Anda di halaman 1dari 13

Atur lagi landkos persingkat padatkan

Plus compile semua esai jadi satu


Pada tahun 2000, Campak sebagai penyakit yang berasal dari infeksi paramiksovirus telah
dideklarasikan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) berhasi dibasmi
(eradicated) di Amerika Serikat . Walaupun demikian, penyakit tersebut kembali muncul dan
menjadi pandemi di Amerika Serikat sejak tahun 2018, dengan 100 kasus campak terjadi di
tahun tersebut dan 626 kasus per April 2019 . Hal tersebut menyebabkan pada 29 Maret
2019, New York City mendeklarasikan status darurat (state of emergency) untuk meminta
bantuan pemerintah negara bagian dan pemerintah federal dengan rata-rata biaya per
kasus 10.376 USD . Kemunculan kembali pandemi campak di Amerika Serikat tersebut,
akan direfleksikan dalam presentasi kelompok ini sebagai bagian dari ancaman non
tradisional terhadap negara sebagai referent object. Karena pandemi campak ini tidak
muncul sebagai fenomena alami yang berasal dari evolusi genetik virus tersebut, namun
sebagai apa yang disebut sebagai konsep Weaponized Health Communication dalam
publikasi American Journal of Public Health .
Dalam Weaponized Health Communication, Rusia menyebarkan disinformasi terkait
vaksin yang kemudian mempengaruhi warga Amerika Serikat agar tidak menggunakan
vaksin (dan menjadi kelompok anti vaksin). Disinformasi tersebut dalam prosesnya
memperkuat delegitimasi atas vaksin yang selama ini telah ada di Amerika Serikat karena
kepercayaan sebagian warga konservatif negara tersebut, walaupun secara presentasi
belum signifikan. Disinformasi tersebut diidentifikasi berasal dari percakapan media sosial
Twitter Bot dan Troll Rusia yang dikelola oleh Internet Research Agency, perusahaan
pembuat konten yang berafiliasi dengan Pemerintah Rusia, dan menggunakan akun yang
sama dengan akun penyebar disinformasi dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2016.
Narasi dominan yang disuarakan melalui tweet tersebut diantaranya: 1) mendelegitimasi
penggunaan vaksin dari kewajiban menjadi pilihan yang seharusnya bisa dikembalikan
pengambilan keputusannya kepada individu, 2) memunculkan teori dan wacana bahaya
vaksin, 3) menampilkan narasi bahwa penggunaan vaksin bertentangan dengan agama
Kristen, serta digunakan sebagai senjata oleh elit Yahudi dalam menguasai dunia . Proses
diinformasi dilakukan sejak 2014-2015, dengan cara membentuk seolah-olah terjadi
perdebatan antara pendukung vaksin dan penolak vaksin. Perdebatan di dunia maya
tersebut kemudian tereskalasi menjadi perdebatan publik yang melibatkan real user di
Amerika Serikat , dan berkontribusi pada peningkatan jumlah anak yang tidak mengikuti
vaksinasi dari 0,9 persen pada 2011 menjadi 1.3 persen pada 2015 dan 5 persen pada 2018
Menggunakan perspektif liberal security presentasi ini akan merefleksikan
bagaimana Amerika Serikat selaku aktor negara dan referent object, dalam kasus ini
terancam walaupun isu yang dihadapi adalah isu non tradisional berbasis keamanan
kesehatan. Walaupun agensi individu berperan dalam mempengaruhi fenomena keamanan
ini, lewat internalisasi disinformasi yang menyebabkan mereka tidak menggunakan vaksin,
negara akhirnya dapat terpengaruh secara ekonomi dan stabilitas politiknya sebagai akibat
dari adanya pandemi tersebut. Selain itu, keberadaan pandemi campak juga merugikan
negara secara finansial karena kewajiban negara sebagai penyedia jaminan kesehatan
serta dalam jangka panjang apabila pandemi ini meluas dapat menghadapi perlambatan
ekonomi. Dalam kerangka liberal security, negara yang dalam perspektif liberal tetap
berperan sentral untuk mengambil tindakan (measures) walaupun bukan aktor satu-satunya,
penting untuk melakukan kolaborasi internasional dalam menjatuhkan sanksi kepada Rusia
atas aksi yang dilakukannya. Karena penyebaran disinformasi ini tidak hanya berlangsung di
satu negara, walaupun dengan narasi dan isu yang berbeda-beda. Tindakan tersebut
nantinya dapat menjadi kelanjutan sanksi Amerika Serikat terhadap Rusia dalam fenomena
disinformasi Pemilihan Umum 2016.

Subbab 1: Disinformasi

1. JELASKAN Proses penyebaran disinformasi (1-2 paragraf) V


2. JELASKAN (500 kata) Awalnya sebagian warga konservatif negara tersebut tidak
percaya vaksin, walaupun secara presentasi belum signifikan (Tunjukkan data) V
3. Namun menguat, Disinformasi tersebut dalam prosesnya memperkuat delegitimasi
atas vaksin yang selama ini telah ada di Amerika Serikat karena kepercayaan.
karena yang disasar Rusia melalui Weaponized Health Communication tersebut
adalah persepsi dan kognisi individu dalam memutuskan secara single tunnel untuk
tidak menggunakan vaksin. (Jelaskan, hubungkan teori-teori kelas TPI tentang
individual level).
4. (Tunjukkan data peningkatan orang tidak pakai vaksin) V
5. (Tunjukkan waktunya bertepatan, antara tidak pakai vaksin dan disinformasi soviet)
V
6. (Tunjukkan jumlah percakapan bot soviet. berapa banyak, bagaimana
engagementnya. ada di jurnal utama yang jadi acuan esai ini, dan jurnal-jurnal lain.
KEYWORD: Weaponized health communication, russia vaccine bot) V
7. (Tunjukkan) Perdebatan di dunia maya tersebut kemudian tereskalasi menjadi
perdebatan publik yang melibatkan real user di Amerika Serikat , dan berkontribusi
pada peningkatan jumlah anak yang tidak mengikuti vaksinasi dari 0,9 persen pada
2011 menjadi 1.3 persen pada 2015 dan 5 persen pada 2018 V
8. Jelaskan (500 kata) Narasi dominan yang disuarakan melalui tweet tersebut
diantaranya: 1) mendelegitimasi penggunaan vaksin dari kewajiban menjadi pilihan
yang seharusnya bisa dikembalikan pengambilan keputusannya kepada individu, 2)
memunculkan teori dan wacana bahaya vaksin, 3) menampilkan narasi bahwa
penggunaan vaksin bertentangan dengan agama Kristen, serta digunakan sebagai
senjata oleh elit Yahudi dalam menguasai dunia . Proses diinformasi dilakukan sejak
2014-2015, dengan cara membentuk seolah-olah terjadi perdebatan antara
pendukung vaksin dan penolak vaksin.

Jelaskan Disinilah peran aktor negara (500 kata)


Jelaskan perspektif liberal security dalam isu ini
Jelaskan bagaimana posisi negara dalam landkos ini
Jelaskan bagaimana isu non tradisional
Jelaskan apa itu isu keamanan kesehatan
Jelaskan Menggunakan perspektif liberal security presentasi ini akan merefleksikan
bagaimana Amerika Serikat selaku aktor negara dan referent object, dalam kasus ini
terancam walaupun isu yang dihadapi adalah isu non tradisional berbasis keamanan
kesehatan. Walaupun agensi individu berperan dalam mempengaruhi fenomena keamanan
ini, lewat internalisasi disinformasi yang menyebabkan mereka tidak menggunakan vaksin,
negara akhirnya dapat terpengaruh secara ekonomi dan stabilitas politiknya sebagai akibat
dari adanya pandemi tersebut.
1. Jelaskan singkat (1-2 paragraf) negara akhirnya dapat terpengaruh secara ekonomi
dan stabilitas politiknya sebagai akibat dari adanya pandemi tersebut. (Jelaskan
secara umum pengaruh isu kesehatan kepada keamanan)
2. Jelaskan singkat (1-2 paragraf) keberadaan pandemi campak juga merugikan
negara secara finansial karena kewajiban negara sebagai penyedia jaminan
kesehatan
3. Jelaskan singkat (1-2 paragraf) serta dalam jangka panjang apabila pandemi ini
meluas dapat menghadapi perlambatan ekonomi.
4. Dalam kerangka liberal security, negara yang dalam perspektif liberal tetap berperan
sentral untuk mengambil tindakan (measures) walaupun bukan aktor satu-satunya,
penting untuk melakukan kolaborasi internasional dalam menjatuhkan sanksi kepada
Rusia atas aksi yang dilakukannya.
5. Jelaskan singkat (1-2 paragraf) Karena penyebaran disinformasi ini tidak hanya
berlangsung di satu negara, walaupun dengan narasi dan isu yang berbeda-beda.
(Rusia dalam brexit, rusia dalam pemilu di negara lain, rusia dalam dll)
6. Jelaskan singkat(1-2 paragraf) kenapa penting liberal. Karena posisi as sebagai
benevolent hegemont, masih signifikan untuk mengajak aktor lain (Tanyakan judy
atau anta tentang benevolent hegemon. materi PKI tentang efektifitas rezim).
7. Jelaskan singkat(1-2 paragraf) kenapa penting liberal. Karena cyberspace saling
terhubung. bisa jadi negara lain akan menjadi target selanjutnya hacker bisa jadi
orang rusia, namun di negara lain. dengan pencekalan dan sanksi bersama akan
detterence rusia.
8. Jelaskan singkat(1-2 paragraf) Tindakan tersebut nantinya dapat menjadi kelanjutan
sanksi Amerika Serikat terhadap Rusia dalam fenomena disinformasi Pemilihan
Umum 2016. Jelaskan bagaimana sanksi AS kepada Rusia selama ini karena kasus
pemilu itu.

KESIMPULAN

Semua anak, membuat slide PPT nya masing-masing


Semua anak
Semua anak

Hijau compile/edit paper


Hijau compile/edit slide slide PPT yang sudah diisi semua anak
Pink desain PPT yang sudah dicompile menjadi bagus

Anta

Penyebaran Disinformasi Vaksin oleh Rusia


Di era modern yang sangat identik dengan perkembangan teknologi, pengetahuan
menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat luas. Hal ini dapat diakuisisi melalui
penyampaian informasi secara sempurna dan bersifat empiris sehingga tingkat kebenaran atas
pengetahuan yang didapat semakin tinggi. Dengan demikian, informasi akan menciptakan
keterampilan serta pemahaman baru yang berguna untuk kemajuan dari kelompok
masyarakat di sekitar lingkungannya. Kondisi ini disadari oleh militer Rusia sebagai celah
untuk melakukan infiltrasi terhadap masyarakat di suatu negara, terutama negara berkembang
dengan tingkat konservatisme yang cukup tinggi, dengan melakukan disinformasi atas fakta-
fakta tertentu. Bahkan, cara ini telah berkembang menjadi taktik kunci dalam melemahkan
posisi lawan dari militer Rusia tepat setelah keruntuhan Uni Soviet. Beberapa organisasi,
seperti Uni Eropa dan NATO, harus melakukan penanganan khusus terhadap strategi tersebut
dengan mendirikan fasilitas terbatas di Latvia1.
Salah satu sektor yang menjadi sasaran bagi Rusia untuk melemahkan kekuatan
masyarakat negara lain adalah kesehatan, dimana Rusia memanfaatkan perdebatan mengenai
vaksin dalam melancarkan upaya disinformasi tersebut. Melalui media-media konvensional,
seperti Sputnik dan Russian Today (RT), pemerintah Rusia menyebarkan informasi secara
luas mengenai vaksin yang ternyata dianggap memiliki kekurangan dan kekhawatiran baru.
Rusia juga memanfaatkan saluran-saluran tersembunyi yang berfungsi melanjutkan
disinformasi kepada lingkungan yang dapat dijangkau 2. Upaya ini dibantu dengan provokasi
dari netizen dengan menciptakan bot untuk mengunggah posting di beberapa sosial media
untuk menyebarkan pemahaman anti-vaksin. Serangan ini berhasil mengubah pandangan dari
beberapa kelompok masyarakat konservatif di Amerika Serikat sehingga kelompok anti-
vaksin di negara tersebut juga semakin berkembang.
Sebenarnya, pemahaman anti-vaksin di Amerika Serikat sendiri bukanlah hal yang
baru di lingkungan masyarakat negara tersebut. Sejumlah orang sudah mengikuti pandangan
ini jauh sebelum adanya serangan provokasi dan disinformasi dari Rusia. Bahkan,
kemunculan dari pemahaman ini di Amerika Serikat telah diketahui sejak 1879. Hal tersebut
ditandai dengan kedatangan dari William Tebb, seorang pengusaha dari Inggris, di daratan
Amerika Serikat3. Kedatangan Tebb sendiri mempunyai misi untuk memperkenalkan tulisan-
tulisannya, dimana Tebb menulis dan menerbitkan sejumlah buku yang bertemakan

1 Patel, Manisha. “Increase in Measles Cases — United States, January 1–April 26, 2019.” MMWR. Morbidity and Mortality Weekly
Report 68 (2019). https://doi.org/10.15585/mmwr.mm6817e1.
2 “Security and Public Health: How and Why Do Public Health Emergencies Affect the Security of a Country? | NTI.” Accessed May 5,
2019. https://www.nti.org/analysis/articles/public-health-emergencies-security/.
3 Pager, Tyler, and Jeffery C. Mays. “New York Declares Measles Emergency, Requiring Vaccinations in Parts of Brooklyn.” The New
York Times, April 10, 2019, sec. New York. https://www.nytimes.com/2019/04/09/nyregion/measles-vaccination-williamsburg.html.
penentangan terhadap vaksinasi sebagai upaya yang seharusnya dilakukan. Tidak lama
kemudian, sejumlah kelompok terinspirasi dari penemuan Tebb dan membentuk kelompok
anti-vaksin di tiga negara bagian, yakni Illinois, California, dan Wisconsin. Jumlah anggota
dari perkumpulan tersebut terus membengkak hingga mencakup masyarakat di luar ketiga
negara bagian tersebut. Namun, perkembangan kelompok ini mulai terhambat ketika penyakit
variola mulai menyebar di sejumlah negara bagian dalam Amerika Serikat, termasuk ketiga
negara bagian asal dari kelompok anti-vaksin, pada tahun 1905. Fenomena tersebut
menyebabkan Mahkamah Agung di Amerika Serikat memutuskan untuk memberikan otoritas
kepada negara bagian agar mengharuskan vaksinasi terhadap warga demi menghadapi
penyebaran penyakit variola4. Walaupun tindakan ini terus mendapatkan pertentangan dari
sejumlah kelompok masyarakat dari berbagai negara bagian, pemberian vaksin memberikan
pengaruh besar terhadap pembasmian penyakit variola dan berbagai virus lainnya dalam
beberapa dekade kemudian.
Kasus penyebaran virus polio juga dapat menjadi contoh terhadap peningkatan
kepercayaan masyarakat atas vaksin, dimana terdapat 16.316 kasus (dan 1.879 kematian) di
dalam negara tersebut per tahunnya pada era 1951-1954. Pengenalan vaksin berhasil
menekan jumlah kasus hingga hanya sekitar seribu pada tahun 1962 dan seratus di tahun
berikutnya5. Selain polio, penggunaan vaksin yang semakin meningkat juga ditunjukkan
dalam kasus penyebaran virus campak pada tahun 1958-1962, dimana tercatat 503.282 kasus
(dan 432 kematian) per tahunnya. Tindakan vaksinasi memberikan sumbangan besar
terhadap terbebasnya negara tersebut dari virus ini pada 38 tahun kemudian yang ditandai
dengan pernyataan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC)6. Ini menunjukkan
masyarakat Amerika Serikat masih memiliki kepercayaan yang besar terhadap tindakan
vaksinasi sehingga kelompok anti-vaksin belum memiliki pengaruh dan jumlah anggota
secara signifikan di abad ke-20.
Namun, adanya provokasi dan disinfromasi dari Rusia membawa pengaruh baru bagi
masyarakat di Amerika Serikat mengenai pandangan terhadap vaksin. Disinformasi ini dalam
prosesnya memperkuat delegitimasi terhadap vaksin yang telah lama digunakan oleh
Amerika Serikat atas dasar kepercayaan.

4 “(8) The Economic and Human Toll of a Measles Outbreak - YouTube.” Accessed May 5, 2019. https://www.youtube.com/watch?
v=EzuWva8xA6k.
5 “U.S. Measles Cases Surge as Officials Scramble to Stop near-Record Outbreak.” Sun, Lena H. Washington Post. Accessed May 5, 2019.
https://www.washingtonpost.com/health/2019/04/22/us-measles-cases-surge-officials-scramble-stop-near-record-outbreak/.
6 Pager, Tyler, and Jeffery C. Mays. “New York Declares Measles Emergency, Requiring Vaccinations in Parts of Brooklyn.” The New
York Times, April 10, 2019, sec. New York. https://www.nytimes.com/2019/04/09/nyregion/measles-vaccination-williamsburg.html.
Semenjak campak berhasil diberantas dari daratan Amerika Serikat pada tahun 2000,
CDC menjelaskan bahwa presentase dari anak-anak yang tidak melakukan proses vaksinasi
bertambah empat kali lipat hingga tahun 20197. Tepatnya, lebih dari seratus ribu anak-anak
dan balita di negara tersebut tidak mendapatkan vaksin sama sekali dan jutaan lainnya hanya
menerima sejumlah suntikan penting tanpa atau tanpa perawatan lainnya. Sementara itu,
peningkatan dari presentase tersebut menjadi salah satu faktor penting dari kemunculan 644
kasus campak di Amerika Serikat pada tahun 2014 8. Jumlah kasus pada tahun tersebut
berbanding tiga kali lebih besar ketimbang tahun sebelumnya, dimana angka total kasus yang
dicatat hanya kurang dari 200. Bahkan, hal ini sangat kontras ketimbang tahun 2012, dimana
jumlah kasus campak di Amerika Serikat berjumlah kurang dari 100. Walaupun sempat
mengalami penurunan cukup signifikan pada tahun 2015, tren dari kasus campak setelahnya
menunjukkan peningkatan yang besar, dimana jumlah kasus yang tercatat pada tahun 2018
mencapai 4009.
Di saat yang sama, bots dan trolls dari netizen Rusia mulai membanjiri Twitter dan
media sosial lain dan terus berlanjut hingga saat ini. Broniatowski et al. (2018) melakukan
penelitian untuk mengekseminasi seberapa besar pengaruh dari tindakan tersebut terhadap
perdebatan vaksin dan penyebaran virus campak secara tidak langsung. Hasilnya, bots dan
trolls tersebut memiliki peran yang besar terhadap keyakinan masyarakat atas vaksin di
Amerika Serikat. Pada awalnya, pemahaman akan pentingnya vaksinasi untuk menghadapi
penyakit dan virus tertentu sudah mulai terbentuk dalam masyarakat. Akan tetapi, bots dan
trolls dari netizen Rusia berhasil menciptakan false argument yang memiliki pembuktian
sangat kuat sehingga masyarakat mampu terhasut oleh posting dari bots tersebut dan gagal
membentuk konsensus atas pentingnya vaksin10.
Secara detail, penelitian ini juga memperlihatkan bagaimana bots melancarkan
serangan disinformasi dengan menggunakan 1.793.690 tweet pada periode 2014-2017
sebagai sample penelitian. Tweet tersebut dipilih melalui pendekatan kualitatif, yakni
mengambil hashtag #VaccinateUS yang didesain sebagai hashtag interaktif dalam membahas
perdebatan atas vaksin dan teridentifikasi memiliki keterkaitan dengan trolls dari Rusia serta
Internet Research Agency, sebuah perusahaan yang didanai oleh pemerintah Rusia untuk
7 “U.S. Measles Outbreak Now in 22 States – What You Should Know.” Accessed May 5, 2019. https://www.redcross.org/about-us/news-
and-events/news/2019/u-s-measles-outbreak-what-you-should-know.html. and
https://www.cdc.gov/globalhealth/socialmedia/toolkits/global-world-immunization-week.html
8 Henney, Megan. “The Cost of This Century’s Worst Measles Outbreak.” Text.Article. FOXBusiness, April 27, 2019.
https://www.foxbusiness.com/healthcare/economic-cost-measles-outbreak.
9 Kirk, Katherine. “How Russia Sows Confusion in the U.S. Vaccine Debate.” Foreign Policy. Accessed May 5, 2019.
https://foreignpolicy.com/2019/04/09/in-the-united-states-russian-trolls-are-peddling-measles-disinformation-on-twitter/.
10 Menczer, Filippo, and Pik-Mai Hui. “Anti-Vaxxers Appear to Be Losing Ground in the Online Vaccine Debate.” The Conversation.
Accessed May 5, 2019. http://theconversation.com/anti-vaxxers-appear-to-be-losing-ground-in-the-online-vaccine-debate-114406.
melancarkan operasi secara daring11. Di antara akun-akun bots tersebut, akun yang
teridentifikasi oleh NBC News sebagai trolls dari Rusia memiliki interaksi terhadap tweet
mengenai vaksin yang lebih besar ketimbang pengguna Twitter pada umumnya. Selain itu,
tweet yang dibuat juga cenderung mendukung pemikiran anti-vaksin mengingat keyword
yang paling sering muncul dari bots tersebut adalah kata tersebut. Rusia juga mengerahkan
content polluters yang mengunggah pesan dan terlibat interaksi yang bertemakan anti-vaksin
dengan intensitas 75% lebih banyak ketimbang pengguna Twitter pada umumnya 12. Adanya
interaksi tersebut menyebabkan eskalasi perdebatan publik yang melibatkan pengguna
nyata/non-robot Twitter di Amerika Serikat, dan berkontribusi pada peningkatan jumlah anak
yang tidak mengikuti vaksinasi dari 0,9% pada 2011 menjadi 1,3% pada 2015 dan 5% pada
2018.
Peningkatan terhadap jumlah anak yang tidak melakukan vaksinasi disebabkan oleh
munculnya berbagai narasi atas vaksin dari bots dan trolls dari netizen Rusia tersebut.
Umumnya, narasi tersebut berkisar mengenai teori konspirasi, baik yang telah beredar
sebelumnya di dalam masyarakat maupun yang baru diciptakan. Target dari teori konspirasi
dari bots tersebut cenderung berfokus pada pemerintah Amerika Serikat. Sebagai contoh,
tweet dari salah satu bots meyakini bahwa pemerintah itu sendiri yang menciptakan virus dan
penyakit tertentu dan menjadikan vaksin sebagai bagian dari “bisnis” yang dijalankan
pemerintah negara. Selain itu, teori konspirasi lainnya juga menjelaskan bahwa vaksin
digunakan sebagai senjata oleh elite Yahudi atau organisasi dunia baru (seperti Freemason
dan Illuminati) dalam upaya menguasai seluruh wilayah di Bumi13.
Bots juga menyinggung soal keyakinan dalam upaya penyebaran pemahaman anti-
vaksin, dimana hal ini sering dijadikan sebagai argumen dalam perdebatan mengenai vaksin
itu sendiri. Bagi pemeluk agama Yahudi, vaksin dianggap memiliki komponen gelatin dan
unsur dari babi yang bertentangan dengan hukum agama tersebut. Alasan ini juga mirip
dengan pandangan Islam terhadap vaksin, tetapi beberapa kelompok fundamentalis memiliki
alasan lain, yakni tindakan vaksinasi adalah konspirasi dari negara-negara Barat untuk
menghancurkan generasi muda dari umat Muslim. Sementara bagi sebagai umat Kristen,
vaksin dapat merusak bait dari Allah mengingat benda tersebut dibuat dari bibit penyakit
serta terdapat penggunaan janin manusia untuk pembuatannya.

11 Ibid
12 Chris Marsden et al., Regulating Disinformation with Artificial Intelligence: Effects of Disinformation
Initiatives on Freedom of Expression and Media Pluralism, 2019, p. 15.
13 Neil MacFarquhar, “A Powerful Russian Weapon: The Spread of False Stories,” The New York Times,
August 28, 2016, https://www.nytimes.com/2016/08/29/world/europe/russia-sweden-disinformation.html.
Terakhir, unggahan bots menjelaskan bahwa penggunaan vaksin seharusnya menjadi
pilihan bagi masing-masing pribadi dalam masyarakat itu sendiri dan bukan merupakan
kewajiban yang harus dijalankan. Secara tidak langsung, menjadikan vaksin sebagai sesuatu
yang perlu dipenuhi juga akan bertentangan dengan ajaran dari beberapa aliran yang sangat
menentang pemakaiannya. Selain itu, kewajiban vaksinasi juga bisa menjangkau seseorang
terhadap suatu penyakit mengingat ada kemungkinan orang tersebut mengalami alergi atas
kandungan atau bahan dari vaksin tersebut.

Ardho
IMPLIKASI DAN PERAN AMERIKA SERIKAT SEBAGAI NEGARA UNTUK
MENGAMBIL TINDAKAN
Meskipun pada dasarnya masalah kesehatan -yang dalam kasus ini adalah vaksinasi
terhadap penyakit campak- merupakan suatu problematika yang terfokus pada keamanan
manusia, pandemi juga dapat berpengaruh terhadap keamanan negara baik dari segi politik,
ekonomi, maupun sosial.14 Beberapa pengaruhnya, antara lain :
a. Dari segi politik internal, adanya massive outbreak suatu pandemi dapat
menyebabkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat yang berpengaruh pada
menurunnya legitimasi pemerintah sehingga bisa saja menyebabkan ketidakstabilan
negara, meskipun levelnya dapat dikatakan berbeda-beda tergantung pada kondisi
kestabilan negara tersebut. Selain itu, meluasnya wabah pandemi yang tidak ditangani
dengan baik juga dapat berpengaruh terhadap ketidakpastian pemerintah dalam proses
pembuatan kebijakan dan keputusan, situasinya bisa dimanfaatkan oleh kelompok-
kelompok pembangkang negara untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat
sehingga berujung pada melemahnya keadaan politik-keamanan negara. Dalam kasus
ini, adanya disinformasi yang dipelopori oleh akun-akun bots Rusia dengan seolah-
olah memunculkan suatu debat level grassroot berkorelasi dengan menurunnya
kepercayaan masyarakat pada sistem pelayanan kesehatan publik dan melemahnya
pemerintah Amerika Serikat.15
b. Dari segi sosial, penyebaran pandemi yang tidak tertangani dengan baik dapat
menyebabkan disrupsi sosial, seperti keresahan masyarakat, krisis hubungan antar

14 Robert M Wolfe and Lisa K Sharp, “Anti-Vaccinationists Past and Present,” BMJ (Clinical Research Ed.)
325, no. 7361 (August 24, 2002): 431, https://doi.org/10.1136/bmj.325.7361.430.
15 Wendy K Mariner, George J Annas, and Leonard H Glantz, “Jacobson v Massachusetts: It’s Not Your
Great-Great-Grandfather’s Public Health Law,” American Journal of Public Health 95, no. 4 (April 2005): 583,
https://doi.org/10.2105/AJPH.2004.055160.
warga, dan ketidakstabilan sosial lainnya yang dapat berujung pada konflik kekerasan
di tengah-tengah masyarakat.
c. Dari segi ekonomi, meluasnya suatu penyakit dapat merugikan keuangan serta
sirkulasi ekonomi negara. Dari sisi ekonomi mikro, masalah kesehatan bisa
mempengaruhi ketersediaan dan produktivitas pekerja, turunnya pengeluaran
konsumen, serta keluarnya biaya penanggulangan dari perusahaan maupun
pemerintah domestik. Sementara di sisi ekonomi makro, meluasnya pandemi dapat
berimplikasi pada menurunnya investasi asing dan tingkat PDB suatu negara.
Beberapa bahaya di atas kemudian dapat kita lihat terjadi dalam kasus pandemi
campak yang terjadi Amerika Serikat ini. Sejak munculnya kembali pandemi campak di
tahun 2018 hingga April 2019 saat ini tercatat sebanyak 704 kasus (angka tertinggi dalam 25
tahun terakhir),16 kasus ini menimbulkan masalah sosial-politik dimana kebanyakan penderita
campak teridentifikasi merupakan anak-anak yang tidak divaksinasi dan orang tua dengan
sistem imun melemah -dan hal ini berangkat dari beberapa faktor seperti pengaruh kelompok
anti-vaksin yang menyebarkan berita bohong hingga kepercayaan religius seperti Yahudi
orthodoks sehingga mempengaruhi banyak orang termasuk keluarganya enggan untuk
menerima suntik vaksin.17 Dengan faktor-faktor tersebut, tidaklah mengherankan mengapa
pada akhirnya wabah pandemi campak yang terus meningkat ini mengakibatkan keresahan
masyarakat dan ketidakstabilan kondisi sosial.
Meluasnya epidemi campak ini kemudian berdampak pada sektor ekonomi. Salah
satu county di negara bagian AS, New York County, mendeklarasikan bahwa daerahnya
tersebut berada dalam status darurat (state of emergency) akibat epidemi campak sehingga
meminta bantuan keuangan maupun vaksin pada pemerintah negara bagian lain maupun pada
negara federal, dengan biaya rata-rata 10.376 USD per kasus. 18 Selain itu, dalam kaitannya
dengan ekonomi menurut Dr. Anthony Fauci sebagai direktur NIAID (National Institute of
Allergy and Infectious Diseases) dalam wawancara bersama CNBC, mengutip bahwa sejak
beberapa tahun dahulu bahwa biaya untuk vaksinasi yang digelontorkan oleh AS sebanyak 9
miliar USD jika dikaitkan dengan banyaknya warga AS yang tidak divaksinasi kemudian
terkena wabah campak justru merugikan Amerika Serikat sebanyak 4000 hingga 46.000 USD

16 “Achievements in Public Health, 1900-1999 Impact of Vaccines Universally Recommended for Children --
United States, 1990-1998,” Weekly (Center for Disease Control and Prevention, April 2, 1999).
17 “Achievements in Public Health, 1900-1999 Impact of Vaccines Universally Recommended for Children --
United States, 1990-1998,” (Center for Disease Control and Prevention)
18 Azhar Hussain et al., “The Anti-Vaccination Movement: A Regression in Modern Medicine,” Cureus 10,
no. 7 (July 3, 2018): e2919, https://doi.org/10.7759/cureus.2919.
mengingat dana vaksinasi sudah digelontorkan sejak awal justru berakhir tidak digunakan -
padahal dana tersebut bisa pula dialokasikan pada sektor lain.19
Penjelasan lebih lanjut mengenai kerugian ekonomi di atas dijelaskan seperti ini.
Melansir Fox Business, menurut Dr. Nate Smith (direktur dan pekerja di Departemen
Kesehatan Arkansas), wabah campak ini sangat merugikan bagi sistem kesehatan publik.
Dalam penjelasannya, setiap kasus yang ditangani selalu membutuhkan biaya yang berkisar
hingga 50.000 USD (dikarenakan penyebaran penyakit yang sangat cepat meluas dan sulit
terdeteksi) -dimana uang tersebut dapat menghasilkan banyak vaksin jika dialokasikan-,
sehingga jika dihitung dengan lebih kurang 700 kasus hingga saat ini membutuhkan biaya
terestimasi lebih dari 30 juta USD, apalagi jika ditambah dengan biaya investigasi yang dapat
mencapai hingga 70.000 USD per 2 kasus.20 Jika wabah pandemi campak yang diperparah
dengan gerakan anti-vaksin yang menyebar luas di masyarakat tidak cepat ditangani, biaya
sebesar ini tentunya dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar sehingga berpotensi
memperlambat ekonomi dan kekuatan finansial negara.
Dengan perkiraan kerugian yang begitu besar, tentunya Amerika Serikat sebagai
negara yang berkomitmen untuk menjamin penyediaan jaminan kesehatan bagi warganya
mempunyai peran penting untuk menjamin negaranya tetap berada dalam level aman di
berbagai sektor. Meskipun aktor-aktor selain negara seperti LSM maupun perusahaan-
perusahaan terkait juga turut melakukan usaha dalam mengatasi penyebaran pandemi
campak, usaha-usaha ini dapat berujung pada kegagalan tanpa adanya campur tangan aktor
dengan power terkuat, yaitu negara untuk mengambil tindakan mengatasi wabah pandemi
campak ini. Dalam hal ini, beberapa langkah yang kemudian dilakukan AS, antara lain :
1. Denda finansial. Sebagai upaya mengatasi wabah campak, banyak pemerintah negara
bagian yang kemudian menetapkan denda uang bagi warga yang enggan untuk
mendapatkan suntik vaksin campak. Salah satu contoh adalah denda uang sebanyak
1000 USD yang ditetapkan oleh pemerintah New York City bagi warganya yang
tidak/enggan melakukan vaksinasi menyusul status darurat yang ditetapkan oleh
pemerintah negara bagian tersebut.21

19 M Patel, A D Lee, S B Redd, et al., “Increase in Measles Cases — United States, January 1–April 26, 2019,”
MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2019: 402. DOI: http://dx.doi.org/10.15585/mmwr.mm6817e1
external icon.
20 M Patel, A D Lee, S B Redd, et al., “Increase in Measles Cases — United States, January 1–April 26, 2019,”
21 David A Broniatowski et al., “Weaponized Health Communication: Twitter Bots and Russian Trolls
Amplify the Vaccine Debate,” American Journal of Public Health 108, no. 10 (October 2018): 1380,
https://doi.org/10.2105/AJPH.2018.304567.
2. Bekerjasama dengan organisasi-organisasi yang berfokus pada masalah kesehatan.
Dalam hal ini, Palang Merah Amerika (American Red Cross) bekerjasama dengan
CDC (Center for Disease Control and Prevention), WHO (World Health
Organization), dan UNICEF untuk terus memberikan bantuan dana hingga vaksinasi
langsung kepada masyarakat Amerika yang membutuhkan. Selain itu, organisasi ini
bersama pemerintah juga turut melakukan kampanye media sosial lewat penggalakan
tagar seperti #WorldImmunizationWeek, #ProtectedTogether, dan #VaccinesWork
agar dapat meyakinkan masyarakat untuk melakukan vaksinasi pencegahan wabah
seperti campak kali ini.22
Meskipun wabah pandemi campak ini masih menyebar hingga saat ini, penelitian
terbaru mengatakan bahwa gerakan anti-vaksin menunjukkan tren penurunan di dunia maya
dikarenakan banyaknya kampanye, akun berpengaruh, serta “testimoni” keberhasilan
penggunaan vaksin dalam mengatasi penyakit campak maupun lainnya.23 Akun bots dan
trolls yang melakukan propaganda anti-vaksin tersebut (yang setelah diteliti mempunyai
keterkaitan dengan akun trolls serupa dalam pemilu Amerika Serikat 2016) kurang
mempunyai akun berpengaruh (akun seperti @LotusOak dan @ViraBurnayeva yang cukup
berpengaruh dengan tanggap ditangguhkan keaktifannya oleh Twitter) sehingga retweet yang
diperoleh berada di bawah dibandingkan dengan akun-akun pro-vaksin yang kebanyakan
terverifikasi, seperti @WHO, @UNICEF, @gavi, Vaccine Alliance, serta selebritas seperti
@ChelseaClinton dan @luciapediatra.24 Walaupun begitu, upaya “kecil-kecilan” saja tidaklah
cukup karena bahkan suara minoritas pun dapat mempengaruhi orang-orang banyak,
sehingga pada akhirnya masih diperlukan upaya komprehensif terstruktur dari negara dan
seluruh pihak terkait untuk mewujudkan dan menjamin keamanan bagi seluruh masyarakat
yang ada dalam ancaman wabah pandemi ini.

REFERENSI (ardho)

22 David A Broniatowski et al., “Weaponized Health Communication: Twitter Bots and Russian Trolls
Amplify the Vaccine Debate,” American Journal of Public Health 108, no. 10 (October 2018): 1382.
23 David A Broniatowski et al., “Weaponized Health Communication: Twitter Bots and Russian Trolls
Amplify the Vaccine Debate,” American Journal of Public Health 108, no. 10 (October 2018): 1383.
24 Ayelet Evrony and Arthur Caplan, “The Overlooked Dangers of Anti-Vaccination Groups’ Social Media
Presence,” Human Vaccines & Immunotherapeutics 13, no. 6 (April 13, 2017): 1,
https://doi.org/10.1080/21645515.2017.1283467.
Menczer, Filippo, and Pik-Mai Hui. “Anti-Vaxxers Appear to Be Losing Ground in the
Online Vaccine Debate.” The Conversation. Accessed May 5, 2019.
http://theconversation.com/anti-vaxxers-appear-to-be-losing-ground-in-the-online-
vaccine-debate-114406.
“(8) The Economic and Human Toll of a Measles Outbreak - YouTube.” Accessed May
5, 2019. https://www.youtube.com/watch?v=EzuWva8xA6k.
Kirk, Katherine. “How Russia Sows Confusion in the U.S. Vaccine Debate.” Foreign
Policy. Accessed May 5, 2019. https://foreignpolicy.com/2019/04/09/in-the-united-
states-russian-trolls-are-peddling-measles-disinformation-on-twitter/.
Pager, Tyler, and Jeffery C. Mays. “New York Declares Measles Emergency, Requiring
Vaccinations in Parts of Brooklyn.” The New York Times, April 10, 2019, sec. New
York. https://www.nytimes.com/2019/04/09/nyregion/measles-vaccination-
williamsburg.html.
“Security and Public Health: How and Why Do Public Health Emergencies Affect the
Security of a Country? | NTI.” Accessed May 5, 2019.
https://www.nti.org/analysis/articles/public-health-emergencies-security/.
Henney, Megan. “The Cost of This Century’s Worst Measles Outbreak.” Text.Article.
FOXBusiness, April 27, 2019. https://www.foxbusiness.com/healthcare/economic-
cost-measles-outbreak.
“U.S. Measles Cases Surge as Officials Scramble to Stop near-Record Outbreak.” Sun,
Lena H. Washington Post. Accessed May 5, 2019.
https://www.washingtonpost.com/health/2019/04/22/us-measles-cases-surge-
officials-scramble-stop-near-record-outbreak/.
“U.S. Measles Outbreak Now in 22 States – What You Should Know.” Accessed May 5,
2019. https://www.redcross.org/about-us/news-and-events/news/2019/u-s-measles-
outbreak-what-you-should-know.html.
Patel, Manisha. “Increase in Measles Cases — United States, January 1–April 26, 2019.”
MMWR. Morbidity and Mortality Weekly Report 68 (2019).
https://doi.org/10.15585/mmwr.mm6817e1.
Schaake, Marietje. “Measles Outbreak Is a Reminder of the Power of Viral
Information.” Financial Times, April 23, 2019.
https://www.ft.com/content/fe0b1a20-651b-11e9-b809-6f0d2f5705f6.
Marsden, Chris, Trisha Meyer, European Parliament, European Parliamentary Research
Service, and Scientific Foresight Unit. Regulating Disinformation with Artificial
Intelligence: Effects of Disinformation Initiatives on Freedom of Expression and
Media Pluralism, 2019.
http://www.europarl.europa.eu/RegData/etudes/STUD/2019/624279/EPRS_STU(20
19)624279_EN.pdf.
MacFarquhar, Neil. “A Powerful Russian Weapon: The Spread of False Stories.” The
New York Times, August 28, 2016.
https://www.nytimes.com/2016/08/29/world/europe/russia-sweden-
disinformation.html.
Wolfe, Robert M, and Lisa K Sharp. “Anti-Vaccinationists Past and Present.” BMJ
(Clinical Research Ed.) 325, no. 7361 (August 24, 2002): 430–32.
https://doi.org/10.1136/bmj.325.7361.430.
Mariner, Wendy K, George J Annas, and Leonard H Glantz. “Jacobson v Massachusetts:
It’s Not Your Great-Great-Grandfather’s Public Health Law.” American Journal of
Public Health 95, no. 4 (April 2005): 581–90.
https://doi.org/10.2105/AJPH.2004.055160.
“Achievements in Public Health, 1900-1999 Impact of Vaccines Universally
Recommended for Children -- United States, 1990-1998.” Weekly. Center for
Disease Control and Prevention, April 2, 1999.
Hussain, Azhar, Syed Ali, Madiha Ahmed, and Sheharyar Hussain. “The Anti-
Vaccination Movement: A Regression in Modern Medicine.” Cureus 10, no. 7 (July
3, 2018): e2919–e2919. https://doi.org/10.7759/cureus.2919.
Patel, M, A D Lee, S B Redd, et al. Increase in Measles Cases — United States, January
1–April 26, 2019. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2019: 402–404. DOI:
http://dx.doi.org/10.15585/mmwr.mm6817e1.
Broniatowski, David A, Amelia M Jamison, SiHua Qi, Lulwah AlKulaib, Tao Chen,
Adrian Benton, Sandra C Quinn, and Mark Dredze. “Weaponized Health
Communication: Twitter Bots and Russian Trolls Amplify the Vaccine Debate.”
American Journal of Public Health 108, no. 10 (October 2018): 1378–84.
https://doi.org/10.2105/AJPH.2018.304567.
Evrony, Ayelet, and Arthur Caplan. “The Overlooked Dangers of Anti-Vaccination
Groups’ Social Media Presence.” Human Vaccines & Immunotherapeutics 13, no. 6
(April 13, 2017): 1–2. https://doi.org/10.1080/21645515.2017.1283467.

Anda mungkin juga menyukai