46187-Article Text-83836-1-10-20220602
46187-Article Text-83836-1-10-20220602
Juyyinatul Isnafi’iyah
S1Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya
juyyinatul.18017@mhs.unesa.ac.id
Hananto Widodo
S1Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya
hanantowidodo@unesa.ac.id
Abstrak
Tindakan pemerintah dalam mengatasi transmisi hoaks melalui pelambatan dan pemutusan akses
internet saat terjadi demonstrasi di Papua pada kurun waktu pertengahan 2019 direspon dengan
gugatan dan menghasilkan Putusan No. 230/G/TF/2019/PTUN-JKT. Pemerintah (tergugat)
menganggap hal tersebut merupakan diskresi dan telah memenuhi syarat alternatif diskresi Pasal 1
angka 9 UU AP. Penelitian penting dilakukan karena pemutusan dan pelambatan akses internet
masih dianggap sebagai bagian dari diskresi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis
pertimbangan hakim serta akibat hukum dari putusan yang memutus tindakan pemerintah dalam
pelambatan dan pemutusan akses internet merupakan perbuatan melawan hukum. Jika dilihat
mengenai jenis penelitian, maka penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang
menggunakan pendekatan perundang-undangan, kasus, dan konseptual. Sebagai sumber analisis,
digunakan bahan hukum primer dan sekunder, yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan
teknik analisis yang digunakan ialah deskriptif preskriptif. Hasil dari penelitian diketahui jika
tindakan pemerintah dalam objek sengketa telah menyalahi kewenangannya karena tidak
terpenuhinya unsur diskresi. Sehingga sebaiknya pembatasan akses internet hanya pada konten
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Penulis setuju dengan pertimbangan
hukum hakim berkaitan dengan tidak terpenuhinya unsur diskresi, disini penulis menambahkan
prespektif lain yang mendukung berkaitan dengan unsur diskresi dari literatur dan doktrin yang
telah ada. Akibat hukum dari putusan yang ada adalah pemerintah tidak dapat melakukan
pemutusan dan pelambatan akses internet secara masif pada wilayah tertentu.
Kata Kunci: pemutusan dan pelambatan, internet, diskresi
Abstract
Government actions in overcoming hoaks transmission through slowing and termination of internet
access during a demonstration in Papua in the mid -2019 period were responded with a lawsuit
and produced Decision No. 230/G/TF/2019/PTUN-JKT. The government (Defendant) considers
this to be a discretion and has met the alternative requirements for discretion Article 1 number 9
AP Law. Important research was conducted because the termination and slowing of internet access
is still considered part of discretion. This research was conducted to analyze judges' considerations
and the legal consequences of decisions that decide government actions in the slowdown and
termination of internet access is an act against the law. When viewed regarding the type of
research, this research is a normative legal research that uses the legislation approach, case, and
conceptual. As a source of analysis, primary and secondary legal materials are used through
literature studies and analytical techniques used are descriptive prescriptive. The results of the
1
Jurnal Hukum: Novum
study are known if the government's actions in the object of the dispute have violated their
authority because of the not fulfilling the element of discretion. So that it should be restricted and
slowing internet access only to content that is contrary to the laws and regulations. The author
agrees with the judge's legal considerations related to the not fulfilling the element of discretion,
here the authors add other perspectives that support relating to the elements of discretion from the
literature and the existing doctrine. As a result of the law of the existing decision is that the
government cannot terminate and slow down internet access in a certain area.
Keywords: disconnection and throttling, internet, discretion
PENDAHULUAN 2019b). Pelambatan tersebut berlanjut hingga
Demokrasi untuk dapat dikatakan sebagai dilakukannya pemblokiran sementara layanan data
demokrasi yang baik dalam tataran praktis, maka telekomunikasi yang dimulai pada 21 Agustus 2021
harus diperoleh melalui konvensi antara pemerintah yang disampaikan pada
dengan rakyatnya (Dwiyanti, Budiartha, and
Widyantara 2021). Permufakatan akan terjadi jika Siaran Pers No. 155/HM/KOMINFO/08/2019, dengan
kedua belah pihak sama-sama menjunjung hak asasi tujuan untuk memulihkan situasi (Kominfo 2019d). 23
manusia, hukum, dan nilai demokrasi itu sendiri Agustus 2019, situasi pada beberapa daerah di Papua
(Patrika 2013). Permufakatan tersebut diperoleh dan Papua Barat telah berangsur pulih namun
ketika aspirasi atau pendapat mampu dikelola dengan penyebaran informasi-informasi yang provokatif
baik, salah satu sarana dalam menyampaikan pendapat masih tetap berlanjut melalui ratusan ribu akun media
di hadapan khalayak ramai adalah melalui unjuk rasa sosial. Sehingga Pemerintah memutuskan untuk tetap
atau demonstrasi. Ketika kesadaran dari masing- memblokir layanan internet dengan tetap membuka
masing pihak belum tercapai, maka demonstrasi dapat akses komunikasi telepon dan SMS (Kominfo 2019f).
berujung pada anarkisme dan kekerasan. Kekerasan Akses terhadap internet dibuka secara bertahap untuk
terjadi lantaran kesenjangan pada ranah ekspektasi beberapa daerah dengan rentan waktu yang dimulai
terhadap suatu nilai yang tidak sejalan dengan pada 4 September 2019 terhadap 19 Kabupaten di
kapabilitas nilai (Santoso 2002). Ekspektasi nilai Provinsi Papua dan 10 Kabupaten di Provinsi Papua
dimaknai sebagai manifes dari himpunan norma yang (Kominfo 2019e). Hingga pada 13 September 2019
superior bagi lingkungan sosial dan kultur, sedangkan menyisakan 15% wilayah di Provinsi Papua dan
kapabilitas nilai merupakan kualitas nilai rerata Papua Barat yang akses internetnya masih dipantau
anggota dari kolektivitas yang dirasa dapat dicapai untuk pembukaan kembali layanan data internet
dan dipertahankan (Gurr 1970). Meskipun secara (Kominfo 2019a). Namun, akibat timbulnya
praktik penyampaian pendapat melalui demonstrasi kerusuhan kembali pada 23 September 2019 di
cenderung beralih menjadi aksi-aksi anarkis yang Wamena, Pemerintah kembali melakukan pembatasan
merugikan (Hasse 2012), negara harus tetap mampu akses internet di Kabupaten Wamena (Kominfo
memberikan ruang rakyatnya untuk menyampaikan 2019c). Termasuk 15% wilayah yang pada 13
pendapat. September akses internetnya belum dibuka, maka
Hal tersebut merupakan sebuah kewajiban, pada 28 September 2019 mulai pukul 09.00 WIT
karena secara konstitutif kedudukan rakyat dalam akses internet di semua daerah Provinsi Papua dan
menyampaikan pendapat telah secara khusus dimuat Papua Barat telah dikembalikan seperti semula
dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang (Kominfo 2021). Sehingga dapat disimpulkan
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka pembatasan terhadap akses internet di Papua dan
Umum (selanjutnya disebut UU No. 9/1998). Pada Papua Barat terjadi untuk jangka waktu 40 hari, yaitu
Pasal 1 angka 1 UU No. 9/1998 telah dijelaskan 19 Agustus 2019 hingga 28 September 2019.
bahwa kemerdekaan diberikan kepada rakyat dalam Tindakan pembatasan maupun pemblokiran
menyampaikan pendapat secara bebas dan terhadap akses internet tersebut direspon Aliansi
bertanggung jawab selama tidak bertentangan dengan Jurnalis Independen (AJI) dan Pembela Kebebasan
ketentuan perundang-undangan. Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet) dengan
Pemerintah merespon penyebaran informasi melakukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara
tersebut dengan melakukan pelambatan akses internet Jakarta pada Desember 2019 dan telah diputus
atau throttling bertahap yang dimulai pada 19 Agustus berdasarkan Putusan No. 230/G/TF/2019/PTUN-JKT.
2021 pukul 13.00 WIT di daerah-daerah Papua dan Pihak tergugat dalam perkara tersebut ialah Menteri
Papua Barat sebagaimana disampaikan dalam Siaran Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
Pers No. 154/HM/KOMINFO/08/2019 (Kominfo sebagai Tergugat I dan Presiden Republik Indonesia
2
Analisis Yuridis Putusan Pengadilan…
sebagai Tergugat II. Dalam dalil gugatannya, keamanan dan kepentingan negara sehingga
Penggugat mengatakan jika kerugian dialami oleh penggunaan internet mampu untuk dapat dipastikan
para wartawan yang ada di Papua dan Papua Barat tidak bertentangan dengan perundang-undangan,
karena tidak mampu melakukan pekerjaan sehari-hari sehingga berdasarkan asas contrarius actus
untuk memenuhi hak informasi masyarakat sebagai (Nuswanto 2020) kewenangan dalam memberikan
akibat pelambatan dan pemblokiran internet. Tergugat layanan dapat juga berarti mencabut pelayanan jika
I dalam jawabannya menerangkan jika pelambatan hal tersebut memang ditujukan untuk keamanan
dan pemblokiran internet dilakukan karena negara. Dasar hukum mengenai pemutusan terhadap
penyebaran berita bohong, narasi provokatif dan akses internet telah termaktub dalam Pasal 40 ayat
disinformasi berkaitan dengan aksi-aksi masa di kedua (2b) UU ITE 2016 namun dalam hal teknis
Provinsi Tersebut, hal tersebut telah diterangkan pelaksanaan belum ada hukum positif yang mengatur,
dalam Siaran Pers Kementerian Komunikasi dan karenanya dalam hal ini pemerintah dapat
Informasi dari 19 Agustus 2019 hingga 28 Agustus menggunakan dasar hukum Pasal 9 ayat (4) UU AP
2019. Hakim memenangkan gugatan Penggugat dan yang memberikan ruang Pemerintah untuk mengambil
memutuskan jika pelambatan dan pemblokiran akses tindakan sepanjang ditujukan untuk kemanfaatan
internet di Papua dan Papua Barat dari kurun waktu 19 masyarakat umum serta tidak bertentangan dengan
Agustus 2019 hingga 28 September 2019 merupakan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB),
perbuatan melawan hukum oleh penguasa. Dalam tindakan tersebut dikenal dengan diskresi. Pada Pasal
pertimbangannya, majelis hakim berpendapat jika 1 angka 9 memberikan definisi mengenai diskresi,
diskresi yang dilakukan pemerintah tidak memenuhi pasal tersebut berbunyi:
unsur tujuan diskresi Pasal 22 ayat (2) huruf b “Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan
Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat
Administrasi Pemerintahan (selanjutnya disebut UU Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret
yang dihadapi dalam penyelenggaraan
AP) yaitu mengenai kekosongan hukum, karena unsur
pemerintahan dalam hal peraturan perundang-
tujuan diskresi dalam ayat tersebut bersifat kumulatif undangan yang memberikan pilihan, tidak
sehingga kesemua unsur tujuan diskresi harus mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas,
terpenuhi. Sedangkan, alasan pemerintah dalam dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.”
mengambil tindakan pemutusan dan pelambatan Dari definisi tersebut dapat diambil unsur untuk
internet dikarenakan ketiadaan hukum yang mengatur dapat dilakukannya diskresi, yaitu:
mengenai aturan teknis dalam menerapkan Pasal 40 a) Undang-undang memberikan pilihan;
ayat (2b) berkaitan dengan pemutusan akses informasi b) Ketiadaan undang-undang yang mengatur;
elektronik dan/atau dokumen elektronik. Pasal c) Undang-undang tidak lengkap;
tersebut berbunyi: d) Undang-undang tidak jelas, dan/atau
“Dalam melakukan pencegahan s6lagaimana e) Stagnasi pemerintahan.
dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang Penggunaan kata “dan/atau” dalam definisi
melakukan pemutusan akses dan/atau tersebut mengindikasikan jika unsur diskresi
memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem merupakan unsur alternatif. Dalam pertimbangan
Elektronik untuk melakukan pemutusan akses
hakim, hakim memilih menggunakan tujuan diskresi
terhadap Informasi Elektronik dan/ atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan sebagai unsur untuk dapat dilakukannya diskresi, yaitu
yang melanggar hukum.” ada pada Pasal 22 ayat (2) UU AP yang berbunyi:
Majelis hakim berpendapat Pasal 40 ayat (2b) “Setiap penggunaan Diskresi Pejabat
jika dianggap sebagai kekosongan hukum, maka letak Pemerintahan bertujuan untuk:
kekosongan hukum bukan pada peraturan teknis tetapi 1. melancarkan penyelenggaraan
pemerintahan;
permasalahan mengenai ada tidaknya undang-undang
2. mengisi kekosongan hukum;
yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah 3. memberikan kepastian hukum; dan
untuk melakukan pemutusan akses jaringan internet, 4. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam
bukan terbatas pada pemutusan akses Informasi keadaan tertentu guna kemanfaatan dan
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang kepentingan umum.”
memiliki muatan melanggar hukum. Kata “dan” yang ada pada huruf c menjadikan
Pasal 40 ayat (2b) UU ITE 2016 diatas landasan hakim untuk berpendapat jika unsur diskresi
merupakan implementasi ayat (2) dan (2a) yang merupakan unsur kumulatif. Sehingga, dalil Tergugat
bertujuan untuk menjaga ketertiban umum, serta I dalam duplik mengenai objek sengketa dilakukan
3
Jurnal Hukum: Novum
karena menerapkan kewenangan diskresi untuk Pelambatan dan Pemutusan Akses Internet di
mengisi kekosongan hukum tidak berlaku di mata
Provinsi Papua”
hakim, karena kekosongan tidak terjadi pada
ketiadaan aturan teknis atau Standard Operasional
METODE
Prosedur (SOP) untuk melakukan pemutusan akses
Putusan No. 230/G/TF/2019/PTUN-JKT
internet, tetapi isu kekosongan hukum ada pada ada
memutus tindakan pelambatan dan pemutusan akses
tidaknya undang-undang yang memberikan
internet oleh pemerintah bukanlah sebuah diskresi dan
kewenangan kepada Pemerintah untuk melakukan
merupakan perbuatan melawan hukum. Untuk
pemutusan akses jaringan internet bukan hanya
menelaah dasar kewenangan dari tindakan pelambatan
pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik
dan pemutusan akses internet tersebut, dilakukan studi
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
hukum dengan sumber-sumber hukum, sumber hukum
yang melanggar hukum.
yang digunakan utama yaitu peraturan perundang-
Pada dasarnya, hakim dalam Putusan No.
undangan. Analisa dilakukan pada pertimbangan
230/G/TF/2019/PTUN-JKT lebih mempertimbangkan
hakim yang memutus Tergugat melakukan perbuatan
mengenai pelambatan (throttling) dan pemblokiran
melawan hukum oleh penguasa, karenanya penelitian
akses internet dari sisi Hak Asasi Manusia (HAM).
ini merupakan penelitian hukum normatif.
Majelis lebih banyak mempertimbangkan dalil
Penelitian ini menggunakan pendekatan
Penggugat mengenai objek gugatan yang dilakukan
perundang-undangan karena akan meneliti tindakan
tidak sesuai dengan prinsip pembatasan HAM yang
pelambatan dan pemutusan akses internet oleh
dalam keadaan darurat sebagaimana diatur dalam
pemerintah melalui norma perundang-undangan yang
Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Pengganti
ada. Pendekatan kedua yang digunakan yaitu
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang
pendekatan kasus, dimana objek kajian meneliti
Keadaan Bahaya. Hak asasi yang dijadikan dalil
Putusan No. 230/G/TF/2019/PTUN-JKT. Pendekatan
penggugat berkaitan dengan hak atas kebebasan akses
ketiga yang digunakan yaitu pendekatan konseptual
terhadap informasi yang mana selama terjadi
untuk menelaah diskresi yang dilandaskan pada Pasal
pembatasan dan/atau pemblokiran internet mengalami
40 ayat (2b) UU ITE 2016 yang dianggap tidak
kesulitan dalam memutuskan benar atau tidaknya
memiliki peraturan teknis terkait pemutusan akses
suatu informasi yang berdampak pula pada hak
informasi elektronik/dokumen elektronik.
ekonomi Para Penggugat. Penulis tertarik untuk
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian
melakukan analisis mendalam dengan menguji
ini ialah bahan hukum primer yang berupa peraturan
diskresi yang dilakukan Tergugat I karena diskresi
perundang-undangan serta objek putusan yang akan
merupakan unsur penting dari penyelenggaraan
dianalisis. Bahan hukum sekunder berupa buku,
pemerintahan terkait objek sengketa yang memang
artikel, dan jurnal hukum ilmiah. Bahan-bahan hukum
belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.
tersebut diperoleh melalui studi kepustakaan yang
Meskipun memang penggunaan diskresi akan tetap
akan dianalisis secara deskriptif dan preskriptif,
bersangkut paut dengan HAM individu.
sehingga penelitian dapat bermanfaat dalam lingkup
Perbedaan penggunaan kata yang ada pada Pasal yang luas.
1 angka 9 dengan Pasal 22 ayat (2) UU AP
menjadikan alasan gugurnya unsur kekosongan
hukum untuk dilakukannya diskresi yang didalilkan HASIL DAN PEMBAHASAN
Tergugat I, terlebih hakim tidak menganggap objek A. Analisis Ratio Decidendi Putusan No.
sengketa merupakan kekosongan hukum. 230/G/TF/2019/PTUN-JKT
Pertimbangan-pertimbangan tersebut menarik untuk Objek sengketa dalam Putusan No.
dilakukan telaah lebih jauh sebab putusan yang 230/G/TF/2019/PTUN-JKT⠀merupakan salah
dihasilkan dapat menjadikan preseden untuk tindakan satu bentuk perluasan KTUN dalam Pasal 87 UU AP.
⠀ ⠀ ⠀
administratif selanjutnya oleh pemerintah. Uraian Jika sebelumnya keputusan selalu dikaitkan dengan
⠀ ⠀
tersebut mendasari peneliti untuk melakukan analisis sifatnya yang konkret, individual, dan final, di mana
⠀ ⠀ ⠀
terhadap Putusan PTUN Jakarta dengan No. putusan yang tidak ⠀ mencakup tiga hal itu ⠀
230/G/TF/2019/PTUN-JKT dalam artikel yang secara kumulatif maka tidak dapat diajukan ke
⠀ ⠀
berjudul “Analisis Yuridis Putusan Pengadilan PTUN. Namun dalam UU Administrasi Pemerintahan
⠀ ⠀
4
Analisis Yuridis Putusan Pengadilan…
a. “Penetapannya merupakan penetapan ⠀ Tindakan faktual ini merupakan istilah baru yang
⠀ ⠀
lainnya. ⠀
menangani objek berupa tindakan ⠀
Usaha Negara
⠀ dan UU Administrasi ⠀
ini dialihkan dan diselesaikan oleh PTUN (Ridwan et
⠀ ⠀ ⠀
Apabila dibandingkan dengan kriteria sebuah ⠀ Disaat bersamaan, tindakan pemerintah⠀tersebut juga
⠀
berbunyi:
“penetapan tertulis”⠀dalam UU PTUN⠀ini menunjuk
“Ruang lingkup pengaturan administrasi
kepada⠀isi dan bukan⠀kepada bentuk keputusan⠀yang
pemerintahan dalam undang-undang ini meliputi
dikeluarkan oleh Badan⠀atau Pejabat tata⠀usaha semua aktifitas:
negara. Keputusan⠀itu memang diharuskan⠀tertulis, a. “Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
namun yang⠀disyaratkan tertulis bukanlah⠀bentuk menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan
formalnya seperti⠀surat keputusan pengangkatan⠀dan dalam lingkup lembaga eksekutif;
sebagainya. Persyaratan⠀tertulis itu b. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan
diharuskan⠀untuk⠀kemudahan dalam⠀segi pembuktian
dalam lingkup lembaga yudikatif;
(Dola⠀Riza 2018). Administrasi⠀pemerintahan tidak
5
Jurnal Hukum: Novum
6
Analisis Yuridis Putusan Pengadilan…
Tahun 2012 yang pada saat Tindakan Pemerintahan sebagai⠀kata penghubung. Bunyi⠀Pasal 1 angka⠀9
dilakukan masih berlaku.” UU AP⠀tersebut ialah:
Objek sengketa dalam Putusan No. “Diskresi adalah⠀Keputusan dan/atau
230/G/TF/2019/PTUN-JKT⠀didapati karena Tindakan⠀yang ditetapkan dan/atau⠀dilakukan
oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi
ketiadaan dalam⠀pengaturan yang jelas terkait⠀cara persoalan konkret yang dihadapi dalam
pembatasan dan⠀pemblokiran internet.⠀ Dalam UU penyelenggaraan pemerintahan dalam hal
ITE⠀baik sebelum atau setelah⠀perubahan berulang peraturan perundang-undangan yang
kali⠀dinyatakan bahwa kewenangan⠀pemerintah memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak
seharusnya ada⠀pada membatasi ‘muatan’⠀atau lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya
stagnasi pemerintahan.”
‘konten’ yang⠀dinilai melanggar. Pembatasan⠀akses
Jikalau⠀hakim menganggap
internet hakikatnya⠀hanya mencegah
tindakan⠀pemerintah (objek gugatan)⠀ditinjau dari
penyebaran⠀konten dari satu sisi, yang tidak
unsur⠀alternatif, maka alasan stagnasi⠀pemerintahan
menyelesaikan permasalahan. Karena pada
merupakan alasan⠀yang cukup untuk⠀mengadakan
akhirnya⠀penyebaran konten hoaks,⠀rasis, ujaran
objek sengketa.⠀Sejalan dengan pendapat⠀Dr. Dian
kebencian,⠀maupun provokasi tetap dapat⠀terjadi
Puji⠀N. Simatupang, dalam⠀melakukan pengujian
melalui platform⠀lain yang tidak⠀dibatasi pemerintah,
kewenangan⠀atributif mengenai diskresi⠀yang utama
misalnya⠀layanan pesan singkat⠀(SMS) atau
ialah⠀mengenai kemanfaatannya bagi⠀umum, bukan
saluran⠀telepon.
pada⠀kekosongan hukum (Simatupang 2020). Ridwan
Dalam pembatasan akses⠀internet tersebut
memberikan pendapat mengenai alasan diperlukannya
juga⠀tidak dijelaskan tingkat⠀gradasi urgensi
diskresi sebagai berikut (Ridwan 2011):
dan⠀durasinya. Akibatnya, pemerintah⠀terkesan tidak
“Dalam⠀konsepsi negara hukum
transparan⠀dan sewenang-wenang dalam⠀menentukan modern,⠀diskresi, discretion (Inggris),
kapan dan⠀berapa lama akses⠀internet masyarakat discretionair⠀(Perancis), freies
dibatasi.⠀Pemerintah hanya memberikan⠀keterangan ermessen⠀(Jerman) mutlak dibutuhkan⠀oleh
bahwa akses⠀internet akan kembali⠀dibuka jika pemerintah dan⠀kepadanya melekat
keadaan⠀sudah kondusif, tanpa⠀adanya kepastian wewenang⠀itu (inherent aan⠀het bestuur),
sejalan⠀dengan meningkatnya
yang⠀jelas kepada masyarakat.⠀Pemerintah juga⠀baru
tuntutan⠀pelayanan publik yang⠀harus diberikan
mulai menghentikan pemblokiran⠀internet setelah pemerintah⠀terhadap kehidupan sosial⠀ekonomi
dua⠀minggu yang tidak dilakukan⠀secara langsung para warga⠀yang kian⠀komplek.”
pada⠀semua wilayah karena beberapa⠀pertimbangan Diskresi⠀sendiri diartikan sebagai⠀salah satu
keamanan. Kondisi⠀tersebut sebenarnya sarana yang⠀memberikan ruang bergerak⠀bagi
dapat⠀dipahami bila pemerintah⠀menjelaskan secara pejabat atau badan-badan⠀administrasi negara
transparan⠀tentang indikator dan⠀parameter untuk⠀melakukan tindakan tanpa⠀harus terikat
pembatasan internet, serta situasi kurang⠀kondusif sepenuhnya⠀pada undang-undang, atau⠀tindakan
seperti apa⠀yang mengharuskan yang dilakukan⠀dengan mengutamakan
pemblokiran.⠀Dengan begitu, masyarakat,⠀khususnya pencapaian⠀tujuan (doelmatigheid) daripada⠀sesuai
di⠀wilayah Papua dan⠀Papua Barat, dengan hukum⠀yang berlaku
dapat⠀memperkirakan kapan akses⠀internet dapat (rechtmatigheid)⠀(Ridwan 2009).
benar-benar⠀mulai dibuka kembali. Pengertian⠀diskeresi menurut Kamus⠀Hukum,
Beranjak⠀dari ketiadaan norma⠀yang mengatur diskresi berarti⠀kebebasan mengambil
secara⠀pasti tersebut, pemerintah⠀dalam hal keputusan⠀dalam setiap situasi⠀yang dihadapi
ini⠀Kementerian Komunikasi dan⠀Informatika menurut⠀pendapatnya sendiri (Simorangkir⠀and Dkk
memilih berpijak⠀pada⠀prinsip diskresi 2008). Sedangkan⠀menurut⠀Pasal⠀1 angka 9⠀UU AP
yang⠀memang diatur dalam⠀Undang-Undang Nomor mengartikan⠀diskresi sebagai keputusan⠀atau
30⠀Tahun⠀2014 tentang Administrasi⠀Pemerintahan tindakan yang⠀ditetapkan atau dilakukan⠀oleh Pejabat
(UU AP). Pertimbangan hakim⠀yang diberikan Pemerintahan⠀untuk mengatasi persoalan⠀konkret
terkait⠀diskresi melalui unsur kumulatif⠀perlu yang dihadapi⠀dalam penyelenggaraan
didalami kembali⠀oleh penulis karena merupakan ⠀hal pemerintahan⠀dalam hal peraturan⠀perundang-
krusial, terlebih⠀dalam Pasal 1⠀angka 9 UU AP unsur undangan yang memberikan pilihan, tidak⠀mengatur,
diskresi⠀memang layak disebut⠀sebagai unsur tidak lengkap⠀atau tidak jelas,⠀atau adanya
alternatif⠀karena menempatkan kata⠀“atau” stagnasi⠀pemerintahan.
7
Jurnal Hukum: Novum
8
Analisis Yuridis Putusan Pengadilan…
memberi⠀penegasan batas ruang⠀lingkup penggunaan sebagian kekuasaan yang dipegang oleh badan
⠀ ⠀
undangan⠀tidak lengkap atau⠀tidak jelas; masyarakat dengan alasan hukumnya tidak ada ⠀ ⠀
Syarat untuk melakukan tindakan hukum hal ini Keputusan Presiden dapat diklasifikasikan
⠀ ⠀
9
Jurnal Hukum: Novum
Oleh karena
⠀ satu produk hukum berupa ⠀ “Perilaku atau perbuatan melawan hukum,
Keputusan Presiden⠀dapat diklasifikasikan melampaui wewenang, menggunakan wewenang
menjadi⠀dua hal sebagaimana⠀disebut diatas, untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan
wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau
maka⠀konsekuensinya adalah bahwa⠀untuk menguji
pengabaian kewajiban hukum dalam
suatu⠀Keputusan Presiden tidak dapat⠀dilihat pada penyelenggaraan pelayanan publik yang
nomenklaturnya⠀saja, akan tetapi⠀harus dilihat dilakukan oleh penyelenggara negara dan
materi⠀muatannya apakah sebagai⠀keputusan pemerintahan yang menimbulkan kerugian
(beschikking), atau peraturan kebijakan materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat
(beleidsregel/policy),⠀sebab secara dan orang perseorangan.”
substansi⠀pengujiannya akan berbeda.⠀Peraturan 2. Pertimbangan Hukum Hakim Mengenai Dasar
kebijakan bukan⠀peraturan perundang-undangan Kewenangan Pemerintah Dalam Melakukan
sehingga⠀tidak dapat diuji⠀secara hukum Objek Sengketa Berdasarkan Administrasi
Pemerintahan
(wetmatigheid).⠀Pengujian terhadap⠀peraturan
“Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 6 ayat (1)
kebijakan lebih⠀diarahkan kepada doelmatigheid⠀dan
dan (2) huruf e Undang-Undang Administrasi
karena itu batu uji adalah asas-asas umum
Pemerintahan menyatakan bahwa Pejabat
⠀ ⠀
Magnar 1997).
kewenangan dalam mengambil Keputusan dan/atau
Adapun secara keseluruhan Pejabat Administrasi
Tindakan diantaranya menggunakan diskresi sesuai
⠀
10
Analisis Yuridis Putusan Pengadilan…
hukum pejabat⠀yang menerbitkan keputusan⠀diskresi tindakan pidana serta melanggar batas-batas diskresi
⠀ ⠀
harus dibedakan⠀dari segi administrasi,⠀perdata dan harus dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum
⠀ ⠀
dibenarkan⠀dari segi hukum⠀dan dari segi⠀kebijakan, kepada doelmatigheid dan karena itu batu ujinya ⠀ ⠀
maka atasan⠀pejabat yang menerbitkan⠀keputusan adalah Asas-Asas Umum Pemerintah yang Baik
⠀ ⠀
Pemerintahan atau⠀Badan yang bersangkutan⠀dan and Administrative Reform (UI-CSGAR) tahun 2017
⠀ ⠀
Keputusan diskresi⠀yang menimbulkan akibat⠀pada dinyatakan bahwa: “Kata “dan” di atas menunjukaan
⠀ ⠀
⠀ ⠀ ⠀
dengan kebijakan negara, Pemerintah, dan Pemerintah
penggunaan diskresi oleh pejabat pemerintah tidaklah
⠀ ⠀
⠀ ⠀
Daerah atau dapat menguntungkan pihak ketiga, dan
mudah dan bukan hal remeh.”
⠀ ⠀
⠀
pihak lain menjadi tanggung jawab pribadi (foult
Penulis berpendapat setuju dengan
⠀ ⠀
11
Jurnal Hukum: Novum
Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan asas tertib⠀penyelenggara negara karena⠀melabrak
gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang jaminan penghormatan⠀perlindungan hak-hak
yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha konstitusional, pertentangan⠀dengan asas
Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau kepentingan⠀umum karena⠀telah merugikan
tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti banyak⠀pihak, pertentangan dengan⠀asas keterbukaan,
rugi dan/atau direhabilitasi.” jo. Pasal 1 angka 5 dan 6 pertentangan⠀dengan asas proporsionalitas
& Pasal 3 PERMA 2/2019 karena⠀objek sengketa lebih⠀banyak menimbulkan
Penggugat I,⠀Aliansi Jurnalis Independen⠀(AJI) kerugian⠀dibanding tujuan dari⠀“mengkondusifkan
merupakan Organisasi⠀Profesi yang keadaan”.
melakukan⠀advokasi untuk Dalam⠀petitum-nya Para Penggugat⠀meminta
memperjuangkan⠀kepentingan kebebasan Pers hakim untuk⠀menyatakan:
berupa hak berpendapat,
⠀ hak atas informasi, ⠀ (1) “Tindakan Pemerintah Throttling atau
⠀
hak berkumpul
⠀ dan hak berserikat, serta ⠀
pelambatan akses/bandwidth di beberapa
⠀
⠀ ⠀
objek sengketa
⠀ dengan peraturan⠀perundang- peradilan⠀tertinggi (supreme court)⠀yang bertugas
undangan berkaitan dengan kemerdekaan⠀pers dan untuk mengoreksi/mengevaluasi⠀pertimbangan hukum
hak⠀asasi manusia, objek⠀sengketa bertentangan (judex juris) putusan pengadilan di bawahnya (Ekasari
⠀ ⠀
12
Analisis Yuridis Putusan Pengadilan…
belah pihak;
⠀
Putusan yang berupa gugatan ⠀
yang⠀merupakan akta otentik, tidak lain ⠀ menimbulkan sengketa Tata Usaha Negara ⠀ ⠀
bukti bagi
⠀ para pihak yang ⠀ tidak dinyatakan batal atau sah. ⠀
Putusan⠀PTUN yang berkekuatan⠀hukum tetap (8) Undang-undang No.5 Tahun 1986 Tentang
⠀ ⠀
umum⠀dalam perkara perdata yang⠀hanya mengikat ditetapkan kewajiban yang harus ditentukan
⠀ ⠀
para⠀pihak yang berperkara.⠀Selain itu, dalam pasai 97 ayat (9) Undang-Undang No.5
⠀ ⠀
putusan⠀PTUN yang berkekuatan⠀hukum tetap (in Tahun 1986 Tentang Pengadilan tata Usaha ⠀ ⠀
yang menyatakan⠀apa yang menjadi⠀hukum. telah ditentukan tidak dipenuhi oleh gugatan
⠀ ⠀
4) Gugatan gugur
13
Jurnal Hukum: Novum
Dengan melihat amar Putusan NO. kebahasaan, “implication” yang memiliki makna
⠀ ⠀
“Dalam Eksepsi:
⠀ maksud; terlibatnya kemudian “imply” yang memiliki
⠀ ⠀
tidak diterima;
⠀
“impact” yang memiliki arti kosekuensi; dampak;
⠀ ⠀
⠀ ⠀
sejak pukul 13.00⠀WIT (Waktu atas perbuatan subjek hukum merupakan akibat
⠀ ⠀
20.30⠀WIT;
yang diharapkan maupun tidak diharapkan untuk
b. Tindakan Pemerintahan
⠀ ⠀
dalam⠀pembatasan dan pemblokiran⠀internet yang dalam peradilan TUN juga masih banyak dianut⠀ ⠀
merupakan⠀objek sengketa merupakan perbuatan ⠀ oleh sebagian hakim-hakim PTUN. Dapat dikatakan
⠀ ⠀
14
Analisis Yuridis Putusan Pengadilan…
konvensi yang⠀sifatnya universal manakala⠀hakim sebagaimana telah dapat dibuktikan melalui Pasal 87
TUN membuat⠀putusan yang sifatnya UU AP. Usaha pemerintah dalam mengkondusifkan
melebihi⠀petitum. Kredo yang⠀dipegang kuat adalah, keadaan melalui pembatasan dan pemutusan internet
hakim⠀tidak boleh duduk⠀di kursi eksekutif⠀dengan saat terjadi demonstrasi adalah pelanggaran terhadap
putusan-putusannya yang⠀sifatnya ultra tujuan diskresi. Tujuan diskresi harus terpenuhi secara
petita⠀(Martitah 2014). kumulatif oleh karenanya tujuan-tujuan diskresi harus
Lebih⠀jauh, hakim TUN⠀diperkenankan terpenuhi seluruhnya.
melakukan “ultra⠀petita”, sebagai konsekuensi⠀asas Akibat hukum bagi Aliansi Jurnalis Indonesia
keaktifan hakim (dominus⠀litis) yang dan SAFEnet selaku Penggugat I dan Penggugat 2
merupakan⠀suatu prinsip yang⠀dianut sistem⠀peradilan ialah dikabulkannya gugatan sesuai dengan petitum
TUN (Penjelasan⠀Umum angka 5).⠀Hal ini para penggugat yang menginginkan pernyataan jika
tentu⠀sejalan dengan pandangan⠀Hadjon (Hadjon tindakan pemerintah dalam melambatkan dan
2002), pada⠀masa awal beroperasinya⠀PTUN memutus akses internet di Provinsi Papua Barat dan
yang⠀menganggap bahwa meskipun⠀larangan ultra Provinsi Papua sebagai Perbuatan Melanggar Hukum
petita⠀adalah prinsip⠀yang melekat bagi⠀hakim TUN, Oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.Akibat
akan⠀tetapi sebagai⠀konsekuensi asas hakim⠀aktif, hukum bagi Kementerian Komunikasi dan
dapatkah hakim⠀administrasi melakukan ultra⠀petita Informatika dan Presiden Republik Indonesia selaku
atau ultra⠀passe non potest⠀esse, et vice⠀versa? adakah Tergugat I dan Tergugat II ialah pemerintah tidak
reformatio⠀in peius? mengubah⠀vonis yang dapat lagi melakukan pelambatan dan pemutusan
merugikan⠀pihak (Basah 1997). akses internet sebagai alasan untuk mengkodusifkan
Ditinjau⠀melalu Pasal 87⠀huruf e UU⠀AP, unsur keadaan. Pelambatan dan pemutusan internet hanya
KTUN⠀salah satunya adalah⠀berpotensi menimbulkan dilakukan pada konten-konten yang memiliki muatan
akibat⠀hukum.Akibat hukum⠀bagi Kementerian bermasalah atau bertentangan dengan peraturan
Komunikasi⠀dan Informatika dan⠀Presiden Republik perundang-undangan yang berlaku.
Indonesia⠀selaku Tergugat I⠀dan Tergugat II⠀ialah B. Saran
pemerintah tidak⠀dapat lagi melakukan⠀pelambatan Mengingat⠀peran internet yang⠀sudah tidak dapat
dan pemutusan⠀akses internet sebagai⠀alasan untuk dipisahkan⠀dari kehidupan masyarakat,⠀perlu ada
mengkodusifkan⠀keadaan.Pelambatan sebuah regulasi⠀yang jelas untuk⠀mengatasi
dan⠀pemutusan internet hanya⠀dilakukan pada pembatasan konten internet⠀di Indonesia.
konten-konten⠀yang memiliki muatan⠀bermasalah DPR⠀melalui pelaksanaan⠀fungsi legislasi juga⠀dapat
atau bertentangan⠀dengan peraturan perundang- memprioritaskan untuk⠀mengajukan perubahan
undangan⠀yang berlaku. Putusan No.
⠀
materi⠀mengenai peraturan pengawasan⠀konten dalam
230/G/TF/2019/PTUN-JKT menjadikan⠀preseden media⠀sosial yang dapat⠀dimasukkan dalam
bagi tindakan-tindakan⠀pemerintah selanjutnya. perubahan⠀UU Perubahan UU⠀ITE.
Hal⠀tersebut tidak meniadakan⠀kewenangan Bagi pemerintah dalam hal ini Kementerian
pemerintah dalam meregulasi lebih lanjut mengenai Komunikasi dan Informatika selaku bidang
pelambatan dan pemutusan⠀akses internet pemerintahan yang menangani bidang komunikasi,
saat⠀keadaan kurang⠀kondusif, karenanya seharusnya mengadakan kebijakan yang terang dan
jelas. Pembatasan dan pemutusan harus terletak pada
pengaturan⠀lebih lanjut tetap⠀merupakan
konten bukan pada akses internet itu sendiri. Apabila
kewenangan pemerintah⠀selama didasarkan atas ada pada keadaan demikian, pelambatan dan
pertimbangan⠀yang mengarah pada⠀prinsip pemutusan pula harus jelas dinyatakan mengenai
tujuan⠀hukum. batasan waktunya, bukan pada keadaan yang tidak
ditentukan jangka waktu pelambatan dan
PENUTUP pemutusannya. Sebelum dilakukannya kebijakan
tersebut juga harus diinformasikan pada pemerintah
A. Kesimpulan
daerah setempat sehingga apabila pembatasan dan
Hakim⠀dalam memutus perkara⠀dalam Putusan pemutusan konten bermasalah berdampak pada
No. 230/G/TF/2019/PTUN-JKT⠀telah memperhatikan stabilitas internet, permasalahan tersebut dapat
unsur-unsur⠀perluasan keputusan tata⠀usaha⠀yang tertangani dengan baik sehingga tidak merugikan
diatur dalam Pasal 87 UU AP. Tindakan pemerintah sistem pemerintahan yang saat ini serba elektronik
yang menjadi objek sengketa merupakan KTUN
15
Jurnal Hukum: Novum
16
Analisis Yuridis Putusan Pengadilan…
17