cara batuk efektif
 Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
 Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD
 Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak
pada persendian bahu daerah pemasangan WSD.

3.3  PERAWATAN WSD

1. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian dimana masuknya


slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa
yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka
tubuh pasien.
2. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan
diberi analgetik oleh dokter.
3. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :

a. Penetapanslang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak
terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya
slang dapat dikurangi.
b. Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan
memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang,
melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan,
atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
c. Mendorong berkembangnya paru-paru. Yakni :

1. Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.


2. Latihan napas dalam.

10
3. Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk
waktu slang diklem.
4. Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
5. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.

Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1
jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan
bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.

1. Suction harus berjalan efektif :

a) Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam
selama 24 jam setelah operasi.
b)  Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan
pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
c)  Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang
baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke
posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat
oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh
karena perlekatanan di dinding paru-paru.

2. Perawatan “slang” dan botol WSD/ Bullow drainage :

a) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau
ada dicatat.
b)  Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung
udara yang keluar dari bullow drainage.
c)  Penggantian botol harus “tertutup” untuk mencegah udara masuk yaitu meng”klem”
slang pada dua tempat dengan kocher.
d)  Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus
tetap steril.
e)  Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan
memakai sarung tangan. Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam
rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll WSD (Water
Seal Drainage)

11
 

3.4 INDIKASI PELEPASAN WSD

1. Produksi cairan <50 cc/hari


2. Bubling sudah tidak ditemukan
3. Pernafasan pasien normal
4. 1-3 hari post cardiac surgery
5. 2-6  hari post thoracic surgery
6. Pada thorax foto menunjukkan pengembangan paru yang adekuat atau tidak adanya
cairan atau udara pada rongga intra pleura

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

12
4.1  PENGKAJIAN KEPERAWATAN

4.1.1.   Anamnesa

1. Identitas Pasien

Terdiri dari nama, umur, suku bangsa, agama, pendidikan, dan pekerjaan.

1. Keluhan Utama
1. Keluhan utama merupakan keluhan yang paling utama dirasakan pasien
2. Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non
produktif, sedangkan pada pneumothorak
3. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat yang menceritakan perjalanan penyakit pasien hingga pasien dibawa ke rumah sakit.

1. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit yang dulu pernah diderita klien yang berhubungan dengan penyakit yang
diderita pasien sekarang.

1. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit yang mungkin diderita oleh anggota keluarga pasien yang disinyalir
sebagai penyebab penyakit pasien sekarang. Contohnya: Ca paru, TBC, dll.

1. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta


bagaimana respon pasien terhadap tindakan pengobatan yang dilakukan terhadap dirinya.

4.1.2.   Pemeriksaan Fisik

13
1. Tanda-tanda vital meliputi: tekanan darah, suhu, nadi, dan RR.
2. Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, apakah composmentis, apatis, somnolen, sopor
atau koma. Bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien
selama dilakukan anamnesa, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
3. ROS (Review of System)

B1 (Breath)          

1. Kaji ada tidaknya kesulitan bernafas seperti adanya keluhan sesak


2. Batuk (produktif atau tidak produktif, secret, warna, konsistensi, bau)
3. Irama nafas pasien (teratur/tidak teratur), takipnea
4. Adanya peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal
5. Fremitus fokal
6. Perkusi dada : hipersonor
7. Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
8. Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan
9. Selain itu kaji riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi
paru.

B2 (Blood)

1. Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( disaritmia )


2. Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder
3. Hipertensi / hipotensi
4. CRT untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, normalnya < 3 detik
5. Akral : hangat, panas, dingin, kering atau basah

B3 (Brain)

1. Tentukan GCS pasien


2. Tentukan adanya keluhan pusing,
3. Lamanya istirahat/tidur, normal kebutuhan istirahat tiap hari adalah sekitar 6-7 jam.
4. ada tidaknya gangguan pada nerves pendengaran, penglihatan, penciuman.

14
5. Kaji adanya nyeri, tentukan skala nyeri pasien, lokasi nyeri misallnya nyeri dada
sebelah kanan, frekuensi nyeri (serangan datang secara tiba-tiba), nyeri bertambah
saat bernapas, nyeri menyebar ke dada, badan dan perut dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan nyeri yang dirasakan pasien

B4 (Bladder)

Kaji beberapa hal yang berhubungan dengan system perkemihan, meliputi:

1. Keluhan kencing : nocturia, poliuria, disuria, oliguria, anuria, retensi, inkontinensia


2. Produksi urine tiap hari, warna, dan bau. Produksi urine normal adalah sekitar
500cc/hari dan berwarna kuning bening
3. Keadaan kandung kemih : membesar atau tidak, adanya nyeri tekan
4. Intake cairan tiap hari, pemberiannya melalui oral atau parenteral. Intake cairan yang
normal setiap hari adalah sekitar 1 liter air.
5. Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu kateter

B5 (Bowel)

1. Kaji keadaan mulut pasien: bersih, kotor atau berbau


2. Keadaan mukosa: lembab, kerig, stomatitis
3. Tenggorokan : adanya nyeri menelan, pembesaran tonsil, nyeri tekan
4. Keadaan abdomen: tegang, kembung atau ascites
5. Adanya nyeri tekan, ada tidaknya luka bekas operasi
6. Peristaltic usus tiap menitnya
7. Frekuensi BAB tiap hari da konsistensinya (keras, lunak, cair atau berdarah)
8. Nafsu makan, adanya diet makanan dan porsi makan tiap hari

B6 (Bone)

1. Tentukan pergerakan sendi pasien (bebas, terbatas)


2. Kaji adanya kelainan ekstermitas, kelainan tualang belakang dan fraktur
3. Keadaan kulit: ikteri, siaonis, kemerahan atau hiperglikemi
4. Keadaan turgor kulit

4.1.3.   Pemeriksaan Penunjang

15
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Darah lengkap dan kimia darah
3. Bakteriologis
4. Analisis cairan pleura
5. Pemeriksaan radiologis
6. Biopsi
7.

4.1.4    Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan immobilitas, tekanan dan


nyeri.
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik
(pemasangan selang dada)
3. Resiko infeksi b.d terpasangnya benda asing dalam tubuh
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan
kurang terpajan informasi.

STUDI KASUS

3.1.1. Pengkajian

Pasien yang di rawat bernama Tn. W.B berumur 64 tahun. Ia lahir pada tanggal 4
September 1958 dan bertempat tinggal di Medan, Ia beragama Kristen, pendidikan
terakhir SMA dan pekerjaan pasien adalah Pedagang. Pasien mengatakan sesak
napas, batuk dan nyeri dada sejak 1 tahun yang lalu.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, dilakukan kegiatan pengumpulan data


tentang status sehat sakit pasien. Data yang di kumpulkan berupa data subyektif dan
obyektif dengan menggunakan pendekatan wawancara, pemeriksaan fisik, dan
riwayat pengobatan yang di dapat pasien.

1. Keluhan Utama

16
Pasien mengatakan sesak napas dan rasa sesak bertambah saat berubah posisi.
2. Riwayat Kesehatan Saat Ini

Pasien saat ia merasa sesak nafas yang semakin memberat sejak kurang lebih
empat hari yang lalu, nyeri dada bagian kiri dan batuk. Pasien masuk melalui
UGD, Jam 08.30 dan pasien segera dilakukan pemasangan infus NaCl 14 tetes/
menit. Pasien di pindahkan ke ruangan,
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Pasien mengatakan bawah ia menderita TBC 3 tahun yang lalu dan diobati secara
tuntas. Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan,
akan tetapi klien memiliki kebiasaan

merokok dengan jumlah 2 bungkus/ hari. Pasien tidak mengonsumsi alkohol


dan pasien mengonsumsi kopi sebanyak 2 gelas/ hari.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada anggota kelurga yang menderita penyakit yang
sama dengannya ataupun penyakit keturunan lainnya.
5. Pemeriksaan Pola-Pola Kesehatan

a. Pola nutrisi metabiolik

Pasien mengatakan selama sakit nafsu makannya menurun karena adanya


batuk dan rasa tidak enak di mulut.
b. Pola eliminasi

Pasien dapat BAB dan BAK dengan lancar dan tidak merasa nyeri saat BAB.
Frekuensi BAB 1 – 2 kali / hari dengan bau yang khas, konsistensi lembek
dan berwarna kuning. Pasien BAK 2-3 kali/ hari dengan bau khas dan
berwarna kuning.
c. Pola aktivitas dan latihan

Pasien mengatakan sebelum sakit aktivitasnya seperti makan, minum, mandi,


berganti pakian dan juga BAB dan BAK di lakukan sendiri tanpa bantuan.
Setelah sakit pasien tidak mampu berjalan ke kamar mandi karena sesak
nafas.
d. Pola tidur

17
Pasien mengatakan bahwa saat ini ia belum dapat tidur dengan nyenyak
karena terkadang sesak nafas dan pasien juga mudah terbangun jika suasana
lingkungan bising dan jangka waktu tidur masih dalam batas normal. Akan
tetapi waktu tidur pasien masih tercukupi yaitu enam jam (tidur malam jam
10.00 dan bangun pagi jam 04.00).
e. Pola kognitif personal

Pasien mengatakan sebelum sakit ia selalu mengonsumsi banyak air putih


saat bangun tidur di pagi hari, akan tetapi setelah sakit pasien takut untuk
mengonsumsin banyak air putih.

f. Pola persepsi diri atau konsep diri

Menurut pasien penyakit yang dideritanya adalah cobaan dari Tuhan dan
bukan kutukan ataupun diguna-guna.
g. Pola peran

Saat ini pasien tidak dapat menjalankan perannya sebagai kepala keluarga
karena penyakit yang dideritanya.
h. Pola seksualitas dan reproduksi

Pasien memiliki 6 orang anak dan istrinya sudan menopause.

i. Pola koping toleransi terhadap stres

Jika ada masalah dalam keluarga pasien selalu berdiskusi bersama keluarga
untuk mencari jalan keluarnya dan selalu berdoa bersama.
j. Pola sistem nilai kepercayaan

Pasien beragama Kristen Protestan, yang taat beragama. Pasien selalu


mengikuti ibadah di gereja dan selalu mengikuti kegiatan keagamaan
lainnya. Setalah sakit pasien selalu berdoa dan membaca Alkitab.
6. Pemeriksaan Fisik

Pasien sesak nafas, wajah tampak meringis dan nyeri dada, warna kulit
sawomatang dan tidak ada edema. Tanda-tanda vital pada pukul 16.00 meliputi
tekanan darah : 110/70 mmHg, pernapasan : 30 X/ menit, nadi : 80 X/ menit,
suhu tubuh : 37 0 C. Tinggi badan 160 Cm; berat badan 59 Kg, maka berat badan
ideal (BBI) adalah : (160-100)- 10 % (160-100) = 54 kg.
Pada pemeriksaan dada pasien mengatakan bahwa ia merasa nyeri di area dada

18
kiri,nyeri seperti tertusuk-tusuk, dirasakan hilang timbul dan skala nyeri 4-5
Nyeri sedang (Skala Intensitas Nyeri Deskriptif (1-10), Potter & Perry). Saat di
inspeksi tampak bentuk dada pasien simetris, ekspansi paru tidak seimbang
antara kiri dan kanan, tampak pengguanaan otot bantu pernapasan dan pasien
menggunakan alat bantu pernapasan (O2 nasal canul 2 L/ menit). Saat
auskultasi

terdengar bunyi napas tambahan yaitu Wheesing yang terdengar pada paru
bagian kanan dan kiri.
Pasien dalam keadaan sadar penuh (composmentis) dengan GCS 15, sebagai
berikut: eye bernilai 4, verbal bernilai 5 dan motorik bernilai
6. Keadaan umum pasien tampak lemah. Pada pemeriksaan mata di temukan
konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak menggunakan kacamata dan
pandangan masih normal (tidak kabur).
Pada pemeriksaan fisik mulut bibir pasien berwarna gelap dan tidak pucat.
Pasien masih bisa membedakan rasa asin, manis, pahit dan asam. Pada
pemeriksaan kepala tidak ada lesi dan tidak pusing/sakit kepala. Pada
pemeriksaan leher tidah ada kaku kuduk, saat dipalpasi tidak ada pembengkakan
kelenjar limfe, kelenjar parotis dan tidak ada peningkatan vena jugularis. Pada
pemeriksaan fisik telinga tidak ada lesi, bentuk telinga normal, tidak ada nyeri
telinga dan masih dapat mendengar dengan baik. Pada pemeriksaan thoraks
terpasang selang WSD.
7. Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium dan diagnostik yang di lakukan pada tanggal 15


mei 2019 hasil yang di dapat adalah HB : 9,8 g/dl; eritrosit :
4.53 10 ^6/uL; hematokrit : 33,7 %; leukosit : 20,640 gr/dl; trombosit :
68710^3/uL; pasien juga melakukan pemeriksaan cairan pleura dengan hasil PH :
8,0 warna hitam, kejernihan keruh, bekuan negative, jumlah sel 472, PMN 85
MN 15.
8. Penatalaksanaan/ pengobatan

Pasien terpasang O2 nasal canul 2 liter , ranitidin 3X1 ampul (IV), ketorolac 3 X
1 ampul (IV) dan IFD aminofluid 14 TPM.
9. Analisa data

19
Dari hasil pengkajian yang di lakukan di dapatkan diagnosa keperawatan yang
pertama yaitu Ketidakefektifan Pola Nafas : pasien mengatakan sesak nafas dan
batuk. pasien batuk, RR : 30 X / menit, terpasang O 2 nasal canul 2 liter/ menit,
adanya retraksi dinding dada

dan pengguanaan otot bantu pernapasan. Saat diauskultasi terdengar bunyi napas
tambahan yaitu Wheezing.
Pada diagnosa kedua di temukan risiko infeksi dengan data subjektifnya yaitu :
pasien mengatakan bahwa ada luka pada abdomen kiri bagian bawah. Data
objektif yang di dapat : pasien terpasang selang WSD. Leukosit : 20.640µL
Diagnosa keperawatan ketiga data subjektif yang di temukan pada pasien
adalah pasien mengatakan bahwa ia merasa nyeri di area dada kiri,nyeri seperti
tertusuk-tusuk, dirasakan hilang timbul dan skala nyeri 4-5. Data objektif yang
di temukan adalah pasien tampak meringis dan memegang dada bagian kiri.

3.1.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. W.B dari hasil pengkajian di atas
adalah :

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi.DS : pasien


mengatakan sesak nafas dan batuk. DO : pasien batuk, RR : 30 X / menit,
terpasang O 2 nasal canul 2 liter/ menit, adanya retraksi dinding dada dan
pengguanaan otot bantu pernapasan. Saat diauskultasi terdengar bunyi napas
tambahan yaitu Wheezing.
2. Risiko infeksi. DS : pasien mengatakan bahwa ada luka pada abdemen kiri bagian
bawah.DO : pasien terpasang infus dan terpasang selang WSD. Leukosit : 20,64;
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis. DS : pasien mengatakan
bahwa ia merasa nyeri di area dada kiri,nyeri seperti tertusuk-tusuk, dirasakan
hilang timbul dan skala nyeri 4-5. DO : pasien tampak meringis dan memegang
dada bagian kiri.

20
3.1.3 Intervensi keperawatan

1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan immobilitas, tekanan dan


nyeri.

Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan,


penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis.

Tujuan : pola nafas efektif

Kriteria hasil :

a. Menunjukkan pola napas normal/efektif

b. Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia

Intervensi :

Intervensi Rasional
Pertahankan posisi nyaman, biasanya Meningkatkan inspirasi maksimal,
peninggian kepala tempat tidur (head up) meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi
pada sisi yang tak sakit.
Bila selang dada dipasang :

a) Periksa pengontrol penghisap, batas Mempertahankan tekanan negative


cairan intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum dan/
atau drainase cairan

b) Observasi gelembung udara botol Gelembung udara selama ekspirasi


penampung menunjukkan lubang angin dari
pneumothorak. Naik turunnya gelembung 
udara menunjukkan ekspansi paru

c.   Klem selang pada bagian bawah unit Mengisolasi lokasi kebocoran udara pusat
drainase bila terjadi kebocoran system

d.   Awasi pasang surutnya air penampung Fluktuasi (pasang surut) menunjukkan
dan water seal perbedaan tekanan inspirasi dan eksprirasi

21
Berguna dalam menevaluasi perbaikan
kondisi/terjadinya komplikasi atau perdarahan
e.   Catat karakter/jumlah drainase selang yang memerlukan upaya intervensi
dada.
Berikan oksigen melalui kanul/masker, Alat dalam menurunkan kerja napas;
latih napas dalam dan batuk efektif meningkatkan penghilangan distress respirasi
dan sianosis b.d  hipoksemia.
Perawatan :

Observasi pola napas dan komplikasi Agar pasien tercukupi oksigennya dan pola
napasnya efektif, serta untuk mencegah
terjadinya komplikasi  yang bias
memperparah kondisi klien

1. Nyeri dada b.d faktor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik
(pemasangan selang dada)

Kemungkinan dibuktikan dengan : RR dan nadi meningkat, raut wajah pasien seperti
menahan rasa sakit, pasien merasa tidak nyaman

Tujuan : kenyamanan pasien terpenuhi

Kriteria hasil:  - nyeri berkurang bahkan hilang

-  RR dan nadi kembali normal yaitu 16-20x/menit dan 60-100x/menit

  Intervensi :

Intervensi Rasional
- Berikan tehnik relaksasi distraksi Mengalihkan perhatian apsien terhadap rasa
nyerinya sehingga nyeri pasien berkurang
-  Jika nyeri tidak berkurang,kolaborasikan Mengurangi tingakt nyeri yang dirasakan
dengan dokter untuk pemberian obat pasien
analgesik

Observasi skala nyeri setelah intervensi Sebagai evaluasi terhadap interensi yang
yang telah dilakukan telah dilakukan dan untuk merencanakan

22
intervensi selanjutnya

1. Resiko infeksi b.d terpasangnya benda asing dalam tubuh

Kemungkinan dibuktikan oleh: adanya inflamasi didaerah yang terpasang WSD, suhu tubuh
meningkat, nyeri pada daerah yang terpasang WSD

Tujuan : tidak terjadi infekasi pada pasien

Kriteria hasil : - tidak terjadi infalamsi pada daerah yang terpasang WSD

-  Tidak timbul rasa nyeri

-  Suhu tubuh normal (36,5-37,5)

Intervensi :

Intervensi Rasional
Rawat daerah yang terpasang WSD secara Untuk menjaga kebersihan daerah yang
teratur terpasang WSD sehingga dapat meminimalisir
peluang terjadinya infeksi.
Ajarkan kepada keluarga untuk merawat Untuk melindungi tubuh dari resiko infeksi
daerah WSD dan instruksikan untuk
merawatnya secara teratur
Ajarkan pasien tehnik mencuci tangan yang Mencegah kontaminasi lingkungan terhadap
benar pasien yang dapat emmicu terjadinya infeksi

Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci


tangan sewaktu masuk dan meninggalkan
ruang pasien

Mendeteksi adanya infeksi sedini mungkin


Ajarkan kepada pasien dan keluarga
sehingga dapa segera dilakukan tindakan agar
tanda/gejala infeksi dan kapan harus
infeksi tidak semakin parah
melaporkan ke pusat kesehatan
Kolaborasikan untuk member antibiotik Mengendalikan factor pemicu infeksi

23
jika diperlukan
Batasi jumlah pengunjung jika diperlukan Meminimalkan pemicu infeksi

1. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan


kurang terpajan informasi.

Kemungkinan dibuktikan dengan : pasien sering bertanya, ketidakakuratan mengikuti


instruksi, pasien tampak gelisah.

Tujuan : pengetahuan pasien dapat terpenuhi

Kriteria hasil: - pasien mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/ proses penyakit dan
rencana pengobatan

-  Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan

Intervensi :

Intervensi Rasional
Berikan peran aktif pasien/ orang terdekat Belajar ditingkatkan bila individu secara
dalam proses belajar, misalnya: diskusi, aktif berperan
partisipasi kelompok
Berikan informasi tertulis dan verbal sesuai Membantu pasien dan orang terdekat
indikasi. Masukkan daftar artikel dan buku membuat pilihan berdasarkan informasi
yang berhubungan dengan kebutuhan tentang masa depan.
pasien/ keluarga dan dorong membaca dan
memdiskusikan apa yang mereka pelajari
Informasikan kepada pasien tentang efek- Mengurangi ras cemas pasien akibat
efek pemasangan WSD terpasangnya alat di tubuhnya
Tinjau ulang pengetahuan pasien akan Mengetahui keefektifan intervensi yang
penyakit dan proses pengobatannya telah dilakukan

24
3.1.4. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan


yang telah disusun pada tahap perencanaan. Implementasi keperawatan pada Tn. W.
B sesuai dengan intervensi yang telah di buat sebelumnya :
Hari pertama di lakukan yaitu : Diagnosa Keperawatan 1 :ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi. Implementasi : jam 06.00 Mengkaji
tanda-tanda vital (Tekanan Darah : 110/70 mmHg, Pernapasan : 30 X/ menit, Nadi :
80 X/ menit dan Suhu Tubuh : 37 0 C). 06.15 Mengaukultasi bunyi nafas pasien.
06.20 Mengatur posisi pasien (semi fowler), mengatur aliran O2 pasien 2 liter/
menit. Jam 10.00 melakukan nebulizer.
Diagnosa keperawatan 2 : risiko infeksi. Implementasi : jam 06.30
mengganti laken pasien. 06.35 Memandikan pasien. 06.50 Menggunakan teknik
aspetik (cuci tangan) dan merawat luka WSD pasien (Pasien dalam keadaan bersih
dan rapih dan tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka WSD). 09.30 mengajarkan
pasien dan keluarga 6 langkah mencuci tangan (Pasien dan keluarga mampu
mengikuti instruksi 6 langkah mnecuci tangan dengan baik).
Diagnosa keperawatan 3 : Nyeri akut. Implementasi : jam 10.00 melakukan
pengkajian nyeri P,Q,R,S,T, 10.20 Mengajarkan pasien teknik relaksasi. Jam 11.00
mengobservasi tanda-tanda vital. 12.00 melakukan kolaborasi pemberian analgetik
dan memberikan injeksi KTC 3 X 1 mg/IV dan menganjurkan pasien untuk istrahat.
Implementasi hari ke dua dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2019.
Diagnosa keperawatan 1 : ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
hiperventilasi. Implementasi : jam 07.30 Mengatur aliran O2

pasien dengan kecepatan 2 liter/menit. 10.00 melakukan nebuliser, 11.00 mengkaji


tanda-tanda vital pasien (TTV ; TD : 110/80 mmHg, N : 90 X/ menit, RR : 28 X /
menit, S : 37 0 C) dan 11.30 mereposisi pasin miring kiri-kanan.
Diagnosa 2 : risiko infeksi. Implementasi : jam 10.30 melakukan AFF infus
karena adanya plebitis. 10.50 melakukan 6 langkah mencuci tangan dan memasang
ulang infus. Melakukan perawatan luka WSD, luka dalam keadaan bersih dan tidak
ada tanda-tanda infeksi.
Diagnosa keperawatan 3 : Nyeri akut. Implementasi : jam 10.45

25
Menganjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi. Jam 11.00
mengobservasi tanda-tanda vital. 12.00 melakukan kolaborasi pemberian analgetik
dan memberikan injeksi KTC 3 X 1 mg/IV dan menganjurkan pasien untuk istrahat.
Implemantasi hari ke tiga dilaksanakan pada tanggal 29 mei 2019. Diagnosa
keperawatan 1 : ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi.
Jam 08.00 memberikan pasien nebulizer, jam 11.20 mengatur poisisi pasien (semi
fowler) dan jam 12.10 memperbaiki posis nasal canul pasien.
Diagnosa 2 : risiko infeksi. Implementasi : jam 06.30 mengganti laken pasien
dan memandikan pasien. Jam 08.00 merawat luka WSD pasien dan mengkaji
adanya tanda-tanda infeksi dan menganjurkan pasien untuk meningkatkan asupan
nutrisi yang cukup.
Diagnosa keperawatan 3 : Nyeri akut. Implementasi : Jam 11.00
mengobservasi tanda-tanda vital. 12.00 melakukan kolaborasi pemberian analgetik
dan memberi injeksi KTC 3 X 1 mg/IV), menganjurkan pasien untuk melakukan
teknik relaksasi dan istrahat secukupnya.

3.1.5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan di lakukan setelah melakukan tindakan keperawatan.


Evaluasi tindakan keperawatan yang di lakukan pada diagnosa keperawatan
pertama : Pasien merasa nyaman dengan posisi semi fowler,

O2 nasal canul di berikan 2 liter/ menit, Pasien di berikan nebulizer, Tidak terdapat bunyi
rongki saat auskultasi dan TTV ; TD : 110/70 mmHg, RR : 29 X/ menit, S : 37 0 C, N : 84 X/
menit.
Evaluasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan kedua : Lingkungan pasien
menjadi lebih bersih dan nyaman, Pasien dalam keadaan bersih dan rapih dan tidak
ada tanda-tanda infeksi pada luka WSD, Pasien dan keluarga mampu mengikuti
instruksi 6 langkah mnecuci tangan dengan baik.
Evaluasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan yang ketiga : Pasien mengatakan
nyeri berkurang dari skala 4 menjadi skala 2 atau 0, Wajah pasien tampak lebih
rileks dan Pasien mendapat injeksi KTC 1 X 3 ampul/ hari.

26
BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut. Dalam keadaan normal
rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.

Tujuan pemasangan WSD antara lain :

1. Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak
2. Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
3. Mengembangkan kembali paru yang kolaps
4. Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
5. Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan
tekanan negatif rongga tersebut.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2018. Askep Pemasangan WSD.www.scribd.com, Diakses 22 November 2022


Jam 20.00 WIB

Anonymous. 2018. www.asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com , Diakses 22 November


November 2022 Jam 20.00 WIB

Anonymous. 2018. www.contoh-askep.blogspot.com , Diakses 22 November 2022 Jam


20.00 WIB

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Doengoes, Marilynn E. Et al. 2010, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

 Hudak & Gallo, 2007, Keperewatan Kritis Pendekatan Holistik Edisi VI, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran ECG.

28

Anda mungkin juga menyukai