I Made Sutajaya
Email: madesutajaya@yahoo.co.id
Abstrak
Tujuan penelitian adalah memberdayakan masyarakat melalui usaha kuliner lokal
untuk mengembangkan sikap kewirausahaan dan pendapatan pedagang kaki lima.
Metode yang digunakan adalah melalui quasi eksperimen yang dipadukan dengan
pendekatan Sistemik, Holistik, Interdisipliner, dan Partisipatore (SHIP). Rancangan
penelitian menggunakan post test only group design (treatment by subject design).
Kegiatan yang dilakukan diawali dengan identifikasi masalah, kemudian dibuat
prioritas masalah dan selanjutnya dibuat rencana tindak (action plan). Rencana tindak
ini digunakan sebagai intervensi penelitian. Data yang diperoleh dianalisis secara
deskriptif dengan mencari persentase perubahan dan dilanjutkan dengan uji beda t
paired. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan skor sikap
kewirausahaan secara bemakna sebesar 41,59% dan pendapatan pedagang meningkat
37,73% (p<0,05). Ini membuktikan bahwa pemberdayaan masyarakat yang dilakukan
melalui pendekatan partisipatori dinilai cukup berhasil. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat melalui usaha kuliner local dapat
meningkatkan sikap kewirausahaan dan pendapatan pedagang.
Abstract
The research objective is to empower local communities through culinary efforts to
develop entrepreneurial attitudes and income vendors. The method used is through a
quasi-experimental approach combined with Systemic, Holistic, Interdisciplinary, and
Participatory (SHIP). Research design used a post-test only group design (treatment
by subject design). Activities undertaken beginning with problem identification,
priority issues and then made hereafter devised an action plan (action plan). This
action plan is used as a research intervention. Data were analyzed descriptively by
finding the percentage change and continued with paired t-test. The results showed
that a significantly increase in entrepreneurial attitude score of 41.59 % and 37.73 %
increase merchant revenues (p < 0.05). This proves that the community empowerment
through participatory approach was considered quite successful. It can be concluded
that the empowerment of communities through local culinary businesses can increase
revenue entrepreneurial attitude and traders.
semua disiplin terkait harus dimanfaatkan, mungkin agar tidak menimbulkan dampak
karena makin kompleksnya permasalahan negatif terhadap kesehatan konsumen.
yang ada diasumsikan tidak akan Makanan khas desa setempat yang
terpecahkan secara maksimal jika hanya dijajakan adalah topot, jaja kukus, tipat
dikaji melalui satu disiplin, sehingga perlu santok, betutu, daluman, cendol, loloh,
dilakukan pengkajian melalui lintas tipat sate, tahu basa lalah, jukut mebejek,
disiplin ilmu. Partisipatori artinya semua pesan celengis, pesan kakul, pesan
orang yang terlibat dalam pemecahan lindung, bubuh basa nyuh, jaja giling-
masalah tersebut harus dilibatkan sejak giling, dan lain-lain. Barang dagangan
awal secara maksimal agar dapat tersebut sangat khas dinilai dari cara
diwujudkan mekanisme kerja yang pembuatannya, cara penyajiannya, dan
kondusif dan diperoleh produk yang bumbu yang digunakan. Kekhasan ini
berkualitas sesuai dengan tuntutan jaman membuat para pelanggan wajib datang ke
(Manuaba, 2008). tempat tersebut karena di tempat lain
Penelitian ini menggunakan rancangan tidak ditemukan makanan khas seperti itu.
posttest only group design (treatment by Kondisi inilah yang membuat para
subjects design). Subjek penelitian adalah pedagang yakin bahwa dagangannya akan
15 orang pedagang kuliner yang ada di dicari oleh para pelanggan.
Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Keunikan makanan tersebut tentu
Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali yang berpotensi untuk dikembangkan dan
dipilih secara acak bertingkat (multistage dipasarkan secara lebih luas dan dapat
random sampling). Data yang diperoleh memotivasi para pedagang untuk
dianalisis denagn uji t paired pada taraf berwirausaha lebih lanjut. Sutajaya &
signifikansi 5%. Gunamantha (2014) melaporkan bahwa
melalui pemberdayaan pedagang kuliner
3. Hasil Penelitian Dan Pembahasan mengakibatkan: (a) munculnya semangat
Karakteristik Kuliner baru bagi pedagang kuliner yang
Karakteristik kuliner yang ada di Desa sebelumnya sempat tidak percaya diri
Peliatan adalah: (a) menjajakan makanan untuk berbisnis di bidang tersebut; (b)
tradisional dilakukan oleh 73,3% munculnya kelompok pedagang kuliner
pedagang; (b) menjajakan makanan khas yang siap berjualan sesuai dengan aturan
desa setempat dilakukan oleh 40,0% yang telah ditetapkan oleh desa; (c)
pedagang; (c) memasak sendiri makanan berhasil dibuat tenda knock down yang
yang dijajakan dilakukan oleh 73,3%; (d) bisa dibongkar pasang, karena areal yang
tidak menggunakan penyedap rasa dimanfaatkan untuk usaha kuliner tersebut
dilakukan oleh 46,7% pedagang; (e) paginya digunakan sebagai tempat parkir;
menggunakan bahan baku dari pasar desa dan (d) usaha kuliner yang dibangun
setempat dilakukan oleh 86,7% pedagang; tersebut menjadi sumber penghasilan baru
dan (f) memasak langsung di tempat bagi pihak desa.
berjualan dilakukan oleh 53,3%
pedagang. Dilihat dari persenase tersebut Kondisi Lingkungan di Areal Kuliner
tampaknya kuliner di desa tersebut Kondisi lingkungan di areal kuliner
cenderung menjajakan makanan sangat menentukan keberlanjutan kuliner
tradisional yang dibuat sendiri oleh tersebut. Dalam hal ini ditemukan bahwa:
pedagang dengan menggunakan bahan (a) areal parkir seluas 15 x 40 m dinilai
baku yang dibeli di pasar desa setempat. cukup memadai untuk 100 s.d. 150 orang
Kondisi tersebut tampaknya perlu pengunjung; (b) tersedianya tempat
dipertahankan agar makanan-makan khas beristirahat berupa bale sakenem (6x4m)
Bali tetap lestari dan semakin digemari dinilai cukup nyaman untuk lesehan atau
oleh masyarakat. Di samping itu sekadar untuk tempat duduk saat
ditemukan bahwa hanya 46,7% saja yang konsumen menikmati hidangan yang
tidak menggunakan penyedap rasa. disajikan; (c) akses menuju kuliner sangat
Ditinjau dari unsur kesehatan tampaknya lancar karena lokasinya berada di pinggir
hal itu perlu ditanggulangi sesegera jalan protokol; (d) tempat menyimpan
rombong atau meja dimanfaatkan gedung berkisar antara 63 s.d 75%, dan kecepatan
serba guna atau di sekitar kantor desa angin antara 0,03 s.d. 0,15 m per detik.
sehingga sangat efektif dan efisien saat Kondisi lingkungan dengan rentangan
menyimpan peralatan tersebut; (e) tersebut dinilai nyaman untuk
kebersihan areal sangat terjamin, karena beraktivitas.
ada petugas kebersihan yang selalu
menjaga kebersihan di areal tersebut; (f) Pengetahuan Pedagang Kuliner
pengaturan parkir juga dinilai cukup rapi, Pada penelitian ini ditemukan bahwa
karena sudah dipekerjakan seorang tukang terjadi peningkatan pengetahuan
parkir yang cukup handal; (g) keberadaan pedagang kuliner secara bermakna
lalat, kecoa, dan tikus yang sering sebesar 21,18% antara sebelum dan
mengintai makanan yang dijajakan diatasi sesudah pelatihan ergo-entrepreneurship
dengan cara menutup atau menggunakan (p<0,05). Itu bisa terjadi karena selama
rak kaca; (h) keberadaan debu terpaan pelatihan disosialisasikan prinsip-prinsip
angin diatasi dengan menyiram areal ergonomi yang relevan untuk
sebelum kuliner dibuka; (i) terpaan sinar diaplikasikan di lapangan dan dipadukan
matahari diatasi dengan penambahan atap dengan prinsip-prinsip kewirausahaan
pada rombong; (j) penanganan limbah yang dapat memotivasi pedagang kuliner
kuliner diatasi dengan membuang limbah untuk mengembangkan usahanya.
di tempat yang jauh dari areal kuliner; (k) Di samping itu para pedagang secara
penggunaan detergen untuk mencuci partisipatori dan proaktif berusaha untuk
piring dan peralatan lainnya dapat mengetahui berbagai hal yang dapat
diminimalkan dengan memanfaat inke memajukan kulinernya. Mereka sering
beralaskan daun pisang sebagai wadah berdiskusi dengan teman sejawat, para
makanan; dan (l) dengan lokasi kuliner di pengunjung atau pembeli, dan masyarakat
sekitar Gedung Serba Guna tampaknya yang mempunyai pengalaman di bidang
sangat strategis karena mudah dijangkau kuliner dan kewirausahaan. Konsep ergo-
dari segala penjuru dan jika ada kegiatan entrepreneurship yang sering didiskusikan
di gedung tersebut akan menambah dengan para pedagang, tokoh masyarakat,
jumlah pembeli. dan aparat desa ternyata cukup memadai
Kondisi lingkungan tersebut dinilai digunakan sebagai acuan di dalam
sangat memadai untuk pengembangan menunjang pengetahuan pedagang pada
kuliner ke arah yang lebih maju dan lebih khususnya dan pengetahuan masyarakat
mandiri. Dalam hal ini Adnyana (2013) pada umumnya. Bahasa dan petunjuk
melaporkan bahwa kondisi lingkungan yang sederhana yang tersurat di dalam
yang dipertimbangkan di dalam pedoman tersebut cukup menggugah rasa
beraktivitas adalah suhu kering, suhu ingin tahu para pedagang khususnya yang
basah, dan kelembaban relatif yang berkaitan dengan upaya peningkatan
dipengaruhi oleh efek termal suatu usaha kuliner yang sedang digeluti.
peralatan. Suhu kering yang menyertai Anonim (2015) menyatakan bahwa ergo-
para tukang banten saat beraktivitas enterpreneur merupakan program yang
adalah 29 s.d. 31o C dan suhu basahnya user friendly dan khusus dikembangkan
adalah 27 s.d 29oC dengan kelembaban untuk perusahaan konstruksi dan
relatif 75 s.d 85%. Kondisi lingkungan disesuaikan dengan filosofi kerja
tersebut dinilai nyaman untuk beraktivitas seseorang di suatu perusahaan. Pengguna
sehingga tidak mengganggu produktivitas menemukan dengan cepat solusinya
pekerja. Sutarja (2012) melaporkan bahwa melalui program yang diaplikasikan, yang
kenyamanan termal atau fisik lingkungan merupakan pendekatan partisipatori dan
di tempat beraktivitas dipengaruhi oleh biasa diterapkan di tempat kerja.
temperatur, kelembaban relatif, kecepatan Khairani (2015) melaporkan bahawa
angin, pencahayaan, dan kebisingan. bahwa determinasi (R2) pengetahuan
Dalam hal ini ditemukan bahwa kewirausahaan dan kemandirian pribadi
temperatur di tempat kerja berkisar antara mempengaruhi kinerja usaha. Dari
26,5 s.d. 31oC, kelembaban relatif pengujian secara parsial (uji t) variabel