Anda di halaman 1dari 20

Kata Pengantar

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan hidayah, rahmat serta karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan
makalah mata kuliah Ibadah Akhlak dan Muamalah ini tepat pada waktunya.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, beserta para sahabatnya, juga seluruh pengikutnya diseluruh
dunia, sejak awal kebangkitan Islam hingga hari kiamat.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ibadah Akhlak dan
Muamalah serta meningkatkan pengetahuan tentang penilaian dalam pembelajaran
Ibadah Akhlak dan Muamalah serta memahami dan mengerti materi tentang Haji.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih banyak


kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kami sangat
mengharapkan masukan dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun.
Semoga Allah SWT meridhoi usaha dan niat baik kita bersama dalam upaya
mewujudkan mahasiswa yang cerdas dan beriman. Aamiin.

Banyumas, 24 September 2022

Penulis

I
Daftar Isi

Kata Pengantar....................................................................................................I
Daftar Isi.............................................................................................................II
Bab I Pendahuluan..............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................................... 1
C. Tujuan................................................................................................................................................. 1
Bab II Pembahasan............................................................................................2
A. Hakekat Ibadah Haji..................................................................................................................... 2
B. Sejarah Ibadah Haji....................................................................................................................... 2
C. Cara Mencapai Haji yang Mabrur.......................................................................................... 4
D. Hikmah Ibadah Haji dalam Berbagai Aspek......................................................................8
E. Makna Spiritual Ibadah Haji bagi Kehidupan Sosial.....................................................9
Bab III Penutup................................................................................................11
A. Kesimpulan..................................................................................................................................... 11
B. Saran.................................................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................12

II
Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Haji adalah rukun Islam yang kelima setelah syahadat, shalat,


zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang
dilaksanakan kaum muslimin sedunia yang mampu (material, fisik, dan
keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan
dibeberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai
musim haji pada bulan Dzulhijjah. Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang
bisa dilaksanakan sewaktu-waktu. Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada
tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri)
di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah dan berakhir setelah melempar
jumrah pada tanggal 10 Dzulhijjah.

Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan


mengunjungi. Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti
qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara’, haji
ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan
amalan-amalan ibadah tertentu.

B. Rumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah dalam makalah ini diantaranya :
1) Bagaimana hakekat dari ibadah haji
2) Bagaimana sejarah ibadah haji
3) Bagaimana cara mencapai haji yang mabrur
4) Apa saja hikmah haji dalam berbagai aspek
5) Makna spiritual haji bagi kehidupan sosial

C. Tujuan
Mengetahui tentang :
1) Bagaimana hakekat dari ibadah haji
2) Bagaimana sejarah ibadah haji
3) Bagaimana cara mencapai haji yang mabrur
4) Apa saja hikmah haji dalam berbagai aspek
5) Makna spiritual haji bagi kehidupan sosial

1
Bab II
Pembahasan

A. Hakekat Ibadah Haji

Ibadah haji adalah suatu


ibadah yang memerlukan
kebulatan tekad dan
kesungguhan hati. Kebulatan
tekad untuk meninggalkan
kampung halaman beserta
keluarga tercinta dan
kesungguhan hati untuk
meninggalkan segala tingkah
laku
yang tidak baik. Haji
diwajibkan bagi setiap
muslim, dengan syarat “bagi
yang
2
mampu”. Mampu baik secara
sik dan materi. Dan yang
lebih penting adalah
kemampuan untuk menyiapkan
diri sebagai tamu Allah.
Haji adalah suatu ibadah yang
tidak membedakan kedudukan
dan status sosial.
Prosesi haji dan maknanya
demikian penting untuk
dikaji, sebab jangan sampai
ibadah ini hanya sebagai
ritualnya tanpa mengetahui
makna terdalamnya. Ritual haji

3
merupakan kumpulan simbol-
simbol yang sangat indah
prosesi haji mengandung
simbolisasi losos yang
maknanya sangat dalam yang
dapat menyentuh aktivitas
kehidupan manusia sehari-hari.
Makna prosesi haji apabila
dihayati dan diamalkan
secara baik dan benar, maka
akan mampu memberikan
kesejukan, kecintaan,
kebenaran dan keadilan
kepada umat manusia.
Dengan demikian akan
tercipta
4
kedamaian di muka bumi.
Ibadah haji adalah suatu
ibadah yang memerlukan
kebulatan tekad dan
kesungguhan hati. Kebulatan
tekad untuk meninggalkan
kampung halaman beserta
keluarga tercinta dan
kesungguhan hati untuk
meninggalkan segala tingkah
laku
yang tidak baik. Haji
diwajibkan bagi setiap
muslim, dengan syarat “bagi
yang

5
mampu”. Mampu baik secara
sik dan materi. Dan yang
lebih penting adalah
kemampuan untuk menyiapkan
diri sebagai tamu Allah.
Haji adalah suatu ibadah yang
tidak membedakan kedudukan
dan status sosial.
Prosesi haji dan maknanya
demikian penting untuk
dikaji, sebab jangan sampai
ibadah ini hanya sebagai
ritualnya tanpa mengetahui
makna terdalamnya. Ritual haji

6
merupakan kumpulan simbol-
simbol yang sangat indah
prosesi haji mengandung
simbolisasi losos yang
maknanya sangat dalam yang
dapat menyentuh aktivitas
kehidupan manusia sehari-hari.
Makna prosesi haji apabila
dihayati dan diamalkan
secara baik dan benar, maka
akan mampu memberikan
kesejukan, kecintaan,
kebenaran dan keadilan
kepada umat manusia.
Dengan demikian akan
tercipta
7
kedamaian di muka bumi.
Ibadah haji adalah suatu ibadah yang memerlukan kebulatan tekad dan
kesungguhan hati. Kebulatan tekad untuk meninggalkan kampung halaman
beserta keluarga tercinta dan kesungguhan hati untuk meninggalkan segala
tingkah laku yang tidak baik. Haji diwajibkan bagi setiap muslim, dengan
syarat “bagi yang mampu”. Mampu baik secara fisik dan materi. Dan yang
lebih penting adalah kemampuan untuk menyiapkan diri sebagai tamu Allah. 1

Haji adalah suatu ibadah yang tidak membedakan kedudukan dan


status sosial. Prosesi haji dan maknanya demikian penting untuk dikaji, sebab
jangan sampai ibadah ini hanya sebagai ritual tanpa mengetahui makna
terdalamnya. Ritual haji merupakan kumpulan simbol - simbol yang sangat
indah, prosesi haji mengandung simbolisasi filosofis yang maknanya sangat
dalam sehingga dapat menyentuh aktivitas kehidupan manusia sehari - hari.
Makna prosesi haji apabila dihayati dan diamalkan secara baik dan benar,
maka akan mampu memberikan kesejukan, kecintaan, dan kebenaran, serta
keadilan kepada umat manusia. Dengan demikian akan tercipta kedamaian di
muka bumi.1

B. Sejarah Ibadah Haji

Perihal penentuan awal mula kewajiban haji, terdapat perbedaan


pendapat di kalangan ulama. Berikut beberapa pendapat tersebut :

Pertama, pendapat dari Abu Al-Faraj Al-Jauzi yang menyatakan


kewajiban ini bermula pada tahun lima hijriyah.

Kedua, Imam Nawawi berpendapat pada tahun keenam hijriah.

Ketiga, mengatakan kewajiban ini berawal sebelum dilakukannya


hijrah yaitu pada tahun ketujuh atau kedelapan hijriyah, menurut Al-
Juwaini.

Keempat, Ibnu Rif’ah mengatakan pada tahun delapan hijriyah.

Kelima, Imam Al-Mawardi dan Ibnu ‘Utsaimin menerangkan hal itu


terjadi pada tahun sembilan hijriyah.

Dan keenam, berpendapat pada tahun 10 hijriyah yaitu Imam Ibnu


Qayyim Al-Jauziyah.
Ibadah haji telah ada sebelum diutusnya Nabi Muhammad Saw. Ibadah
ini diajarkan pertama kali oleh Nabi Ibrahim As. Beliaulah nabi yang pertama
8
kali diperintahkan oleh Allah SWT untuk menunaikannya sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah:

“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki atau dengan mengendarai onta yang kurus.
Mereka akan datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS al-Haj: 27).

Akan tetapi sebagian dari praktik-praktik ibadah haji tersebut pada


masa-masa selanjutnya diselewengkan oleh sebagian umat yang tidak
bertanggungjawab, sehingga jauh dari substansi awalnya sebagaimana yang
diajarkan oleh Ibrahim As. Dari sini lalu Allah memerintahkan Nabi
Muhammad SAW untuk menyempurnakan ibadah tersebut agar dikembalikan
sesuai dengan ajarannya semula.

Didalam kitab Syadzarat Al-Dzahab fi Akhbar min Dzahab karangan


Ibnu ‘Imad Al-Hambali dijelaskan bahwa awal perintah untuk menunaikan haji
terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 196 sebagai berikut:

O۟ ‫َۚ وَأ ِتم‬


ِ ‫ُّوا ْٱل َح َّج َو ْٱلعُمْ َر َة هَّلِل‬
Artinya: Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah.

Ayat ini turun pada tahun 6 H ketika terjadi perjanjian hudaibiyah.


Namun tidak mengindikasikan diwajibkannya haji, melainkan perintah untuk
menyempurnakan dan bukan suatu kewajiban yang harus segera dikerjakan.
Karena pada saat itu Makkah merupakan negara yang dikuasai oleh orang
kafir dan kaum Quraisy yang melarang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam dan para sahabat untuk menyempurnakan umrah. Sehingga tidak
mungkin Allah mewajibkan ibadah haji pada tahun ini sedangkan kaum
Quraisy terus mengintai hamba-Nya yang akan berhaji. Setelah terjadi Fathu
Makkah pada tahun 8 H, tahun berikutnya yaitu pada 9 H turunlah surat Al-
Imran ayat 97:

َ‫س ِبياًل ۚ َو َمن َك َف َر َفِإنَّ ٱهَّلل َ َغن ٌِّى َع ِن ٱ ْل ٰ َعلَمِين‬ َ ‫ٱس َت َط‬
َ ‫اع ِإلَ ْي ِه‬ ِ ‫َوهَّلِل ِ َعلَى ٱل َّن‬
ِ ‫اس ِح ُّج ٱ ْل َب ْي‬
ْ ‫ت َم ِن‬
Artinya: mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.
Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha
Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.

Pada ayat inilah Allah Ta’ala mewajibkan kepada setiap muslim untuk
melaksanakan haji bagi yang mampu dan terpenuhi syarat-syarat yang ada.
Akan tetapi, Rasulullah tidak langsung menunaikannya karena 2 hal,

9
sebagaimana yang disebutkan Ibnu ‘Utsaimin dalam kitabnya Al-Liqa Al-
Syahrii.

Hal pertama yaitu karena pada tahun itu merupakan ‘aamul wufuud
atau tahun berdatangannya orang-orang kepada Nabi Muhammad untuk
menyatakan keislaman dan menerima ajaran syariat islam. Oleh sebab itu,
Rasulullah menunda melaksanakan haji karna mashlahah yang besar.

Adapun hal yang kedua lantaran para jamaah haji menjadi bercampur
baur antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin ketika melaksanakan haji,
sehingga Rasulullah tidak melaksanakan haji sampai lingkungan untuk berhaji
hanya ada kaum muslimin saja, tidak ada dari kaum musyrikin. Lalu pada
tahun 10 H Rasulullah pun melaksanakan ibadah haji. Kurang lebih tiga bulan
sebelum meninggal dunia, Rasulullah Saw berkesempatan untuk
menunaikannya. Oleh karena itu, haji yang beliau lakukan disebut juga
dengan haji wada’ (haji perpisahan), karena haji tersebut merupakan haji yang
pertama dan sekaligus yang terakhir bagi beliau.

Meskipun terdapat beberapa versi dan perbedaan pendapat para


ulama, ibadah ini merupakan kewajiban yang menuntut muslim untuk
melaksanakannya saat ‘mampu’.

C. Cara Mencapai Haji yang Mabrur

Kemabruran haji merupakan hasil optimal dari amal ibadah yang


didambakan setiap jemaah haji, karena keutamaan dan hikmah yang
terkandung di dalamnya. Di antaranya, kalau mendapatkan haji yang mabrur,
semua kesalahan dan dosa (terkait dengan Allah swt.) akan mendapat
ampunan dari-Nya. Di sisi lain, mendapatkan pahala yang dijanjikan-Nya dan
juga Surga-Nya.

Untuk meraih haji mabrur diperlukan tahapan 8 atau pensyaratan, yaitu :


tahap persiapan, sebelum keberangkatan (pra haji) dan tahapan prosesi
pelaksanaan ibadah haji.

1) Pra Haji

Hal pertama dan utama yang harus diperhatikan oleh seorang


jemaah calon haji ialah niat yang ikhlas semata mata karena Allah swt.
dan mengharapkan ridhaNya. Berangkat ke tanah suci bukan untuk
membeli karpet dan barang berharga lainnya, bukan karena ingin
mendapat gelar haji, memperoleh status sosial yang tinggi di tengah

10
masyarakat dan lain lain. Melainkan, berangkat menunaikan haji semata
mata memenuhi panggilan Allah swt. Apabila ke tanah suci denga niat
yang ikhlas maka akan mendapatkan kemudahan dari Allah swt., Apabila
mendapatkan kesulitan dalam pelaksanaan haji, maka sebagai bagian
dari ujian akan kesabarannya.

Salah satu di antara makna yang dipahami dalam QS. Ali Imran/3 :
97, bahwa pelaksanaan haji itu, harus karena Allah swt. semata. Hal
tersebut memberikan gambaran bahwa, dengan mengedepankan kata
Walillaahi pada ayat tersebut, agar hamba yang akan melaksanakan
ibadah haji, adalah niat karena Alah swt, dan ini bagian dari peringatan
dari Allah swt., bahwa di antara hamba yang melaksanaan ibadah haji,
ada yang niatnya, bukan karena Allah swt., Dari kelima rukun Islam hanya
ibadah haji yang perintahnya mendahulukan kata walillah. Ini
mengandung makna dan hikmah.

Pada prinsipnya, yang menilai haji seseorang itu, mabrur atau tidak,
hanya Allah swt. Manusia hanya melihat lahirnya saja bukan batinnya
(niat). Penekanannya, modal utama yang harus dimiliki oleh Jemaah calon
haji adalah niat yang ikhlas.

Kedua, yang perlu diperhatikan oleh jemaah sebelum berangkat ke


tanah suci adalah memiliki i’tikad atau akidah yang benar. Membersihkan
dan menjauhkan diri dari takhayyul, bid’ah dan khurafat.

Ketiga, perlu pula diperhatikan adalah biaya atau Bipih ( Biaya


Perjalanan Ibadah Haji) yang dipakai, adalah halal. Bukan dari harta yang
syubhat apalagi yang haram. Demikian pula, Ongkos Naik Haji tesebut,
telah dikeluarkan zakat atau infaknya.

Keempat, bersihnya tubuh dari dosa, apakah dosa yang


disebabkan oleh hati, lidah dan tingkah laku, baik yang berkaitan dengan
Allah maupun sesama manusia. Bersih dosa hablomminallaah dan
hablomminannaas. Hal tersebut ditandai dengan taubat, istigfar dan saling
memaafkan dengan sesama.

2) Proses Haji

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam pencapaian haji mabrur


adalah pelaksanaan rangkaian ibadah (manasik) haji di Tanah suci.
Tentunya, sebelum dilaksanakan harus diketahui dan dipahami lebih
dahulu oleh Jemaah calon haji. Di antaranya, pengetahuan tentang syarat,

11
rukun dan wajib haji adalah mutlak diperlukan. Demikian pula,
pengetahuan tentang larangan dalam pelaksanaan ibadah haji. Bahwa
peran para Petugas haji lebih dioptimalkan dalam menuntun jemaah
melaksanakan manasik haji dengan baik. Syarat haji adalah istithaa’a,
yaitu memiliki kemampuan fisik (sehat jasmani dan rohani), mampu
secara ekonomi dengan melunasi Bipih ( Biaya Perjalanan Ibadah Haji),
Memahami manasik haji dan aman dalam perjalanan. Sedangkan Rukun
haji, adalah Niat (ihram), Wukuf di Arafah, Tawaf Ifadhah, Sai, dan
Tahallul. Demikian pula, wajib haji, yaitu Ihram di Miqat, Mabit di
Muzdalifah dan Mina, melontar Jumrah dan Tawaf Wada’ ( perpisahan),
serta menghindari larangan Haji dan Umrah. Apabila telah terlaksana hal
tersebut, maka ibadah hajinya menjadi sah. Maknanya, kewajiban
terhadap rukun Islam kelima, telah gugur. Namun, apabila salah satu
rukun haji tidak dilaksanakan maka hajinya tidak sah dan tidak dapat
diganti dengan dam (denda). Sedangkan, apabila wajib haji, tidak
dilaksanakan maka hajinya tetap sah dan jemaah haji, membayar dam
(denda).

Prof. Dr. H. Said Agil Husain Al Munawwar, Lc. MA,


mengemukakan beberapa syarat8 untuk memperoleh haji mabrur, yaitu :
a) Niat yang ikhlas

b) Manasik haji yang mantap.


Pengetahuan dan pemahaman akan ilmu mansik haji adalah hal
yang perlu, ketika akan melaksanakan ibadah haji. Apabila
melaksanakan ibadah tidak didasari dengan ilmu pengetahuan
maka ibadahnya ditolak oleh Allah swt.

c) Memiliki badan yang sehat.


Kalau kesehatan terjaga dengan baik maka berbagai aktifitas
ibadah dapat dilakukan pula di tanah suci.

d) Memiliki mental yang kuat dan sifat sabar.


Jemaah calon haji Indonesia adalah duta duta bangsa. Olehnya
itu, tunjukkanla bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang
ramah dan berakhak mulia. Segala tutur dan tingkah laku bangsa
lain yang berbeda dengan prilaku bangsa Indonesia, agar disikapi
dengan sabar.

e) Bersungguh sungguh dalam melaksanakan rangkaian ibadah haji


dan istiqamah serta memiliki sikap hemat.

12
Di samping sahnya suatu ibadah yang diinginkan, tidak kalah pentingnya
adalah kesempurnaan segala rangkaian ibadah dalam pelaksanaan haji yang
didahulukan, namun dimensi spritual dan rohanipun ingin didapatkan dan dirasakan.

Perlu diresapi pula hikmah dari rangkaian pengamalan ibadah haji agar dapat
dirasakan nikmatnya dalam beribadah. Di antaranya :

a. Pengambilan atau penentuan sikap untuk berbuat sesuai dengan aturan,


sebagai realisasi pengambilan miqat ihram. Seorang muslim senantiasa
dituntut untuk bermiqat dengan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan
aturan.

b. Berpakaian ihram. Bermakna, manusia harus meninggalkan pakaian


kemaksiatan dan mengenakan busana ketaatan.

c. Tafakkur dan instrospeksi diri tentang apa dan bagaimana semestinya dalam
berbuat serta mengevaluasi sikap yang dilakukannya selama ini, sebagai
realisasi dari makna wukuf di Arafah. Allah swt maha tahu segala yang lahir
dan batin.

d. Tawwaf, bermakna penyatuan arah dan persepsi hamba dalam beribadah


yang diaktualkan dalam kebersamaan dan persatuan.

e. Keharusan berusaha dengan sekuat tenaga untuk meraih kehidupan dan cita
cita yang baik, sebagai realisasi dari sai antara Shafa dan Marwah (Kisah
Hajar dan Ismail). Bermakna pula, fastabiqul khairat (berlombalomba dalam
kebaikan) serta bakti anak kepada orang tuanya.

Masih banyak lagi makna yang terkandung dalam rangkaian


pelaksanaan ibadah haji. Hal tersebut diupayakan untuk disosialisasikan dan
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau hal itu dilakukan, maka akan
mempunyai jati diri dan kepribadian yang islami.

Pengetahuan dan pelaksanaan yang sempurna dari rangkaian manasik


haji menjadikan sahnya ibadah haji dan menggugurkan kewajiban. Namun,
sekedar sah dan menggugurkan kewajiban adalah tidaklah cukup membentuk
jati diri dan kepribadian Islam. Jadi, idealnya material dan spiritual keduanya
terpenuhi.

13
D. Hikmah Ibadah Haji dalam Berbagai Aspek

Adapun hikmah ibadah haji, ulama (para ahli) telah banyak


mengungkapkan dalam berbagai tinjauan. Dari sekian banyak hikmah ibadah
haji yang dirumuskan oleh para ahli tersebut, jika ditarik garis besarnya maka
dapat disimpulkan kepada dua macam hikmah, yaitu; hikmah yang berkaitan
dengan keagamaan dan hikmah yang berkaitan dengan sosial
kemasyarakatan.

Hikmah haji yang berkaitan dengan keagamaan ialah sebagai berikut:


A. Menghapus dosa-dosa kecil dan mensucikan jiwa orang yang
melakukannya.

B. Mendorong seseorang untuk menegaskan kembali pengakuannya


atas keesaan Allah Swt. serta penolakan terhadap segala macam
bentuk kemusyrikan.

C. Mendorong seseorang memperkuat keyakinan tentang adanya


neraca keadilan Tuhan dalam kehidupan di dunia ini, dan puncak
dari keadilan itu diperoleh pada hari kebangkitan kelak.

D. Mengantar seseorang menjadi hamba yang selalu mensyukuri


nikmat-nikmat Allah Swt. baik berupa harta dan kesehatan, dan
menanamkan semangat ibadah dalam jiwanya.

Dalam pelaksanaan haji seseorang menundukkan diri dan bahkan


menghinakan diri dihadapan Allah Swt. Yang disembah. Semua
kesombongan, keangkuhan, kekayaan, kekuatan, kekuasaan dan sebagainya
hilang dan hirap dalam suasana khidmat dan khusyuknya ibadah.

Dari segi sosial kemasyarakatan hikmah ibadah haji antara lain:


A. Ketika memulai ibadah haji dengan ihram dari miqat, pakaian biasa
ditinggalkan dan mengenakan pakaian ihram. Pakaian yang
berfungsi sebagai lambang kesatuan dan persamaan, sehingga
hilanglah perbedaan status sosial yang ada, semua menjadi satu
sebagai hamba-hamba Allah yang merindukan keridlaan-Nya.

B. Ibadah haji dapat membawa orang-orang yang berbeda suku,


bangsa, dan warna kulit menjadi saling kenal mengenal antara satu
sama lain. Ketika itu terjadilah pertukaran pemikiran yang
bermanfaat bagi pengembangan negara masing-masing baik yang
berhubungan dengan pendidikan, ekonomi, maupun kebudayaan.

14
C. Mempererat tali Ukhuwah al Islamiyah antara umat Islam dari
berbagai penjuru dunia.

D. Mendorong seseorang untuk lebih giat dan bersemangat berusaha


untuk mencari bekal yang dapat mengantarkan ke Mekah untuk
haji. Semangat bekerja tersebut dapat pula memperbaiki keadaan
ekonominya yang pada gilirannya bermanfaat untuk orang fakir dan
miskin.

E. Ibadah haji merupakan ibadah badaniyah yang memerlukan


ketangguhan fisik dan ketahanan mental. Hal ini menunjukkan
bahwa ibadah haji dapat memperkuat kesabaran dan ketahanan
fisik seseorang.

E. Makna Spiritual Ibadah Haji bagi Kehidupan Sosial

Ibadah haji merupakan Rukun Islam ke-5 dan hanya ditujukan bagi
mereka yang mampu. Kita harus menyadari bahwa sesungguhnya
pelaksanaan ibadah haji sungguh sangatlah berat, karena membutuhkan
persiapan matang, mulai dari fisik, mental, sampai materi. Jadi sesungguhnya
dalam melaksanakan haji kita tidak boleh main-main mengingat beratnya
persiapan tersebut. Tetapi, insyaAllah dengan niat yang ikhlas dan atas dasar
keimanan semua halangan akan mudah untuk dilalui.

Lalu apakah haji itu sebenarnya? Apakah hanya sekadar “jalan-jalan”


ke Baitullah (rumah Allah SWT) ?. Atau ada makna lain yang tersembunyi ? .
Sesungguhnya ada banyak makna spiritual dalam ibadah haji. Haji, jika kita
lihat dari tatacara pelaksanaannya.

Ihram
Kita diminta menanggalkan segala kepalsuan dan diminta untuk
senantiasa bertindak apa adanya. Di samping itu, dengan memakai
pakaian ihram kita disadarkan untuk melepaskan diri dari
kesombongan, klaim superioritas, maupun ketidaksamaan derajat atas
manusia yang lain.

Thawaf
Kita diminta senantiasa hidup dengan penuh keteraturan seperti
keteraturan gerak benda-benda alam raya. Bayangkan, apabila
gerakan yang dilakukan oleh benda-benda tersebut tidak teratur,
tentunya akan mengakibatkan chaos (suatu keadaan dengan penuh
ketidakteraturan) yang tentunya dapat membawa kehancuran. Sama

15
halnya dengan benda-benda alam tersebut, manusia juga dapat
mengalami kehancuran apabila tidak hidup dalam keteraturan karena
dapat memicu konflik. Keseimbangan hidup, itulah kunci agar kita
dapat hidup dalam keteraturan, ingat, alam raya diciptakan juga atas
dasar konsep keseimbangan (QS. 55: 7-9).

Sa’i
Sa’i, merupakan wujud dari kasih-sayang ibu kepada anaknya.
Dalam makna yang lain, sa’i mengajarkan kepada kita bahwa apabila
kita ingin mendapatkan sesuatu, maka kita harus berusaha dahulu.
Hanya saja, sekarang ini manusia menginginkan sesuatu yang instan,
karena tidak ingin lagi bersusah payah apabila ingin mendapatkan
sesuatu. Bahkan, terkadang sampai menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan keinginannya itu.

Wuquf
Kita harus senantiasa menghargai dan menghormati orang lain
dengan cara tidak menindas, tidak berbuat zhalim, dan tidak
mengambil harta orang lain.

Sesungguhnya dalam pelaksanaan ibadah haji, nilai-nilai kemanusiaan


sangat dikedepankan. Jika kita memerhatikan ayat-ayat yang terdapat di
dalam Al-Qur’an yang membahas masalah haji, maka semua ayat-ayat
tersebut menekankan kepada kemaslahatan dan perikemanusiaan. Bahkan,
khutbah terakhir Nabi di Arafah dapat dikatakan sebagai pidato (khutbah)
pertama yang mengangkat tema Hak Asasi Manusia (HAM) yang sekarang ini
sedang banyak dibicarakan oleh kalangan Barat.

16
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Eksistensi, implementasi dan implikasinya dapat disimpulkan bahwa haji yang
mabrur adalah haji yang baik dan diterima oleh Allah swt., yang pelaksanaannya
sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Pelaksanaannya juga
harus sesuai syarat, rukun, dan wajib haji serta menjauhi larangannya. Hal ini harus
dilandasi dengan niat yang ikhlas serta jauh dari penyimpangan akidah dengan
memperhatikan hal-hal yang terkait dengan pra haji, proses haji, dan pasca haji.
Kemabruran haji tercermin pada peningkatan kualitas ibadah dan kepedulian sosial.

B. Saran
Hendaklah difahami betul ibadah haji syarat akan nilai, apakah yang bernilai
agama maupun yang bernilai sosial. Dari nilai agama, tanamkan nilai yang benar-
benar dalam melaksanakan ibadah haji itu karena Allah semata, menunaikan rukun
Islam yang kelima. Jangan mengharapkan setelah menunaikan ibadah haji
memperoleh status tersendiri didalam masyarakat dengan mendapat gelar “Haji atau
Hajjah”.

Makna sosial ibadah haji adalah mengajarkan kepada umat Islam umumnya
dan jamaah haji khususnya untuk senantiasa merubah fikiran, sikap, serta perilaku
(tindakan) yang lebih bermanfaat untuk masyarakat, jangan sampai memiliki
persepsi bahwa ibadah haji itu hanya untuk Allah Swt, justru yang paling esensial
adalah diperuntukkan bagi sesama manusia dengan cara selalu menjaga,
menghormati, menghargai serta saling menjunjung tinggi martabat manusia.

17
DAFTAR PUSTAKA
1
https://www.researchgate.net/publication/
315320816_HAKIKAT_HAJI_MENURUT_PARA_SUFI diakses pada 10 September
2022

2
https://bincangsyariah.com/khazanah/sejarah-islam/sejarah-ibadah-haji-awal-mula-haji-
diwajibkan/ diakses pada 17 September 2022

3
Mufrodi, Ali. 2003. “Haji Indonesia Dalam Perspektif Historis”, disampaikan dalam
peresmian jabatan Guru Besar Sejarah Kebudayaan Islam pada Adab IAIN Sunan Ampel
Surabaya

4
Putuhena, M. Shaleh. 2007. “Historiografi Haji Indonesia”. Yogyakarta: LkiS, hlmn 22

5
Taqiyudin, Achmad. 2006. “Antara Mekkah dan Madinah”. Jakarta: Erlangga.

6
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/17312/6.%20BAB%20II.pdf?
sequence=6&isAllowed=y diakses pada 10 September 2022

7
https://www.rappler.com/indonesia/ayo-indonesia/145340-sejarahpenyelenggaraan-ibadah-
haji-indonesia diakses pada 12 September 2022

8
https://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/almizab/article/download/19921/ 10806 diakses
pada 14 September 2022

9
https://media.neliti.com/media/publications/144165-ID-none.pdf diakses pada 15 September
2022

10
https://www.bimakini.com/2012/09/makna-spiritual-haji-dibalik-prosesi-ibadah-haji/

18

Anda mungkin juga menyukai