Anda di halaman 1dari 22

PRESIPITIMETRI

{ April 1, 2011 @ 2:39 am } { Uncategorized }


PRESIPITIMETRI
Dilihat dari asal katanya presipimetri berasal dari kata precipitate yang berarti
endapan. Jadi, presipitimetri adalah titrasi dimana terjadi endapan atau presipitat.
Salah satu contoh yaitu :
AgNO3 + NaCl

AgCl

+ NaNO3

Disini akan dibahas ARGENTOMETRI yakni titrasi-titrasi yang ada sangkut


pautnya dengan penggunaan larutan AgNO3. Kurva titrasi dibuat dengan memplot
log[pereaksi] terhadap volume titrant. Metode titrasi argentometri dapat juga
digunakan untuk menentukan kadar ion-ion yang berada dalam campuran. Syarat
utama titrasi argentometri untuk campuran ion adalah ion-ion tersebut harus
membentuk endapan dengan ion perak yang kelarutannya berbeda.
1. A. Kurva Titrasi
Kurva titrasi dapat dibuat dengan cara mengeplot antara perubahan konsentrasi analit
pada sumbu ordinat dan volume titran pada sumbu absis, pada umumnya konsentrasi
analit dinyatakan dalam fungsi (P) yaitu px = log [x].
Kurva titrasi terdiri atas 3 wilayah yaitu wilayah sebelum titik ekuivalen, titik
ekuivalen, dan titik setelah ekuivalen. Pada penggambaran sebuah kurva ada
beberapa titik yang harus dicari untuk menggambarkan kurva secara keseluruhan,
titik-titik tersebut diantaranya:
1. Titik awal titrasi
2. Titik setelah penambahan a ml AgNO3
3. Titik setelah penambahan b ml AgNO3 (1-2 tetes sebelum titik ekuivalen)
4. Titik saat ekuivalen
5. Titik setelah penambahan AgNO3 berlebih

Pada proses penghitungan sebelum penggambaran kurva harus juga


memperhitungkan hukum kesetimbangan, yaitu mempertimbangkan AgCl yang dapat
terlarut kembali.
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s)
y

dimana

(a-n) + y

ny

a = mmolCl- semula (jumlah analitis).

n = mmol Ag+ yang telah ditambahkan.


y = mmol Ag+ yang tak terendap sebagai akibat kesetimbangan.
Maka jumlah AgCl yang mengendap (tanpa kesetimbangan) ialah n mmol. Boleh
dibayangkan, bahwa kemudian y mmol AgCl larut kembali untuk memenuhi hukum
kesetimbangan, dengan membentuk kembali y mmol Ag+ dan Cl-.Maka dalam
keadaan setimbang terdapat y mmol Ag+ dan (a-n)+y mmol Cl-, sehingga

Selama titrasi masih jauh dari titik ekuivalen, y akan lebih kecil dari pada (a-n) dan
untuk menyederhanakan perhitungan dapat diabaikan; tetepi semakin mendekati titik
ekuivalen nilai a-n semakin kecil sehingga akhirnya y tidak dapat diabaikan lagi, dan
persamaan harus dipecahkan sebagai persamaan kuadrat.
Untuk menggambar kurva titrasi argentometri maka perhatikan contoh berikut ini:
50 mL larutan NaCl 0,1 M dititrasi dengan 0,1 M larutan perak nitrat AgNO3, maka
hitunglah konsentrasi Cl- pada saat awal dan pada saat penambahan perak nitrat
sebanyak 10 mL, 49,9 mL, 50 mL, dan 60 mL dan diketahui Ksp AgCl 1,56.10-10
Pada saat awal titrasi belum terdapat AgNO3 yang ditambahkan sehingga
konsentrasi ion klorida adalah sebagai berikut:
[Cl-]

= 10-1 M

pCl = -log [Cl-]


= -log 10-1

= 1
Saat penambahan 10 mL AgNO3 0,1 M ( dengan mengabaikan y)
Reaksi yang terjadi adalah:

Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s)


mula mula

1 mmol

5 mmol

reaksi

1 mmol

1 mmol

1 mmol

sisa

0 mmol

4 mmol

1 mmol

Perbandingan mol antara Ag+ dan Cl- adalah


[Cl-]

1:1.

= (500,1)-(100,1) / (50+10)

= 0,067 M
pCl

= -log [Cl-]

= -log 0,067
= 1,17
Saat penambahan 49,9 mL AgNO3 0,1 M (dengan mengabaikan y)
Reaksi yang terjadi adalah:
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s)
mula mula

4,49 mmol

reaksi

4,49 mmol 4,49 mmol

sisa 0 mmol 0,01 mmol

5 mmol

4,49 mmol

4,49 mmol

[Cl-]

= (500,1)-(49,90,1)/(50+49,9)

= 1.10-4
= -log [Cl-]

pCl

= -log 1.10-4
=4
Saat penambahan 49,99 mL AgNO3 0,1 M (dengan tidak mengabaikan y)
Ag+ dalam 49,99 ml = 4,999 mmol; volume total
= 99,99 ml
= 100 ml
(a-n) = 0,001 mmol
Maka
(y) ( 0,001 + y )

= 1,0 x 10-10 + 1002 dan diperoleh

= 0,618 x 10-3

Y
[Cl-]

= 1,618 x 10-5dan [Ag+] = 0,618 x 10-5

pCl

= -log [Cl-]

= -log [1,618 x 10-5]


=

4,79

Saat Titik Ekivalen (saat ditambahkan 50 ml AgNO3 0,1 M)

AgNO3 dan NaCl habis bereaksi membentuk AgCl. Pada saat ini maka tidak ada ion
Ag+ maupun ion Cl- dalam larutan sehingga konsentrasi Cl ditentukan dengan
menggunakan nilai Ksp.
AgCl(s) Ag+(aq) + Cl-(aq)
s

Ksp

= [Ag+][Cl-]

Ksp

= s2

= Ksp1/2

= (1,56.10-10)1/2

= 1,25.10-5

pCl

= -log[Cl-]

= -log 1,25.10-5
= 4,9
Saat penambahan 60 mL AgNO3 0,1 M (dengan mengabaikan y)
Reaksi yang terjadi adalah:
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s)
mula mula

6 mmol 5 mmol

reaksi 5 mmol 5 mmol 5 mmol

sisa 1 mmol 0 mmol 5 mmol

pada saat ini maka terdapat kelebihan Ag+ sebanyak 10 mL sehingga sekarang kita
menghitung jumlah konsentrasi Ag+ yang berlebih
[Ag+] = 10x 0,1/(50+60)

= 9,1.10-3
pAg

= -log[Ag+]

= -log 9,1.10-3
= 2,04
pAg + pCl = 10 (dari harga Ksp)
pCl

= 10 2,04

pCl

= 7,96

Dan kurva titrasinya adalah sebagai berikut:


Kurva titrasi 50 mL NaCl 0,1 M vs AgNO3 0,1 M

Titrasi 50 ml NaCl 0,1 M dengan AgNO3 0,1 M


AgNO3 ml
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
49,0
49,9
49,99
50,0
50,1
51,0
60,0

[Cl-]
0,10
0,067
0,043
0,025
0,011
0,0010
110-4
1,618 x 10-5
110-5
110-6
110-7
110-8

% yg diendapkan
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
98,0
99,8
99,97
100
100
100
100

pCl
1,00
1,17
1,37
1,60
1,96
3,00
4,00
4,79
4,9
6,00
7,00
7,96

Pengaruh kurva nilai Ksp terhadap kurva titrasi dapat dilihat dari gambar dibawah ini.
Gambar dibawah ini menunjukkan kurva titrasi 25 mL larutan MX (dengan X adalah
Cl-, I-, dan Br-) dengan 0,05 M AgNO3. Dapat dilihat bahwa semakin kecil harga Ksp
untuk AgI maka kurvanya akan semakin curam sedangkan semakin besar harga Ksp
untuk AgCl maka kurvanya semakin landai. Satu hal lagi manfaat dari kurva titrasi
adalah selain dapat dipakai untuk mencari titik ekuivalen maka kurva titrasi juga
dapat dipakai untuk mencari konsentrasi kation dan anion disetiap titik dimana titrasi
berlangsung.

1. B. Metode Penentuan Titik Akhir Titrasi Argentometri


Argentometri dibedakan menjadi 3 macam metode berdasar indikator yang dipakai
untuk penentuan titik akhir, yaitu metode Mohr, Volhard, dan Fajans.
1. Metode Mohr
Metode ini didasarkan pada pembentukan endapan berwarna. Konsentrasi ion klorida
dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan standart perak

nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi berlangsung
dan digunakan indikator larutan kalium kromat encer. Setelah semua ion klorida
mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi
dengan indikator membentuk endapan coklat kemerahan Ag2CrO4.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + CrO42-(aq) Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)
Konsrentrasi CrO42- yang ditambahkan sebagai indikator harus diperhatikan,
yakni dihitung berdasarkan Ksp AgCl dan Ksp Ag2CrO4.
Berapakah CrO42- yang harus ditambahkan agar endapan Ag2CrO4 terbentuk
tepat pada titik ekivalen? Pada saat itu
[Ag+] = [Cl-] =
=
= 1,33 x 10-5
Dan jika menginginkan Ag2CrO4 harus mengendap pada titik ekivalen, maka
kesetimbangan kedua reaksi di atas harus berlangsung secara spontan. Karena
Ag+ merupakan ion senamam, maka [Ag+] berlaku pada kedua kesetimbangan
sekaligus. Sehingga
Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2 [CrO42-] = 1,29 x 10-12
karena [Ag+] = 1,33 x 10-5 (dari perhitugan sebelumnya) maka
[CrO42-] = 1,29 x 10-12 : (1,33 x 10-5)
= 0,0072 M
Namun, dalam penggunaan yang sesungguhnya konsentrasi ini terlalu besar,
karena warna K2CrO4 terlalu kuning sehingga mengakibatkan perubahan
warna pada titik akhir titrasi sulit diamati. Jadi, harus menggunakan
konsentrasi yang lebih rendah (2,5 x 10-3 M adalah konsentrasi yang sekiranya
tepat). Tetapi, karena [CrO42-] ini diturunkan maka diperlukan [Ag+] yang lebih
besar(>1,33 x 10-5) untuk dapat menghasilkan endapan merah sebagai indikator.

Pengaturan PH juga sangat diperlukan. PH sebaiknya tidak terlalu rendah


ataupun terlalu tinggi. Jika PH terlalu rendah ion CrO42- sebagian berubah
menjadi Cr2O72- yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak
timbulnya endapan atau sangat terlambat.
2CrO42- + 2H+ 2HCrO4- Cr2O72- + H2O
Jika terlalu tinggi akan terbentuk endapan AgOH(coklat) sehingga akan menghalangi
pengamatan titik akhir titrasi. Selain itu AgOH selanjutnya akan terurai menjadi Ag2O
sehingga titrant terlalu banyak terpakai.
2Ag+ + 2OH- 2AgOH

Ag2O + H2O

Selain itu, yang harus diperhatikan adalah perlakuan terhadap larutan. Selama proses
titrasi sebaiknya larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal
terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik
ekivalen tercapai yang menyebabkan pengamatan titik akhir tidak tepat.
Penggunaan metode Mohr sangat terbatas jika dibandingkan dengan metode Volhard
dan Fajans dimana dengan metode ini hanya dapat dipakai untuk menentukan
konsentrasi ion Cl- , CN-, dan Br-.
Titrasi argentometri dengan metode Mohr banyak dipakai untuk menentukan
kandungan klorida dalam berbagai contoh air, misalnya air sungai, air laut, air sumur,
air hasil pengolahan industri sabun, dan sebagainya.
1. Metode Volhard
Metode Volhard didasarkan pada pembentukan larutan senyawa kompleks berwarna.
Pada metode Volhard ini menggunakan NH4SCN/KSCN sebagai titrant, dan larutan
Fe3+ sebagai indikator. Pada saat titik ekivalen terjadi reaksi antara titrant dengan Ag+
membentuk endapan putih. Sedikit kelebihan titrant akan bereaksi dengan indikator,
membentuk ion kompleks berwarna merah yang menyebabkan larutan menjadi
merah. Raksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (endapan putih)
Fe3+(aq) + SCN(aq) Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)
Namun, jika dilihat dari titrant(SCN-) dan reaksinya yang berlangsung dengan
Ag+, maka dengan cara ini hanya dapat digunakan penentuan Ag+ atau SCN-,

sedangkan untuk anion lain harus menggunakan titrasi kembali atau bisa
dikatakan titrasi tidak langsung.
Penentuan dengan titrasi kembali ini dilakukan dengan cara pada larutan analit
ditambahkan Ag+ secara berlebih, kemudian kelebihan konsentrasi larutan Ag+
dititrasi dengan SCN- dengan menggunakan indikator Fe3+. Ion besi ini akan
bereaksi dengan ion tiosianat membentuk kompleks yang berwarna merah.
Sebagai contoh dalam penetapan Cl- , maka reaksinya sebagai berikut :
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (endapan putih)
Fe3+(aq) + SCN-(aq) Fe(SCN)2+ (kompleks berwarna merah)
Anion lain seperti bromida, dan iodida dapat ditetapkan dengan prosedur yang
sama. Anion asam lemah, seperti oksalat, karbonat, dan arsenat, yang garamgaram peraknya dapat larut dalam asam dapat ditetapkan dengan pengendapan
pada PH yang lebih tinggi dan penyaringan garam peraknya. Endapan itu
kemudian dilarutkan ke dalam asam nitrat dan peraknya dititrasi langsung
dengan tiosianat.
Kenapa pada metode volhard ini digunakan dalam larutan asam? Karena
memang diinginkan menggunakan medium asam untuk mencegah hidrolisis
indikator ion Fe3+ yang ditakutkan muncul endapan Fe(OH)3.
Dalam titrasi langsung perak dengan tiosianat, terdapat dua sumber galat. Pertama
AgSCN(s) mengadsorpsi ion perak pada permukaannya, sehingga menyebabkan titik
akhir terjadi terlalu dini. Hal ini bisa diatasi dengan mengaduk dengan kuat
campuran itu di dekat titik akhir. Kedua, perubahan warna yang menandai titik akhir
terjadi pada konsentrasi tiosianat yang sedikit melebihi konsentrasi pada titik
ekivalen, jadi harus berhati-hati dan teliti.
Dalam titrasi tak langsung dijumpai galat yang lebih serius, jika garam perak dari
anion yang akan ditetapkan itu lebih mudah larut daripada perak tiosianat. Contoh :
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s)
Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s)
AgCl(s) + SCN-(aq) AgSCN(s) + Cl-

AgCl lebih mudah larut daripada AgSCN, dan klorida itu cenderung melarut
kembali menurut reaksi. Jadi, tiosianat(SCN-) tidak hanya dihabiskan oleh
perak yang berlebih, tetapi oleh endapan perak klorida itu sendiri. Jika ini
terjadi, kesalahan titrasi akan semakin besar. Untuk mengatasi hal ini bisa
dengan menyaring AgCl atau dengan menambahkan nitrobenzena sebelum
titrasi dengan tiosianat. Nitrobenzena ini akan membentuk suatu salut minyak
pada permukaan AgCl, sehingga menghindari adanya reaksi dengan tiosianat.
Salah satu cara lain yaitu dengan menggunakan ion Fe3+ yang konsentrasinya
cukup tinggi (0,2M) sehingga titik akhir dicapai pada pada konsentrasi
tiosianat yang lebih rendah. Sehingga AgCl yang melarut kembali lebih sedikit
dan masih terdapat konsentrasi yang cukup tinggi dari kompleks FeSCN2+
merah untuk bisa tampak.
Dalam penetapan bromide dan Iodida dengan metode volhard secara tak
langsung ini, reaksi dengan tiosianat tidak menimbulkan kesulitan karena AgBr
hamper mempunyai kelarutan yang sama dengan AgSCN, dan untuk AgI
kelarutannya lebih rendah dari AgSCN.
1. 3. Metode Fajans
Dalam metode ini digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi adalah zat yang
dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna.
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen yakni dengan memilih
indikator dan mengatur PHnya.
Mekanisme kerja indikator ini adalh sebagai berikut : indikator ini adalah asam lemah
atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Sebagai
contoh fluoresein yang digunakan dalam titrasi klorida. Bila perak nitrat
ditambahkan ke dalam larutan natrium klorida, maka terbentuk endapan koloid AgCl.
Endapan ini terdapat dalam lingkungan dimana masih ada kelebihan ion Cl
dibandingkan dengan ion Ag+. Maka endapan menyerap ion-ion Cl, sehingga butiranbutiran koloid bermuatan negatif. Karena muatan indikator FIjuga negatif, maka FI
tidak terserap oleh koloid tersebut. Penambahan titran kembali akan menyebabkan
kelebihan Clberkurang. ion Cl(yang terserap endapan) akan lepas dan bereaksi
dengan Ag+ yang ditambahkan, sehingga muatan koloid berkurang negatif.
Saat tercapai titik ekivalen, maka tidak ada kelebihan Clatupun Ag+, sehingga koloid
bersifat netral. Setetes titran kemudian menyebabkan kelebihan Ag+. In-ion Ag+ ini
kemudian diserap oleh koloid, sehinggakoloid bermuatan positif dan selanjutnya
dapat menarik ion FIyang menyebabkan warna endapan menjadi merah muda.

Ada hal-hal yang harus diperhatikan pada metode ini, antara lain :

Permukaan partikel ini merupakan zat aktif dalam operasi indikator ini,
endapan tidak boleh berkoagulasi menjadi partikel yang besar dan mengendap
ke dasar labu. Koagulasi endapan perak klorida terjadi pada titik ekivalen,
dimana baik ion klorida ataupun perak tidaklah berlebih, kecuali jika ada zat
seperti dkstrin. Dekstrin bertindak sebagai koloid protektif.

Suatu indikator haruslah dipilih agar teradsorpsi tidak terlalu kuat ataupun
terlalu lemah. Adsorpsi yang ideal hendaknya mulai tepat sebelum tercapainya
titik ekivalen dan meningkat dengan cepat pada titik ekivalen. Ada beberapa
indikator yang teradsorpsi sangat kuat sehingga mereka benar-benar
menggantikan ion yang teradsorpsi primer sebelum titik ekivalen tercapai.
Misalnya eosin tidak dapat digunakan untuk titrasi klorida dengan ion perak
karena efek ini. Eosin dapat digunakan untuk titrasi iodide dan bromide
dengan perak, karena kedua anion ini teradsorpsi begitu kuat sehingga eosin
tak dapat menggesernya. Sebaliknya, jika indikator terlalu lemah, titik akhir
akan terjadi setelah titik ekivalen terlampaui.

Indikator adsorpsi adalah asam lemah atau basa lemah, karena itu pH medium
titrasi bersifat penting. Misalnya, tetapan disosiasi fluoresein kira-kira 10-7,
dalam larutan yang lebih asam dari pH=7, konsentrasi anion FI- begitu kecil,
sehingga tak tampak perubahan warnanya. Fluoresein hanya dapat digunakan
dalam jangka pH 7 s.d. 10.

Sebaiknya ion indikator dan ion yang ditambahkan sebagai titrant berlawanan
muatannya. Sehingga adsorpsi indikator itu tidak akan terjadi sebelum
terdapat kelebihan titrant.

Salah satu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi adalah banyak diantara
zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap
cahaya(fotosensitifasi) yang menyebabkan endapan terurai.

Daftar beberapa indikator absorbsi dan penggunaannya diberikan dalam tabel berikut:

Indikator

Penggunaan

Fluorescein

Cl-, Br-, I-

Dichloro-(R)-fluorescein Cl-, Br- ,BO3Br-, I- ,SCN-

Eosin

Perubahan warna pada titik Data lain


akhir
Hijau kekuningan merah Larutan harus netral /
muda
basa lemah atau
pH=7-8
Hijau kekuningan merah Jangka pH berguna
4,4 to 7
Pink ungu kemerahan
Terbaik dalam larutan
asam asetat, pH = 1-2

(tetrabromo-(R)fluorescein)
I- , dengan adanya Cl-, Merah lembayung
dengan Ag+

Cermat jika
ditambahkan
(NH4)2CO3

di-iodo-(R)-dimetil-(R)flourosein
Natrum alizarin sulfonat
(merah alizarin S)
Rodamina 6G

I- dengan Ag+

Jangkau pH = 4-7

Fenosafranina

Br-, I- dengan Ag+

Dikloro-(P)-tetraiodo(R)-flourosein
(Bengali Ros)

Merah jingga biru merah

[Fe(CN)6]4-,[MoO4]2- Kuning merah muda


dengan Pb2+
Ag+ dengan BrJingga merah muda
Endapan merahendapan
biru

Ag+ dengan BrEndapan biru endapan


merah

Prinsip dasar

Indikator

Larutan netral
Terbaik dalam HNO3
encer (sampai 0,3 M)
Perubahan warna
endapan reversible
tajam hanya jika ada
NO3-, toleransi
sampai 0,2 M HNO3

Cara Mohr
Cara Volhard
Cara Fajans
Titrasi larutan Ion Cl oleh Larutan sampel Cl , Br ,
Larutan sampel Cl-, Br-, Ilarutan baku AgNO3
I-/SCN- diperlakukan dengan dan SCN- dititrasi dengan
larutan baku AgNO3
larutan baku AgNO3
berlebih. Kelebihannya
dititrasi kembali dengan
KSCN.
Larutan K2CrO4
larutan Fe3+/ lar Fe2+
Indikator adsorpsi seperti
cosin, flourosein,
diflourosein

Persamaan reaksi Ag+ + Cl- AgCl

Ag++ X- AgX

Ag+ + X- AgX

Ag+ + CrO4- Ag2CrO4

Ag+ + SCN- AgSCN

AgX // Ag + cosin

(Coklat kemerahan)

Fe3+ + SCN- Fe(SCN)2+


(merah darah)

AgX/Ag-cosinat
(biru kemerahan)

Rangkuman cara Mohr, Vohard, dan Fayans dapat kita lihat dalam table di bawa ini:
Syarat

[CrO4-] 2,5 x 10-3 M


If [CrO4- ]> 2,510-3 M
Terjadi sebelum TE

Dilakukan dalam suasana Endapan harus dalam bentuk


asam, karena jika tidak Fe3+ koloid.
akan terhidrolisis
Pemilihan indikator dan
membentuk endapan
penyesuaian pH sangatlah
Fe(OH)3
penting.

PH = 6-10
Jika PH < 6 [CrO4-]
berkurang.
2H++CrO4- 2HCrO4Cr2O72- +H+
Jika PH > 10, akan
berbentuk AgOH/Ag2O
Penggunaan

Penentuan Cl- atau Br-, I- Penentuan Cl-, Br-, I-dan


dan SCN- terabsobrpsi
SCNkuat oleh endapan.

Penentuan Cl-, Br-, I-dan


SCN-

Contoh Perhitungan
1. Satu gram sampel larutan garam klorida dianlisis dengan cara Mohr
memerlukan 31 mL 0,11 M larutan AgNO3. Dalam percobaan ini 1 gram

sampel dianalisa dengan cara Fayans mennunakan dikloro flourosein. Pada


pH = 7 memerlukan 31,5 mL 0,105 AgNO3. Hitung % klorida (Ar Cl = 35,453
mg/mmol) dalam kedua sampel diatas. Jika % klorida beda, apa saran anda
agar kedua hasilnya akurat! Mengapa?
2. Hitung % Br jika 1,0 gram sampel garam klorida dianalisis dengan Volhard.
Pada cara ini digunakan 50 mL 0,1 M AgNO3 sesudah semua Br- mengendap
kelebihan ion Ag+ dititrasi kembali dengan 15,0 mL 0,08 M Kalium tiosianat.
(Ar Br = 79,9 mg/mmol)
Penyesaian
1)
-

Soal ini dapat di selesaikan dengan 2 cara yaitu:


Cara Mohr

% Cl- 100%
% Cl- 100%
% Cl-

Cara Fajans

% Cl- 100%

% Cl- 100%
% ClSupaya hasil keduanya akurat maka pH dari dikloroflorosein harus kurang dari sama
dengan 4.

INDIKATOR PENGENDAPAN DAN ADSORPSI


A. Pengertian
Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi presipitimetri seperti
pada Argentometri. Dalam Titrasi Argentometri dibedakan menjadi 3
macam cara berdasar indikator yang dipakai untuk titik akhir titrasi,
yaitu : cara Mohr, cara Fajans, dan cara Volhard.
Jadi dalam tiga cara tersebut titrant masing-masing tertentu, indikator
dan pH untuk cara Mohr dan Volhard tertentu, sedang dalam cara Fajans
tidak harus tertentu dan pH disesuaikan dengan indikator.
a. Indikator Argentometri Mohr
Indikator yang digunakan adalah K2CrO4 yang pada titik akhir titrasi
bereaksi dengan larutan titrant membentuk endapan yang berwarna
merah bata.
K2CrO4 + 2 AgNO3 ---> 2 KNO3 + Ag2CrO4 (merah bata)
Konsentrasi CrO42- yang ditambahkan tidak sembarangan, tetapi harus
dihitung berdasarkan Ksp zat uji (misal AgCl) dan Ksp Ag2CrO4. Dalam
penggunaan sesungguhnya, konsentrasi 0,0072 M terlalu besar karena
warna K2CrO4 terlalu kuning sehingga mengakibatkan perubahan warna
pada titik akhir titrasi sulit dilihat. Maka harus pakai konsentrasi lebih
rendah dan tampaknya 0,0025 merupakan konsentrasi optimal. Tetapi
karena diturunkan maka perlu Ag+ > 1,33 x 10-5 untuk dapat
menghasilkan endapan merah sebagai indikator. Disamping itu masih
diperlukan sejumlah AgNO3 lagi agar endapan cukup banyak dan tampak.
Untuk larutan 0,1 M tidak berpengaruh, tetapi untuk larutan encer
berpengaruh serius. Koreksinya berupa :
- Titrasi blanko dengan suspensi CaCO3 yang bebas Cl- Untuk analat yang berbeda perlu digunakan konsentrasi indikator yang
berbeda.
Dalam Penggunaan K2CrO4 sebaiknya pH larutan dikoreksi agar berada
pada pH netral atau sedikit alkali. Bila pH rendah ion CrO42- sebagian
berubah menjadi Cr2O72- oleh karena disosiasi asam yang melepaskan
ion H+ yang mana dapat mengurangi konsentrasi indikator dan
menyebabkan tidak timbul endapan atau terlambat menunjukkan titik
akhir titrasi.

Dalam titrasi Argentometri ini penetapan kadar I- dan SCN- tidak dapat
ditetapkan kadarnya dengan cara ini, karena endapan AgI maupun AgSCN
sangat kuat menyerap Kromat sehingga hasilnya tidak memuaskan. Perak
(Ag+) juga tidak dapat ditetepkan dengan cara ini karena endapan perak
kromat yang mula-mula terbentuk pada awal titrasi sukar dipecah.
Pengganggu dalam penggunaan indikator ini adalah adanya ion Pb++ dan
Ba++ yang mengendapkan ion CrO42- menjadi endapan yang berwarna
kuning yang tidak larut oleh ion Ag+berupa PbCrO4 dan BaCrO4 yang
dapat mengurangi dan menggangu titik akhir titrasi.
Pb++ + CrO42- ----> PbCrO4
Ba++ + CrO42- ----> BaCrO4
b. Indikator Argentometri Fajans
Indikator yang digunakan adalah indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi
merupakan zat yang dapat diserap pada permukaan endapan dan
menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan diatur pada titik ekivalen
dengan memilih indikator dan pH larutan.
Cara kerja indikator adsoprsi ialah indikator ini asam lemah atau basa
lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan perak. Misal
Flurescein (HFl) pada penetapan Cl-. Dalam larutan Fluorescein akan
mengion :
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan berwarna
merah muda. Karena Penyerapan terjadi pada permukaan dalam titrasi ini
diusahakan agar permukaaan endapan itu seluas mungkin supaya
perubahan warna juga tampak sejelas mungkin Maka endapan harus
berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu
bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant
( ion Ag+ ).
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam
lingkungan dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+ ;
maka endapan menyerap ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid
menjadi negatif. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion
X- ; pada titik ekivalen semua X- diikat oleh Ag+, sehingga koloid jadi
netral. Setetes titrant menyebabkan kelebihan ion Ag+, sehingga koloid
jadi positif, dan menarik ion Fl- yang menyebabkan warna endapan
mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan terjadi
penggumpalan koloid, maka larutan yang semula keruh menjadi jernih
atau lebih jernih.
Titik akhir titrasi ini diketahui berdasarkan tiga macam perubahan, yaitu
( i ) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan

kelihatan menggumpal, ( ii ) Larutan yang semula keruh menjadi lebih


jernih dan ( iii ) Larutan yang semula kuning hijau hampir hampir tidak
berwarna lagi.
Dari keseimbangan pengionan HFl terlihat bahwa konsentrasi Fl- akan
sangat dipengaruhi oleh pH , makin rendah pH makin mengarah kekiri
keseimbangan tersebut dan makin kecil konsentrasi Fl- . Bila jumlah Flterlalu kecil maka perubahan warna akan kurang jelas dan titik akhir akan
terlambat Kebanyakan indikator adsorbsi bersifat asam lemah maka
umumnya tidak dapat dipakai dalam larutan yang terlalu asam (misal
HNO3 6N).
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa
banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi
peka cahaya ( fotosensitifasi ) dan menyebabkan endapan terurai.
Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan
terpercaya . Sebaliknya penerapannnya agak terbatas karena
memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus terbentuk dengan
cepat.
c. Indikator Argentometri Volhard
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah indikator Fe3+ (Ferri
Ammonium Nitrat). Indikator ini bekerja berdasarkan pembentukan
kompleks yang larut antara Fe3+ dengan ion SCN- membentuk ion
kompleks yang sangat kuat warnanya yaitu merah :
SCN+ + Fe3+ ------> Fe(SCN) ++ (merah)
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang
karena titrant bereaksi dengan titrat maupun indikator, sehingga kedua
reaksi itu saling mempengaruhi. Disamping itu bila konsentrasi indikator
lebih besar dari 0,2 M warna asli kuningnya cukup jelas sehingga
menyulitkan pengamatan warna kompleks Fe(SCN)++ . Konsentrasi Fe3+
yang umum digunakan dalam titrasi kira-kira 0,01 M. Dalam prakteknya,
konsentrasi indikator dapat lebih kecil lagi, karena ternyata tidak
membawa kesalahan titrasi yang tidak terlalu besar.
Pada penetapan kadar Iodida (I-), penambahan indikator Fe3+ dilakukan
setelah Iodida diendapkan sebagai AgI, agar tidak dioksidasi oleh Fe3+
menjadi Iodium.
2 Fe3+ + 2 I- -----> 2 Fe++ + I2
Reaksi ini berlangsung karena kesanggupan Fe3+ untuk mereduksi /
menerima elektron dari Iodida, oleh sebab itu pada titrasi kembali
hendaknya I- harus tepat habis diendapkan sebagai AgI.

Dasar Pembagian met. Volumetri :jenis reaksi kimia antara larutan standar dengan
analit
Jenis Volumetri
Netralisasi (asidi-alkalimetri) : reaksi asam basa
Presipitimetri dan kompleksometri : reaksi pembentukan endapan dan senyawa
kompleks
Redoksimetri : reaksi oksidasi-reduksi
II. Presipitimetri dan Kompleksometri
Titrasi terhadap analit dengan larutan standar yang ditandai oleh pembentukan
endapan atau senyawa kompleks
Syarat endapan :
tidak larut
pembentukannya cepat
hasil titrasi tidak dipengaruhi oleh proses adsorpsi dan kopresipitasi
Titik ekivalem mudah ditentukan
Yang memenuhi sebagai Larutan standar : AgNO3 (primer) Argentometri
Larutan analit : Cl-, Br-, CN-, Ag+
Teori dasar :
Kelarutan
Ksp
pengendapan bertingkat
Pembagian metode Argentometri
Metode
Mohr
Volhard
Leibig
Lar. Standar
AgNO3
NH4CNS dan AgNO3
AgNO3
Analit
Cl-, BrAg+, Cl-, BrCN-, Ni2+
Indikator
K2CrO4
Fe3+
I2
Titik ekivalen
Endapan merah

Ag2 CrO4
Larutan berwarna merah
Endapan permanen
1.Metode Mohr
Reaksi :
Ag+ + Cl- AgCl (endapan putih)
2Ag+ + CrO42- Ag2CrO4 (endapan merah)
Endapan merah terbentuk setelah tidak terbentuk
endapan putih
Bagaimana ini dapat terjadi ? Jika diberikan data :
Ksp AgCl = [Ag+ ] [Cl- ] = 1,1 x 10-10
Ksp Ag2CrO4 = [Ag+ ]2 [Cl- ]= 1,7 x 10-12
Misal [Cl-] = [Ag+] = 0,1 N
Cara :
Untuk mengendapkan ion Cl :
[Ag+] = 1,1 x 10-10/10-1 = 1,1 x 10-9 M
Untuk mengendapkan ion CrO42- :
[Ag+] = 1,7 x 10-12/10-1 = 0,41 x 10-5
Endapan putih terbentuk lebih dulu, karena ion Ag+ yang diperlukan oleh ion Cllebih sedikit daripada oleh ion CrO42Penggunaan :
Penentuan konsentrasi ion Cl- sebagai garam dalam larutan
Cara perhitungan :
Mol Cl- Mol Ag+
V. M (Cl- ) V. M (Ag+ )
Data diketahui :Vol. larutan Cl- , N larutan Ag+
Data pengamatan : Vol. larutan Ag+
Contoh :
Sebanyak 50 ml air laut ditentukan kandungan NaCl nya dengan cara menitrasinya
menggunakan larutan standar AgNO3 0,2M.Jika diperlukan 32 ml AgNO3, maka
tentukan berapa g/L kandungan NaCl
Suatu sampel yang mengandung 0,5 gram campuran LiCl (Mr = 42,5) dan BaBr2 (Mr
= 297) diititrasi dengan larutan standar AgNO3 0,1M memerlukan 50,5 ml. Tentukan
% masing-masing
2.Metode Volhard
Penentuan larutan Ag+ :
Langsung dititrasi dengan lar. standar CNS-, indikator lar. Fe3+
Reaksi :
Ag+ + CNS- AgCNS end putih
Fe3+ + 3 CNS- Fe(CNS)63-(larutan merah)
Cara perhitungan :
mol larutan Ag+ mol larutan CNSV. M (larutan Ag+ ) V.M (larutan CNS- )

Penentuan larutan ion Cl- :


Larutan standar Ag+ ditambahkan ke dalam lar. sampel secara berlebihan kemudian
sisanya dititrasi dengan lar. standar CNS-, Indiktor Fe3+
Reaksi :
Cl- + Ag+ AgCl(end. Putih)
Ag+sisa + CNS- AgCNS end putih
Fe3+ + 3 CNS- Fe(CNS)63-(larutan merah)
Cara perhitungan :
Mol Cl- = Mol Ag+ yang bereaksi
Mol Ag+ yb= mol Ag+ awal - mol Ag+ sisa
Mol Ag+ sisa Mol CNSContoh
Suatu sampel mineral SrCl2 kotor akan ditentukan kemurniannya dengan met.
Volhard. Untuk itu 0,5 g sampel dilarutkan dalam akuades dan ditambah lar. AgNO3
0.2M 50 ml. Jika larutan tersebut dapat dititrasi dengan 24,6 ml lar. NH4CNS 0,25M
maka tentukan kadar (%) SrCl2 ( Mr = 158,6) dalam sampel tersebut
3.Metode Leibig
Penentuan ion CNJika lar. AgNO3 ditambahkan ke dalam larutan CN- mula-mula akan terjadi endapan,
yang jika diaduk, endapan akan larut karena membentuk Ag(CN)2Jika semua reaksi tsb telah sempurna maka dengan adanya sedikit ion Ag akan
terbentuk endapan Ag[Ag(CN)2] yang permanen
Reaksi :
Ag+ + CN- AgCN (endapan putih)
AgCN + CN- Ag(CN)2-(larut)
----------------------------------------------- +
Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2-(larut)
Ag+ + Ag(CN)2-(larut) Ag[Ag(CN)2] (endapan permanen)
Cara perhitungan :
1 mol Ag+ = 2 mol CNContoh :
Jika 1 gram garam KCN kotor dilarutkan dalam 50 ml air kemudian dititrasi dengan
lar. AgNO3 0,1M memerlukan 24 ml, maka tentukan berapa % kemurnian garam
tersebut?
Penentuan Ni(II) :
Larutan yang mengandung ion Ni(II) direaksikan dengan amonia membentuk
kompleks heksaaminnikel. Kemudian direaksikan dengan larutan standar CN yang
berlebihan, sehingga terbentuk kompleks siano. Kelebihan ion CN selanjutnya
dititratsi dengan larutan standar AgNO3 sampai terbentuk endapan permanen
Ag[Ag(CN)2] . Karena endapan tersebut dapat larut dalam amonia maka indikator
yang digunakan adalah KI, dimana TE ditandai oleh endapan AgI
Reaksi yang terjadi (belum sempurna) :

Ni2+ + NH4OH {Ni(NH3)6 }2+ + H2O


{Ni(NH3)6 }2+ + CN->> + H2O {Ni(CN)4 }= + NH4OH
CN- + Ag+ {Ag(CN)2}+
Ag++ {Ag(CN)2}+ Ag{Ag(CN)2}
Ag+ + I- AgI (endp kuning)
1 mol Ni(II) = 4 mol CN
1 mol Ag = 2 mol CN
Mol Ni(II) mol KCN - mol Ag
Contoh 1 :
Kandungan Ni dalam suatu larutan basa akan ditentukan secara argentometri.
Ke dalam sampel Ni amoniakal ditambahkan 50 ml KCN yang mengandung 13mg
KCN/ml. Jika kelebihan ion CN dapat dititrasi dengan 6 ml lar. AgNO3 0,1M, maka
tentukan berapa gram Ni yang terdapat dalam sampel tersebut.
di 1:05 AM

Anda mungkin juga menyukai