Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

TITRASI PENGENDAPAN
(ARGENTOMETRI)

Kebanyakan dari proses pengendapan dalam analisa volumetris menggunakan

AgNO3 sebagai pereaksi. Marilah kita tinjau perubahan konsentrasi ion yang

terdapat selama titrasi dari 100 ml NaCl 0,1 N dengan AgNO 3 0,1 N. Kelarutan (S)

AgCl pada temperatur kamar adalah 1,2 x 10- 10. Konsentrasi Cl- pada awal titrasi =

0,1 grek / liter atau pCl- = 1.

Tabel 4.1 Titrasi dari 100 ml NaCl 0,1 N dan 100 ml KI 0,1 N masing-masing
dengan AgNO3 0,1 N.
(SAgCl = 1,2 x 10-10; SAgI = 1,7 x 10-16)
ml AgNO3 0,1 N yang Titrasi Klorida Titrasi Iodida
ditambahkan pCl -
pAg +
pI- pAg+
0 1,0 - 1,0 -
50 1,5 8,4 1,5 14,3
90 2,3 7,6 2,3 13,5
95 2,6 7,3 2,6 13,2
98 3,0 6,9 3,0 12,8
99 3,3 6,6 3,3 12,5
99,5 3,7 6,2 3,7 12,1
99,8 4,0 5,9 4,0 11,8
99,9 4,3 5,6 4,3 11,5
100,0 5,0 5,0 7,9 7,9
100,1 5,6 4,3 11,5 4,3
100,2 5,9 4,0 11,8 4,0
100,5 6,3 3,6 12,2 3,6
101 6,6 3,3 12,5 3,3
102 6,9 3, 12,8 3,0
105 7,3 2,6 13,2 2,6
110 7,6 2,3 13,5 2,4

1
Gambar 4.1. Kurva titrasi dari 100 ml NaCl 0,1 N dan 100 ml KI 0,1 N masing-
masing dengan AgNO3 0,1 N.

S AgCl = (Ag+) (Cl-) = 1,2 x 10-10

p AgCl = - log (Ag+) – log (Cl-) – log 1,2 x 10-10

p AgCl = pAg+ + pCl- = 9,92

Pada awal titrasi : pCl- = 1

Pada penambahan 50 ml AgNO3 0,1 N maka:

(Cl-) =

pCl- = 1,48

pAg+ = 9,92 – 1,48 = 8,44

Pada titik ekivalen : (Ag+) = (Cl-) =

pAg+ = pCl- = pAgCl = = 4,96

Pada penambahan 100,1 ml AgNO3 0,1 N maka:


2
(Ag+) =

pAg+ = 4,30

pCl- = 9,92 – 4,30 = 5,62 dst.

4.1 Metode Mohr

Metode ini termasuk metode langsung, dimana ion-ion Cl- langsung dititrasi

dengan AgNO3 dengan memakai suatu indikator bantu (kecuali cara Liebig tanpa

indikator)

Dasarnya : Fractional precipitation

Metode ini dipakai untuk titrasi klorida / bromida dalam suasana netral.

Sebagai indikator dipakai larutan K2CrO4 5% ( 0,003 – 0,005 N)

Reaksi : AgNO3 + NaCl  AgCl + NaNO3

2 AgNO3 + K2CrO4  Ag2CrO4 + 2 KNO3

AgCl  S = 1,2 x 10-10

AgCrO4  S = 1,7 x 10-12

Penguraian AgCl dan Ag2CrO4 masing-masing:

AgCl  Ag+ + Cl- ………………………………… (1)

Ag2CrO4  2Ag+ + CrO4 …………………………… (2)

Pada (1) (Ag+) = (Cl-) =

(2) (Ag+) =

maka S AgCl 1 lebih dahulu dilewati. Oleh karena itu AgCl lebih kecil

kelarutannya dari pada Ag2 CrO4. Mula-mula (Cl-) sangat tinggi pada larutan sehingga

3
AgCl akan mengendap lebih dahulu. Pada saat Ag2 crO4 mulai mengendap, kita

mendapat kedua garam tersebut setimbang dengan larutannya.

(Ag+) =

Pada titik ekivalen:

(Cl-) = = 1,1 x 10-5

Kalau Ag2 CrO4 akan diendapkan pada konsentrasi ini maka:

(CrO4) =

= 1,4 x 10-2

= 0,014 M

Perlu diketahui bahwa harus diberikan sedikit kelebihan AgNO 3 sebelum endapan

Ag2CrO4 kelihatan. Biasanya dipakai larutan K2CrO4 0,03 – 0,05 N. Karena larutan

dengan kadar 0,01 – 0,02 N akan memberikan warna yang lebih tua sehingga sukar

memperhatikan endapan AgCrO4 yang mula-mula timbul. Jika dipakai indikator

dengan kadar 0,03 N dapat kita hitung kesalahannya. Di sini Ag 2 CrO4 akan

mengendap bila:

(Ag+) =

Jika dipakai kadar indikator menurut teori:

(Ag+) =

4
Selisih = 1,3 x 10-5 grek / liter

Jika volume larutan pada titik ekivalen = 150 ml maka kesalahan titrasi yang

terjadi 1,3 x 10-5 x 150 x

= 0,02 ml AgNO3 0,1 N

Kebaikan dan keburukan metode Mohr

Kebaikannya

a. Kerjanya mudah (simple)

b. Titik akhir mudah dilihat

Keburukannya:

a. Titrasi harus dikerjakan dalam lingkungan netral atau alkalis sangat lemah (pH

6,5 – 9,0)

b. Dalam hal ini Ag2CrO4 tidak mengendap

c. Pada suasana alkalis AgOH akan mengendap. SAgOH = 2 x 10-8

Untuk mengatasinya ditambahkan CaCO3 murni berlebihan.

4.2 Metode Fayans

Dasarnya: penyerapan indikator oleh endapan yang dihasilkan

Ketika titik ekivalen tercapai, terjadi adsorbsi terhadap indikator oleh endapan

sehingga terjadi perubahan warna. Metode ini juga merupakan metode langsung

Contoh-contoh indikator seperti ini:

1. Zat warna asam : Fluorecein, Eosin serta garam-garamnya

2. Zat warna basa: Rhodamine 6 G yang berupa garam-garam halidanya.

Cara-cara dan prinsip kerjanya

5
Bila Klorida dititrasi dengan AgNO3, maka akan terbentuk endapan AgCl yang

mengabsorbsi ion Cl- yang masih ada. Endapan mempunyai tendensi mengabsorbsi

ion-ionnya sendiri/ion-ion sewarna. Ini disebut lapisan absorbsi primer, dan ini akan

diikat oleh lapisan adsorbsi sekunder dari muatan ion yang berlawanan yang

terdapat dalam larutan. Tapi bila titik ekivalen tercapai Ag+ akan kelebihan dan ini

akan diadsorbsi oleh AgCl, merupakan lapisan adsorbsi primer, sedangkan ion

NO3- diikat sebagai lapisan adsorbsi sekunder.

Jika dalam larutan terdapat fluorecein, maka ion fluorecein (negatif) akan lebih

banyak diadsorbsi dari pada endapan, tidak sebagai warna aslinya tapi timbul

warna merah jambu yaitu dari Ag fluoriceinat pada permukaan endapan pada saat

kelebihan Ag+.

a. AgCl dan kelebihan Cl-. B. AgCl dan kelebihan Ag+

Jika misalnya kemudian ditambahkan HCl, suspensi akan tetap berwarna merah

jambu, sampai Cl- terdapat dalam keadaan kelebihan. Di sini endapan akan

mengadsorbsi ion Cl- sebagai lapisan adsorbsi primer. Sedang ion negatif fluorecein

pada lapisan adsorbsi sekunder akan terlepas kembali ke dalam larutan dan

warnanya kembali sesuai dengan aslinya (kuning kehijau-hijauan).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi pada cara Fajans.

1. Endapan harus dapat terpisah dengan baik dalam larutan koloidnya. Kelebihan

dari garam-garam netral terutama polyvalen ion harus dicegah karena sifat

6
coagulantnya. Larutan yang terlalu encer menyebabkan endapan selalu sedikit dan

perubahan warna kurang tajam.

2. Ion indikator harus bermuatan berlawanan dengan ion pengendap (precipitating

agent)nya.

3. Ion indikator tidak boleh teradsorbsi sebelum senyawa-senyawa/ion-ion partikular

(utama) diendapkan sempurna tapi harus segera diabsorbsi sesudah titik ekivalen

tercapai. Ion indikator tidak boleh terlalu kuat diadsorbsi oleh endapan karena

menyebabkan terjadinya adsorbsi proses primer ion indikator oleh endapan

sebelum titik ekivalen tercapai.

4. Titrasi hendaklah dilakukan dengan cahaya minimum (cahaya baur) karena Ag-

halida sangat sensitif terhadap cahaya yang dapat menyebabkan adanya suatu

lapisan zat warna yang diadsorbsi.

Macam-macam indikator adsorbsi

1. Fluorecein

Ini adalah suatu asam yang sangat lemah (Ka ± 1 x 10 -8), jarak pH optimum 7–10.

Dichlorofluorecein adalah asam lebih kuat dari fluorecein dan dapat dipakai

dalam larutan sedikit asam (pH 4.4). Indikator ini ada keuntungannya karena

dapat dipakai untuk larutan sangat encer.

2. Eosin (tetra bromo fluorecein)

Adalah asam lebih kuat dari dichloro fluorecein. Dapat digunakan di bawah pH

1–2. Perubahan warna paling tajam dalam ingkungan asam asetat (pH 3)

3. Rhodamine 6 G (0,05% dalam air)

7
Suatu hidroklorida dari warna basa, baik untuk titrasi ion Ag + dengan suatu

larutan standar bromida dalam HNO3 encer.

4. Phenosaframine (0,2 % dalam air)

Untuk titrasi klorida dan Bromida. Zat warna ini merupakan kristal hijau,

larutannya dalam air berwarna merah terang. Selama titrasi indikator diabsorbsi

oleh endapan dalam bentuk warna merah tersebut. Pada titik ekivalen warna

merah tiba-tiba berubah jadi biru yaitu biomida-biomida atau klorida-klorida.

Tabel 4.2 Beberapa indikator adsorpsi dan perubahan warnanya


Perubahan Warna
No Indikator Penggunaan pada titik Keterangan
ekivalen
1 Fluorecein Cl-, Br-, CNS- Hijau kekuning- Larutan harus
kungingan pink netral atau basa
lemah pH 4.4 - 7
2 Dichloro (R) Cl-, Br-, J- Hijau kekuning-
fluorecein CNS, dgn Ag+ kuningan merah
3. Tetra bromo (R) Br-, J-, CNS Pink Violet ke Paling baik
fluorecein (=Eosin) dgn Ag +
merah-merahan dalam larutan
cuka pH 1 - 2
4. Dicloro (p). J- yang Merah – ungu Tepat jika
TetraIodo (R) mengandung ditambahkan
fluorecein (Rose Cl- dgn Ag+ (NH4)2 CO3
Bengal)
5. DiIodo (R) di methyl J dgn Ag+ Merah orange - pH 4 – 7
( R) fluorecein merah biru
6. Chromatrope F4B Br- dgn Ag+ J- , Pink – hijau abu- Paling baik
J + Cl dgn Ag abu
+
dalam larutan, as
cuka.
7. Na-alizarin Fe (CN)6 4- Kuning – pink Larutan netral
sulphanat (merah (MoO4)2-
alizarin S)
8. Ag+ dgn Br- Pink oranye – Paling baik dlm
violet kemerahan HNO3 0,03 N
9. Phenosofaremine Cl , Br dgn
- -
end merah – end. Perb. Warna
Ag+ dgn Br- Biru – end. Biru yang tajam pada
end biru – end end. Hanya bila
merah ada NO3 (> 0,0
MHNO3)

8
4.3 Metode Liebig

Juga termasuk metode langsung. Metode ini dipakai misalnya pada penetapan

Cyanida.

AgNO3 + 2 KCN K

K Ag

Dasarnya: pembentukan kompleks Ag Ag (CN)2 pada titik ekivalen

Cara ini lebih simple, tidak memerlukan indikator. Titik ekivalen dicapai pada saat

terjadinya pembentukan senyawa kompleks berwarna yang permanen.

Sebab terjadinya kesalahan pada cara Liebig.

Misalkan sejumlah larutan KCN dititrasi dengan 10 ml 0,1 N AgNO3, volume

pada akhir titrasi = 100 ml.

K =

Konsenttasi K (Ag (CN)2 akan menjadi 0,01 M. Di sini Ag+ dan CN- yang terdapat

akan diturunkan dari dissosiasi ion kompleks Ag (CN)2 –

Jika (CN-) = 2 (Ag+) = 2 x

x =

(Ag+) = 1,36 x 10-8

(CN-) = 2 x 1,36 x 10-8 = 2,72 x 10-8

Salubility Product (S) dari Ag = (Ag+) (Ag (CN)2)

9
= 2,25 x 10-12

Maka pengendapan dari zat tersebut mulai terjadi bila:

2,25 x 10-10

Konsentrasi Ag+ pada titik ekivalen secara theoritis adalah 1,36 x 10-8.

Di sini kita lihat perbedaannya dengan konsentrasi Ag+ dari percobaan. Dalam hal ini

maka pengendapan akan timbul sebelum titik ekivalen tercapai. Ini tentu akan

menyebabkan kesalahan.

Keburukan metode ini adalah sulit untuk menentukan titik ekivalen yang

tajam karena AgCN yang diendapkan oleh konsentrasi kelebihan Ag +, sedikit

sebelum titik ekivalen. Sangat lambat larut kembali sedang titrasi dianggap sudah

selesai. Untuk mencegah kesalahan ini harus kita perhatikan hal-hal berikut.

- Titrasi dilakukan tetes demi tetes.

- Suasana larutan tidak amonialkalis

Untuk larutan yang amonialkalis dilakukan modifikasi Denigss dari metode

Liebig dengan menggunakan ion Iodida sebagai indikator.

AgNO3 + 2 KCN K

K KNO3 + Ag

Ag 2

Titik akhir dicapai pada saat terjadi kekeruhan karena pembentukan AgI.

AgI ↓ + NH3

atau AgI ↓ + 2 KCN + 2 NH4OH

10
Kejelekan metode Liebig : endapan bisa terjadi sebelum titik ekivalen tercapai.

4.4 Metode tidak langsung dengan cara Volhard

Dasarnya : Pembentukan senyawa kompleks yang memberi warna larutan pada

titik akivalent.

Caranya : Cl diendapkan dengan AgNO3 berlebihan. Kelebihan AgNO3

dititrasi dengan larutan KCNS atau NH4CNS standar.

Indikator : Fe3+ (Ferri nitrat atau tawas ferri ammonium)

Di sini Cl- diendapkan dengan AgNO3 0,1 N berlebihan yang jumlahnya

tertentu. Lalu kelebihan AgNO3 dititrasi dengan CNS. Sebagai indikator dipakai

larutan ferri ammonium sulfat. Titik akhir ditandai dengan timbulnya warna

merah dalam larutan.

Pada titik ekivalen:

Fe3+ + CNS-

Penambahan larutan thyocyanat mula-mula menghasilkan suatu endapan perak

thiocyanat, AgCNS (SAgCNS = 7,1 x 10 -13). Jika reaksi sempurna maka sedikit

kelebihan thiocyanat memberikan warna coklat merah karena terbentuknya ion

kompleks ferrithiocyanat.

Fe3+ + CNS- (merah coklat)

Cara ini dapat dipakai untuk menetapkan Cl-, Br-, I- dan CNS- dalam lingkungan

asam. Untuk penetapan klorida misalnya kita menjumpai dua kesetimbangan

selama titrasi dari kelebihan Ag+.

Ag+ + Cl- AgCl


11
Ag+ + CNS- AgCNS

Dua garam yang sukar larut berada dalam kesetimbangan dengan larutan maka:

Ini berarti jika kelebihan Ag+ telah bereaksi, CNS- mungkin bereaksi dengan

AgCl. Karena AgCNS kurang larut, maka hasil bagi Cl - / CNS dalam larutan

menjadi 170.

Reaksi : CNS- + AgCl  AgCNS + Cl-

Ini akan berlangsung sebelum CNS bereaksi dengan Fe 3+ dalam larutan. Dan ini

akan menyebabkan kesalahan pada titrasi. Maka penting sekali untuk mencegah

reaksi antara AgCl dengan CNS-.

Keburukan Metode Volkard

Warna merah akan diganggu oleh gumpalan-gumpalan AgCl.

Kebaikan:

Dapat dipakai dalam lingkungan asam.

12
13

Anda mungkin juga menyukai