Oleh,
Drs. Apt. Hamka Hasan,M.Kes.
Ketua MEDAI PD IAI Sulawesi Selatan
Nama : Drs, Apt. Hamka Hasan, M.Kes.
Tempat/tgl lahir : Pare-Pare, 09 Mei 1967
Pekerjaan : Koordinator Kelompok Pemeriksaan
Balai Besar POM di Makassar
Pengalaman Organisasi :
FASILITAS
FASILITAS PENGELOLAAN
Regulasi:
KEFARMASIAN DISTRIBUSI SURAT IZIN PBF &
SIPA
Farmasi
Regulasi:
SURAT IZIN (Apotek-
Klinik-RS- Puskesmas)
& SIPA
FASILITAS
PENGELOLAAN &
PELAYANAN
PELAYANAN
Farmasi Isa.63.kota@gmail.com
Perbedaan Hukum dan Etika
Pengertian Praktek Profesi
Profesi juga sebagai suatu pekerjaan, yang
didapatkan melalui tahapan pendidikan
serta pelatihan dan penguasaan terhadap
suatu pengetahuan khusus.
Apakah tempat praktik anda telah memenuhi Syarat Legal dan formal.?
Urgensi Sadar Hukum dan Tanggung Jawab Profesi
SIPA Adalah Surat izin Praktik Apoteker di Apotik /di Fasilitas Produksi
atau Distribusi (Permenkes No 889 Tahun 2011 ; Permenkes No 31
tahun 2016.)
Kewenangan Pembinaan dan Pengawasan
Praktik Apoteker
Undang undang serta peraturan Menteri Kesehatan telah mengatur dan menunjuk instansi yang
melakukan pembinaan dan pengawasan adalah:
a. Menteri;
b. Pemerintah daerah propinsi;
c. Pemerintah Daerah Kab /Kota;
d. Badan POM.
e. Organisasi profesi.
Sehingga petugas yang datang ke apotik dengan surat tugas seperti diatas, agar tidak salah dalam
bertindak, minta utk didampingi oleh Pembina /Pengawas tsb diatas.
Sangsi Pidana yang sering kali
digunakan menjerat Apoteker
•
KINERJA IAI DI BIDANG ETIK & DISIPLIN
MAKSUD
( VISI-MISI )
IKATAN APOTEKER INDONESIA
MEWUJUDKAN
APOTEKER YANG
Maksud IAI:
PROFESIONAL
MEDAI mewujudkan apoteker yang profesional, sehingga mampu
meningkatkan kualitas hidup sehat bagi setiap manusia
PENGURUS
(Visi)
Tugas pokok IAI:
Mempersatukan, memberdayakan, melindungi, membina,
DEWAS dan mengayomi seluruh anggota Ikatan
Sehingga mampu:
Meningkatkan
Kualitas Hidup
Sehat bagi Setiap
Manusia
TAHAPAN KERJA MEDAI
MEWUJUDKAN APOTEKER PROFESIONAL
• Setiap Apoteker harus berusaha sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan KEAI (Ps .2
KEAI)
• Seorang Apoteker harus menjaga hubungan baik dengan teman sejawatnya serta
memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan dengan
mempertimbangkan kepentingan bersam (Ps. 15 KEAI)
DISIPLIN terkait kompetensi
• Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten
• Tidak memberikan informasi yang sesuai,relevan dan “up to date”
dengan cara yang mudah dimengerti oleh
pasien/masyarakat,sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan
dan/ atau kerugian pasien
• Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin
‘mutu’,’keamanan’,dan ’khasiat/manfaat’ kepada pasien
• Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat
dan/atau bahan baku obat, tanpa prosedur yang berlaku,sehingga
berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya mutu,khasiat obat
• Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat
menimbulkan kerusakan atau kerugian kepada pasien
• Melakukan penataan,penyimpanan obat tidak sesuai standar,
sehingga berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat
CONTOH KASUS PRAKTIK KEFARMASIAN
PELAYANAN RESEP DI RS
• R/ Novorapid insulin No.1
S 3dd 10IU
• R/ Lantus No. 1
S 1dd 10IU
DISIPLIN APOTEKER:
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten
2. Membiarkan berlangsungnya praktik kefarmasian yang menjadi tanggungjawabnya, tanpa
kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/atau Apoteker pendamping
yang sah (Apoteker ber-SIPA)
3: Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/atau tenaga-tenaga
lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut
4: Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan SPO sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh
personil di sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya
5. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan
atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat membahayakan
pasien
PER-UU:
Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker:
• Ps. 21 Ay. (2), PP 51 Thn. 2009
• Ps. 21 Ay. (1), PMK 9 Thn. 2017
• BAB III Bag. A Lamp. PMK 72 Thn. 2016
CONTOH KASUS PRAKTIK KEFARMASIAN
PERSEDIAAN OBAT RACIKAN DI APOTEK
• Petugas Kepolisian menemukan persediaan
racikan kosmetika mengandung obat dalam almari
pendingin Apotek
DISIPLIN APOTEKER:
1: Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin mutu, keamanan, dan khasiat/manfaat
kepada pasien
2. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan
atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat membahayakan
pasien
PER-UU:
Ada potensi melanggar:
• Ps. 196, UU 36 Thn. 2009 dan Ps. 74, PP 72 Thn. 1998: “……dengan sengaja memproduksi
atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alkes yang tidak memenuhi standar
dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu”
• Ps. 197, UU 36 Thn. 2009 dan Ps. 75 (b) PP 72 Thn. 1998: “……dengan sengaja memproduksi
atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alkes yang tidak memiliki izin edar”
CONTOH KASUS PRAKTIK KEFARMASIAN
• Apotek A menerima selembar resep dengan 3 (tiga) R/
(item) obat, salah satu diantaranya adalah Obat
Branded/Paten-X (generiknya: Cefixim). Pada saat
pelayanan diganti oleh Apoteker Apotek A dengan Obat
Branded/Paten-Z (generiknya: Cefixim).
❖ Sewaktu kontrol ulang ke Dokter pasien bercerita bahwa obat antibiotik
yang dikonsumsinya terasa berbeda dari sebelumnya, sambil
menunjukkan sisa obat-obatnya.
MODEL PENANGANAN KASUS
TINJAUAN KASUS DI INTERNAL PC IAI
Temuan kasus : Dari Pasien
Laporan kasus : Pasien dan PC IAI
Hasil investigasi : 1. Apotek A tidak memiliki persediaan Obat
kasus oleh PC Branded/Paten-X
IAI 2. Apoteker Apotek A tidak minta persetujuan
Dokter maupun Pasien
3. Pasien belum ditemukan mengalami
kerugian/akibat buruk dari penggantian obat
tersebut
4. Harga obat Paten-Z lebih murah dari Paten-X
Tindak lanjut : Membuat laporan pengaduan kepada MEDAI
kasus oleh PC Daerah sesuai kemauan pasien
IAI
PENILAIAN PELANGGARAN KODE ETIK & DISIPLIN APOTEKER
Delik kasus : Delik Aduan
KLASIFIKASI PELANGGARAN
KODE ETIK APOTEKER:
Ps. 1: Sumpah/janji Apoteker, setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah Apoteker.
Pedoman Pelaksanaan: 3. Melaksanakan praktik profesi sesuai landasan praktik profesi yaitu ilmu, hukum,
dan etik.
Ps. 2: Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia (KEAI)
Pedoman Pelaksanaan: 1. Kesungguhan dalam menghayati dan mengamalkan KEAI dinilai dari: ada
tidaknya laporan masyarakat, ada tidaknya laporan dari sejawat Apoteker atau sejawat tenaga Kesehatan
Lain, serta tidak ada laporan dari Dinas Kesehatan
PENILAIAN PELANGGARAN KODE ETIK & DISIPLIN APOTEKER
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai Standar Kompetensi
Apoteker Indonesia (SKAI) serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada
prinsip kemanuasiaan dalam menjalankan kewajibannya.
Pedoman Pelaksanaan: 3. Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan
utama dalam setiap tindakan
DISIPLIN APOTEKER:
1. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan
pasien/masyarakat
2. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan SPO sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh
personil di sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya
3. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan
atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat membahayakan
pasien
PER-UU:
Ada potensi melanggar, PMK 9 Thn. 2017:
• Ps. 19: “……standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika
profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan pasien”
• Ps. 21 Ay. (3): “……mengganti paten ke paten lain dg persetujuan Dokter”
ALUR PENANGANAN ADUAN (KASUS) DI MEDAI
1
Tertulis + Bukti yang
PENGADUAN
1. Pasien/konsumen
layak & jelas:
1. Identitas Pengadu /
MEDAI DAERAH
SEKRETARIAT MEDAI (20 hari kerja)→ Panitera: Form D/01
2. Pemerintah Teradu
3. Organisasi 2. Kronologis peristiwa
Profesi
1 1. Pemeriksaan Berkas → Meneliti (identitas pengadu & teradu)
2 Bukti lengkap & Sah Atau Bukti tidak lengkap/Aduan daluarsa (>1 Th.)
Verifikasi
(TIM) 3. Rapat Pembahasan (12 hari kerja) → Rapat Pleno (>50% MEDAI)
PD IAI ▪ Menetapkan Layak atau tidak layak sidang
▪ Menetapkan Anggota Majelis Sidang (AMS), Jadwal & Tim Penyelidikan
4
MEDAI MAJELIS SIDANG ETIK & DISIPLIN (MSED)
PUSAT Pengadu & Saksi Teradu & saksi
SANKSI /
PUTUSAN MSED Kesimpulan & Kep. Sidang 5 Banding/Keberatan (2 mg) 6
REHABILITASI
(1 Bulan)
Kirim berkas perkara + surat keberatan/banding ke MEDAI
Google Drive: isa.63.kota@gmail.com Pusat (< 1 bln setelah surat keberatan)
ALUR PENILAIAN PELANGGARAN & PENENTUAN SANKSI
ETIK & DISIPLIN APOTEKER INDONESIA
Kriteria Pembuktian: Pelanggaran Tidak Berbobot
REHABILITASI
A. Tidak melanggar per-UU: (Tidak terbukti)
(Deminimis non curat lex)
• Melakukan yang tidak
seharusnya dilakukan;
PEMBINAAN
atau
• Tidak melakukan yang 1. Teguran Lisan &
?
seharusnya dilakukan Pelanggaran Tertulis
B. Melanggar per-UU Berbobot
2. Kelalaian SANKSI
(Alpa)
RINGAN:
Ada Tunda & Cabut < SIPA 1 Th.
3. Kurang
Perhatian
SEDANG:
4. Kurang Tunda & Cabut > SIPA 1 Th.
Terampil
BERAT:
5. Sengaja Tunda & Cabut KTA
KEPUTUSAN PENETAPAN SANKSI ETIK & DISIPLIN
REKOMENDASI
PEMBEKUAN STRA/SIPA Sementara sd. 1 Tahun
dan/atau
PENCABUTAN STRA/SIPA Tetap
STRA/SIPA
PERINGATAN TERTULIS
Google Drive: isa.63.kota@gmail.com
KRITERIA PELANGGARAN ETIKA
PEDOMAN
CPOB/CDOB