Anda di halaman 1dari 11

Nama : Revika Lestari P

Fakultas : Ilmu Administrasi Pascasarjana STIAMI


NIM : BC212120358
Tugas Mata Kuliah : Administrasi Publik Kontemporer

DAMPAK DISRUPSI TERHADAP PENGELOLAAN PEMERINTAHAN


DAERAH DKI JAKARTA
(PELAYANAN KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL)

PENDAHULUAN
Itilah “disrupsi” telah dikenal puluhan tahun lalu, tetapi baru populer
setelah guru besar Harvard Business School, Prof. Clayton M. Christensen, ahli
administrasi, menulis buku berjudul The Innovator Dilemma (1997). Buku ini
berisi tentang persa ingan dalam dunia bisnis, lebih khusus inovasi. Christensen
ingin menjawab pertanyaan penting, mengapa perusahaanperusahaan besar
bahkan pemimpin pasar (incumbent) bisa dikalahkan oleh perusahaan yang lebih
kecil, padahal perusahaan kecil tersebut kalah dalam hal dana dan sumber daya
manusia. Jawabannya terletak pada peruba han besar yang dikenal dengan
disrupsi. Ia juga menjelaskan bahwa era disrupsi telah mengganggu atau
merusak pasar-pasar yang telah ada sebelumnya tetapi juga mendorong
pengembangan produk atau layanan yang tidak terduga pasar sebelunya,
menciptakan konsumen yang beragam dan berdampak terhadap harga yang
semakin murah.
Menurut Prof Rhenald Kasali (2017), disrupsi tidak hanya bermakna
fenomena perubahan hari ini (today change) tetapi juga mencerminkan makna
fenomena perubahan hari esok (the future change. Dengan demikian, era
disrupsi akan terus melahirkan perubahan-perubahan yang signifikan untuk
merespons tuntutan dan kebutuhan konsumen di masa yang akan datang.
Perubahan di era disrupsi menurut Prof Kasali (2017) pada hakikatnya
tidak hanya berada pada perubahan cara atau strategi tetapi juga pada pada
aspek fundamental bisnis. Domain era disrupsi merambah dari mulai struktur
biaya, budaya hingga pada ideologi industri. Implikasinya, pengelolaan bisnis
tidak lagi berpusat pada kepemilikan individual, tetapi menjadi pembagian peran
atau kolaborasi atau gotong royong.
Disrupsi tidak hanya sekedar perubahan, tetapi perubahan besar yang
mengubah tatanan. Ada dua karakteristik penting dari disrupsi. Pertama,
perubahan itu sangat mendasar ter kait dengan model bisnis. Perusahaan
pemimpin pasar sebenarnya terus menerus melakukan inovasi, tetapi inovasi itu
lebih ditujukan untuk mempertahankan pertumbuhan dan pasar. Sebaliknya
perusahaan-perusahaan baru menawarkan sebuah model bisnis baru yang
berbeda dengan sebelumnya. Perusahaan perhotelan tiap tahun melakukan
inovasi dengan meremajakan kamar, memperkaya menu restoran hingga
layanan yang lebih baik. Tetapi perusahaan aplikasi bernama Airbnb,
menawarkan model bisnis yang baru, yakni mempertemukan orang yang
mempunyai kamar (yang tidak terpakai) dengan konsumen yang membutuhkan
kamar. Kedua, disrupsi selalu bermula pada pasar bawah (low-end) dengan
menawarkan harga yang jauh lebih murah. Karena awalnya melayani pasar
bawah, perusahaan ini tidak terdeteksi oleh pemimpin pasar yang lebih
memfokuskan pada pasar atas (high-end). Lambat laun ketika perusahaan ini
punya pondasi pasar yang kuat, kualitas makin diperbaiki dan kemudian
mengarah pada pasar atas. Di titik inilah teori disrupsi kemudian memprediksi
perusahaan pemimpin pasar akan kalah.
Teori disrupsi banyak dipergunakan untuk menjelaskan perubahan besar,
tidak semata pada dunia bisnis, tetapi juga komunikasi. Christensen sendiri tidak
secara langsung mengaitkan disrupsi dengan dunia digital. Tetapi banyak ahli
(seperti Paul Paetz) meyakini bahwa dunia digital mempercepat proses disrupsi.
Di dalam praktik Administrasi Publik, fenomena disrupsi ini dapat kita lihat
dari berkembangnya digitalisasi pelayanan publik dan pemanfatan Big Data
untuk analisis kebijakan, penyusunan rekomendasi kebijakan hingga proses
formulasi kebijakan publik. Lebih dari itu, Adminisrasi publik di Era Big Data tidak
hanya berorientasi pada penyelesaian masalah (problem solving) tetapi didorong
untuk menemukan potensi masalah maupun potensi nilai ekonomi yang dapat
membantu masyarakat untuk mengantisipasi berbagai masalah sosial ekonomi
dan politik di masa depan.
Menurut Putri (2021) Dalam mendukung era disrupsi yang sedang terjadi
maka diperlukan berbagai perbaikan dan penyesuaian agar mampu mengatasi
perubahan yang terjadi. Dalam era disrupsi yang diikuti dengan kemajuan
teknologi yang melahirkan berbagai tools dan big data maka tidak ada salahnya
bagi pemerintah untuk mengembangkan dan membangun kapasitasnya dengan
mulai mengatur riset dan big data yang dimiliki, yang pada posisinya tidak hanya
sebagai bagian dari formulasi kebijakan dalam menyelesaikan permasalahan
publik namun melakukan analisis futuristik baik pada kondisi internal maupun
eksternal sehingga mampu untuk merangkai kondisi ideal yang hendak dibentuk
dan memunculkan inovasi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi publik.
Inovasi menjadi salah satu hal yang paling penting dalam sektor publik walaupun
sasarannya bukan untuk menghasilkan profit seperti sektor privat namun lebih
kepada upaya meningkatkan efektif dan efisiensi pelayanan publik, yang disatu
sisi mampu menekan anggaran yang dibutuhkan dalam operasionalnya dan
memberikan benefit terhadap masyarakat secara maksimal.
Perubahan pada dasarnya merupakan suatu hal yang normal khususnya
di era disrupsi yang merupakan konsekuensi logis dari dinamika perkembangan
dunia dan teknologi. Organisasi hanyalah bagian dari manusia itu sendiri,
termaksud perubahan yang terjadi dalam organisasi. Perubahan yang dihadirkan
pada dasarnya tidak hanya sekadar menerapkan teknologi, metode ataupun
struktur baru namun mengubah cara manusia dalam berpikir dan berperilaku
pula yang sesuai. Organisasi secara umum akan mampu bertahan apabila
mereka mampu merespon dinamika yang ada termasuk organisasi publik
sebagai organisasi yang memiliki tanggung jawab terhadap publik dalam
memberikan pelayanan terbaiknya. Transformasi yang dilaksanakan diharapkan
dapat menjadi jalan bagi organisasi publik untuk menjadi organisasi yang lebih
sehat dan baik yang mampu memberikan benefit kepada seluruh masyarakat.
Era Disrupsi menurut arti kata berarti terjadinya perubahan besar-besaran
yang disebabkan oleh adanya inovasi yang mengubah sistem dan tatanan bisnis
ke taraf yang lebih baru. Dalam perkembangannya, perubahan besar yang terjadi
di dunia ini kita rasakan dengan mulai munculnya revolusi industri 4.0. Terdapat
sembilan pilar yang menjadi ciri perkembangan teknologi revolusi industri 4.0
antara lain: 1) Analisis Big Data, 2) Robot Otonom, 3) Teknologi Simulasi, 4)
Integrasi Sistem Horisontal dan Vertikal, 5) Industri Berbasis Internet of
Things (IoT), 6) Keamanan Siber, 7) Teknologi Informasi berbasis Cloud, 8)
Manufaktur Aditif, 9) Teknologi Augmented Reality.
Menurut Yogantara (2021) adanya disrupsi pada berbagai sektor
kehidupan tentunya menuntut adaptasi dari masing-masing individu untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di sekelilingnya. Merupakan
hal yang mutlak jika seseorang harus secara cepat mengubah mindset dan
menyesuaikan diri agar tidak tertinggal oleh perubahan yang makin hari makin
cepat dirasakan. McKinsey Global Institute pada tahun 2017 memproyeksikan
setidaknya 400 sampai dengan 800 juta orang di dunia akan kehilangan
pekerjaan pada tahun 2030 karena tergantikan oleh robot dan Artificial
Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


Efek Disrupsi yang luas tersebut pada akhirnya juga akan merambah ke
pola kerja Birokrasi dan sistem Pemerintahan. Disrupsi yang selalu dikaitkan
dengan kemunculan teknologi yang semakin berkembang dapat membentuk
pola “gangguan” pada sistem dalam sebuah organisasi bisnis maupun
pemerintahan. Sebut saja perubahan teknologi yang menggunakan analog yang
berkembang saat ini menjadi teknologi digital. Perubahan tersebut tentunya
membawa dampak besar bagi kehidupan bernegara. Reformasi Birokrasi yang
menjadi harapan masyarakat pada terwujudnya pemerintahan yang bersih,
akuntabel dan efisien serta menciptakan sebuah pelayanan publik yang optimal
dan lebih baik dituntut untuk menyesuaikan diri dan mengikuti arus perubahan
saat ini.
Saat ini penggunaan teknologi informasi telah diimplementasikan di
berbagai lini pada sistem pemerintahan. Istilah e-Government cukup sering kita
dengar terutama dalam kaitannya dengan proses Birokrasi atau pelayanan
publik. Namun demikian istilah e-Government yang secara umum memiliki
pengertian proses pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat untuk
membantu menjalankan sistem pemerintahan secara lebih efisien, saat ini bisa
dikatakan belum bisa menjawab tantangan dan belum memenuhi harapan
masyarakat.
Pertanyaan selanjutnya adalah apa saja langkah yang dapat dilakukan
oleh Pemerintah untuk memenuhi harapan masyarakat di tengah era perubahan
yang sangat cepat saat ini?
Pertama, adanya penegakan Reformasi Birokrasi yang lebih
komprehensif dan nyata disertai dengan penyederhanaan regulasi, dengan
membentuk dan menyesuaikan diri menjadi regulasi ataupun peraturan yang
peka dengan perubahan. Seperti yang kita sering dengar bahwa konsep
Birokrasi yang saat ini terkesan kaku dan kompleks harus berubah menjadi
sebuah Birokrasi yang luwes (agile bureaucracy). Di era yang berubah secara
cepat ini banyak hal yang mungkin saat ini diatur, tetapi dalam hitungan beberapa
bulan ke depan hal tersebut akan memiliki perubahan dalam tata cara serta
implementasinya di masyarakat. Jika dihubungkan dengan proses pembuatan
peraturan yang memakan waktu lama maka hal ini akan
menimbulkan gap antara pembuatan peraturan dengan perubahan dan
penerapannya di masyarakat. Karena bagaimanapun dalam era disrupsi ini,
inovasi akan selalu bergerak lebih cepat daripada regulator. Oleh karena itu
konsep agile bureaucracy hendaknya perlu dipertimbangkan. Dalam hal ini
diperlukan kaji ulang atas peran Pemerintah, mungkin tidak lagi perlu terlibat
dalam hal yang rinci (rules), tetapi ia berubah menjadi fasilitator dan mengatur
hal yang prinsip.
Selanjutnya pembangunan Digital Governance. Kemunculan Disrupsi
yang ditandai dengan menguatnya Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan
buatan, penggunaan Big Data serta berubahnya sistem manual menjadi sistem
komputer dan online terutama dalam segi pelayanan publik merupakan
tantangan yang perlu diantisipasi dan dihadapi. Digital Governance memiliki
pengertian sebagai tata kelola pemerintahan yang berbasis elektronik atau
internet yang pada penerapan layanan publik ini dapat dilakukan tanpa harus
bertatap muka. Hal ini tentu saja akan membuat perbedaan dalam tata kerja
Birokrasi. Permasalahan disrupsi dimaksud tentunya sangat
mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Kemunculan
digitalisasi sebagaidisrupsi tentu saja perlu respon positif bagi pemerintah untuk
melakukan reformasi Birokrasi yang mengarah pada pelayanan digital,
Pelayanan berbasis digitalisasi tentu saja menjadi tantangan bagi Birokrasi untuk
membentuk terobosan dan inovasi sehingga dapat mencapai tujuan negara
dalam mensejahterakan masyarakat.
Langkah ketiga adalah Peningkatan Skill dan Kompetensi para birokrat.
Tidak dapat dipungkiri dengan adanya revolusi industri 4.0 dan era disrupsi, jenis
pekerjaan yang bisa disimplifikasi maupun digantikan oleh sistem maupun
perangkat digital akan semakin bertambah setiap tahunnya. Proses administrasi
dalam pemerintahan akan semakin berkurang dengan adanya sistem yang
menggantikan. Disamping itu banyak pengetahuan yang menemui masa
kadaluwarsanya di masa yang akan datang, seiring dengan pesatnya
perkembangan internet beserta segala hal yang terafiliasi dengannya seperti
mesin pencari otomatis contoh yang paling terkenal adalah Google dan
implementasi kecerdasan buatan dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana kita
mulai rasakan saat ini. Peningkatan skill dan kemampuan individu sebagai
Sumber Daya Manusia menjadi semakin menantang. Dengan tidak
terbendungnya era disrupsi tersebut, maka kompetensi dan keterampilan lain
yang belum bisa dikejar oleh teknologi (dalam hal ini kecerdasan buatan) dalam
waktu dekat, perlu untuk segera ditanamkan dan ditingkatkan. Keterampilan
berpikir kritis dan pemecahan masalah, keterampilan komunikasi (termasuk
kemampuan berbahasa asing), kolaborasi, People Management, keterampilan
berpikir kreatif dan inovasi serta mengasah Emotional Intelligence atau
kecerdasan emosi hendaknya harus dimiliki oleh setiap individu yang bekerja di
Birokrasi.
Gagasan atau langkah yang terakhir adalah adanya regenerasi pada
Birokrasi dan sistem Pemerintahan. Organisasi publik, walaupun memiliki
karakter yang berbeda dengan organisasi privat, idealnya mampu menjalankan
perannya dengan cara kerja/proses bisnis yang efisien, cepat dan gesit, apalagi
instansi pemerintah yang berhadapan dengan pelayanan publik. Oleh karena itu
memberikan ruang dan kesempatan yang lebih luas kepada kelompok usia
produktif yang saat ini populer disebut generasi millenial (kelompok kelahiran
tahun 1981 s.d 1995) merupakan sebuah opsi yang tepat untuk melakukan
perubahan dan membuat suatu tatanan baru pada Birokrasi serta membentuk
sistem Pemerintahan yang dinamis dan cepat berubah mengikuti laju
zaman. Generasi millenial akan memainkan peran penting ke depan terutama
dalam perekonomian Indonesia sehingga mampu meningkatkan kinerja
pembangunan termasuk sumbangsih millenial terhadap pembangunan di
Birokrasi pemerintah. Setidaknya terdapat 3 (tiga) karakter yang dimiliki oleh
generasi millenial yaitu connected, confident dan creative yang selanjutnya
dapat dijabarkan terkait keunggulan yang dimiliki oleh generasi ini yaitu ingin
serba cepat, mudah beradaptasi pada pekerjaan, kreatif, dinamis, melek
teknologi dan dekat dengan media sosial. Namun tidak dapat disangkal bahwa
saat ini masih ada keraguan dan penilaian atau anggapan bahwa sosok generasi
millenial ini merupakan sosok yang belum matang dan belum cukup pantas
menggantikan posisi generasi-generasi di atasnya. Karena itu, diperlukan
keyakinan dan pemahaman yang terbuka serta sudut pandang yang lebih luas
untuk menentukan serta menilai generasi baru ini sebagai penerus dari generasi
senior yang saat ini memegang mayoritas kendali pada sistem Birokrasi dan
pemerintahan.
Era disrupsi yang saat ini sudah bergerak cepat dan menyusup ke
berbagai sektor dalam kehidupan manusia, tidak terkecuali pada sistem Birokrasi
dan menuntut adanya perubahan besar pada Birokrasi dan sistem pemerintahan.
Perubahan dapat mulai dilakukan dimulai dengan proses penyederhanaan
regulasi yang berubah menjadi suatu Birokrasi yang luwes, perubahan pola kerja
menjadi serba digital atau online dalam rangka pelayanan publik yang lebih cepat
dan efisien, peningkatan skill dan kompetensi para birokrat serta memberikan
kesempatan kepada generasi muda untuk melanjutkan dan mengubah sistem
menjadi lebih dinamis merupakan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh
pemerintah untuk menghadapi era disrupsi yang tengah terjadi. Dengan adanya
perubahan dan penyesuaian dimaksud diharapkan dapat memperkuat
implementasi reformasi Birokrasi, meningkatkan kualitas para birokrat menjadi
SDM yang handal dan profesional serta menciptakan pelayanan publik yang
memenuhi harapan masyarakat.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Jakarta dalam
menghadapi disrupsi yang terjadi pada saat ini telah menerapkan Sistem
Informasi Alpukat Betawi dimana Alpukat Betawi (akses langsung pelayanan
dokumen kependudukan cepat dan akurat) merupakan sebuah kanal
pelayanan yang memberikan akses langsung kepada penduduk khususnya
warga DKI Jakarta untuk mengajukan pelayanan administrasi
kependudukannya. Melalui aplikasi ini penduduk dapat mengajukan
permohonan layanan, penjadwalan pelayanan, dan memonitor pelayanan yang
diajukannya. Melalui layanan Alpukat Betawi masyarakat dapat mengakses
terkait pelayanan Kependudukan dan Pencatatan Sipil yaitu :
1) Pencetakan KTP-el
2) Akta Kelahiran
3) Akta Kelahiran Tanpa NIK
4) Akta Kematian
5) Pencetakan KK
6) Perubahan Biodata
7) Pencetakan KIA
8) Informasi Data Keluarga
9) Duplikat/Legalisir AKTA
10) Permohonan Pindah
11) Permohonan Kedatangan
12) Akta Perkawinan
13) Akta Perceraian
14) Lapor Lahir Luar Negeri
15) Lapor Kematian Luar Negeri
16) Lapor Kawin Luar Negeri
17) Lapor Cerai Luar Negeri

Melalui aplikasi tersebut, pemohon cukup melakukan pendaftaran


terlebih dahulu, kemudian verifikasi akun dengan melakukan selfie. Setelah
akun aktif pemohon bisa memilih layanan yang diinginkan, kemudian
mengupload berkas yang diminta dengan menggunakan format foto atau scan,
plih tanggal pengambilan dan submit permohonan. Lakukan cek berkala terkait
status permohonan apakah berkas ditolak atau selesai. Jika berkas ditolak
kemungkinan ada berkas atau isian yang salah atau tidak sesuai, pemohon
bisa mengajukan ulang. Jika permohonan selesai maka pemohon cukup
membawa berkas sesuai yang diupload dan dilakukan penukaran berkas
dengan output dokumen permohonan yang diajukan.
Pada saat ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi
(Disdukcapil) DKI Jakarta bersama Gojek mengintegrasikan platform aplikasi
Akses Langsung Pelayanan Dokumen Kependudukan Cepat dan Akurat
(Alpukat Betawi). Hal itu dengan layanan pengiriman instan GoSend dan
solusi payment gateway Midtrans (bagian dari GoTo Financial). Langkah itu
untuk menghadirkan layanan administrasi kependudukan daring yang praktis,
cepat dan aman. Alpukat Betawi adalah salah satu bentuk akses langsung
kepada warga DKI Jakarta untuk mengajukan pelayanan administrasi
kependudukan. Aplikasi itu tersedia dalam bentuk website dan aplikasi.
Lewat Alpukat Betawi, warga DKI Jakarta dapat mengurus dokumen
kependudukan mulai akta lahir, kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), Kartu
Keluarga (KK), Kartu Identitas Anak (KIA), perubahan biodata, hingga akta
kematian secara daring. Kini dengan integrasi layanan pengiriman on demand
GoSend dan Alpukat Betawi, warga DKI Jakarta bisa langsung memesan
layanan GoSend Instant maupun SameDay langsung diaplikasi Alpukat Betawi
untuk pengiriman dokumen KTP dan KIA yang telah diterbitkan Dinas Dukcapil
DKI Jakarta.
Pembayaran layanan GoSend tersebut juga dapat dilakukan dengan
mudah dan transparan di aplikasi Alpukat Betawi melalui scan QRIS dan
menggunakan GoPay. Kemudahan pembayaran ini dihadirkan lewat integrasi
platform Alpukat Betawi dengan payment gateway Midtrans. Direktur Hubungan
Pemerintah dan Kebijakan Publik Gojek Dyan Shinto Ekopuri menjelaskan
melalui integrasi platform antara Alpukat Betawi, GoSend dan Midtrans,
masyarakat akan jauh lebih dimudahkan karena bisa mendapat semua
keuntungan layanan hanya melalui satu aplikasi saja dan dapat dilakukan di
mana saja.
Warga DKI Jakarta, tambahnya, kini dapat memesan GoSend dan
memantau status pengiriman melalui live tracking langsung di Alpukat Betawi.
Kolaborasi ini merupakan salah satu upaya berkelanjutan Gojek dalam
mendukung inovasi pemerintah dan menghadirkan teknologi sebagai solusi
untuk meningkatkan kualitas, aksesibilitas, dan kemudahan layanan masyarakat.
"Kolaborasi antara layanan GoSend dan Alpukat Betawi ini
meningkatkatkan efektivitas waktu dan efisiensi dalam alur pengurusan
dokumen, khususnya mampu mewujudkan pengiriman dokumen kependudukan
yang cepat bagi warga DKI Jakarta," kata Dyan, dalam sebuah konferensi pers,
Kamis, 12 Mei 2022. "Terlebih, 50 persen pengajuan pengurusan dokumen
kependudukan kini dilakukan melalui daring di tengah pandemi ini," tambahnya.
Berdasarkan data Disdukcapil DKI Jakarta, jumlah penduduk DKI Jakarta
sebanyak 11.261.595 jiwa dan Disdukcapil DKI Jakarta memproses sekurangnya
350 ribu dokumen kependudukan melalui platform Alpukat Betawi sepanjang
2021 saja.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta
Budi Awaludin menambahkan setiap warga DKI Jakarta membutuhkan layanan
kependudukan yang cepat dan efisien. Sejak bulan lalu cetak KTP dan KIA dapat
diselesaikan dalam 15 menit dari sebelumnya sekitar satu jam. Terobosan
pencapaian layanan ini perlu terus ditingkatkan, tambahnya, salah satunya
melalui upaya kerja sama dengan ekosistem Gojek. Dirinya yakin integrasi ini
membuat pelayanan lebih optimal dan transparan karena pendataan semua
layanan telah terpusat pada satu aplikasi, dan akan meningkatkan kepuasan
warga DKI terhadap layanan pemerintah. "Karena tujuan utama kami adalah
memberikan pelayanan yang menyenangkan dan membahagiakan untuk
masyarakat sehingga terwujud pelayanan yang mudah, cepat, akurat, dan
tuntas," pungkasnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Perubahan dapat mulai dilakukan dimulai dengan proses
penyederhanaan regulasi yang berubah menjadi suatu Birokrasi yang
luwes, perubahan pola kerja menjadi serba digital atau online dalam
rangka pelayanan publik yang lebih cepat dan efisien,
peningkatan skill dan kompetensi para birokrat serta memberikan
kesempatan kepada generasi muda untuk melanjutkan dan mengubah
sistem menjadi lebih dinamis merupakan langkah-langkah yang dapat
dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapi era disrupsi yang tengah
terjadi. Dengan adanya perubahan dan penyesuaian dimaksud
diharapkan dapat memperkuat implementasi reformasi Birokrasi,
meningkatkan kualitas para birokrat menjadi SDM yang handal dan
profesional serta menciptakan pelayanan publik yang memenuhi harapan
masyarakat.
2. Dalam menghadapi disrupsi, Dinas Kependudukan dan Pencatatan DKI
Jakarta telah menerapkan Sistem Informasi Aplikasi Alpukat Betawi untuk
memenuhi kebutuhan layanan kependudukan dan pencatatan Sipil secara
mudah dengan menggunakan akses internet melalui smartphone atau
komputer dan dengan adanya kerjasama dengan platform Gojek
pemohon tidak perlu datang ke Kantor Dukcapil, dokumen bisa di antar
dan di jemput dengan mudah.

Daftar Pustaka
Kasali, R, (2017), Disruption, Kompas Gramedia, Jakarta
Putri, Rizky Amalia, (2021), Transformasi Organisasi Publik Di Era Disrupsi:
Terencana Atau Terpaksa?, Sip Publishing (Anggota Ikapi), 1(1), 3-15
Yogantara, Firman, (2021), Benturan Era Disrupsi pada Sistem Birokrasi,
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-kalbar/baca-
artikel/14296/Benturan-Era-Disrupsi-pada-Sistem-Birokrasi.html, di akses
pada 20 September 2022

Anda mungkin juga menyukai