Anda di halaman 1dari 17

IMMUNOLOGY OF VACCINATION

(JANGAN LUPA LIHAT GAMBAR DI SLIDE LECTURE)

Dasar- dasar vaksinasi di bidang immunologi


Terkait dengan proses pematangan dan pengaktivan sel-sel imun adaptive
Vaksinasi sudah ditemukan berabad-abad yang lalu ketika :
1. Edward jenner  melukai kulit dari pasien yang mengenai pasien small pok campa lalu
diobati dengan small pox sapi  sembuh
2. Loise Pasteur  melemahkan pathogen antrax, berbeda dengan erdwar janner. Loise
Pasteur melemahkan pathogen
Mereka berdua pioneer pengembangan vaksin sampe masa kini
Butuh 2 abad setelah penemuan pengobatan campak agar tidak menjadi wabah
Data WHO yang berkaitan dengan vaksinasi anak-anak  dengan adaya vaksinasi
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat infeksi, Vaksinasi menurunkan angka
kemaatian karena infeksi tapi inget vaskisnasi bukan cuma anak-anak tapi dewasa juga.
Vaksinasi merupakan intervensi public health paling berhasil berdsarkan data WHO karena
vaksinasi berhasil menurunkan angka penderitaan dan kematian akibat infeksi dari
pathogen.
TOPIK BAHASAN
1. Mengapa vaksinasi diperlukan
2. Vaksinasi berkaitan dengan pematangan dan pengactivan sistem imun adaptive
3. Lalu vaksinasi menyasar pada memory cell
4. Bagaimana vaksinasi bekerja
5. Kriteria vaksinasi yang efektif
6. Bagaimana mendapat proteksi yang baik dengan vaksinasi
7. Vaksinasi untuk orang dewasa
JADWAL VAKSINASI
Berbagai vaksin yang harus diberikan dan waktu yang yang harus diberikan, vaksinasi
diberikan berbeda antara satu vaksin dengan vaksin yang lain
Jadwal vaksinasi anak-anak di amerika berbeda dengan di Indonesia karena prevalensi
beda, prevalensi kesakitan terhadap suatu penyakit beda atar satu daerah dengan daerah
yang lain. Prevalensi tentunya berkaitan dengan geografis karena pathogen yang banyak di
bagian tropis dan subropis beda-beda makannya vaksinasi beda. Contoh virus flu banyak di
daerah atau negara ang beriklim dingin.
Balik lagi ke sistem imun bawaan dan adaptive
Beda pathogen yang masuk akan beda sel imun yang menyerang.
Pertama innate dulu memanggil adaptive lalu innate dan adaptive pada akhirnya akan
bekerja sama.
Contoh :
Epithel rusak  pathogen masuk ke bawah epithel sehingga kemungkinan merusak
jaringan lebih basar kalau barrir tubuh mampu maka akan sembuh, butuh cukup populasi
pathogen untuk membuat danger signal yang akan mengactivekan sistem imun sehingga
sistem imun bekerja, danger signal akan active kalo udah sampe trashold  lalu innate
jalan beketja mengeliminasi, disaat bersamaan akan mengactivekan adaptive kalo innate
tidak mampu mengatasi dengan sitokin dan kemokin  lalu terjadi induksi respon imun
adaptive di organ limfoid sekunder  setelah terbentuk sel efektor maka akan bekerja
membasmi pathogen bersama-sama dengan sistem immun innate  lalu pathogen akan
terbasmi atau istilahnya hilang, nah hilangnya pathogen ini bisa benar2 hilang atau masuk
fase laten  pada fase laten maka tidak bisa dideteksi oleh sel imun contoh herpes masuk
fase late sembunyi di neuron lalu sebelum masuk fase laten maka akan menimbulkan
immunological memory.
Immunoligal memory emang lebih condong ke sel B tapi inget sel T juga ada immunological
memmorynya.
Apabila diserang pathogen, apabila adaptive
1. pathogen  danger signal  Pathogen dikenali dendritic cell atau APC yang lain yaitu
sel B dan makrofag  lalu APC yang bawa antigen tadi bakal ke secondary organ  Lalu
APC akan mempresentasikan antigen ke sel T naïve, mengenalinya dengan MHC, Kalau
intraceluller pake MHC class 1 kalau Pathogen extraceluller pake MHC kelas II 
akibatnya sel T akan teractivasi
Kalo intraceluller  maka efektornya adalah sel T sitotoksik  CTL akan ke site of
infection yaitu sel yang terinfeksi lalu keluarin granzyme dan perforin dan akan melisiskan
sel yang terinfeksi tersebut.
Pathogen extraceluller  Thelper 1 akan activasi atau memperkuat kerja macrophage,
Thelper 2 akan mengeluarkan sitokin 4 dan 13 lalu sel B jadi keluarkan igE, Tfh akan
activekan sel B dengan pengenalan antigen, antigen dibawa sel B karena sel B jadi APC.
Kenapa sel Tfh bawa antigen ? Karena sel T akan menghasilkan sitokin agar sel B
berdefesensiasi menjadi sel plasma dan menghasilkan immunoglobulin M(mampu
menghadapi antigen yang sifatnya extraceluller), karena walaupun sel B udah kenal antigen
tapi dia engga bisa hasilkan sitokin sendiri.
Antibodi bekerja dengan cara :
1. Netralisasi
2. Opsonisasi
3. Actvasi sistem Komplemen

Keterangan Gambar :
Antibodi akan melekat dengan pathogen  lalu akan terjadi netralisasi, kenapa bisa ?
karena saat menempel pada pathogen ada rantai yang reseptornya dikenali oleh sel-sel
imun yang lain, akan tetapi sel plasma yang manghasilkan igM tidak banyak meninggalkan
memory. Selain ada sel plasmablast yang berdeferensiasi jadi sel plasma yang
menghasilkan igM, ada juga yang bermigrasi ke cetrum germinativum dan akan ketemu sel
Tfh untuk diactivasi agar menghasilkan immunoglobulin yang lebih kompeten dalam artian
memiliki ikatan yang afinitasnya makin kuat yaitu menghasilkan ig selain igM, berdasarkan
sitokin yang dihasilkan sehingga akan membunuh pathogen yang cocok sengai dengan
immunoglobulin yang dihasilkan.
FYI :
Jadi ig M itu masih rendah afinitas nya life span juga rendah.
Keterangan Gambar :
1. Terjadi aktivasi sel B karena bantuan dari TFH lalu menjadi sel B yang active
2. Setelah active dia akan bermigrasi ke organ limfoid sekunder. Inget, jadi sebelum ke
germinal center sel B masih dengan immunoglobulin (receptornya) yang memiliki afinitas
rendah. Lalu, sel B membentuk centrum geminale dan di centrum germinale tersebut akan
mengalami somatic hypermutation dan isotype switching.
3. Sel B pada germinal center akan terjadi somatic hypermutation dan isotype switching.
Lalu, setelah itu akan menghasilkan sel B dengan “mutated high-affinity surface
immunoglobulin” tapi tidak hanya itu untuk menjadi sel B yang kompeten dalam
menghasilkan antibody spesifik tapi perlu ikatan yang cross-linked antara B-cell receptor
dengan sel T helper untuk menahan dan memperpanjang proliferasi dan maturasi sel B
agar manjadi sel plasma dan 10% akan menjadi sel memori.
4. Yang terjadi pada sel B dengan “mutated low-affinity surface immunoglobulin” karena B
cell receptor tidak dapat melakukan cross-linked dengan T cell helper dan B cell tidak dapat
mengenali antigen pada t cell maka sel B akan mati dan diapoptosis
FYI : Digerminal center akan lebih banyak dihasilkan memori
Reaksi di centrum germinativum :
1. Somatic hypermutastion dan Isotype switching
Terjadi isotype switching yang mengasilkan Ikatan yang lebih kuat atau tetap lemah. Kalau
lemah maka akan terjadi apoptosis. Ada siklus gitu terus sampai mendapatkan afinitas yang
kuat sehingga mengahasilkan igG, igA atau igE (bukan igM) dan akan membuat memory
cell. Akan ada subset memory dari sel T dan Sel b itu sebanyak 10 persen dari sel efektor,
jadi ada efektor yang kerja dan jadi memory yang tidak kerja hanya muter aja ( kalo disini
maksutnya yang jadi memory sel B)
2. Spesific-mature B cell
Digerminal center akan dihasilkan specific-mature B cell yang akan berproliferasi jadi sel
plasma yang menghasilkan antibody yang spesifik terhadap pathogen-pathogen tertentu.
3. Dan beberapa efektor cell tadi akan menjadi memory. Nah, Pad germinal center akan
dihasilkan lebih banyak sel B memori
Efektor cell punya keterbatasan umur tapi ada saebagian subset menjaddi memory cell
yang dari waktu-kewaktu akan mencurahkan sitokin untuk survive lebih lama, kadang juga
akan ketemu dengan self peptide dengan self MHC agar sel memory survive. Jadi sel
memory ada yang bersirkulasi dan kembali ke bone marrow. Jadi apabila ada antigen yang
masuk dan dikenali oleh muka antigen di sel memory yang cocok akan langsung dihasilkan
antibody dalam beberapa hari.

Keterangan Gambar :
Merupakan prinsip kerja vaksin kenapa pake sel B memory untuk sasaranya karena sel B
memori :
1. Sel B memory akan memiliki ikatan antigen-specific lebih kecil sehingga akan spesifik
dalam mengenali antigen pada penyakit tertentu.
2. Isotype dari antibody yang dihasilkan pada sel memory lebih dominan igA dan igG.
Sedangkan pada naïve b cell memiliki isotope antibody yang dihasilkan lebih banyak igM
dari pada igG. Padahal, igM kerjanya engga spesifik.
3. Afinitas atau ikatannya terhadap antibody pada sel B memori lebih tinggi dibanding sel B
naïve.
4. Lalu somatic hypermutation yaitu pengenalan muka pada b-cell terhadap antigen lebih
tinggi pada memory b-cell dibanding pada naïve b-cell. Sehingga akan lebih spesifik
mangenali antigen seperti lock and key pada kerja enzim dan subsratnya.
Bagaimana sel limfosit memori bekerja :

- Secara keseluruhan sel memori akan bersirkulasi aja dan berproliferasi secara
periodic (tertunya ada yang menjaga agar sistem tersebut terjaga yaitu suatu sinyal
berupa sitokin IL-7 dan IL-15), nah survive memory cell ini selain dengan sitokin juga
dengan bertemu self peptide dari MHC untuk dia survive.
- Sel memori ada yang bersirkulasi dan ada yang kembali ke bone marrow
- Nah, apabila ada infeksi yang berulang maka sel memori memiliki muka ikat dengan
antigen yang tepat dan cocok maka sel memori ini akan bekerja langsung dan
berproliferasi paling tidak hanya butuh beberapa tidak perlu proses pengactivan lagi
pada saat dia masih naïve.
- Situasinya sama untuk sel B memori dan sel T memori.
Kerja vaksin
 Kerja vaksin kurang lebih sama dengan mekanisme masuknya infeksi, tapi tidak dikenal
sebagai antigen Infeksi tapi dikenal sebagai priming tidak ada proses pembasmian
pathogen maupun adanya proses against pathogen sehingga dapat dikatakan bahwa
Vaksinasi adalah upaya pengenalan antigen dengan sedikit kesakitan atau tidak ada
kesakitan atau sedikit kesakitan karana adanya demam. Tapi, demam tetap arti baik bahwa
respon imun bekerja.
 Masuknya antigen dikenal sebagai priming jadi tidak ada morbidity(keadaan yang tidak
sehat) dan mortality (kematian).
Contoh hasil vaksinasi small pox :
Hingga 5 tahun : CD4 memory, CD8 memory dan Antibodi tinggi
Setelah 5 tahun : CD 4 memory dan CD 8 memory turun sementara Antibodi yang
dihasilkan masih tinggi tapi rendahnya sel efektor tidak diharapkan. Maka aka nada
upayaa2 untuk menaikan sel efektor dari vaksin yang bekerja dengan baik.
SYARAT VAKSIN YANG EFEKTIF
1. Aman
 vaksin seharusnya tidak menyebabkan kesakitan atau kematian.
 Sebelum di vaksin harus tanya sedang sakit sehingga akan menimbulkan side effect
atau tidak dan punya alergi atau tidak karena bisa jadi alergi dengan bukan
vaksinnya tapi pembawa vaksin tersebut.
 Vaksin DPT menimbulkan demam dan saat ini ditemukan DPT yang tidak
menimbulkan panas namun harganya lebih mahal
2. Protektif yang sustained
 Vaksin harus menjaga untuk melawan pathogen yang menyebabkan kesakitan dari
pemaparan antigen dari pathogen tersebut.
 Protektif ditentukan oleh jenis antigen yang diproduksi dalam vaksin
 Tipe antigen yang digunakan dalam Vaksin
o Living organism tapi attenuated  bukan model Edward janner tapi
modelnya Pasteur tetap hidup tapi akan dilemahkan, dia akan bekerja pada
pathogen pada umumnya tapi sisi yang menimbulka kesakitan kan
dilemahkan.
o Killed pathogen  pathogen akan intak tapi dia udah engga aktif secara
biologis, jadi yang disasar ada komponennya pathogen aja.
o Peptida  Karena sudah tau struktur tiga dimensi maka akan tau struktur
peptidanya gimana maka akan di buat vaksin. Jadi misalnya pathogen
ekstraceluller kan udah peptida antigen 15-20 asam amino jadi bisa
direkayasa sendiri.
o DNA
Mekanisme kerja vaksin live-attenuated dan killed ( yang peptida sama DNA
engga dijelasin), yaitu :
1) Live-attenuated(dilemahkan) vaccine
 Lebih Poten
 Yang diinduksi oleh antigen yang dibuat di vaksin ini adalah mekanisme
dari respon imun yang menginduksi sel T CD8
 Contoh : polio, measles, mumps, rubella, varicella
 Resiko : Apabila vaksin diberikan pada resipen immunodeficiency
2) Killed (inactivated) vaccine
 Tidak dapat memproduksi protein sitosolik sehingga tidak ada presentasi
dari MHC Kelas II  tidak ada respon sel T sitotoksik
 Sehingga yang terinduksi adalah sel T CD4 dan menginduksi sel B untuk
menghsilkan antibody

3. Memberi perlindungan yang terjaga ( sustained protection )  Melindungi dalam


melawan kesakitan untuk paling tidak beberapa tahun
4. Menginduksi antibody yang menetralkan  beberapa pathogen (seperti virs polio)
meninfeksi sel yang tidak dapat tergantikan seperti neuron. Sehingga netralisasi antibody
yang esensial untuk mencegah infeksi dari sel yang lain
5. Menginduksi penjagaan dari sel T  karena pathogen khususnya intraceluller secara
efektif dibasmi oleh cell-mediated response.
HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI KEEFEKTIFAN VAKSIN

1. Ukuran
 Terlalu besar akan menaikan immunogenic  nanti engga adequate  malah jadi
alergi
 Kalau terlalu rendah nanti respon imunnya tidak baik
 Jadi yang baik adalah intermediate
2. Rute pemberian
 Subkutan lebih baik karena banyak APC dibawah kulit
3. Komposisi
 Lebih baik yang complex dari pada yang simple
4. Bentuknya
 Lebih baik particulate dan tergranulsi, terdenaturasi lebih bagus
ADJUVANT
 Jadi didalam pemberian vaksin tidak hanya berisi vaksinnya aja tapi ada carriernya
ada yang sifatnya adjuvant sifatnya membantu pengiriman antigen. Antigen yang
dikirim nanti bisa dikirim dengan lambat agar antigen dan dendritic cell akan bertemu
lebih banyak. Apabila antigenya soluble akan jadi particulate karena ada si adjuvant
karena mengandung minyak.
 Adjuvant bukan protein carrier
 Adjuvant beraksi khususnya untuk menginisiasi imunisasi
 Cara Kerja adjuvant
1) Mengubah bentuk antigen yang semula soluable menjadi particulate  agar
siap untuk diingesti oleh macrophage, Contoh : ISCOMs, alum
2) Menggunakan lipopolisakarida bakteri atau derivatnya sebagai sinyal APC
3) Antigen dilepas secara perlahan agar antigen banyak bertemu dengan
dendritic cell sehingga pengenalan cepat terjadi
 Contoh Adjuvant :
1) Tetanus toxoid dengan Garam aluminium
2) Pertussis toxoid dicampur dengan tetanus dan diphteri toxoid  untuk DPT
Jadi adjuvant mempengaruhi inisiasi dari respon imun terutama dengan pengenalan
dengan antigen sehingga terjadi respon imun yang diinginkan.
HAPTEN
Thymus berkembang baik saat individu beranjak dewasa, Nah pada saat anak2 kan
belum matur tuh. Sehingga menggunakan Thymus-independent antigen. Maka, Hapten
merupakan teknologi yang dikembangkan dalam vaksinasi untuk anak-anak karena
timus belum mengalami “fully maturation”.
Penjelasan Gambar :
1) Pada sisi kiri merupakan gambaran respon imun pada orang dewasa yang sudah
mengalami pematangan timus, Yaitu activasi sel B dengan sinyal 3 macam oleh sel T :
Awalnya sel B mengenal antigen terlebih dahulu
Ada ikatan yang cocok antara BCR-Antigen-TCR lalu ada sinyal ke dua yang berasal
dari sel T dengan pengikatan molekul CD40 pada sel B dan CD40L/CD154 pada sel
T
Lalu pelepasan sitokin dari sel T untuk pengaktifan sel B
 Itu kalo udah dewasa yaaa
2) Nah gambar yang kanan ini menunjukan kerja vaksinasi yang disebut HAPTEN.
Dengan mekanisme Thymus-independent antigen yaitu dengan
LIPOPOLISAKARIDA(non protein antigen) dari dinding bakteri yang ikatannya harus
cross-linked sehingga sel B bisa teraktivasi tanpa bantuan sel T karena pada bayi dan
anak-anak thymus belum berkembang dengan sempurna padahal kita tau mekanisme
bisa teractivasi sistem imun yang baik harus ada jendralnya nih yaitu sel T.
Mengapa jadwal vaksinasi harus berulang ?
 Contoh pada DPT terakhir diberi vaksin umur12 tahun
 Hal tersebut merupakan upaya untuk memberi pertahanan yang terjaga ‘sustained
protection’
 Pemberian awal disebut PRIMING
 Pemberian selanjutnya dinamakan BOOSTER, yaitu pemberian secara periodic
sesuai jadwal yang telah diatur setelah priming
 Fungsi booster : Yaitu untuk meingkatkan dan memanjangkan durasi dari proteksi
yang dilakukan oleh sistem imun.
 Gambar : second administration = booster

 Keterangan gambar :
 Pada first administration (priming), Awalnya terjadi lonjakan igM (pada gelombang
yang pertama) pada minggu 1 sampai 2, lalu turun dan digantikan oleh igG sampai
minggu ke 5. Saat minggu ke-6 igG akan mulai menurun. Nah, pada saat itu akan
dilakukan second administration (booster) dan igG akan melonjak kembali dan
seterusnya.
 IgM bukan sasaran dari vaksinasi

BOOSTER
 Booster akan meningkatkan afinitas dan jumlah spesifik dari antibody.
 Priming = igM akan melonjak dulu baru igG akan melonjak bentar terus turun lagi
 Secondary and tertiary booster = Akan terjadi lonjaka igG dan igM nya santai-santai
aja(datar).
 Lalu pada priming pengikatan antigen mampu mengenal dan mengikat 4 antigen
spesifik
 Lalu pada secondary booster = Mampu mengenal dan mengikat 3 antigen spesifik
 Lalu pada tertiary booster = Akan mengenal dan mengikat 2 antigen spesifik
 Sehingga semkin bertaambah booster yang diberikan akan mampu menuju pada
pengikatan dan pegenalan secara spesfik pada muka tertentu antigen itu yang
terjadi di GERMINAL CENTER sangat spesifik.
Lanjutan syarat vaksin yang efektif
- Mampu menginduksi antibody yang akan menetralkan pathogen
- Mampu menginduksi sel T
Bergantung pada tipe antigen yang di berikan pada vaksin yang ini :
1) Live-attenuated(dilemahkan) vaccine
 Lebih Poten
 Yang diinduksi oleh antigen yang dibuat di vaksin ini adalah mekanisme
dari respon imun yang menginduksi sel T CD8
 Contoh : polio, measles, mumps, rubella, varicella
 Resiko : Apabila vaksin diberikan pada resipen immunodeficiency
2) Killed (inactivated) vaccine
 Tidak dapat memproduksi protein sitosolik sehingga tidak ada presentasi
dari MHC Kelas II  tidak ada respon sel T sitotoksik
 Sehingga yang terinduksi adalah sel T CD4 dan menginduksi sel B untuk
menghsilkan antibody
Contoh : Vaksin HPV yang mencegah adanya cervical cancer yang sudah mulai dikenalkan.
HPV merupakan virus yang merupakan pathogen intraceluller tapi vaksin HPV lebih banyak
meninduksi produksi IgG dan IgE yang mampu melindungi mukosa serviks sehingga HPV
bisa dinetralisasi sebelum masuk ke dalam epithel serviks. Efisiensi tinggi pada remaja,
kalau pada orang yang sudah active seksual hanya proteksi aja.
RUTE PEMBERIAN VAKSIN
1. Injeksi
 Bersifat invasive, tetapi mahal
Efektif karena kebanyakan langsung ke lapisan mukosa nya jadi bisa langsung dikenali
sama APC dilamina propria
Injeksi subkutan = rute injeksi paling efektif karena antigen bisa langsung ditangkep
sama sel Langerhans
Injeksi Intravena = Efektifnya harus membentuk agregat antigen dulu untuk menginduksi
APC
2. Oral
Rute natural dari kebanyakan infeksi, mudah administrasinya
Sebenernya sangat enak lewat oral karena mudah pemberiannya tapi harus lewat
berbagai mucosa organ dengan barrier dulu berupa barrier fisik dan barrier kimiawi  yaitu
dengan menggunakan komponen dari bakteri toxins, pertussis toxin, chlolera toxin sebagai
adjuvant.
Targetnya antigen akan menuju sel M yang ada di peyer’s patches (contoh : membrane
fimbrial salmonella typhimurium)
Syarat vaksin yang efektif selanjutnya..
- Harganya murah per dosisnya
Jadi sekarang mulai dikembangin nasal spray, oral administration karena sifatnya
sedikit invasive dibandingkan dengan vaksin via injeksi
- Mencapai keseimbangan biologis
- Mudah administrasinya
Yaa sama kaya diatas lewat oral dan spray kini makin ditingkatkan keefektifannya
dan penggunaannya
- Sedikit menyebabkan efek samping
Jadi sekarang vaksin dibuat untuk tidak membuat efek samping berupa demam.
Berbagai syarat efektif dari vaksin tadi agar tercapai situasi yang IDEAL
 Yaitu dinamakan HERD-IMMUNITY yaitu membuat proteksi pada populasi yang
besar agar tidak terserang pathogen. Karena tidak semua melakukan vaksin karena
bermasalah dengan ekonomi ataupun kepercayaan. Sehingga 80% orang yang
melakukan vaksinasi akan melindungi 20% orang yang tidak melakukan vaksinasi
karena setidaknya 80% orang tadi tidak menjadi transmitter dari infeksi pathogen.
Penyakit dari pathogen yang belum terlindungi oleh vaksin
1) Malaria  “Ini yang sangar pelik, rumit ”, karena couse life pathogen malaria dari
masing2 organ ditubuh manusia beda2 bentuknya.
2) Schistosomiasis
3) Worm infestation
4) Tuberculosis
5) Penyakit Diare
6) Penyakit respiratori
7) HIV/AIDS  Mulai dikembangkan tinggal tunggu perkembangannya aja gmana
8) Measles  vaksin dari penyakit tidak menular mulai dikembangkan, contoh : untuk
cancer

VAKSIN UNTUK ELDERY


 Orang dewasa perlu untuk vaksinasi
 Contoh : pada saat kita akan berpergian ke negara lain
 Di negara Barat vaksin orang tua dikembangkan. Karena sistem imun pada orang
tua sudah ada involusi thymus yang berubah jadi adipose sehingga terjadi
penurunan fungsi sel imun

Anda mungkin juga menyukai