Anda di halaman 1dari 8

TUGAS TUTORIAL ONLINE 1

MATA KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA

Di susun oleh:

Nama : Agung Firmansyah Bany


NIM : 049498808
Prodi : S1 Ilmu Hukum
Semester : 2

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ PURWOKERTO


TAHUN 2023
Tugas 1
Kasus 1

Kasus Baiq Nuril (BN)

Baiq Nuril merupakan mantan tenaga honorer di SMAN 7 Mataram. Ketika masih bertugas di
SMAN tersebut Baiq Nuril sering mendapatkan perlakuan pelecehan dari M yang merupakan
Kepala Sekolah SMA tersebut. BN ditelepon oleh M yang kemudian menceritakan
pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya. Merasa tidak
nyaman dengan hal tersebut dan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat hubungan gelap
seperti yang dibicarakan orang sekitarnya, BN merekam pembicaraannya. Bukan atas
kehendaknya, kemudian rekaman tersebut menyebar, sehingga M melaporkannya dengan
tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat (1) UU ITE.

Pada Putusan Pengadilan Negeri Mataram No 265/Pid.Sus/2017/ PN. Mtr, BN dinyatakan bebas
karena tidak terbukti memenuhi unsur “tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan atau
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang bermuatan
pelanggaran kesusilaan.” Sebab, bukan BN yang melakukan penyebaran konten tersebut,
melainkan pihak lain. Atas putusan tersebut Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi.

Petikan Putusan Kasasi dengan Nomor 574K/Pid.Sus/2018 menyatakan BN dan Menjatuhkan


pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan
pidana denda sejumlah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila
pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan”

Salah satu pertimbangan putusan MA atas kasus BN bahwa Penjatuhan pidana dalam perkara a
quo diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi Terdakwa pada khususnya maupun
masyarakat Indonesia pada umumnya agar dapat lebih berhati-hati dalam memanfaatkan dan
menggunakan media elektronik, terlebih lagi yang menyangkut data pribadi seseorang ataupun
pembicaraan antar personal, dimana pemanfaatan dan penggunaannya harus dilakukan atas
persetujuan orang yang bersangkutan. (Sumber : https://news.detik.com/berita/d-
4614866/membaca-lagi-pertimbangan-ma-memenjarakan-baiq-nuril-selama-6-bulan).
Pertanyaan :

Mengacu pada pertimbangan putusan MA yang disebutkan di atas, Berikan pendapat saudara
dikaitkan dengan fungsi hukum law as a tool of social engineering!

Menurut pendapat saya dalam kaitan dengan fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial (law as
a tool of social engineering) terkait dengan pertimbangan putusan Mahkamah Agung (MA) dalam
kasus Baiq Nuril (BN) adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan Hukum untuk Mendorong Perubahan Sosial: Putusan MA mengekspresikan


peran hukum dalam mendorong perubahan sosial yang diharapkan. Dalam konteks kasus
ini, hukum digunakan sebagai alat untuk memberikan pesan dan penekanan terhadap
penggunaan media elektronik dan privasi pribadi. Putusan tersebut mencoba
menyampaikan pesan kepada masyarakat Indonesia bahwa penggunaan media
elektronik, terutama terkait dengan informasi pribadi dan percakapan pribadi, harus
mematuhi aturan dan persetujuan yang berlaku.

2. Pelajaran dan Deterrensi: MA ingin memberikan pelajaran kepada BN dan masyarakat


pada umumnya tentang pentingnya berhati-hati dalam menggunakan media elektronik.
Dengan menjatuhkan pidana kepada BN, MA berharap bahwa ini akan menjadi efek jera
(deterrensi) bagi individu lain yang mungkin ingin menyalahgunakan informasi pribadi
orang lain atau berusaha menyebarkan informasi tanpa izin.

3. Perlindungan Terhadap Privasi dan Kesusilaan: Putusan MA juga mencerminkan upaya


untuk melindungi privasi individu dan menjaga norma-norma kesusilaan dalam
masyarakat. Ini sejalan dengan aspirasi sosial untuk menjaga integritas dan harga diri
individu serta norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.

4. Pengaruh Terhadap Kesadaran Hukum: Keputusan ini juga dapat mempengaruhi


kesadaran hukum masyarakat. Masyarakat dapat lebih sadar tentang konsekuensi hukum
yang mungkin dihadapi jika mereka melanggar privasi orang lain atau melibatkan diri
dalam penyebaran informasi pribadi tanpa izin. Dengan demikian, hukum berfungsi
sebagai alat pendidikan dan kesadaran bagi masyarakat.
Dalam keseluruhan konteks ini, hukum berfungsi sebagai alat yang digunakan oleh negara untuk
menciptakan perubahan sosial yang diinginkan dalam masyarakat, termasuk dalam hal ini,
kesadaran akan privasi, etika penggunaan media elektronik, dan kesusilaan. Dalam pandangan
ini, putusan MA dalam kasus BN adalah upaya untuk merancang masyarakat yang lebih sadar
hukum dan menghormati hak privasi serta norma-norma sosial yang berlaku.

Kasus 2

Sejumlah mahasiswa dan masyarakat adat Toraja membentangkan spanduk dan bendera saat
menggelar aksi di depan gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Selasa, 28 Juli 2020. Mereka
mengenakan pakaian adat dan sebagian lainnya berkostum hitam tanda berkabung dan protes
keras atas putusan MA yang berimplikasi akan dirampasnya tanah adat Lapangan Gembira dan
SMA Negeri 2 Rantepao, Toraja Utara oleh pihak dari luar masyarakat adat Toraja.

Sumber : https://foto.tempo.co/read/82165/kasus-sengketa-tanah-adat-mahasiswa-dan-
masyarakat-toraja-geruduk-ma#foto-2

Meskipun Undang-undang Dasar 1945 telah menegaskan keberadaan masyarakat hukum adat.
Dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 sebagai hasil amandemen kedua menyatakan bahwa
negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
negara kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Namun, masih terjadi
pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat hukum adat oleh negara, terutama hak
ulayat, seperti contoh kasus di atas.

Pertanyaan :

1. Mengapa masih terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat hukum


adat oleh negara, terutama hak ulayat, meskipun telah ada ketentuan Pasal 18B ayat (2)
UUD 1945 yang memberikan jaminan hak konstitusional masyarakat hukum adat ?
Silakan dianalisis kelemahan dari ketentuan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.
Jawaban

Menurut saya kenapa masih terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat


hukum adat, terutama hak ulayat, meskipun ada ketentuan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang
memberikan jaminan hak konstitusional masyarakat hukum adat, dikarenakan ada beberapa
kelemahan dalam ketentuan ini yaitu :

a. Ketidakjelasan dan Tafsir yang Beragam: Pasal 18B ayat (2) memberikan pengakuan dan
penghormatan kepada masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya,
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. Namun,
ketentuan ini terbilang sangat umum dan terbuka untuk tafsir yang beragam. Hal ini dapat
menghasilkan perbedaan dalam pemahaman dan implementasi di berbagai tingkatan
pemerintahan, pengadilan, dan lembaga lainnya.
b. Kekuatan Undang-Undang Lain yang Lebih Khusus: Ada undang-undang lain yang
mengatur hak-hak tanah dan sumber daya alam, yang sering kali lebih kuat dan spesifik
daripada Pasal 18B. Undang-undang tersebut dapat menghambat penerapan Pasal 18B
dan bahkan mengesampingkan hak-hak masyarakat hukum adat. Jika ada konflik antara
undang-undang ini dengan Pasal 18B, biasanya undang-undang yang lebih spesifik yang
diterapkan.
c. Lemahnya Penegakan Hukum: Kekuatan hukum hanya berguna jika ditegakkan secara
efektif. Dalam banyak kasus, lembaga penegak hukum cenderung kurang berdaya atau
kurang cakap dalam menegakkan hak-hak masyarakat hukum adat. Keterbatasan
sumber daya, kemampuan, dan keberanian untuk menindak pelanggaran oleh pihak yang
memiliki kepentingan politik atau ekonomi sering menjadi kendala.
d. Kurangnya Kesadaran dan Pendidikan Hukum: Masyarakat adat mungkin tidak
sepenuhnya menyadari hak-hak mereka sesuai dengan Pasal 18B, dan mereka mungkin
juga kurang akses kepada pendidikan hukum yang diperlukan untuk memahami dan
mempertahankan hak-hak mereka. Pendidikan hukum dan kesadaran hukum adalah
kunci untuk melindungi hak-hak masyarakat hukum adat.
e. Politik dan Ekonomi: Keputusan yang berhubungan dengan tanah dan sumber daya alam
sering kali dipengaruhi oleh tekanan politik dan ekonomi. Pihak-pihak dengan
kepentingan ekonomi sering berusaha untuk mendapatkan kendali atas sumber daya
tersebut, bahkan jika itu berarti melanggar hak-hak masyarakat adat. Faktor politik dan
ekonomi ini dapat menghambat penegakan Pasal 18B.

Untuk mengatasi pelanggaran hak-hak masyarakat hukum adat, diperlukan reformasi hukum
yang lebih jelas dan kuat dalam mengatur hak ulayat. Penegakan hukum yang lebih efektif,
pendidikan hukum bagi masyarakat adat, serta upaya untuk mengurangi pengaruh negatif politik
hukum masa kolonial adalah langkah-langkah penting untuk melindungi hak-hak masyarakat
hukum adat yang dijamin oleh Pasal 18B ayat (2) UUD 1945

2. Kaitkan tanggapan anda bahwa pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat hukum adat
oleh negara tidak terlepas dari pengaruh politik hukum masa kolonial yang dicantumkan
dalam Algemene Bepalingen, Reglemen Regering dan lndische Staatregeling.

Menurut saya memang benar bahwa pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat hukum
adat oleh negara tidak dapat dipisahkan dari pengaruh politik hukum masa kolonial yang
tertuang dalam peraturan-peraturan kolonial seperti Algemene Bepalingen, Reglemen
Regering, dan lndische Staatregeling. Inilah beberapa cara bagaimana pengaruh politik
hukum masa kolonial berdampak pada pelanggaran hak-hak masyarakat hukum adat di
Indonesia:

A. Pengaturan Tanah Masa Kolonial: Selama masa kolonial, Belanda mengenalkan


sistem pengaturan tanah yang berbeda dari tradisi masyarakat adat di Indonesia.
Sistem ini cenderung mendiskriminasi masyarakat adat dan memberikan hak
kepemilikan tanah kepada pihak kolonial. Sistem ini mendasari hukum tanah modern
di Indonesia, yang masih berdampak pada hak-hak tanah masyarakat hukum adat.
Masyarakat adat sering kali tidak memiliki bukti tertulis atas kepemilikan tanah
mereka, dan hal ini dapat dimanfaatkan oleh pihak luar untuk mengklaim tanah
tersebut.

B. Kekuasaan Sentral dan Pemusatan Kekuasaan: Politik hukum masa kolonial sangat
sentralistik, yang berdampak pada pemusatan kekuasaan dalam mengatur sumber
daya alam dan tanah. Ketentuan hukum kolonial mengakui hak-hak adat secara
teoritis, tetapi sering kali memberikan lebih banyak kewenangan kepada pemerintah
kolonial untuk mengambil keputusan tentang tanah dan sumber daya alam. Pengaruh
ini masih terasa dalam hukum modern, di mana pemerintah pusat sering memiliki
kekuasaan yang besar dalam menentukan penggunaan tanah dan sumber daya alam.

C. Ketidaksetaraan dalam Hukum Tanah: Hukum tanah kolonial cenderung memberikan


perlindungan yang lebih lemah kepada masyarakat adat dibandingkan dengan pihak
luar yang lebih berkuasa. Ini menciptakan ketidaksetaraan dalam akses dan hak atas
tanah, yang berlanjut hingga saat ini. Pengaruh politik hukum kolonial ini membuat
masyarakat adat rentan terhadap klaim tanah yang dibuat oleh pihak luar atau
perusahaan besar.

D. Kurangnya Kesadaran Hukum: Selama masa kolonial, masyarakat adat tidak


diberdayakan dengan pemahaman hukum yang memadai. Mereka sering kali tidak
memiliki akses kepada perangkat hukum dan tidak memiliki representasi hukum yang
memadai. Hal ini dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk memahami dan
mempertahankan hak-hak mereka di bawah hukum modern.

Untuk mengatasi masalah pelanggaran hak-hak masyarakat hukum adat, penting untuk
merenungkan sejarah politik hukum masa kolonial dan mengidentifikasi ketidaksetaraan
serta diskriminasi dalam hukum tanah yang masih ada. Reformasi hukum yang lebih
inklusif dan berpihak kepada masyarakat hukum adat, pendidikan hukum yang lebih baik,
dan penegakan hukum yang efektif perlu menjadi prioritas dalam rangka memberikan
perlindungan yang lebih baik terhadap hak-hak masyarakat hukum adat di Indonesia.

Demikian jawaban tugas 1 dari saya semoga dapat diterima dengan baik dan dapat nilai
yang baik juga . sekian dari saya apabila ada jawaban yang kurang tepat saya siap
memperbaikinya.

Anda mungkin juga menyukai