Anda di halaman 1dari 42

KODE ETIK DALAM

BERPRAKTEK

Oleh,
Drs. Apt. Hamka Hasan,M.Kes.
Ketua MEDAI IAI Sulawesi Selatan
Nama : Drs, Apt. Hamka Hasan, M.Kes.
Tempat/tgl lahir : Pare-Pare, 09 Mei 1967
Pekerjaan : Koordinator Kelompok Pemeriksaan
Balai Besar POM di Makassar

Pengalaman Organisasi :

1.Sekretaris Umum PD ISFI Sulawesi Selatan Periode 2005 sd 2009


2.Sekretaris Umum PD IAI Sulawesi Selatan, Periode 2009 sd 2014
3.Sekretaris Dewan Pengawas PD IAI Sulawesi Selatan, periode 2014 sd 2018
4.KETUA MEDAI PD IAI Sulawesi Selatan, Periode 2018 sd 2022
5.Sekretaris Umum Pengurus IKA FARMASI UNHAS, Periode 2020 sd 2025
6.Wakil Sekjen Pengurus Pusat IKA UNHAS, Periode 2022 sd 2027
PRAKTIK KEFARMASIAN
(KOMPETENSI & KEWENANGAN)
FASILITAS PEMBUATAN,
INDUSTRI PENGELOLAAN, &
Farmasi PENGEMBANGAN
Regulasi:
SURAT IZIN INDUSTRI
& SIPA Untuk Produksi;
QC & QA

FASILITAS
FASILITAS PENGELOLAAN
Regulasi:
KEFARMASIAN DISTRIBUSI SURAT IZIN PBF &
SIPA
Farmasi

Regulasi:
SURAT IZIN (Apotek-
Klinik-RS- Puskesmas)
& SIPA
FASILITAS
PENGELOLAAN &
PELAYANAN PELAYANAN
Farmasi Isa.63.kota@gmail.com
Perbedaan Hukum dan Etika
Pengertian Praktek Profesi
 Profesi juga sebagai suatu pekerjaan, yang
didapatkan melalui tahapan pendidikan serta
 pelatihan dan penguasaan terhadap
suatu pengetahuan khusus.
 Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik, serta
proses sertifikasi dan lisensi yang khusus
untuk bidang profesi tersebut.
 Selanjutnya Seseorang yang berkompeten di
suatu profesi tertentu, disebut profesional.
 Pasal 1 (5), PP 51 tahun 2009 : Apoteker adalah
Sarjana Farmasi yang telah lulus sbg Apoteker
dan telah Mengucapkan Sumpah Jabatan
Apoteker
 Pasal 108 (2) UU No 36 /2009: Ketentuan
Pelaksanaan Praktek Kefarmasian pada (1)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Fakta Dilapangan Praktek Profesi Apoteker
 Mengapa Apoteker wajib Memahami Kekuatan hukum Praktik profesi
apoteker?
 Bagaimana kaitan Apotik dengan praktik profesi Apoteker.?
 Apakah Apoteker dapat melakukan pelayanan Obat Narkotika dan
Psikotropika di Apotik..?
 Adakah yang ilegal ditempat praktik kita..? Prosedur maupun materialnya.
 Mengapa aparat kepolisian, Satpol PP, Perlindungan Konsumen dll,
melakukan pemeriksaan ke apotik..? Apakah diizinkan secara hukum?
Instansi mana yang seharusnya melakukan pengawasan tersebut?
 Apakah tempat praktik anda telah memenuhi Syarat Legal dan formal.?
Urgensi Sadar Hukum dan Tanggung Jawab Profesi

 PROFESI APOTEKER MEMILIKI TANGGUNG JAWAB, RESIKO


SERTA TUNTUTAN.

 KETIDAKTAHUAN HUKUM DAPAT MENIMBULKAN KERAGU-


RAGUAN DALAM PELAKSANAAN PRAKTEK PROFESI.

 MEMPENGARUHI PROFESIONALISME APOTEKER DALAM


MEMBERIKAN PELAYANAN FARMASI TERHADAP PASIEN
Dasar Hukum Praktek Profesi Apoteker

Pasal 108 (1) UU No. 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan;
Praktek Kefarmasian yang meliputi :
- Pembuatan - Pengendalian mutu sediaan,
- Pengamanan - Pengadaan, - Penyimpanan
- Pendistribusian obat, Pelayanan resep,
- Pelayanan informasi obat
- Pengembangan Obat, bahan obat dan obat tradisional
 Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai Keahlian dan Kewenangan sesuai dg
ketentuan peraturan dan perundang-undangan.
Dasar Hukum Praktek Profesi Apoteker
Pelayanan Kefarmasian adalah
suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien.
(ps 1 (4) PP 51 th 2009); (ps 1 (4) Permenkes No 73 Th
2016)
Dimana saja Fasilitas Pelayanan Kefarmasian:
1.Apotek,
2.Instalasi farmasi rumah sakit,
3.puskesmas,
4.klinik, toko obat, atau praktek bersama.
(pp 51 th 2009 pasal 1 (11).
Kewenangan Apoteker Secara Hukum
Dalam Melakukan Praktek
PP No 51 th 2009
Pasal 1 (23) : Surat Izin Kerja (SIK) adalah surat izin yang diberikan
kepada Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian untuk dapat
melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas Produksi dan
fasilitas Distribusi atau Penyaluran.

Pasal 1 (20) : Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) adalah Bukti


Tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yg telah di
Registrasi.

SIPA Adalah Surat izin Praktik Apoteker di Apotik /di Fasilitas Produksi
atau Distribusi (Permenkes No 889 Tahun 2011 ; Permenkes No 31
tahun 2016.)
Kewenangan Pembinaan dan Pengawasan
Praktik Apoteker
Sangsi Pidana yang sering kali digunakan
menjerat Apoteker
KINERJA IAI DI BIDANG ETIK & DISIPLIN
Pe
n
me guru
pe adv laku s & MAKSUD
r o k D
ter atur kasi an u ewa
ka an te pa s: ( VISI-MISI )
it d a rh y a
ke deng n ke adap IKATAN APOTEKER INDONESIA
far an bi
ma p jak
sia rak an MEWUJUDKAN
n tik
APOTEKER YANG
MEDAI Maksud IAI: PROFESIONAL
mewujudkan apoteker yang profesional, sehingga mampu meningkatkan
PENGU kualitas hidup sehat bagi setiap manusia (Visi)
Tugas pokok IAI:

RUS Mempersatukan, memberdayakan, melindungi, membina, dan mengayomi


seluruh anggota Ikatan

DEWAS Sehingga mampu:


Meningkatkan
a i: u ngsi Kualitas Hidup
d - f n
Me fungsi wasa
k an penga e Etik I) Sehat bagi
u
elak aan, n Kod (KEA Setiap Manusia
M bin aia sia
e m n i l n e
p n pe ndo
da eker I
t
Apo
TAHAPAN KERJA MEDAI
MEWUJUDKAN APOTEKER PROFESIONAL

Mewujudkan Tujuan IAI: Apoteker Profesional


4
Mendorong Praktik Apoteker
Bertanggungjawab
3
Mencegah terjadinya pelanggaran Administratif &
hukum yang diatur dalam Peraturan Per-UU {UU,
PP, Permenkes, Ka. BPOM, Perda/Perwal Kesehatan
Prop/Kab/Kota}
2
Menguji, menilai dan menetapkan sanksi pelanggaran
etik dan disiplin Apoteker Indonesia melalui Majelis
1 Sidang Etik dan Displin (MSED)
KODE ETIK APOTEKER
NILAI PENGETAHUN & KETERAMPILAN KETIKA
PRAKTIK
• Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti
perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya
dan bidang farmasi pada khususnya
• Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi
sesuai dengan profesinya
• Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan
peraturan perundangan-undangan di bidang kesehatan
pada umumnya dan di bidang farmasi khususnya
KODE ETIK APOTEKER
NILAI SIKAP (perilaku) KETIKA PRAKTIK
• Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah Apoteker (Ps. 1 KEAI)

• Setiap Apoteker harus berusaha sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan KEAI (Ps .2 KEAI)

• Seorang Apoteker harus berintegritas tinggi, senantiasa menjalankan profesinya secara profesional
dan bertanggung jawab, sesuai Standar Kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan
dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya (Ps. 3 KEAI)

• Seorang Apoteker dalam menjalankan tugasnya harus selalu menjauhkan diri dari usaha mencari
keuntungan pribadi semata atau kelompok dan kepentingan tertentu lainnya yang bertentangan
dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian. (Ps. 5 KEAI)
• Seorang Apoteker harus berbudi luhur, sanggup menjaga dan mempertahankan nama baiknya,
kepercayaan terhadap profesinya dan kompetensi profesinya serta menjadi contoh yang baik bagi
(Ps. 6 KEAI)ain

• Seorang Apoteker wajib menjaga kondisi jiwa raganya, baik kesehatan maupun kesejahteraan, agar
dapat melaksanakan praktik kefarmasian secara maksimal (Ps. 9 KEAI)
KODE ETIK APOTEKER
NILAI SIKAP (perilaku) KETIKA PRAKTIK
• Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan dan
menghormati hak asasi penerima pelayanan dan/atau pelanggan, serta melindungi makhluk hidup
insani dengan berlandaskan norma-norma yang berlaku (Ps. 11 KEAI)
• Seorang Apoteker harus menghormati kepercayaan dan menjaga kerahasiaan hubungan
profesionalitas dengan penerima pelayanan dan/atau pelanggan (Ps. 12 KEAI)

• Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi keberagaman dalam menjalankan praktik profesinya
dengan menjauhkan diri dari perbuatan diskriminasi terhadap perbedaan suku, ras, agama, jenis
kelamin, politik, dan kedudukan sosial penerima pelayanan dan/atau pelanggan. (Ps. 13 KEAI)

• Seorang Apoteker harus mampu mendorong pasien untuk terlibat dalam keputusan pengobatan
mereka. (Ps. 14 KEAI)

• Seorang Apoteker harus menjaga hubungan baik dengan teman sejawatnya serta memperlakukan
teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan dengan mempertimbangkan
kepentingan bersam (Ps. 15 KEAI)
KODE ETIK APOTEKER
NILAI SIKAP (perilaku) KETIKA PRAKTIK
• Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan dan
menghormati hak asasi penerima pelayanan dan/atau pelanggan, serta melindungi makhluk hidup
insani dengan berlandaskan norma-norma yang berlaku. (Ps. 11 KEAI)
• Seorang Apoteker harus menghormati kepercayaan dan menjaga kerahasiaan hubungan
profesionalitas dengan penerima pelayanan dan/atau pelanggan. (Ps. 12 KEAI)

• Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi keberagaman dalam menjalankan praktik profesinya
dengan menjauhkan diri dari perbuatan diskriminasi terhadap perbedaan suku, ras, agama, jenis
kelamin, politik, dan kedudukan sosial penerima pelayanan dan/atau pelanggan (Ps. 13 KEAI)

• Seorang Apoteker harus mampu mendorong pasien untuk terlibat dalam keputusan pengobatan
mereka. (Ps. 14 KEAI)

• Seorang Apoteker harus menjaga hubungan baik dengan teman sejawatnya serta memperlakukan
teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan dengan mempertimbangkan
kepentingan Bersama (Ps. 15 KEAI)
DISIPLIN terkait kompetensi
• Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten
• Tidak memberikan informasi yang sesuai,relevan dan “up to date”
dengan cara yang mudah dimengerti oleh
pasien/masyarakat,sehingga berpotensi menimbulkan kerusakan
dan/ atau kerugian pasien
• Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin
‘mutu’,’keamanan’,dan ’khasiat/manfaat’ kepada pasien
• Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat
dan/atau bahan baku obat, tanpa prosedur yang berlaku,sehingga
berpotensi menimbulkan tidak terjaminnya mutu,khasiat obat
• Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat
menimbulkan kerusakan atau kerugian kepada pasien
• Melakukan penataan,penyimpanan obat tidak sesuai standar,
sehingga berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat
DISIPLIN terkait perilaku
• Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung
jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau
Apoteker pendamping yang sah
• Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/ atau tenaga-
tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut
• Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan
pasien/masyarakat
• Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional
sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefarmasian,sesuai dengan kewenangannya
• Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun
mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas pelayanan profesi
• Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan
tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat
membahayakan pasien
CONTOH KASUS PRAKTIK KEFARMASIAN
PELAYANAN RESEP DI RS
•R/ Novorapid insulin No.1
S 3dd 10IU
•R/ Lantus No. 1
S 1dd 10IU

No. RM: 123567


Nama Pasien: Tn P (49 Thn)

Pasien pulang rawatan dengan mendapatkan resep insulin,


pasien belum pernah memakai insulin dan petugas tidak
memberikan konseling untuk pemakaian insulin, sehingga
selama di rumah pasien tidak menggunakan obat tersebut.
MODEL PENANGANAN KASUS
TINJAUAN KASUS DI INTERNAL IFRS
Temuan kasus : Dari dokter ketika pasien kontrol ulang paska rawat
Laporan kasus : Dokter memberi tahu & komplain kepada Ka IFRS
Hasil : 1. NOVORAPID, akan mulai untuk menurunkan gula darah 10-20 menit setelah
investigasi menyuntikkannya (short-acting) ke dalam tubuh, efek maksimum terjadi antara
kasus oleh IFRS 1 dan 4 jam setelah injeksi, dan efeknya bertahan hingga 24 jam.
2. LANTUS merupakan long-acting insulin yang dapat diberikan kepada anak-anak
minimal berusia enam tahun dan juga dewasa yang memiliki diabetes.
Penggunaan Lantus dapat dikombinasikan dengan short-acting insulin, obat oral
diabetes lainnya, ataupun dapat digunakan sebagai terapi tunggal.
3. Sediaan insulin dapat digunakan secara mandiri oleh pasien, karena itu pasien
perlu diberi konseling dan dilatih cara pemakaian insulin injeksi.
4. Penggunaan insulin yang kurang tepat dapat menyebabkan komplikasi
hipoglikemia yang dapat mengancam nyawa.
5. Resep an. Tn P (49 Thn), dilayani oleh TTK tanpa konseling
6. Gula darah pasien tinggi ketika kontrol ulang ke dokter
7. Jumlah Apoteker di RS 6 orang, dengan kapasitas 300 TT
Tindak lanjut : 1. Melaporkan hasil investigasi kepada Pimpinan RS dengan tembusan kepada dr
kasus oleh IFRS yang menangani pasien serta menyerahkan sepenuhnya kelanjutan kasus ini
kepada Pimpinan RS
2. Menyusun perencanaan perbaikan dan peningkatan pelayanan sesuai standar
pelayanan kefarmasin di RS
3. Melakukan pembinaan kepada Apoteker dan TTK terkait pasien an. Tn P (49
Thn)
PENILAIAN PELANGGARAN KODE ETIK & DISIPLIN APOTEKER

Delik kasus : Delik Aduan


Pengadu : Pengadu (Pasien/Dokter/Dinkes/PC IAI)
Sangkaan : 1. Pelayanan resep oleh TTK
Pelanggaran 2. Pelayanan resep tanpa pengkajian resep
3. Pelayanan resep tanpa konseling
Potensi risiko : Akibat gula darah tidak terkendali, karena sediaan
obat (Medication Error) Novorapid dan Lantus tidak digunakan (PERLU
SAKSI AHLI)
KLASIFIKASI PELANGGARAN
KODE ETIK APOTEKER:
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pedoman Pelaksanaan:
•Seorang apoteker harus senantiasa meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap obat, dalam bentuk penyuluhan, memberikan informasi secara jelas,
melakukan penggunaan obat dan sebagainya
PENILAIAN PELANGGARAN KODE ETIK & DISIPLIN APOTEKER

DISIPLIN APOTEKER:
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten
2. Membiarkan berlangsungnya praktik kefarmasian yang menjadi tanggungjawabnya, tanpa
kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/atau Apoteker pendamping
yang sah (Apoteker ber-SIPA)
3: Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/atau tenaga-tenaga
lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut
4: Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan SPO sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh
personil di sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya
5. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan
atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat membahayakan
pasien

PER-UU:
Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker:
•Ps. 21 Ay. (2), PP 51 Thn. 2009
•Ps. 21 Ay. (1), PMK 9 Thn. 2017
•BAB III Bag. A Lamp. PMK 72 Thn. 2016
CONTOH KASUS PRAKTIK KEFARMASIAN
PERSEDIAAN OBAT RACIKAN DI APOTEK
•Petugas Kepolisian menemukan persediaan racikan
kosmetika mengandung obat dalam almari
pendingin Apotek

Seorang Polwan menyamar sebagai pembeli racikan kosmetika,


ketika dilayani oleh petugas Apotek seketika Polwan tersebut
masuk ke dalam ruangan Apotek dan menemukan beberapa pot
kosmetika racikan dalam Almari pendingin.
MODEL PENANGANAN KASUS
TINJAUAN KASUS DI INTERNAL PC IAI
Temuan kasus : Dari Media Sosial
Laporan kasus : PC IAI (Berkewajiban melakukan pembinaan, perlindungan,
pembelaan, pendidikan keilmuan dan keprofesian dalam
menjalankan profesinya)
Hasil investigasi : 1. Apoteker adalah lulusan baru dan mulai bertugas sejak 2
kasus oleh PC IAI (dua) bulan yang lalu
2. Persediaan racikan kosmetika sudah ada sebelum
Apoteker baru mulai bekerja dan praktik ini sudah
berlangsung sejak lama
3. Sejauh ini belum ada laporan atau komplain dari
masyarakat terkait akibat dari sediaan racikan yang
dimaksud
4. Operasional Apotek sedang berlangsung dengan SIA dan
SIPA yang sah
5. Dinkes dan Balai Besar POM rutin melakukan
pemeriksaan dan belum pernah memberi teguran
maupun sanksi
Tindak lanjut kasus : Membuat laporan pengaduan kepada MEDAI Daerah
oleh PC IAI
PENILAIAN PELANGGARAN KODE ETIK & DISIPLIN APOTEKER

Delik kasus : Delik Aduan


Pengadu : PC IAI
Sangkaan : 1. Apotek memproduksi sediaan kosmetika
Pelanggaran 2. Apotek menyerahkan dan melayani sediaan
racikan tanpa resep Dokter
Potensi risiko : Instabilitas sediaan racikan jika tidak dibuat baru
obat (Medication Error) atau tersimpan lama (PERLU SAKSI AHLI)
KLASIFIKASI PELANGGARAN
KODE ETIK APOTEKER:
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan per-UU di bidang kesehatan
pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pedoman Pelaksanaan:
•Tidak ada alasan bagi Apoteker tidak tahu per-UU yang terkait dengan kefarmasian.
Untuk itu setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan peraturan,
sehingga setiap Apoteker dapat menjalankan profesinya dengan tetap berada dalam
koridor per-UU yang berlaku
PENILAIAN PELANGGARAN KODE ETIK & DISIPLIN APOTEKER

DISIPLIN APOTEKER:
1: Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin mutu, keamanan, dan khasiat/manfaat
kepada pasien
2. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan
atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat membahayakan
pasien
PER-UU:
Ada potensi melanggar:
•Ps. 196, UU 36 Thn. 2009 dan Ps. 74, PP 72 Thn. 1998: “……dengan sengaja memproduksi
atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alkes yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu”
•Ps. 197, UU 36 Thn. 2009 dan Ps. 75 (b) PP 72 Thn. 1998: “……dengan sengaja memproduksi
atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alkes yang tidak memiliki izin edar”
CONTOH KASUS PRAKTIK KEFARMASIAN
• Apotek A menerima selembar resep dengan 3 (tiga) R/
(item) obat, salah satu diantaranya adalah Obat
Branded/Paten-X (generiknya: Cefixim). Pada saat
pelayanan diganti oleh Apoteker Apotek A dengan Obat
Branded/Paten-Z (generiknya: Cefixim).
Sewaktu kontrol ulang ke Dokter pasien bercerita bahwa obat antibiotik
yang dikonsumsinya terasa berbeda dari sebelumnya, sambil menunjukkan
sisa obat-obatnya.
MODEL PENANGANAN KASUS
TINJAUAN KASUS DI INTERNAL PC IAI
Temuan kasus : Dari Pasien
Laporan kasus : Pasien dan PC IAI
Hasil investigasi : 1. Apotek A tidak memiliki persediaan Obat
kasus oleh PC Branded/Paten-X
IAI 2. Apoteker Apotek A tidak minta persetujuan
Dokter maupun Pasien
3. Pasien belum ditemukan mengalami
kerugian/akibat buruk dari penggantian obat
tersebut
4. Harga obat Paten-Z lebih murah dari Paten-X
Tindak lanjut : Membuat laporan pengaduan kepada MEDAI
kasus oleh PC Daerah sesuai kemauan pasien
IAI
PENILAIAN PELANGGARAN KODE ETIK & DISIPLIN APOTEKER
Delik kasus : Delik Aduan

Pengadu : Pasien dan PC IAI

Sangkaan Pelanggaran : 1. Apoteker mengganti obat tanpa persetujuan Dokter dan/atau


Pasien
2. Apoteker lebih mengutamakan nilai materi dibanding
kepentingan pasien
Potensi risiko obat : -
(Medication Error)

KLASIFIKASI PELANGGARAN

KODE ETIK APOTEKER:


Ps. 1: Sumpah/janji Apoteker, setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah Apoteker.
Pedoman Pelaksanaan: 3. Melaksanakan praktik profesi sesuai landasan praktik profesi yaitu ilmu, hukum,
dan etik.
Ps. 2: Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia (KEAI)
Pedoman Pelaksanaan: 1. Kesungguhan dalam menghayati dan mengamalkan KEAI dinilai dari: ada
tidaknya laporan masyarakat, ada tidaknya laporan dari sejawat Apoteker atau sejawat tenaga Kesehatan
Lain, serta tidak ada laporan dari Dinas Kesehatan
PENILAIAN PELANGGARAN KODE ETIK & DISIPLIN APOTEKER
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai Standar
Kompetensi Apoteker Indonesia (SKAI) serta selalu mengutamakan dan berpegang
teguh pada prinsip kemanuasiaan dalam menjalankan kewajibannya.
Pedoman Pelaksanaan: 3. Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan
utama dalam setiap tindakan
DISIPLIN APOTEKER:
1. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan
pasien/masyarakat
2. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan SPO sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh
personil di sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya
3. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan
atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat membahayakan
pasien
PER-UU:
Ada potensi melanggar, PMK 9 Thn. 2017:
•Ps. 19: “……standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi,
menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan pasien”
•Ps. 21 Ay. (3): “……mengganti paten ke paten lain dg persetujuan Dokter”
ALUR PENANGANAN ADUAN (KASUS) DI MEDAI
1
Tertulis + Bukti yang
PENGADUAN
1.Pasien/konsumen
layak & jelas:
1.Identitas Pengadu /
MEDAI DAERAH
SEKRETARIAT MEDAI (20 hari kerja) Panitera: Form D/01
2.Pemerintah Teradu
3.Organisasi 2.Kronologis peristiwa
Profesi 1. Pemeriksaan Berkas  Meneliti (identitas pengadu & teradu)
1
2 Bukti lengkap & Sah Atau Bukti tidak lengkap/Aduan daluarsa (>1 Th.)
2. Laporan Penerimaan Berkas ke Ketua MEDAI Daerah

Verifikasi
PENGURUS 3. Rapat Pembahasan (12 hari kerja)  Rapat Pleno (>50% MEDAI)
(TIM)
4.Surat
Menetapkan
PemberitahuanLayak
 Kepadaatau
Teradu tidak layak sidang
PD IAI 5.Penyelidikan
Menetapkan Anggota
 Laporan Majelis
ke Ketua MEDAI Sidang (AMS),
Daerah (maks. Jadwal & Tim Penyelidikan
7 hari kerja)
Pendalaman keterangan dan bukti-bukti
Lanjut ke sidang atau tambah waktu penyelidikan
PC IAI * MEDAI Daerah, PD & PC selalu berkoordinasi

Pemberitahuan
3 Tiak layak dilanjutkan ke Sidang
Medai

4
MEDAI MAJELIS SIDANG ETIK & DISIPLIN (MSED)
PUSAT Pengadu & Saksi Teradu & saksi

Pertanyaan-2 & Kesimpulan Parapihak Tanggapan Pengadu & teradu

PUTUSAN SANKSI /
MSED REHABILITASI
Kesimpulan & Kep. Sidang 6
(1 Bulan)
Kirim berkas perkara + surat keberatan/banding ke MEDAI
Google Drive: isa.63.kota@gmail.com Pusat (< 1 bln setelah surat keberatan)
ALUR PENILAIAN PELANGGARAN & PENENTUAN SANKSI
ETIK & DISIPLIN APOTEKER INDONESIA

Kriteria Pembuktian: Pelanggaran Tidak Berbobot


REHABILITASI
A.Tidak melanggar per-UU: (Tidak terbukti)
• Melakukan yang tidak (Deminimis non curat lex)
seharusnya dilakukan; PEMBINAAN
1.
atau
Teguran

?
• Tidak melakukan yang
seharusnya dilakukan Pelanggaran Lisan &
B.Melanggar per-UU Berbobot Tertulis
2. Pembinaan
Kriteria Pelanggaran Tidak ada Khusus &
(Latar Belakang): Pendidikan
Ada Berkelanjutan
Kriteria 1. Tdk Tahu akibat /
Pelanggaran (Ignorant) kerugian

2. Kelalaian SANKSI
(Alpa) RINGAN:
Ada Tunda & Cabut <
3. Kurang SIPA 1 Th.
Perhatian
SEDANG:
Tunda & Cabut >
4. Kurang SIPA 1 Th.
Terampil BERAT:
Tunda & Cabut
5. Sengaja
KTA
KEPUTUSAN PENETAPAN SANKSI ETIK & DISIPLIN

REKOMENDASI
PEMBEKUAN STRA/SIPA Sementara sd. 1 Tahun
dan/atau
PENCABUTAN STRA/SIPA Tetap
STRA/SIPA

KEWAJIBAN Pendidikan Formal


MENGIKUTI
Latihan Knowledge & Skill
PENDIDIKAN /
PELATIHAN (di
Magang di: 3-12 Bulan
Institusi Pendidikan •Institusi Pendidikan
Apoteker) •Sarana Pelayanan Kes.

PERINGATAN TERTULIS
Google Drive: isa.63.kota@gmail.com
KRITERIA PELANGGARAN ETIKA

1.Ignorant ( tidak tahu )


2.Kelalaian
3.Kurang Perhatian
4.Kurang terampil
5.Sengaja
1. Penilaian terhadap adanya unsur ketidaktahuan
Penyebab :
• Adanya Gap pengetahuan dan atau ketrampilan
antara kenyataan yang dihadapi dalam praktek
dengan apa yang diketahui pada saat kuliah

• Sehingga dapat diperkirakan seorang apoteker


yang telah lama meninggalkan bangku kuliah dan
tidak adanya pendidikan berkelanjutan,
berpotensi menimbulkan adanya unsur ketidak
tahuan.
2. Penilaian terhadap unsur kelalaian Kelalain
dapat terjadi :

a. Tidak menjalankan apa yang seharusnya


dilakukan
b.Menjalankan sesuatu yang seharusnya tidak
dilakukan
c. Lalai terhadap aturan perundangan yang
berlaku untuknya.
PERAN APOTEKER DALAM PRAKTIK
KEFARMASIAN
Harapan kepada Apoteker di
Sarana Produksi/Distribusi Obat

PEDOMAN
CPOB/CDOB

Menjamin keamanan dan mutu obat yang diproduksi


dan didistribusikan
Harapan kepada Apoteker di
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian
PEDOMAN CARA
PELAYANAN
KEFARMASIN
YANG BAIK
(CPFB)

obat yang diserahkan ke konsumen dapat terjamin mutu dan


keabsahannya serta terhindar dari obat ilegal

Anda mungkin juga menyukai