Anda di halaman 1dari 23

STEP I

1. Internship : pendidikan profesi utk pemahiran dan pemandirian dokter setelah lulus pendidikan
dokter utk penyelarasan hasil pendidikan dgn kondisi di lapangan. Utk kepentingan para dokter
agar sdh siap dan mahir kelak ketika praktik mandiri
2. Patent airway : Kondisi apabila pasien mampu menjawab dengan suara yang jelas ketika
ditanyakan nama pasien dan ditanyakan apa yang terjadi
Jalan nafas paten adalah jalan nafas yang terbuka dan jelas, dimana pasien dapat menghirup
oksigen dan menghembuskan karbon dioksida. Memiliki jalan nafas paten tidak berarti pasien
tidak mengalami kesulitan bernafas, ini hanya berarti bahwa jika perlu, oksigen dapat diberikan
tanpa menggunakan rekonstruksi bedah jalan nafas.
3. Somnolen : seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung tertidur, masih dapat
dibangunkan dengan rangsangan dan mampu memberikan jawaban secara verbal, namun
mudah tertidur kembali
4. GCS 11 : skala yang dipakai untuk menentukan atau menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari
Kesadaran Sadar Penuh hingga Keadaan Coma
5. Vulnus penetrans : trauma tajam
Luka dapat dibagi atas :
I. Menembus tidaknya :
a. Tidak menembus suatu rongga (vulnus non penetrans)
b. Menembus suatu rongga (vulnus penetrans)
II. Adanya infeksi :
a. Tidak ada infeksi
b. Ada infeksi (vulnus infectum)
III. Menurut bentuk morfologis :
a. Hematoma - Hematoma adalah keadaan terdapatnya penimbunan darah dalam
suatu rongga abnormal, dalam hal ini dibawah kulit. Ada yang menganggap
hematoma tidak termasuk didalam luka.
b. Abrasi : Abrasi adalah keadaan dimana terdapat kerusakan epidermis.
c. Ekskoriasi - Ekskoriasi adalah perlukaan dimana terdapat kerusakan dari
epidermis dan dermis.
d. Vulnus Punctum (ictum) - Perlukaan yang terjadi berupa suatu luka yang kecil
(luka tusuk).
e. Vulnus Scissum - Perlukaan yang terjadi berupa suatu luka yang berbentuk
garis.Sebagai penyebabnya adalah suatu trauma tajam.
f. Vulnus Laceratum (luka compang camping) - Sebagai penyebab adalah trauma
tumpul. Luka yang terjadi dapat berupa garis (seperti pada v.scissum) atau
memang berbentuk compang camping. Apabila berbentuk garis, maka
perbedaannya dengan v.scissum adalah adnya jembatan jaringan,tepi yang tak
rata, pinggir yang tak rata dsb.
g. Luka tembak (v.sclopetorum) - Luka tembak terbagi atas luka tembak masuk dan
luka tembak keluar.

6. Regio iliaka dextra : salah satu dari sembilan regio abdomen yang terletak pada sudut kanan
bawah dinding abdomen

7. Eviserasi omentum :
Eviserasi adalah pengangkatan isi bole mata dengan meninggalkan bagian dinding bola mata,
sclera, otot-otot ekstra okuli, dan saraf optic (tindakan mengeluarkan dalaman spt isi perut,
atau mengeluarkan bola mata)
Omentum adalah lapisan jaringan penyambung yang merupakan bagian peritoneum dan yang
menahan lambung di samping organ-organ di sekitar

8. Reseksi omentum : pengangkatan seluruh/sebagian organ


9. Penjahitan situasional : Jahitan figure of eight Merupakan jahitan situasional untuk kasus-kasus
yang membutuhkan penahan sementara.
10. Ruptur : robekan atau pecahnya tuba, membran, atau organ sedemikian rupa sehingga isinya
keluar
11. Laparotomy : prosedur medis yang bertujuan untuk membuka dinding perut agar dapat memiliki
akses ke organ perut yang memerlukan tindakan tertentu atau sebagai prosedur diagnostik.
Laparotomi dilakukan dengan cara membuat sayatan besar pada area di sekitar perut pasien
yang didahului dengan pemberian anastesi.
12. Sepsis : peradangan ekstrem akibat infeksi yang berpotensi mengancam nyawa. Sepsis terjadi
ketika infeksi dalam tubuh memicu infeksi lain di seluruh tubuh. Ini terjadi saat sistem imun
bereaksi berlebihan dengan melepas zat kimia ke dalam pembuluh darah untuk melawan infeksi
mikroorganisme penyebab penyakit.
13. MKDKI : Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam bahasa Inggris Indonesian
Medical Disciplinary Board, selanjutnya disebut MKDKI, adalah lembaga yang berwenang untuk
menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan
disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi.
14. MKEK : Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) adalah salah satu unsur Pimpinan dalam
struktur kepengurusan IDI di setiap tingkatan, bersifat otonom dan berperan serta bertanggung
jawab dalam pembinaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian dalam pelaksanaan etika
kedokteran termasuk perbuatan anggota yang melanggar kehormatan dan tradisi luhur
kedokteran
15. Malpraktek : setiap sikap tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam ukuran tingkat yang
tidak wajar
STEP II

1. Bagaimana aturan kerja untuk dokter internship?


2. Apa saja yang mungkin timbul dari luka tusuk di abdomen dan perdarahan hebat?
3. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada laki-laki berusia 18 tahun tersebut?
4. Apa yang menyebabkan darah mengalir dari kedua lubang hidung pasien?
5. Apa yang menyebabkan sekitar bola mata pasien juga menghitam?
6. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan status lokalis?
7. Bagaimana penilaian awal pada pasien emergensi?
8. Mengapa dokter memasang oksigen, infus, dan melakukan reseksi omentum, dan penjahitan
situasional pada luka?
9. Mengapa keadaan pasien terus memburuk? Dan mengapa dokter curiga adanya rupture organ
intra abdomen? Dampak rupture organ?
10. Bagaimana indikasi operasi laparatomi cito?
11. Bagaimana hubungan antara dokter bedah langsung melakukan operasi, walaupun pada saat itu
pihak keluarga belum tiba di rumah sakit?
12. Bagaimana medikolegal kasus emergensi?
13. Mengapa kondisi pasien pasca operasi memburuk dan mengalami sepsis?
14. Mengapa pada hari keempat perawatan pasien meninggal dunia?
15. Bagaimana undang-undang mengenai praktik kedokteran?
16. Apa saja kasus praktik kedokteran yang bisa dilaporkan ke ranah hokum?
17. Bagaimana tugas pihak kepolisian, MKDKI, dan MKEK dengan kondisi yang ada?
18. Apakah memang benar yang dilakukan dokter bedah adalah malpraktek? Jika tidak bagaimana
pandangan terhadap hal yang dilakukan dokter bedah tersebut?
19. Apa saja jenis malpraktek?

STEP III

1. Bagaimana aturan kerja untuk dokter internship?


2. Apa saja yang mungkin timbul dari luka tusuk di abdomen dan perdarahan hebat?
3. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pada laki-laki berusia 18 tahun tersebut?
Patent : termino no 2
Kesadaran : termino no 3 dan 4
Nadi : takikardi karena tubuh berusaha kompensasi
Napas : cepat
TD : normal tapi rendah

4. Apa yang menyebabkan darah mengalir dari kedua lubang hidung pasien?
5. Apa yang menyebabkan sekitar bola mata pasien juga menghitam?
6. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan status lokalis?
Vulnus penetrans : terdapat luka tusuk (luka tajam) pada perut bawah bagian kanan sekitar 1 cm
serta disertai keluarnya bagian dari omentum yang ada di daerah tersebut

7. Bagaimana penilaian awal pada pasien emergensi?


8. Mengapa dokter memasang oksigen, infus, dan melakukan reseksi omentum, dan penjahitan
situasional pada luka?
Oksigen diberikan untuk tatalaksana pernapasan pasien karena pasien mengalami syok akibat
perdarahan yang banyak.
Infus diberikan untuk penggantian cairan pasien yang hilang, diberikan koloid, kristaloid, dan
darah
Reseksi omentum untuk membuang omentum yang keluar karena omentum tsb sudah
terkontaminasi udara luar gunanya untuk menghindari terjadinya sepsis
Penjahitan situasional berguna untuk menutup luka sementaraa agar tidak terkontaminasi udara
kotor dari luar

9. Mengapa keadaan pasien terus memburuk? Dan mengapa dokter curiga adanya rupture organ
intra abdomen? Dampak rupture organ?
Karena kondisi pasien yang parah dimana terdapat luka tembus organ sehingga ada bagian
omentum yang keluar, dan juga kondisi klinis pasien yang memburuk seperti GCS pasien yang
sudah 11 dimana sudah terjadi penurunan kesadaran, dan kondisi lain yang tidak normal
kemungkinan itu karena terjadi pendarahan yang banyak pada pasien, tetapi setlah diberikan
tatalaksana awal tidak dapat digantikan oleh itu saja karena harus dilakukan tindakan yang lebih
lanjut.
Curiga karena luka tusukan tadi yang sampai ke abdomen dan kondisi klinis paseien yang sudah
tidak stabil

10. Bagaimana indikasi operasi laparatomi cito?


Indikasi :
o Nyeri hebat pada perut.
o Perdarahan gastrointestinal.
o Radang pada lapisan tipis dinding perut atau peritoneum (peritonitis).
o Robekan pada organ usus 12 jari (doudenum), lambung, usus halus, atau organ perut
lainnya.
o Divertikulitis, usus buntu, atau peradangan pada pankreas.
o Penyakit batu empedu.
o Trauma atau cedera perut dengan ketidakstabilan hemodinamik atau penetrasi benda
tajam.
o Kanker atau tumor ganas pada organ di dalam atau di sekitar rongga perut.
o Abses hati.
o Perlengketan di rongga perut.
o Kehamilan ektopik (di luar rahim).
o Pertumbuhan jaringan endometrium di luar rahim (endometriosis).

11. Bagaimana hubungan antara dokter bedah langsung melakukan operasi, walaupun pada saat
itu pihak keluarga belum tiba di rumah sakit?
Karena ini merupakan kasus gawat darurat, dimana juga kondisi pasien yang makin memburuk,
jika tidak dilakukan langsung penanganan ditakutkan mengancam nyawa pasien. Dalam hal
tersebut diperbolehkan untuk melakukan tindakan tanpa menunggu persetujuan dulu. Dimana
setelah dilakukan operasi ketika sudah ada keluarga pasien baru dijelaskan bagaimana kondisi
pasien tersebut.
Sesuai dengan peraturan yang ada di no 18

12. Bagaimana medikolegal kasus emergensi?


13. Mengapa kondisi pasien pasca operasi memburuk dan mengalami sepsis?
Infeksi luka operasi (ILO) adalah infeksi yang terjadi pada luka bekas sayatan operasi. Kondisi ini
umumnya muncul dalam 30 hari pertama setelah operasi, dengan gejala nyeri, kemerahan, dan
rasa panas pada bekas luka.
Dalam operasi, dokter bedah akan membuat sayatan pada kulit dengan menggunakan pisau
bedah sehingga menimbulkan luka operasi. Luka ini dapat terinfeksi meski prosedur operasi
yang telah dijalankan sudah sesuai dan melalui tindakan pencegahan infeksi.

Penyebab Infeksi Luka Operasi


Infeksi luka operasi umumnya disebabkan oleh bakteri, seperti bakteri Staphylococcus,
Streptococcus, dan Pseudomonas. Luka operasi dapat terinfeksi oleh bakteri-bakteri tersebut
melalui berbagai bentuk interaksi, seperti:
o Interaksi antara luka operasi dengan kuman yang ada di kulit
o Interaksi dengan kuman yang tersebar di udara
o Interaksi dengan kuman yang telah ada di dalam tubuh atau organ yang dioperasi
o Interaksi dengan kuman yang terdapat di tangan dokter dan perawat
o Interaksi dengan kuman yang terdapat di alat-alat operasi yang tidak steril

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seorang pasien mengalami infeksi luka operasi
adalah:

o Menjalani prosedur operasi yang membutuhkan waktu lebih dari 2 jam


o Menjalani operasi di bagian perut
o Menjalani operasi darurat (cito)
o Berusia lanjut
o Menderita diabetes
o Menderita kanker
o Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah
o Memiliki berat badan berlebih atau obesitas
o Merokok
Tindakan operasi yang mengharuskan tindakan invasif menimbulkan kerusakan pada jaringan
sehingga dapat menyebabkan hipoperfusi jaringan yang berkepanjangan dan dapat memicu
terjadinya reaksi inflamasi sistemik. Penyebab paling umum dari sepsis setelah operasi adalah
infeksi.Ini bisa menjadi infeksi sayatan, oleh ahli bedah dibuka untuk melakukan prosedur, atau
infeksi yang berkembang setelah operasi, seperti pneumonia (sepsis dan pneumonia) atau
infeksi saluran kemih. Pada kondisi pasca operasi penting untuk memantau sayatan, untuk
melihat tanda-tanda infeksi.
Pasca tindakan bedah tubuh biasanya memproduksi cairan berlebih dalam merespon operasi
yang dapat tertumpuk di daerah seperti rongga perut atau panggul (daerah yang mengandung
abdomen, usus, ginjal, kandung kemih, Rahim dll ) atau di dada . Jika ini terjadi, cairan hangat
menyediakan lingkungan yang ideal untuk infeksi untuk mengembangkan dan menyebar.
Apalagi pasien mengalami luka tusuk, kemungkinan mengenai bagian usus dimana didalamnya
terdapat bakteri yang bisa sebabkan sepsis pada luka??

14. Mengapa pada hari keempat perawatan pasien meninggal dunia?


Karena kondisi pasien yang terus memburuk dimana tubuh pasien tidak dapat mengkompensasi
lagi kondisi pasien

15. Bagaimana undang-undang mengenai praktik kedokteran?


o UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UUPK No. 29 Tahun 2004)
o KUHAP/KUHP
o UU No.36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
o UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
o UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
o Permenkes 2052 tahun 2009 tentang izin praktek dan pelaksanaan praktek kedokteran
o Permenkes No.290 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

Pasal 66 ayat 3 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


Pengaduan dan keputusan MKDKI tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan
adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian
perdata ke pengadilan
UU No. 36/2009 tentang Kesehatan
Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya.
Pasal 58 : pasien berhak menuntut ganti rugi
Pasal 190-200 : ketentuan pidana

16. Apa saja kasus praktik kedokteran yang bisa dilaporkan ke ranah hukum?
Contoh tindak pidana
o Menipu pasien (378 KUHP)
o Melanggar kesopanan (285, 286, 290, 294 KUHP)
o Menggugurkan kandungan (15 jo 80 UU No. 23/1992)
o Membuka rahasia kedokteran (322 KUHP)
o Euthanasia (344 KUHP)
Ketentuan Pidana: Pasal 84
o (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan
Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun.
o (2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian,
setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Bentuk Pelanggaran Disiplin Kedokteran :


1) Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten
2) Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki kompetensi
sesuai
3) Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki
kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut
4) Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki
kompetensi dan kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan pemberitahuan perihal
penggantian tersebut
5) Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun mental
sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien
6) Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak
melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya,
tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien
7) Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien
8) Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate information)
kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran
9) Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga
dekat atau wali atau pengampunya
10) Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik, sebagaimana diatur
dalam peraturan perundangundangan atau etika profesi
11) Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang tidak sesuai
dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan etika
profesi
12) Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri
dan atau keluarganya
13) Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan atau keterampilan
atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara praktik kedokteran yang layak
14) Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai
subjek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical clearance) dari lembaga
yang diakui pemerintah
15) Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal tidak
membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya
16) Menolak atau menghentikan tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang
layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau etika
profesi
17) Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan atau etika profesi
18) Membuat keterangan medik yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar dan patut
19) Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau eksekusi
hukuman mati
20) Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lainnya (NAPZA) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika
profesi
21) Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi atau tindakan kekerasan terhadap
pasien, di tempat praktik
22) Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya
23) Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk atau meminta pemeriksaan atau
memberikan resep obat/alat kesehatan
24) Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/ pelayanan yang
dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan
25) Ketergantungan pada narkotika, psikotropika, alkohol serta zat adiktif lainnya
26) Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi (STR) atau Surat Ijin Praktik (SIP)
dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah
27) Ketidakjujuran dalam menentukan jasa medic
28) Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI
untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin

17. Bagaimana tugas pihak kepolisian, MKDKI, dan MKEK dengan kondisi yang ada?
MKDKI
MKEK
18. Apakah memang benar yang dilakukan dokter bedah adalah malpraktek? Jika tidak
bagaimana pandangan terhadap hal yang dilakukan dokter bedah tersebut?
KEPUTUSAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 17/KKI/KEP/VIII/2006 TENTANG
PEDOMAN PENEGAKAN DISIPLIN PROFESI KEDOKTERAN

BAB III - BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN KEDOKTERAN


Bagian E - Dalam kondisi dimana pasien tidak mampu memberikan persetujuan dan tidak
memiliki pendamping, maka dengan tujuan untuk penyelamatan hidup (life saving) atau
mencegah kecacatan pasien yang berada dalam keadaan gawat darurat, tindakan medic dapat
dilakukan tanpa persetujuan pasien.

Dasar :
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 45 dan Pasal 52 huruf
d;
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1419/Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelenggaraan
Praktik Dokter dan Dokter Gigi Pasal 17.

19. Apa saja jenis malpraktek?


Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktik medic menjadi dua bentuk
yaitu, malpraktik etika (ethical malpractice) dan malpraktik yuridis (yuridical malpractice),
ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum. Setiap malpraktik yuridik sudah pasti malpraktik
etik, tetapi tidak semua malpraktik etika merupakan malpraktik yuridik.
a. Malpraktik Etik
Malpraktik etik adalah dokter melakukan tindakan yang bertentangan dengan
etika kedokteran, sedangkan etika kedokteran yang dituangkan di dalam KODEKI
merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk
dokter.
Ngesti Lestari berpendapat bahwa malpraktik etik ini merupakan dampak
negatif dari kemajuan teknologi kedokteran. Kemajuan teknologi kedokteran yang
sebenarnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pasien, dan
membantu dokter untuk mempermudah menentukan diagnosa dengan lebih cepat,
lebih tepat dan lebih akurat sehingga rehabilitasi pasien bisa lebih cepat, ternyata
memberikan efek samping, yang tidak diinginkan. Efek samping ataupun dampak negatif
dari kemajuan teknologi kedokteran tersebut antara lain :
1) Kontak atau komunikasi antara dokter dengan pasien semakin berkurang;
2) Etika kedokteran terkontaminasi dengan kepentingan bisnis;
3) Harga pelayanan medis semakin tinggi, dan sebagainya.

Contoh konkrit penyalahgunaan kemajuan teknologi kedokteran yang


merupakan malpraktik etik ini antara lain :
1) Di bidang diagnostik;
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien, kadangkala tidak
diperlukan bilamana dokter mau memeriksa secara lebih teliti. Namun karena
laboratorium memberikan janji untuk memberikan hadiah kepada dokter yang
mengirimkan pasiennya, maka dokter kadang-kadang bisa tergoda juga
mendapatkan hadiah tersebut.
2) Di bidang terapi.
Berbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter dengan janji
kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau menggunakan obat tersebut,
kadang-kadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter dalam
memberikan terapi kepada pasien. Orientasi terapi berdasarkan janji-janji pabrik
obat yang sesungguhnya tidak sesuai dengan indikasi yang diperlukan pasien
juga merupakan malpraktik etik.

Albert R. Jonsen dkk, menganjurkan empat hal yang harus selalu dipergunakan
sebagai pedoman bagi para dokter untuk mengambil keputusan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara etis dan moral. Adapun empat pedoman tersebut
adalah:
1) Menentukan indikasi medisnya;
2) Mengetahui apa yang menjadi pilihan pasien untuk dihormati;
3) Mempertimbangkan dampak tindakan yang akan dilakukan terhadap mutu
kehidupan pasien;
4) Mempertimbangkan hal-hal kontekstual yang terkait dengan situasi kondisi
pasien, misalnya, aspek sosial, ekonomi, hukum, budaya, dan sebagainya.

b. Malpraktik Yuridik
Soedjatmiko membedakan malpraktik yuridik ini menjadi tiga bentuk, yaitu :
malpraktik perdata (civil malpractice), pidana (criminal malpractice), dan administratif
(administrative malpractice).
1) Malpraktik Perdata (Civil Malpractice)
Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan
tidak dipenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) di dalam transaksi terapeutik oleh
dokter atau tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum
(onrechmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.
Adapun isi daripada tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat
berupa:
o Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan;
o Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi
terlambat melaksanakannya;
o Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi
tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya;
o Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan.

Untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hokum haruslah


memenuhi beberapa syarat, seperti :
o Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat);
o Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis);
o Ada kerugian;
o Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan
melanggar hukum dengan kerugian yang diderita;
o Adanya kesalahan (schuld).

Untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian


dokter, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsur berikut :
o Adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien;
o Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim
dipergunakan;
o Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan
ganti ruginya;
o Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar.

Namun, adakalanya seorang pasien (penggugat) tidak perlu


membuktikan adanya kelalaian dokter (tergugat). Dalam hokum ada kaidah
yang berbunyi “res ipsa loquitor”, yang artinya fakta telah berbicara. Misalnya,
karena kelalaian dokter, terdapat kain kasa yang tertinggal dalam perut sang
pasien. Akibat tertinggalnya kain kasa di perut pasien tersebut, timbul
komplikasi paska bedah, sehingga pasien harus dilakukan operasi kembali.
Dalam hal demikian, dokterlah yang harus membuktikan tidak adanya kelalaian
pada dirinya .

2) Malpraktik Pidana (Criminal Malpractice)


Malpraktik pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau
mengalami cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati
atau kurang cermat dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien
yang meninggal dunia atau cacat tersebut.
o Malpraktik pidana karena kesengajaan (intensional), misalnya pada
kasus-kasus melakukan aborsi tanpa indikasi medis, euthanasia,
membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan pada
kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa
menolong, serta memberikan surat keterangan dokter yang tidak benar;
o Malpraktik pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya
melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan
standar profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan
tindakan medis;
o Malpraktik pidana karena kealpaan (negligence), misalnya, terjadi cacat
atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan dokter yang kurang
hati-hati atau alpa dengan tertinggalnya alat operasi di dalam rongga
tubuh pasien.

3) Malpraktik Administratif (Administrative Malpractice)


Malpraktik administratif terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan
lain melakukan pelanggaran terhadap hokum administrasi negara yang berlaku,
misalnya menjalankan praktik dokter tanpa lisensi atau ijin praktek, melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau ijinnya, menjalankan praktik
dengan ijin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktik tanpa membuat
catatan medik.

KP
o Penatalaksanaan awal kegawat daruratan bedah 1 (multiple trauma, syok hemoragik, dan
sepsis)
o Penatalaksanaan awal kegawat daruratan bedah 2 (luka bakar, listrik, petir)
o Kegawatdaruratan obstetri dan ginekologi
o Penatalaksanaan awal kegawatdaruratan THT (epistaksis, dll)
o Penatalaksanaan awal kegawatdaruratan mata (trauma pada mata, dll)
o Aspek medikolegal dan aplikasinya (aturan perundangan kesehatan)
o Malpraktek vs medical error
o Peran dan fungsi Komite Medik Rumah Sakit dan IDI dalam masalah hokum kesehatan

Anda mungkin juga menyukai