Anda di halaman 1dari 12

Tenaga Ahli Madya Kedeputian I Kantor Staf Presiden

Revolusi Industri 4.0 sebagai perkembangan peradaban modern telah kita rasakan dampaknya pada
berbagai sendi kehidupan, penetrasi teknologi yang serba disruptif, menjadikan perubahan semakin cepat,
sebagai konsekuensi dari fenomena Internet of Things (IoT), big data, otomasi, robotika, komputasi awan,
hingga inteligensi artifisial (Artificial Intelligence).

Fenomena disrupsi yang mewarnai perkembangan peradaban Revolusi Industri 4.0, dengan dukungan
kemajuan pesat teknologi, akan membawa kita pada kondisi transisi revolusi teknologi yang secara
fundamental akan mengubah cara hidup, bekerja, dan relasi organisasi dalam berhubungan satu sama lain.

Perubahan lanskap ekonomi politik dan relasi organisasi sebagai konsekuensi Revolusi Industri
4.0 menjadikan transformasi organisasi pemerintah sebagai suatu keniscayaan dalam berbagai skala ruang
lingkup, dan kompleksitasnya. Transformasi organisasi pemerintah ini menjadi kata kunci yang harus terus
diupayakan sebagai instrumen bagi aparat pemerintah agar responsif terhadap perubahan.

Transformasi organisasi pemerintah ini semakin relevan untuk dipacu percepatannya bila kita merujuk
pendapat Klaus Schwab, Executive Chairman World Economic Forum, yang memberikan hipotesa saat ini
miliaran orang telah terhubung dengan perangkat mobile, penemuan kecepatan
pemrosesan byte demi byte data internet, yang telah meningkatkan kapasitas pengetahuan manusia
melebihi sistem konvensional.

Hal ini menjadikan akses terhadap ilmu pengetahuan begitu terbuka secara nyata, tidak terbatas dan belum
pernah terjadi sebelumnya. Semua ini bukan lagi mimpi, melalui terobosan teknologi baru di bidang
robotika, Internet of Things, kendaraan otonom, percetakan berbasis 3-D, nanoteknologi, bioteknologi, ilmu
material, penyimpanan energi, dan komputasi kuantum.

Seperti kita ketahui bersama, dampak dari revolusi industri keempat salah satunya adalah otomatisasi dan
berkurangnya jumlah tenaga kerja manusia dalam produksi. Seperti dicatat oleh Klaus Schwab, Industri IT di
Lembah Silicon tahun 2014 menghasilkan pendapatan sebesar AS$1,09 triliun hanya mempekerjakan 137,000
orang. Sementara tahun 1990an, Detroit yang menjadi pusat tiga perusahaan otomotif besar dunia
mempekerjakan sepuluh kali lebih banyak untuk menghasilkan pendapatan yang sama (Scwab 2017).

Dengan berbagai fenomena kemajuan teknologi serta dampaknya tersebut di atas, menjadi nyatalah
urgensi transformasi organisasi pemerintah untuk menjawab tuntutan akuntabilitas publik dan
transparansi yang semakin tinggi dewasa ini akibat perkembangan era Revolusi Industri 4.0.

Perkembangan era Revolusi Industri 4.0 yang membawa konsekuensi meningkatnya tuntutan akuntabilitas
dan transparansi dari organisasi pemerintah serta responsif yang tinggi dan cepat, hal ini membawa
perubahan paradigma desain organisasi.

Ukuran besarnya organisasi dengan struktur organisasi dan rentang kendali yang besar, tidaklah menjamin
efektifitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi, yang lebih berperan adalah seberapa sukses
transformasi organisasi dilakukan agar adaptif terhadap perubahan yang sedemikian cepat guna menjawab
fenomena tomorrow is today.

Pada era Revolusi Industri 4.0 daya adaktif lah yang menjadi kunci keberhasilan meraih prestasi dan
mencapai visi dan misi organisasi. Pada organisasi bisnis, fenomena ini dapat kita cermati dari fenomena Uber
yang mengancam pemain-pemain besar pada industri transportasi di seluruh dunia atau Airbnb yang
mengancam pemain-pemain utama di industri jasa pariwisata.

Dari sisi retail, disrupsi yang dilakukan Tokopedia, Buka Lapak, telah memberikan sumbangsih turunnya
omset mall dan ditutupnya banyak lapak lapak kecil dipusat pusat perbelajaan, hal ini membuktikan bahwa
yang cepat dapat memangsa yang lambat dan bukan yang besar memangsa yang kecil.

Bercermin dari survival organisasi bisnis sudah sepatutnya organisasi pemerintah peka dan melakukan
instrospeksi diri, sehingga mampu mendeteksi posisinya di tengah perkembangan peradaban Revolusi
Industri 4.0 guna tetap survive dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan lebih efesien dan
efektif sebagai responsit terhadap meningkatnya tuntutan akuntabilitas dan transparasi publik.

Urgensi Tranformasi Organisasi Pemerintah

Dinamika perkembangan relasi organisasi bisnis dalam tetap survive di tengah derasnya arus globalisasi dan
Revolusi Industri 4.0, tampaknya perlu menjadi pelajaran bagi organisasi pemerintah untuk terus
bertransformasi diri kebentuk ideal agar dapat menghadapi ancaman dan memanfaatkan peluang yang ada,
meskipun terdapat perbedaan misi yang diemban, namun transformasi organisasi pemerintah merupakan
salah satu alternatif yang dapat ditempuh dalam rangka mewujudkan organisasi yang berorientasi layanan
publik.

Transformasi organisasi pemerintah perlu terus diarahkan kedalam perubahan dari desain lama yang kurang
kondusif ke desain baru yang lebih kondusif untuk terus mengembangkan inovasi, manajemen inovasi dan
mengelola risiko serta integrasi organisasi dalam membangun kolaborasi dan sinergitas.

Inovasi tingkat organisasi menjadikan pertumbuhan dan berkembangnya kreativitas yang tidak terkungkung
oleh hirarki yang ketat, hal ini memerlukan adanya perubahan struktur organisasi, proses komunikasi dan
koordinasi dan menghilangkan hambatan-hambatan struktural.

Struktur organisasi pemerintah yang selama ini mekanistis, hierarkis birokratis, departementalisasi yang
kaku, formalisasi tinggi dan dan sentralistis perlu terus ditransformasi ke arah organisasi yang organik, yang
ditandai dengan informasi yang mengalir bebas, formalisasi rendah dan tim lintas fungsi, guna menjawab
ketidakpastian yang tinggi dan lingkungan strategis organisasi pemerintah yang semakin dinamis dan
kompleksitas yang tinggi.

Transformasi organisasi pemerintah harus ditandai dengan pengembangan kepemimpinan transformasi


dengan visioner yang terukur pada berbagai level kepemimpinan dalam organisasi pemerintah, hal ini sangat
diperlukan guna memastikan setiap inovasi yang dikembangkan dapat memberikan nilai tambah kualitas
pelayanan, menyelaraskan visi dan lingkungan internal yang diimbangi dengan kemampuan merespons
perubahan lingkungan eksternal yang bergerak cepat dalam era Revolusi Industri 4.0 ini.

Transformasi organisasi pemerintah tersebut tidak hanya sekedar downsizing dan prosedural
semata, namun lebih fundamental pada pola kerja, budaya organisasi dan nilai-nilai strategis yang
dikembangkan. Transformasi organisasi pemerintah memainkan peran strategis dalam peningkatan daya
saing bangsa, di dalam pendekatan institusional (kelembagaan), ‘lalu-lintas’ administrasi negara dari
eksekutif ‘turun’ ke Kebijakan Administrasi, dimana transformasi organisasi dengan budaya kerja dan tata
kelolanya menjadi faktor determinan yang menentukan keberhasilannya.

Pengembangan kelembagaan organisasi birokrasi melalui transformasi yang terencana dan terukur, sangat
dibutuhkan dalam menjawab problem statement yang menjadi ciri kelemahan organisasi pemerintah pada
umumnya, yang dipandang perlu meningkatkan responsivitas, transparansi, membangun sistem dan
mekanisme yang accessiblesehingga memungkinkan adanya “checks and balances”.

Transformasi organisasi pemerintah sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan, budaya kerja, proses kerja
kekuatan kerja, dan struktur organisasi yang dikembangkan sehingga adaktif terhadap perubahan dan dapat
meningkatkan kecepatan birokrasi dalam perizinan, melayani investasi-investasi serta meningkatkan daya
saing bangsa.

Transformasi organisasi pemerintah perlu terus diikuti dengan perubahan mindset dalam pengelolaan
keuangan negara, pada berbagai K/L organisasi pemerintah, dengan mengedepankan pengukuran kinerja
berbasis value for money, dan semakin meningkatkan azas Performance Based Bugeting yang fokus pada
sasaran, outcome dan output, dengan pemanfaatan teknologi dalam membangun dashboard
kepemimpinan pada berbagai level kepemimpinan, sehingga dapat mengontrol mulai dari tahapan
perencanaan pelaksanaan pengawasan dan pelaporan.

Revolusi Industri 4.0 sejatinya memberikan peluang besar dalam mengefektifkan fungsi dan peran organisasi
pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, perkembangan IT yang cepat dapat menjadi
peluang dalam percepatan penerapan e-governance, sebagai digitalisasi data dan informasi seperti e-
budgeting, e-project planning, system delivery, penatausahaan, e-controlling, e-reporting hingga e-monev serta
apllikasi custom lainnya.

Pilihan strategis pemanfaatan IT dalam berbagai organisasi pemerintah sangat diperlukan


dalam membangun mental self-driving, self-power, kreativitas dan inovasi, ketika mesin dibuat menjadi lebih
pandai dari manusia, maka pintar saja tidak cukup. Perlu dibangun teamwork yang mengedepankan
kolaborasi dan sinergi bukan kompetesi, disamping itu diperlukan adanya kesepahaman dalam pola pikir dan
cara bertindak dalam menghadapi era digitalisasi teknologi di semua lini.

Spirit sharing economy dengan pemanfaatan fenomena Internet of Things (IoT), big data, otomasi, robotika,
komputasi awan, hingga inteligensi artifisial (Artificial Intelligence) perlu terus dikembangkan sebagai
perubahan paradigma dari owning economy.

Perubahan pola pikir bekerja sendiri, memiliki, menguasai sebagai mindset-nya birokratik, dengan dalih
mitigasi risiko atau compliance, perlu ditransformasi menuju sharing economy pada berbagai unit kerja di
lingkup internal organisasi dan K/L yang berbeda, bekerjasama bukan sama-sama bekerja, efesiensi
resources sangat dibutuhkan tanpa mengurangi KPI dari masing-masing K/L.

Dengan adanya sharing economy, unit kerja, K/L tidak lagi diminta untuk berkompetisi, melainkan
berkolaborasi untuk saling menutupi celah kekurangan dan mengantisipasi perubahan yang berlangsung
cepat. Transformasi organisasi pemerintah ditandai dengan masing-masing bagian atau biro ditantang untuk
menjadi yang paling banyak bersinergi dan kolaborasi dengan bagian atau biro lainnya, demikian pula
organisasi kerja satu dengan organisasi kerja lainnya, masing-masing staf mesti ditantang untuk menjadi yang
paling banyak bersinergi dan berkolaborasi, bukan berkompetisi.
Secara kongkrit sharing economy dapat diwujudkan dengan membangun Sistem yang terintegrasi (Sispan
Pengendalian, One big data, Situation Room bersama dll) sebagai single system yang dapat
dimanfaatkan sebagai tool atau instrumen kerja, sehingga tiap-tiap unit kerja dalam internal organisasi
pemerintah dan K/L yang berbeda dapat berkonstribusi dalam updating dan pemanfaatannya, sehingga
pengendalian dan output serta outcome organisasi pemerintah dapat terintegrasi dengan mengedepankan
sinergitas antar K/L dalam satu platform mengedepankan efesiensi dan kecepatan.

Fenomena dilakukannya pemantauan dan pelaporan satu objek program pembangunan dengan objek dan
spasial yang sama oleh berbagai K/L yang berbeda-beda sangat tidak efesien dan menghabiskan sumber
daya, integrasi data melalui sharing economy ini akan sangat bermanfaat untuk menekan efesiensi dan
integrasi output pelaporan dan membantu pencapaian outcome.

Kita tentunya berharap dengan akselerasi transformasi organisasi pemerintah diharapkan dapat menjadi
jawaban terhadap tuntutan akuntabilitas dan transparansi publik yang semakin tinggi, sekaligus menjawab
berbagai tantangan yang dihadapi dalam perjalanan pembangunan nasional.

Optimisme perlu terus digelorakan pada berbagai level kepemimpinan di pemerintahan, agar dapat
memberikan sumbangsih konkret dalam akselerasi transformasi organisasi pemerintah pada organisasi
kerjanya masing-masing, sebagai prasyarat perbaikan tata kelola pemerintahan guna mendukung
pencapaian strategi pembangunan nasional 2015-2019 dan menjadikan transformasi organisasi pemerintah
sebagai salah satu pilar menuju Indonesia World Class Government pada tahun 2025. Semoga.

Dirjen Ghufron yakin, perguruan tinggi Indonesia mampu bertahan di era revolusi
industri ini bila melaksanakan 4C. Pertama, Critical thingking, kita seyogyanya bersikap
skeptis dan kritis. “Percuma kalau pintar kalo gak kritis,” ujarnya.
Kedua, Creativifity, yakni mampu melahirkan inovasi-inovasi baru. Ia mengisahkan
negara Korea Selatan yang memiliki income tinggi karena kreativitasnya yang muncul
dari motivasi ingin mengalahkan Jepang. “Memang mereka (Korsel) itu banyak
mencontoh tapi sisi kreatifnya muncul,” kata Dirjen Ghufron.
Selanjutnya, Communication, menurut Dirjen Ghufron HU Pikiran Rakyat dan media
massa lainnya memiliki peran sangat penting pada proses produksi informasi. Terutama
tentang sains dan teknologi agar dapat diterima publik secara benar dan tidak
menimbulkan kesalahpahaman. “Percuma kita buat beberapa industri kalau tidak
dikomunikasikan. Gak akan ada yang paham dan tahu dong,” ujarnya.
Terakhir, Collaboration, ini lah kekuatan yang bisa membangun Indonesia. Menurutnya,
kelemahan Indonesia adalah kurang berkolaborasi. Kita lemah ketika berkelompok.
Karena itu memerlukan kerjasama dan mengerti satu sama lain.

Era revolusi industri 4.0 bagi sektor pariwisata adalah kebebasan bagi wisatawan
untuk menentukan jalannya sendiri. Ini adalah experience economy. Artinya,
kendali dipegang penuh oleh konsumen. Mulai dari waktu bepergian, lokasi
menginap, sampai moda transportasi yang dipakai. Semuanya ditunjang dengan
pemakaian teknologi, yang diadopsi dalam gadget yang bisa diakses sehari-hari.

”Dalam sektor pariwisata, revolusi industri 4.0 ini berarti kesiapan kita semua
terhadap penggunaan teknologi canggih. Karena industri kita adalah tourism and
hospitality. Maka revolusi industri ini berarti juga seberapa jauh kita dapat
mengadopsi teknologi untuk kelangsungan sektor pariwisata di Indonesia,” beber
Staf Ahli Kementerian Pariwisata Bidang Ekonomi dan Kawasan Pariwisata,
Anang Sutono dalam orasi ilmiah di Wisuda ke-19 Sekolah Tinggi Pariwisata
(STP) Sahid Surakarta, kemarin di auditorium kampus setempat.

Anang menambahkan dalam beberapa area, digitalisasi ini justru banyak


menimbulkan polemik.

”Pola lama yang bergerombol, berkelompok, dan bepergian dalam grup akan
semakin ditinggalkan. Sekarang setiap individu menginginkan pengalaman yang
sama dengan orang lain. Bahkan dalam beberapa level, setiap individu
menginginkan pengalaman yang lebih, berbeda, dan unik,” sambungnya.

Bagi bangsa Indonesia, lanjut Anang, tantangannya adalah cara agar turis asing
merasakan pengalaman berharga selama di Indonesia.

”Mari kita ambil peran masing-masing dalam mewujudkan pencapaian 20 juta


wisatawan asing. Sekecil apapun kontribusinya, tetap akan membantu menuju
Indonesia Emas 2024,” ajaknya.

Ketua Umum Yayasan Sahid Jaya, Nugroho B. Sukamdani mengungkapkan untuk


menghadapi tantangan tersebut pihaknya telah menjalin kerjasama university to
university dengan Box Hill Institute Australia, Hounan Normal University China,
Chinese Logistics and Transportation Association Taiwan, dan beberapa
universitas di Uzbekistan.

”Kondisi ini bisa menjadi pemicu bagi unit-unit pendidikan di bawah naungan
Yayasan Sahid Jaya untuk meningkatkan kualitasnya di era revolusi industri 4.0
saat ini. Kesempatan kerjasama ini juga bisa menjadikan peluang bagi para
wisudawan untuk dapat bekerja di luar negeri dan menjadi penyumbang devisa
sebagai penggerak perekonomian Indonesia,” katanya.

Salah satu industri yang menjanjikan di Revolusi Industri 4.0 adalah sektor berbasis kreativitas, seperti
pariwisata. Menghadapi itu, Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, mengumpulkan seluruh
pelaku wisata untuk meningkatkan kualitas pelayanan ke wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi.
"Inti dari Revolusi Industri 4.0 itu kreativitas dan inovasi. Karena itu para pelaku wisata harus
lebih kreatif dan inovatif," kata Anas di hadapan ratusan pelaku wisata, mulai dari pengelola hotel,

Menurut Anas, pariwisata Banyuwangi telah berkembang pesat. Kini Banyuwangi diperhitungkan dalam
dunia pariwisata nasional maupun internasional.
Anas meminta agar para pelaku wisata lebih kreatif dalam mengelola atraksi wisata.
"Para pelaku wisata harus lebih kreatif dalam mengemas para atraksi wisatanya. Harus ada sesuatu
yang disukai oleh wisatawan," kata Anas.
Salah satu hal yang ditekankan Anas adalah memperkaya wawasan tentang histori dan
kekhasan Banyuwangi. Misalnya mengajak wisatawan berkeliling ke pasar tradisional, pendopo, dan
makanan tradisional.
"Itu salah satu cara untuk memberikan kesan yang baik pada wisatawan, sehingga mereka mau kembali
lagi ke Banyuwangi," kata Anas.
Anas mengatakan, review di situs agen perjalanan online, seperti traveloka, pegipegi, dan lainnya sangat
penting. Karena biasanya, wisatawan sebelum bepergian melihat review destinasi dari internet.
"Semua pelaku harus berusaha menjaga kesan yang baik tentang baik. Untuk itu dibutuhkan
pemahaman tentang karakter dan segmentasi setiap wisatawan," kata Anas.
Selain itu, kepada UMKM juga lebih kreatif mwngolah potensi Banyuwangi.
Anas mencontohkan yang dilakukan di kawasan Gombengsari, terdapat UMKM yang memberikan
pengalaman berbeda.
Seperti meminum langsung susu kambing etawa langsung setelah memeras, membuat kopi madu, dan
lainnya.
"Warga kini secara bertahap sudah merasakan dampak pariwisata. Secara ekonomi ada peningkatan
cukup signifikan. Kini mereka berlomba-lomba memanfaatkan booming wisata ini dengan banyak
mengambil peluang ekonomi dengan membuka berbagai usaha," imbuh Anas.
Acara ini dibagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pertama dengan topik ‘Pariwisata Berkelanjutan dan
Industri yang Berdaya Saing’, dan sesi dua dengan topik ‘Pariwisata 4.0 untuk Inisiatif di Daerah’.
Pada sesi pertama, terdapat dua pembicara, yaitu Drs, I Gede Ardhika selaku mantan Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata, dan Denny Setiawan, ST, MT, selaku Dirjen SDPPI Kominfo.

Drs. I Gede Ardhika memaparkan sustainable tourism observatory kepada para peserta acara.
Pemaparan dimulai dengan menjelaskan prinsip dasar pariwisata. Setelah itu, Drs. I Gede
memaparkan mengenai kepariwisataan yang berkelanjutan. Dikatakan bahwa kepariwisataan
berkelanjutan adalah kepariwisataan yang tidak hanya menjaga, memelihara, dan melestarikan,
tetapi juga dapat merehabilitasi destinasi wisata tersebut.
Drs. I Gede mengutip ucapan Fuad Hasan, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia,
bahwa kepariwisataan tidak dapat dilihat dari aspek ekonomi semata. Kepariwisataan merupakan
bidang yang bersifat multi-dimensi, meliputi berbagai macam aspek kehidupan, seperti aspek
biologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, serta ketahanan dan keamanan.

Sesuai dengan definisi bahwa kepariwisataan adalah bidang yang multi-dimensi, maka diperlukan
adanya sustainable tourism observatory. Program ini berfungsi untuk melakukan pengembangan pada
suatu destinasi wisata.
Community based tourism memainkan peran penting dalam perwujudan kepariwisataan yang
berkelanjutan. Dengan menjadikan masyarakat sebagai partisipan dalam mewujudkan
kepariwisataan yang berkelanjutan, maka tercipta keterlibatan yang akan menimbulkan kerja sama
yang baik antara masyarakat pada daerah destinasi wisata.
Sesuai dengan penjelasan tersebut, stakeholder destinasi wisata dapat menunjuk universitas di
wilayahnya sebagai ‘bapak asuh’ untuk ikut membantu mengembangkan kepariwisataan yang
berkelanjutan di wilayah tersebut. Sebagai contoh, ITB dan beberapa perguruan tinggi sudah
menjadi ‘bapak asuh’ dan berperan dalam pengembangan kepariwisataan di Pangandaran.
Selain itu, perlu diperhatikan juga bahwa ada aspek-aspek terkait penanganan pemanasan global.
Kepariwisataan yang baik adalah kepariwisataan yang harmonis, dimana terdapat keseimbangan
antara tiap-tiap aspek kehidupan, dan pemanasan global bukanlah merupakan pengecualian.
Dengan memperhatikan aspek tersebut, maka kepariwisataan yang berkelanjutan dapat diwujudkan
dengan optimal.

Selanjutnya, dilakukan pemaparan oleh Denny Setiawan, ST, MT. Denny memulai penjelasan
dengan membahas Industri 4.0, yang menjadi asal-muasal munculnya istilah pariwisata 4.0 yang
dibahas pada seminar kali ini. Dengan mengaitkan perihal Industri 4.0 dengan pariwisata, maka
tercipta suatu sudut pandang pariwisata 4.0 dimana terdapat kepariwisataan yang berkelanjutan.

Kemudian, dijelaskan tentang perlunya pengembangan kesiapan infrastruktur TIK di bidang


kepariwisataan. Pengembangan teknologi tersebut akan berdampak pada kemudahan
berpariwisata, seperti untuk reservasi hotel atau tiket pesawat lewat situs daring. Sejauh ini, untuk
mayoritas wilayah di Indonesia sudah memenuhi kebutuhan jaringan 3G dan untuk beberapa kota
besar dapat melayani jaringan 4G, dan tentunya masih akan ditingkatkan kedepannya hingga dapat
mencapai seluruh wilayah di Indonesia. Semakin cepat Indonesia mempersiapkan infrastruktur
teknologi informasi dan komunikasi, maka semakin cepat pula perwujudan kepariwisataan yang
berkelanjutan.

Setelah itu, dijelaskan pula mengenai lima faktor penting transformasi digital terkait kepariwisataan.
Faktor-faktor ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh I Gede Ardhika, bahwa kepariwisataan bersifat
multi-disiplin dan multi-dimensi, serta menyentuh berbagai macam aspek kehidupan.
Ada banyak hal yang perlu diperhatikan mengenai kepariwisataan dan pengembangan teknologi,
diantaranya adalah mekanisme birokrasi yang mendukung serta partisipasi masyarakat untuk ikut
andil dalam mewujudkan hal tersebut. Dengan adanya partisipasi masyarakat, maka dapat
ditentukan periode pembangunan jangka panjang dan jangka menengah yang akan dilakukan.
Selain itu, di bidang perencanaan, seluruh pemangku kekuasaan harus bekerja bersama-sama
dengan masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut.

TIDAK bisa dimungkiri digitalisasi sudah masuk ke dalam tatanan hidup manusia.
Saat ini tidak ada pekerjaan atau aktivitas yang tidak bersentuhan dengan peralatan
berbasis digital, mulai dari kehidupan rumah tangga, perkantoran, pemerintahan
hingga dunia pariwisata.
Sebagian besar tingkat penghunian kamar (TKP) hotel berbintang banyak dibantu oleh
online travel agent (OTA). Rata-rata sumbangan OTA terhadap TKP di Kota Bandung
sekitar 30% sampai 40%, begitupun dengan industri penerbangan, saat ini 8 dari 10
penumpang internasional melakukan search, share dan booking secara daring. Menurut
data Kementerian Komunikasi dan Informatika di tahun 2016 transaksi e-commerce
mencapai USD18 miliar yang didominasi pemesanan kamar hotel dan ticketing, sebuah
angka yang cukup fantastis yang dihasilkan dari transaksi daring kapan saja, dimana
saja dan siapa saja.
Dalam kesempatan Rapat Koordinasi Nasional ketiga Pariwisata di Jakarta pada 15
September 2016, Menteri Pariwisata Arief Yahya menyatakan bahwa untuk
memenangkan kompetisi dengan negara lain saat ini, pilihannya hanya Go Digital. E-
tourism menjadi konsep baru yang terus didengungkan, apalagi pemerintah memasang
target tinggi kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 20 juta dan 275 juta
pergerakan wisatawan nusantara pada tahun 2019, yang diperkirakan akan
menghasilkan devisa sebanyak Rp 280 triliun, dengan fokus pasar prioritas utama yaitu
Tiongkok, Australia, Korea Selatan, Jepang dan Rusia.
Hilir ke hulu
Inkonsistensi komunikasi yang tidak seragam tentunya akan berdampak negatif
terhadap citra destinasi pariwisata. Selama ini digitalisasi hanya terbangun di hilir,
setiap bisnis ataupun daerah mempunyai alat, cara dan sistem yang berbeda-beda.
Sering kali wisatawan bingung dengan promosi daerah yang didapatkan melalui website
dengan informasi yang tidak lengkap dan rinci. Di sisi lain sebagian destinasi
memberikan detail penjelasan kemudahan dari dan ke tempat wisata sampai dengan
intrepretasi produk-produk wisata seperti atraksi budaya, souvenir, bahasa dan adat
masyarakat setempat.
Transfomasi digital perlu mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat untuk
memastikan perubahan yang sesuai arah yang baik dan benar. Dukungan dari
pemerintah secara menyeluruh khususnya dari aspek regulasi akan membantu para
pelaku usaha serta pemerintah daerah dalam melakukan transformasi digital yang
nyaman dan terpadu dalam penyampaian pesan dan informasi yang sama.
Go digital merupakan bukti nyata bahwa pemerintah komit untuk menerapkan
teknologi digital sebagai platform komunikasi strategis yang harus diampu oleh setiap
pelaku usaha, dinas pemerintah serta pemangku kepentingan pariwisata lainnya untuk
menjadikan digitalisasi sebagai proses komunikasi dan transaksi terdepan.
Lompatan jauh
Belajar dari pariwisata Malaysia, tahun 2014 pemerintah Malaysia merilis program
pemasaran digital terpadu untuk mendukung Visit Malaysia Year 2014. Program yang
mengombinasikan tiga jenis media paid media, owned media dan earned media
tersebut menyasar target wisatawan yang telah direncanakan dan mendapatkan hasil
yang sangat impresif, yaitu agregat 27,4 juta wisatawan mancanegara pada tahun 2014.
Sejak dirilisnya program pemasaran digital menggunakan sinergi bauran promosi
Youtube, Web TV, Facebook, Twitter dan Tourism Web Site, branding Malaysia Truly
Asia saat itu memperlihatkan efek signifikan, dengan loncatan pengunjung (viewers)
sebanyak 12,5 juta orang, 2,5 juta orang melihat promosi di TV aring dan 9,4 juta menit
video daring yang ditonton dalam selama tahun 2014.
Kementerian Pariwisata merilis platform digital sektor pariwisata yang diberi nama
Indonesia Tourism Exchange atau ITX. ITX merupakan langkah positif dan respons
pemerintah untuk men-digitalisasi semua panel yang terhubung dengan
aktivitas pariwisata dengan membuat membuat wadah komunitas antara pembeli dan
penjual dalam satu atap. Sosialisasi program ini telah dilakukan di 16 destinasi wisata di
Indonesia khususnya di 10 destinasi champion yang telah ditetapkan pemerintah.
Kompetisi
Dunia sudah memasuki babak baru di dalam era persaingan digital, bukan lagi yang
lemah kalah dengan yang kuat tetapi yang lambat akan terlibas dengan kecepatan. Luas
Malaysia, Thailand tidak sebanding dengan luas Indonesia yang besar, tapi mereka
mampu mengimbangi dengan kecepatan dalam perubahan teknologi, sehingga tidak
bisa dimungkiri keberhasilan negara tetangga tersebut mendapatkan jumlah wisatawan
mancanegara banyak dibantu oleh reaksi cepat dalam kekinian teknologi digitalisasi.
Optimisme muncul manakala pada tahun 2015 Branding Wonderful Indonesia masuk
dalam rangking branding dunia melesat menjadi rangking 47 dunia mengalahkan
country branding Truly Asia Malaysia di posisi 96 dan Amazing Thailand di posisi 83.
Namun rangking di atas bukanlah refleksi keberhasilan apabila dihadapkan dengan
agregat jumlah wisatawan masing-masing negara, perlu pengembangan teknologi
digital yang berkelanjutan.
Pertumbuhan teknologi digital harus terus diimbangi dengan penguatan infrastruktur
ekosistem information, communication & technology (ICT) yang saat ini belum
terintegrasi secara maksimal. Keterpaduan infomasi, komunikasi dan teknologi akan
banyak membantu pelaku industri pariwisata dan destinasi untuk mengakses data
informasi mengenai pasar dan pemasaran, perkembangan destinasi, pertumbuhan
industri pariwisata, serta kebutuhan sumber daya manusia pariwisata.
Sebagai gambaran, menurut Travel and Tourism Competitivenes Report tahun 2015
yang publikasikan oleh World Economic Forum tentang Indeks Daya Saing Pariwisata,
bahwa posisi Indonesia untuk ICT Readiness berada pada posisi 85 dan masih jauh dari
Malaysia di posisi 54, kemudian Thailand di posisi 60.
Setidaknya, langkah kecil sudah dilakukan Kementerian Pariwisata dengan
mengibarkan teknologi data manajemen yang disebut dengan dashboard M-17, melalui
data center dashboard M-17 yang berupa layar LED touch screen, pemerintah dapat
memonitor dan menampilkan data informasi terukur mengenai pemasaran
mancanegara dan pemasaran, perkembangan destinasi dan industri pariwisata
nasional, serta kelembagaan dan SDM pariwisata yang semuanya berbasis digital.
Setuju atau tidak, mau atau tidak saat ini dunia telah memasuki babak baru industri ke
4, tsunami kemajuan teknologi tidak bisa dibendung dan cepat atau lambat akan
menyentuh semua orang di muka bumi ini. Lonjakan generasi Y (millenial generation)
dan generasi Z (post millennial) semakin besar jumlah dan pengaruhnya. Tidak ada kata
lain, kehadiran teknologi digital menjadi tantangan besar untuk segera dijawab, mimpi
menjadikan pariwisata nasional yang berdaya saing kelas dunia, mumpuni dan
melompat lebih tinggi niscaya bukanlah suatu kemustahilan.

Pariwisata 4.0 dan Generasi Milenial


Revolusi Industri 4.0 tidak bisa dihindarkan. Tuntutan perkembangan teknologi ini
membawa kita semua untuk siap menghadapi berbagai innovation di berbagai lini [6].
Dapat dilihat dengan maraknya ekspansi dunia digital dan internet ke Sebagai generasi
muda juga mempunyai peran besar dalam melahirkan insan karakter dan kritis. Ada 4 hal
penting di era Revolusi Industri 4.0 yaitu critical thingking, creativity, communication,
dan collaboration.
Lalu, bagaimana dengan Generasi Milenial? Menurut Pew Research Center [7], generasi
milenial adalah generasi yang terlahir antara tahun 1981 sampai 1996. Generasi tersebut
dianggap lebih suka menghabiskan uang untuk pinik dibandingkan membeli rumah. Jika
mengacu pada tahun 1998, usia generasi Milenial saat ini adalah berusia antara 22 tahun
hingga 37 tahun.

Senior Director Global Lead Consumer Industries Accenture Consulting menyatakan


bahwa ada 60 persen populasi milenial secara global di tahun 2020 akan berada di Asia
[8]. Oleh sebab itu, milenial adalah sebuah potensi besar di Industri Pariwisata.
Karakteristik milenial sendiri adalah mudah beralih dan pilih alternatif lain yang lebih bisa
memberikan keuntungan. Milenial juga ingin sebuah kemudahan dalam berbagai
aktivitas nya, hal ini bisa dimaksimalkan dengan penggunaan teknologi digital.

Ide Eco-Digital Pariwisata 4.0 Toraja


“Why build dinasty when can create ecosystem” sering terdengar pada startup berbasis
Teknologi. Ya, internet adalah sebuah media promosi yang tepat bagi
setiap stakeholder dua kabupaten Toraja. Ekosistem digital pariwisata 4.0 Toraja itu
bukan hanya sekedar promosi, provider, platform, dan traveler. Atau hanya wisatawan
dengan platform dan aplikasinya. Tetapi, bagaimana pemerintah dua kabupaten Toraja
tersebut melakukan kerjasama baik dengan masyarakat lokal dan startup digital nasional
dan internasional.
Pemerintah kedua Kabupaten harus mulai bangun ekosistem, bukan membuat lagi dari
awal atau melakukan promosi yang boleh dikatakan hanya lari kosong (sia sia promosi
tanpa hasil yang maksimal). Caranya? harus mengajak milenial profesional yang
bergerak pada Industri Revolusi 4.0 untuk menyusun strategi kolaborasi dan SOP Kreatif,
yang bertujuan mampu menggaet milenial agar berwisata ke Toraja.

Akhir tahun 2017, saya diundang oleh STAKN Tana Toraja, untuk memberikan pelatihan
“Membuat Sendiri Website Moderen yang Elegan”. Pada sesi sharing, saya
menyampaikan bahwa, apabila yang mengikuti pelatihan (sekitar 80 orang) ini
menceritakan kampung halaman Toraja di blog atau website nya, akan sangat baik dalam
membantu pemerintah mempromosikan Toraja di dunia Digital.

Pariwisata di Era Revolusi Industri 4.0

Di samping menghadapi perang dagang, dunia juga memasuki Revolusi Industri 4.0.
Teknologi mulai berpikir sistematis mengidentifikasi lokasi, kesempatan, dan informasi
hingga merevolusi kehidupan manusia dalam menjalankan aktivitasnya. Dengan mo-
mentum ini, tentu teknologi dapat dijadikan alat untuk meningkatkan kontribusi
pariwisata.

Mengenalkan pariwisata dengan teknologi dapat menjadi strategi cantik untuk bersaing
dalam pariwisata dunia. Promosi melalui Branding Indonesia dengan tagar Wonderful
Indonesia secara online juga harus terus digenjot. Di samping itu, industri wisata digital
(tourism digital) dan konvensional juga harus digandeng dan dimaksimalkan.

Penggunaan transaksi dengan teknologi finansial (fintech) juga bisa dimanfaatkan untuk
memberikan kenyamanan dan kemudahan para wisatawan asing yang telah terbiasa
dengan teknologi tersebut. Selain itu, para penyedia jasa wisata konvensional dapat
diajak berkolaborasi dengan jasa wisata digital untuk lebih mengenalkan berbagai objek
wisata.
Dalam sambutannya Rektor Unud, Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) menyampaikan bahwa
teknologi dan pendekatan baru yang menggabungkan dunia fisik, digital, dan biologi dengan cara
yang fundamental telah dan akan mengubah peradaban umat manusia, dan di Era Revolusi Industri
4.0 menyediakan peluang sekaligus tantangan bagi pariwisata dunia pada umumnya dan pariwisata
Indonesia pada khususnya. Fenomena ini dalam Industri pariwisata dikenal sebagai Pariwisata
Digital. Salah satu cirinya adalah 70% wisatawan sebelum memutuskan tujuan wisata dan membeli
tiket perjalanan, menjadikan internet sebagai rujukannya. Mereka akan browshing, googling, untuk
mencari referensi terkait destinasi yang akan dikunjungi.

Perkembangan pariwisata dengan transformasi digital juga memudahkan wisatawan dalam


memutuskan destinasi tujuan dan mengatur perjalanan yang inginkan sesuai dengan budget yang
dimiliki. Jangkauan transformasi digital telah mampu menembus dunia dalam sebaran pemasaran
destinasi-destinasi wisata dunia sehingga persaingan di industri pariwisata semakin sengit dan
kompetitif. Pemasaran pariwisata melalui promosi digital baik promosi destinasi wisata atau usaha
pariwisata dalam meraih perhatian calon wisatawan melalui aplikasi baik berbayar maupun non
berbayar yang diikuti oleh jutaan manusia di dunia memberikan hasil yang fantastis.

Pemain baru maupun pemain lama dalam industri pariwisata dapat bermain imbang dalam promosi
digital di sektor pariwisata dinilai dari daya tarik dan citra positif yang mereka bentuk untuk opini
wisatawan dunia. Universitas Udayana dalam hal ini Fakultas pariwisata, sebagai institusi Pendidikan
berkepentingan dalam menyambut berbagai perkembangan baru diatas, dan sudah selayaknya
menghadirkan bermacam diskursus terbaru terkait fenomena tersebut dan memperbaharui kurikulum
yang ada agar menyerap berbagai perkembangan pariwisata digital.

Rektor berharap seminar nasional yang diadakan ini dapat menjadi ajang pertukaran gagasan di
antara para peserta tentang isu-isu dan perkembangan pariwisata dunia dan Indonesia
dalam menyongsong era baru revolusi industri 4.0.

Anda mungkin juga menyukai