Anda di halaman 1dari 7

A.

Nama Perusahaan 1 (Jogja T-Shirt Omah Oblong)


Jogja T-Shirt Omah Oblong, pusat kaos budaya Jogja (Jogja
Cultural T-Shirt Center) adalah salah satu perusahaan yang bergerak pada
penjualan kaos cinderamata budaya di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 17
Agustus 2009 dengan jumlah karyawan pada saat itu berkisar 30
karyawan. Pada awal kelahiran perusahaan menyelenggarakan sebuah
event spektakuler, yaitu membuat “Kaos Raksasa” dengan ukuran 36
meter x 44 meter bergambar budaya Jogja terbesar di Indonesia dengan
tema “Kehidupan Budaya Yogyakarta”, yang hanya dikerjakan oleh satu
orang yaitu mas bayu. Sebelum berlokasi di Jl. Jambon Dsn. Banturan RT.
01 RW. 19 Trihanggo Sleman-Yogyakarta. Jogja T-Shirt awalnya
berlokasi di Jalan Ngabean dan menempatkan 15 outlate dalam bentuk
angkringan di berbagai tempat wisata Jogja yang ramai akan pengunjung.
Hal inilah yang menjadi ciri khas Jogja T-Shirt karena dalam bentuk
penjualannya menggunakan angkringan.
Tahun 2013 Jogja T-Shirt akhirnya memiliki bangunan produksi
sendiri yang sekarang masih berlokasi di Jl. Jambon Dsn. Banturan RT.01
RW.19 Trihanggo Sleman-Yogyakarta dan menarik kembali hampir
seluruh outlate yang dimilikinya, tujuan dari penarikan ini adalah Jogja T-
Shirt ingin membangun brand image. Agar tercapainya tujuan tersebut,
Jogja T-Shirt menerapkan pelayanan Showroom, konsumen dapat dengan
langsung melihat proses pembuatan baju Jogja T-Shirt. Sehingga
konsumen semakin percaya dengan kualita produknya.
Tahun 2016 Jogja T-Shirt telah berhasil mendapatkan konsumen
sebanyak 200 orang pr-harinya dan mencetak 1.000 kaos setiap hari
dengan jumlah karyawan sekarang 100 karyawan lebih dengan bekerja
sama dengan 12.000 member yang terdiri dari supir bus, rental, tour guide
dan tour leader.
Dalam pengelolaannya Jogja T-Shirt menerapkan sistem Show
room dengan maksud untuk menyakinkan konsumen bahwa tidak ada hal
yang disembunyikan dari konsumen sehingga konsumen yakin bahwa
bahan dan proses yang digunakan Jogja T-Shirt berkualitas. Perusahaan ini
memproduksi minimal 1.000 kaos perharinya, dan setiap harinya
konsumen yang berkunjung di perusahaan ini berkisar 500 konsumen.
Jogja T-Shirt dalam memproduksi menggunakan tiga jenis kain yaitu
Kantun 30s, Polyester, dan Bamboo. Terdapat dua jenis baju yang
diediakan yaitu baju kaos kombinasi batik dan baju kaos sablon. Jenis
sablon yang digunakan adalah Rubber HD dengan cara penyablonan
secara manual agar sablon lebih menyatu dengan kain yang digunakan
sehingga tidak mudah luntur.

B. Nama Perusahaan 2 (Desa Wisata Gerabah Kasongan Yogyakarta)


Kasongan merupakan sebuah nama pedusunan dimana mayoritas
penduduk wilayah Kasongan berprofesi sebagai kundhi bahkan telah
turun-temurun sejak tahun 1830. Kundhi merupakan sebutan bagi
seseorang yang mengolah tanah jenis body earthenware menjadi
perabotan/perlatan rumah tangga sebagai cikal bakal Sentra UMKM
Gerabah Kasongan. Secara administrative Kasongan berada di wilayah
Desa Bangunjiwo, Kecamtan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi
Yogyakarta. Dimana Kasongan berjarak lebih kurang 7 Km dari pusat
Kota Yogyakarta kea rah Barat Daya. Pesatnya perkembangan jumlah unit
usaha dan reputasi gerabah Kasongan mendorong Pemerintah Kabupaten
Bantul menetapkan sentra UKM Gerabah Kasongan menjadi Kawasan
UKM unggulan sekaligus sebagai Kawasan wisata dengan nama Sentra
Industri Kerajinan Gerabah Kasongan. Cakupan wilayah UKM juga
berkembang seiring dengan meningkatkan nilai ekonomis lokasi desa
wisata.
Saat memasuki sentra UKM Kasongan adalah berkunjung ke
Kawasan wisata seni yang menyajikan keragaman produk gerabah hasil
karya perajin Kasongan dalam mengolah tanah. Hasil produk kerajinan
berupa gerabah berkualitas tinggi dan kompetitif di pasar local dan global.
Di sepanjang jalan Raya Kasongan terdapat puluhan art shop (toko barang
seni) dimana produk-produk gerabah dengan bentuk yang sangat menarik
dipajang untuk para wisatawan.
Kasongan adalah merupakan nama yang di ambil dari nama “Kyai
Song”. Beliau merupakan seorang prajurit serta guru spiritual Pangeran
Diponegoro. Selain itu beliau juga yang membuat tanah liat menjadi
peralatan rumah tangga. Pada generasi selanjutnta Ki Jembuk
meningkatkan produksinya yang berawal dari hiasan patung binatang dan
celengan. Pengembangan produk ini mulai bertambah seiringnya
berjalannya waktu, pergantian kepada Ki Rono dan Nyai Giyah yang
menambahkan anglo, belanga dan perluk cawan sebagai produksinya.
Pada tahun 1960 – 1980 Kasongan mengalami peningkatan yang
sangat pesat. Salah satunya adalahatas dasar kemampuan yang dimiliki
antara Ir. Larasati Suliantoro Soelaiman dan Sapto Hudoyo dalam
mengarahkan aliran seni naturalisme. Pada tahun 1976 produksi
mengalami perkembangan dengan adanya sentuhan keindahan serta
kualitas pada produk yang dikarenakan atas bimbingan dari Ir. Larasati
Suliantoro Soelaiman yang merupakan seniwati perajin bunga hias. Tahun
1980 seniman Sapto Hudoyo memberika pengetahuan terhadap
keterampilan dalam membuat gerabah seni pada pemesanan produk.
Seniman Sapto produkdengan spesifikasi tertentu dikarenakan pengrajin
tidak mengerti dasar dalam pembuatannya, Sang seniman mulai
mengundang sebagian pengrajin untuk diajarkan dalam pembuatan
gerabah model yang diinginkan sang seniman. Sapto Hudoyo mengajarkan
dengan model “lelet”. Model ini diajarkan dengan cara menempelkan
bagian keramik satu persatu hinga terbentu satu produk yang di inginkan,
walaupun dengan metode lelet ini membutuhkan waktu yang relatif lama
serta kesabaran dan ketekunan dari para pengrajin. Gerabah tempel
merupakan pengetahuan baru. Pentingnya desain model serta mengetahui
karakteristik tanah pada pembuatan gerabah, dengan adanya metode
produksi maka lebih cepat menyebar kepada pengrajin lainnya. Seiring
berjalannya waktu sampai pada tahun 1900-an di Kasongan masih terus
berlangsungnya pembinaan atas kerjasama dengan pelatihan desain dan
teknologi ini dipergunakan ntuk lembaga pendidikan formal seperti SMSR
(Sekolah Menengah Seni Rupa) dan ISI (Institusi Seni Indonesia) di
Yogyakarta.
Tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yang diakibatkan sekitar 300
perajin dan pekerja gerabah dari daerah pleret, kuningan, jawa barat yang
di tandai dengan exodus yang dikarenakan tidak dikenalnya variasi
gerabah gigantic kepada pengusaha gerabah kasongan. Guntur mengatakan
bahwa adanya peningkatanpada tahun 2000 yaitu terjadi interaksi yang
baik antara pengrajin dengan pembeli internasional. Model gerabah
tergolong menjadi 2 bagian yaitu model gerabah dengan proses
pengembangan kompleks dan model gerabah dengan pengembangan ide
deformatif. Dalam hal ini perajin dituntut agar mempercepat pengisian
pasar karena tren hanya akan berlangsung tidak mencapai 2 tahun untuk
kategori produksi deformatif cenderung melakukan ekspresif kedalam
media gerabah dan biasanya dibuat dengan jumlah yang relatif sedikit.

C. Hasil Kunjungan Industri 1 (Jogja T-Shirt Omah Oblong)


1. Inovasi
a. Inovasi Dalam Menciptakan Produk
Jogja T-Shirt sebuah perusahaan yang memproduksi produk
cinderamata budaya, khususnya kaos oblong, menyajikan
kaos yang kental nuansa Jogjanya dalam setiap disain yang
digunakan. Mengangkat unsur budaya jawa, terutama Jogja
yang sangat kaya dan kuat karakternya sebagai point utama
yang dijual dari daya tarik produk ini.
Desain yang digunakan ada dua yaitu lukisan tangan asli
dari seniman-seniman khusus dan grafis komputer. Untuk
kemudian dicetak, disablon dengan segala kedetailan
uliran-ulirannya, warnanya yang sangat dipikirkan
keabsahan karyanya. Desain yang digunakan tidak
sembarang sebuah gambar atau lukisan, tapi sangat
mempertimbangkan filosofi cerita yang terkandung di
desain yang dipakai. Selain kaos oblong juga ada kaos
kerah, jumper batik, sepatu lukis dan batik celup. Kualitas
produk ini sangat dipertimbangkan dalam memproduksi
produk ini, karena produk ini adalah produk yang sangat
berkualitas. Sablon yang digunakan merupakan sablon
dengan penggunaan yang benar-benar diteliti, dari detail,
perwarnaanya, ini sangat menentukan hasil sablonan.
b. Inovasi Model Bisnis
Jogja T-Shirt, Omah Oblong secara gamblang mengangkat
budaya Yogyakarta dalam brandnya, berani mewakili Jogja
untuk T-Shirt budayanya khusus untuk produk-produk
cinderamata yang disegmentasi utama pada para wisatawan.
Lukisan andong, punokawan, sepeda ontel, wayang dengan
berbagai karakter, dan desain lain yang menggambarkan
budaya jawa.
c. Pemanfaatan Kearifan Lokal
Sugiyanto owner Jogja T-Shirt memang sengaja memilih
konsep kearifan lokal. Menurutnya, bisnis yang bagus
adalah yang turut menduung potensi daerah. Desain-desain
seperti gerobak angkringan, penjual jamu, kesenian hingga
wisata Jogjakarta menjadi buruan wisatawan yang
menghabiskan waktu di Jogjakarta.

2. Keberlanjutan
Tercetusnya ide ini berawal dari kepeduliannya terhadap potensi
DIJ. Meski Sugiyanto sebagai owner Jogja T-Shirt tidak lahir di
Jogjakarta, tapi dia menganggap kota inilah yang
membesarkannya. Terlebih dia sudah hijrah ke kota gudeg sejak
1988 silam. Awalnya hanya menimba ilmu, tapi ada ketertarikan
terhadap kota ini. Mulai dari produk seni, bangunan bersejarah,
benda-benda unik hingga ragam kulinernya. Inilah yang semakin
meruncingkan ide untuk menggarap konsep kaus Jethe. Kekuatan
lain dari produk ini adalah teknik penggarapan yang dilakukan
secara serius. Untuk desain, owner benar-benar mengandalkan tim
desainnya. Dia berani menjamin, desain-desain ini original dan
hanya bisa ditemuai di toko kaus miliknya. Ide ini semakin
bertambah pada 2013. Kala itu, Sugi mempertajam desain kaosnya
pada sektor wisata. Dia dengan berani menobatkan sebagai wisata
kaos. Ini karena lengkapnya desain-desain kaos yang ada
ditempatnya. Semakin lengkap dengan gedung tempatnya
berjualan dikemas secara terbuka. Pengunjung yang datang bisa
langsung melihat proses produksi. Bahkan pengunjung juga bisa
menjajal langsung cara membuat kaos secara sederhana.

D. Hasil Kunjungan Industri 2 ( Desa Wisata Gerabah Kasongan


Yogyakarta)
1. Inovasi
a. Inovasi Dalam Menciptakan Produk
Desa Wisata Gerabah Kasongan Yogyakarta ini memprodoksi
kerajinan Gerabah yang terbuat dari tanah liat atau biasanya
warga sekitar meyebutnya tanah lempung yang sudah di
campuri oleh pasir biasa. Dimana pencampuran ini ditujukan
agar pada saat proses pembakaran nanti tidak terjadi adanya
Gerabah yang retak atau bahkan pecah.
Desain yang diterapkan untuk sekarang yaitu menggunakan
Teknik “lelet” yaitu teknik menempelkan satu persatu keramik
hingga membentuk model yang di inginkan, walaupun dengan
Teknik lelet ini membutuhkan waktu yang relatif lama serta
kesabaran dan ketekunan dari para pengrajin. Gerabah tempel
ini merpakan pengetahuan baru.
b. Inovasi Model Bisnis
Desa Wisata Gerabah Kasongan Yogyakarta membuat desain
gerabah seperti patung, guci, teko, vas, celengan, kendi, hingga
replika Candi Borobudur. Desain yang digunakan di Gerabah
Kasongan Yogyakarta dapat disesuaikan oleh perkembangan
jaman dan seni rupa.
c. Pemanfaatan Kearifan Lokal
2. Keberlanjutan
Peran pemerintah dalam hal ini sangat diperlukan karena untuk
mendukung penguatan usaha. Disperindagkop Kabupaten Bantul
melalui unit Pelaksanaan Teknisi Perkembangan Keramik Kasongan
(UPT PKK) telah melakukan banyak pelatihan keterampilan agar
memperkuat manajerial unit usaha. Fungsi UPT sebagai agen
perubahan orientasi produksi serta teknologi melalui sebuah
bimbingan produksi, maka menyebabkan terbentuknya kemampuan
inovasi usaha dikawasan kasongan.

Anda mungkin juga menyukai