Anda di halaman 1dari 36

A.

LANDASAN TEORI
A.1. Metode Bina Marga 2002
Metode Metode Bina Marga 2002 merupakan metode perencanaan tebal
perkerasan yang mengacu kepada metode AASHTO 1993. Metode ini
memperkenalkan konsep Reliability, koefisien drainase dan hubungan antara
koefisien kekuatan relatif dengan besaran mekanistik, yang mana dengan
pertambahan konsep-konsep tersebut akan menambah faktor koreksi terhadap
perencanaan yang diharapkan akan menambah kinerja suatu jalan.
Langkah-langkah perencanaan tebal perkerasan berdasarkan Metode
Bina Marga 2002 adalah sebagai berikut :
1. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)
Menentukan angka ekivalen setiap jenis kendaraan dengan terlebih
dahulu menentukan angka ekivalen masing-masing sumbu. Persamaan
untuk menghitung angka ekivalen sumbu tunggal roda tunggal seperti
pada persamaan (1.1)

Angka ekivalen roda tunggal = (


beban gandar satu sumbutunggal dalam kN 4
53 kN )
.

(1.1)

2. Lalu Lintas Pada Lajur Rencana


Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban
gandar standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini
digunakan perumusan berikut ini :
w18 = DD x DL x w
^ 18………………………………...(1.2)
Dimana :
w18 = Lalu lintas lajur rencana.
DD = Faktor distribusi arah.
DL = Faktor distribusi lajur.
w
^ 18 = Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.
Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat
pengecualian dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah

1
tertentu. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari
0,3 – 0,7 tergantung arah mana yang ‘berat’ dan ‘kosong’.

Tabel 1.4. Faktor Distribusi Lajur (DL)


Jumlah lajur per arah % Beban gandar standar dalam lajur rencana
1 100
2 80 – 100
3 60 – 80
4 50 – 75
Sumber : Metode Bina Marga 2002

Lalu lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur


dalam pedoman ini adalah lalu lintas kumulatif selama umur rencana.
Besaran ini didapatkan dengan mengalikan beban gandar standar
kumulatif pada lajur rencana selama setahun (w18) dengan faktor
pertumbuhan lalu lintas (Traffic Growth). Secara numerik rumusan lalu
lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :
( 1+ g )n−1
W18 = w18 x ……………………………(1.3)
g
Dimana :
W18 = Jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.
w18 = Beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.
n = Umur pelayanan (tahun).
g = Faktor pertumbuhan lalu lintas (%).
3. Reliabilitas (Reliability)
Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat
kepastian (Degree of Certainty) ke dalam proses perencanaan untuk
menjamin bermacam-macam alternatif perencanaan akan bertahan
selama selang waktu yang direncanakan (umur rencana). Faktor
perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi
perkiraan lalu lintas (w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan karenanya
memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan
bertahan selama selang waktu yang direncanakan. Pada umumnya,

2
meningkatnya volume lalu lintas dan kesulitan untuk mengalihkan lalu
lintas, resiko kinerja yang tidak diharapkan harus ditekan.
Hal ini dapat diatasi dengan memilih tingkat reliabilitas yang lebih tinggi.
Tabel 1.5. menunjukkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk beberapa
klasifikasi jalan. Perlu dicatat bahwa tingkat reliabilitas yang lebih tinggi
menunjukkan jalan yang melayani lalu-lintas paling banyak, sedangkan
tingkat yang paling rendah, 50% menunjukkan jalan lokal.

Tabel 1.5. Rekomendasi Tingkat Reliabilitas Untuk Berbagai Klasifikasi


Jalan
Rekomendasi tingkat Reliabilitas (%)
Klasifikasi Jalan
Perkotaan Antar kota
Bebas hambatan 85 – 99,9 80 – 99,9
Arteri 80 – 99 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 – 80 50 – 80
Sumber : Metode Bina Marga 2002

Reliabilitas perencanaan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR) yang


dikalikan dengan prediksi lalu lintas (w18) selama umur rencana untuk
mendapatkan prediksi kinerja (W18). Untuk tingkat reliabilitas (R) yang
diberikan, Reliability Factor merupakan fungsi dari deviasi standar
keseluruhan (Overall Standard Deviation, So) yang memperhitungkan
kemungkinan variasi perkiraan lalu lintas dan perkiraan kinerja untuk
W18 yang diberikan. Dalam persamaan desain perkerasan lentur, Level of
Reliability (R) diakomodasi dengan parameter penyimpangan normal
standar (Standard Normal Deviate, ZR). Tabel 1.6. memperlihatkan nilai
ZR untuk Level of Serviceability tertentu.
Penerapan konsep reliability harus memperhatikan langkah-langkah
berikut ini.
a. Definisikan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan apakah
merupakan jalan perkotaan atau jalan antar kota.
b. Pilih tingkat reliabilitas dari rentang yang diberikan pada Tabel 1.5.

3
c. Deviasi standar (So) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat.
Rentang nilai So adalah 0,40 – 0,50.

Tabel 1.6. Nilai Penyimpangan Normal Standar (Standard Normal


Deviate) Untuk Tingkat Reliabilitas Tertentu
Standard
Reliabilitas, R Standard Normal Standard Normal
Normal
(%) Deviate, ZR Deviate, ZR
Deviate, ZR
50 0,000 93 -1,476
60 -0,253 94 -1,555
70 -0,524 95 -1,645
75 -0,674 96 -1,751
80 -0,841 97 -1,881
85 -1,037 98 -2,054
90 -1,282 99 -2,327
91 -1,340 99,9 -3,090
92 -1,405 99,99 -3,750
Sumber : Metode Bina Marga 2002

A.2. Faktor Petumbuhan Lalu Lintas (R)


Umur rencana adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan
tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu
untuk diberi lapis permukaan baru. Faktor pertumbuhan lalu lintas merupakan
variabel dalam umur rencana. Untuk menghitung faktor pengali pertumbuhan lalu
lintas selama umur rencana digunakan rumus sebagai berikut :
n
(1+i) −1
R= …………………………………...........(1.4)
i
Dimana:
R = Faktor pertumbuhan lalu lintas
i = Tingkat pertumbuhan tahunan (%)
n = Umur pelayanan (tahun)

A.3. Deviasi Standar Keseluruhan (SO)


Deviasi standar keseluruhan (Overall Standard Deviation/SO) merupakan
parameter yang digunakan guna memperhitungkan adanya variasi dari input data.

4
Deviasi standar keseluruhan dipilih sesuai dengan kondisi lokal. AASHTO 1993
menyarankan :
 Untuk perkerasan lentur: SO, di antara 0,40 – 0,50
 Untuk pekerasan kaku: SO, di antara 0,30 – 0,40
Disarankan dalam AASHTO 1993, untuk perkerasan lentur (aspal) SO = 0,45, dan
untuk perkerasan kaku (beton) SO = 0,35

A.3. Koefisien Drainase (m)


Faktor yang digunakan untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif
sebagai fungsi yang menyatakan seberapa baiknya struktur perkerasan dapat
mengatasi pengaruh negatif masuknya air ke dalam struktur perkerasan. Tabel 1.7.
memperlihatkan definisi umum mengenai kualitas drainase.

Tabel 1.7. Definisi Kualitas Drainase


Kualitas drainase Air hilang dalam
Baik sekali 2 jam
Baik 1 hari
Sedang 1 minggu
Jelek 1 bulan
Jelek sekali Air tidak mengalir
Sumber : Metode Bina Marga 2002

Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam


perencanaan dengan menggunakan koefisien kekuatan relatif yang dimodifikasi.
Faktor untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif ini adalah koefisien drainase
(m) dan disertakan ke dalam persamaan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) bersama-
sama dengan koefisien kekuatan relatif (a) dan ketebalan (D).
Tabel 1.8. memperlihatkan nilai koefisien drainase (m) yang merupakan
fungsi dari kualitas drainase dan persen waktu selama setahun struktur perkerasan
akan dipengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh.

5
Tabel 1.8. Koefisien Drainase (m) Untuk Memodifikasi Koefisien Kekuatan
Relatif Material Untreated Base dan Subbase Pada Perkerasan Lentur
Persen waktu struktur perkerasan dipengaruhi oleh
Kualitas drainase kadar air yang mendekati jenuh
< 1% 1 – 5% 5 – 25% > 25%
Baik sekali 1,40 – 1,30 1,35 – 1,30 1,30 – 1,20 1,20
Baik 1,35 – 1,25 1,25 – 1,15 1,15 – 1,00 1,00
Sedang 1,25 – 1,15 1,15 – 1,05 1,00 – 0,80 0,80
Jelek 1,15 – 1,05 1,05 – 0,80 0,80 – 0,60 0,60
Jelek sekali 1,05 – 0,95 0,80 – 0,75 0,60 – 0,40 0,40
Sumber : Metode Bina Marga 2002

A.4. Modulus Resilien (Mr) Tanah Dasar


Sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar sangat mempengaruhi kekuatan
dan keawetan konstruksi perkerasan jalan. Dalam Pedoman Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Bina Marga 2002 diperkenalkan Modulus Resilient (Mr)
sebagai parameter tanah dasar untuk perencanaan. Modulus Resilient (Mr) tanah
dasar dapat ditentukan dari nilai CBR standar atau hasil tes Soil Index. Modulus
Resilient (Mr) dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:
Mr (psi) = 1.500 x CBR ...........................................(1.5)
Dimana :
Mr = Modulus Resilient tanah dasar
CBR = Californian Bearing Ratio
Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :
1. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu
sebagai akibat beban lalu lintas.
2. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan
kadar air.
3. Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan konstruksi.
4. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas
untuk jenis tanah tertentu.

6
5. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (Granular Soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi.

A.5. Indeks Permukaan (IP)


Indeks permukaan ini menyatakan nilai ketidakrataan dan kekuatan
perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang
lewat. Adapun beberapa ini IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut di
bawah ini:
IP = 2,5 : Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
IP = 2,0 : Menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 1,5 : Menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan
tidak terputus).
IP = 1,0 : Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
Dalam menentukan Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)
perlu diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana
sesuai dengan Tabel 1.9.

Tabel 1.9. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)


Jenis Lapis Permukaan IPo Roughness* (IRI, m/km)
Laston (Asphalt Concrete) ≥4 ≤ 1,0
3,9 – 3,5 ¿ 1,0
Lasbutag 3,9 – 3,5 ≤ 2,0
3,4 – 3,0 ¿ 2,0
Lapen 3,4 – 3,0 ≤ 3,0
2,9 – 2,5 ¿ 3,0
*) Alat pengukur ketidakrataan yang dipergunakan dapat berupa roughometer NAASRA, Bump
Integrator, dll.
Sumber : Metode Bina Marga 2002

Dalam menentukan Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt) perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagai mana
diperlihatkan pada Tabel 1.10.

7
Tabel 1.10. Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IPt)
Klasifikasi jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
- 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Sumber : Metode Bina Marga 2002

A.6. Koefisien Kekuatan Relatif (a)


Pedoman ini memperkenalkan korelasi antara koefisien kekuatan relatif
dengan nilai mekanistik, yaitu modulus resilien. Berdasarkan jenis dan fungsi
material lapis perkerasan, estimasi Koefisien Kekuatan Relatif (a) dikelompokkan
ke dalam 5 katagori, yaitu : beton aspal (Asphalt Concrete), lapis pondasi granular
(Granular Base), lapis pondasi bawah granular (Granular Subbase), Cement
Treated Base (CTB) dan Asphalt Ttreated Base (ATB).

A.6.1. Lapis Permukaan Beton Aspal (Asphalt Concrete Surface Course)


Gambar 1.4. memperlihatkan grafik yang dipergunakan untuk
memperkirakan Koefisien Kekuatan Relatif, a1 lapis permukaan berbeton
aspal bergradasi rapat berdasarkan modulus elastisitas (EAC) pada suhu 200C
(680F) atau dihitung dengan menggunakan hubungan berikut :
a1= 0,173 ln (EAC) – 1,813…………………………..(1.6)

8
Gambar 1.4. Grafik Untuk Memperkirakan Koefisien Kekuatan Relatif
Lapis Permukan Beton Aspal Bergradasi Rapat (a1)
Sumber : Metode Bina Marga 2002

A.6.2. Lapis Pondasi Granular (Granular Base Layers)


Koefisien Kekuatan Relatif, a2 dapat diperkirakan dengan
menggunakan Gambar 1.5. atau dihitung dengan menggunakan hubungan
berikut :
a2 = 0,249 (log10EBS) – 0,977………………………..(1.7)

9
Gambar 1.5. Variasi Koefisien Kekuatan Relatif Lapis Pondasi Granular
(a2)
Sumber : Metode Bina Marga 2002

A.6.3. Lapis Pondasi Bawah Granular (Granular Subbase Layers)


Koefisien Kekuatan Relatif, a3 dapat diperkirakan dengan
menggunakan Gambar 1.6. atau dihitung dengan menggunakan hubungan
berikut :
a3 = 0,227 (log10ESB) – 0,839………………………..(1.8)

10
Gambar 1.6. Variasi Koefisien Kekuatan Relatif Lapis Pondasi Granular
(a3)
Sumber : Metode Bina Marga 2002

A.7. Structural Number (SN)


Structural Number (SN) merupakan indeks yang diturunkan dari analisis
lalu-lintas, kondisi tanah dasar, dan faktor lingkungan yang dikonversi menjadi

11
tebal lapisan perkerasan dengan menggunakan Koefisien Kekuatan Relatif (a)
untuk setiap jenis material yang digunakan sebagai lapis struktur perkerasan.
Perhitungan perencanaan tebal perkerasan dalam pedoman ini didasarkan
pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan, dengan rumus sebagai
berikut :
SN = a1 . D1 + a2 . D2 + a3 . D3……………………….(1.9)
Dimana :
a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan
D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)
Jika kualitas drainase dipertimbangkan, maka persamaan di atas dimodifikasi
menjadi :
SN = a1 . D1 + a2 . D2 . m2 + a3 . D3 . m3……………(1.10)
Dimana :
a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan (berdasarkan besaran
mekanistik)
D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan
m2, m3 = Koefisien drainase
Angka 1, 2, dan 3, masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi,
dan lapis pondasi bawah. Selain menggunakan Gambar 2.7, ITP juga dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini.

Log10 (W18) = ZR x SO + 9,36 x log10 (ITP + 1) – 0,20 +


log 10
[ ∆ IP
IP o−IP f ] +
1094
0,40+
(ITP+1)5,19
2,32 x log10 (MR) – 8,07………..……………………….................(1.11)
Dimana :
W18 = Perkiraan jumlah beban sumbu standar ekivalen 18-kip
ZR = Deviasi normal standar
So = Gabungan Standard Error untuk perkiraan lalu lintas dan kinerja
∆ IP = Perbedaan antara Initial Design Serviceability Index, IPo dan Design
Terminal Serviceability Index, IPt
MR = Modulus resilien (psi)

12
IPf = Indeks permukaan jalan hancur (minimum 1,5)

13
Gambar 1.7. Nomogram Untuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Sumber : Metode Bina Marga 2002

14
A.8. Batas-Batas Minimum Tebal Lapis Perkerasan
Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan
keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi dan batasan pemeliharaan
untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis.
Dari segi keefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama
dan lapisan kedua lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan
koefisien drainase, maka perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah
apabila digunakan tebal lapis pondasi minimum. Tabel 1.11. memperlihatkan nilai
tebal minimum untuk lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat.

Tabel 1.11. Tebal Minimum Lapis Permukaan Berbeton Aspal dan Lapis
Pondasi Agregat (inchi)
Lapis pondasi
Beton aspal LAPEN LASBUTAG
Lalu lintas (ESAL) agregat
inchi cm inchi cm inchi cm inchi cm
< 50.000*) 1,0*) 2,5 2 5 2 5 4 10
50.001 – 150.000 2,0 5,0 - - - - 4 10
150.001 – 500.000 2,5 6,25 - - - - 4 10
500.001 – 2.000.000 3,0 7,5 - - - - 6 15
2.000.001 – 7.000.000 3,5 8,75 - - - - 6 15
> 7.000.000 4,0 10,0 - - - - 6 15
*) atau perawatan permukaan
Sumber : Metode Bina Marga 2002

Metode dan tata cara perhitungan penurunan Serviceability yang dimuat


pada Bina Marga 2002 merupakan adopsi dari metode AASHTO 1993, untuk
perkerasan yang sudah rusak dan tidak bisa dilewati, nilai Serviceability diberikan
sebesar 1,5, nilai daya layan rusak (Failure Serviceability, Pf).
Tebal minimum setiap lapis perkerasan ditentukan berdasarkan mutu
daya dukung lapis dibawahnya seperti diilustrasikan oleh Gambar 1.8. dan
persamaan (1.12) sampai dengan persamaan (1.16) digunakan untuk menentukan
tebal minimal masing-masing lapisan perkerasan.

15
Gambar 1.8. Penentuan Tebal Minimum Setiap Lapis Perkerasan
Sumber : Sukirman, S. (2010)

SN 1
D1* = ……………………………………………(1.12)
a1
SN1* = a1 . D1* …….…………………………………(1.13)

D2* = (
SN 2−SN ¿1
a2 . m 2 )
………………………………...(1.14)

SN*2 = a2 . m2 . D2*…………………………………..(1.15)

( )
¿ ¿
SN 3−(SN 1 + SN 2)
D*3 = ……………………… .(1.16)
a 3 . m3
Dimana:
ai = Koefisien layer masing‐masing lapisan

Di = Tebal masing‐masing lapisan

SNi = Structural Number masing‐masing lapisan

Keterangan:
* Menunjukkan tebal minimal yang digunakan untuk lapis permukaan (D 1*), lapis pondasi atas
(D2*), lapis pondasi bawah (D3*).

16
B. HASIL PERHITUNGAN
B.1. Penyajian Data Perencanaan
ruas Jalan Taman Nukila, Kabupaten Pulau Morotai STA 00+000 hingga
STA 14+000 termasuk segmen luar kota (kolektor antar kota). Metode yang
digunakan dalam perencanaan perkerasan lentur adalah dengan perhitungan
Metode Bina Marga 2002. Berikut adalah beberapa data teknis yang diperoleh
dari Satker P2JN Provinsi Maluku Utara dan PPK Pelaksanaan Jalan Pulau
Morotai Satker PJN Wilayah I Provinsi Maluku Utara Balai PJN Wilayah XVI
Maluku – Maluku Utara, untuk menghitung tebal lapis perkerasan lentur jalan
yang di perlukan antar lain :
1. Data perencanaan tebal lapis perkerasan
a. Klasifikasi jalan = kolektor (antar kota)
b. Jalan dibuka pada = tahun 2019
c. Umur Rencana (UR) pelayanan jalan = 20 tahun
d. Pertumbuhan lalu lintas (i) = 2%
e. Nilai CBR laboratorium rata-rata = 7,5%
f. Tebal lapis perkerasan jalan eksisting (hasil desain)
1) Surface Course (HRS-Base)
Lataston (Marshall Stability 340 kg. (D1) = 21 cm
2) Base Course
Batu pecah (D2) = 17 cm
3) Subbase Course
Sirtu (D3) = 34 cm
g. Geometrik jalan
1) Panjang efektif ruas = 500 m
2) Lebar ruas jalan =4m
3) Lebar bahu jalan = 2,25 m
2. Data lalu lintas rencana
Data lalu lintas rencana (LHR) ini merupakan data yang diambil selama 2
hari yang berasal dari survei tahun 2021, terdiri dari jenis kendaraan

17
sepeda motor, kendaraan ringan dan kendaraan berat. Ruas Jalan Taman
Nukila merupakan jalan yang di lakukan survey, sehingga dilaksanakan
survey lalu lintas, maka data lalu lintas rencana (LHR) yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data lalu lintas kendaraan pada ruas Jalan
Taman nukila. Berikut adalah komposisi lalu lintas kendaraan harian
pada ruas Taman Nukila secara rinci ditampilkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Hasil Survei Lalu Lintas Pada Ruas Jalan Taman Nukila
Jumlah kendaraan Jumlah
Tipe (kend./hari)
Jenis Kendaraan Kendaraan
Kendaraan.
Hari 1 Hari 2 Rata-Rata
Gol. 1 Sepeda Motor, Sekuter 5332 4770 281
Gol. 2 Kendaraan Penumpang 10 541 266
Gol. 3 Kend. Utilitas/Freight 0 14 7
Gol. 4 Kend. Utilitas / Penumpang 499 36 232
Gol. 5a Bus Kecil 8 7 1
Gol. 5b Buas Besar 0 0 0
Gol. 6a Truck Kecil 1 0 1
Gol. 6b Truck Sedang 0 0 0
Gol. 7a Truck Berat / Tronton 0 0 0
Gol. 7b Truck Berat / Gandengan 0 0 0
Gol. 7c Truck Berat / Semi Trailer 0 0 0
Sumber: Hasil Survey, 2021

B.2. Perhitungan LHR


B.2.1. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (R)
Faktor pertumbuhan lalu lintas (R) dalam analisis ini dimaksudkan
untuk menentukan angka pertumbuhan kendaraan yang dapat dijadikan
dasar untuk memprediksi arus beban lalu lintas yang akan datang. Faktor
pertumbuhan lalu lintas (R) yang dibutuhkan dalam perencanaan struktur
perkerasan Ruas Jalan Taman nukila digunakan nilai pertumbuhan lalu
lintas (i) 2%. Setelah diperoleh nilai pertumbuhan lalu lintas (i) desain,
maka untuk mendapatkan angka pertumbuhan tersebut dilakukan
perhitungan faktor pengali pertumbuhan lalu lintas untuk Umur Rencana

18
(UR) perkerasan jalan selama 20 tahun dengan menggunakan persamaan
(1.4) berikut.
n
(1+i) −1
R=
i
Penyelesaian :
20
(1+0,02) −1
R= = 51%.
0,02
Jadi pertumbuhan lalu lintas pada 20 tahun mendatang adalah sebesar 51%.

B.2.2. Menghitung LHR Awal Umur Rencana


Untuk menghitung Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) pada awal
umur rencana digunakan persamaan (1.5) berikut :
LHR awal umur rencana = LHR 2020 (1 + i)n
Dimana :
n = Selisih waktu antara awal pelaksanaan sampai jalan mulai dibuka
(2020– 2022 = 2)
i = 2% (Tingkat pertumbuhan lalu lintas selama pelaksanaan)
Dengan menggunakan persamaan diatas hasil perhitungan untuk LHR Awal
Umur Rencana Tahun 2019 ditampilkan dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. LHR Awal Umur Rencana Tahun 2019


Tipe Konfigurasi Jumlah
Jenis Kendaraan LHR2020 (1+i)n
Kendaraan Sumbu Kendaraan
Gol. 1 Sepeda Motor, Sekuter 1.1 281 (1 + 0,02)2 292.35
Gol. 2 Kendaraan Penumpang 1.1 266 (1 + 0,02)2 276.23
Gol. 3 Kend. Utilitas/Freight 1.2 7 (1 + 0,02)2 7.28
Kend. Utilitas /
Gol. 4 1.2 232 (1 + 0,02)2 240.85
Penumpang
Gol. 6a Truck Kecil 1.2 1 (1 + 0,02)2 0.58
Gol. 6b Truck Sedang 1.2 1 (1 + 0,02)2 0.52
817.82
Sumber: Hasil Analisis 2021

Jadi total jumlah lalu lintas rencana (LHR) pada awal umur rencana tahun
2019 adalah 159,12 kendaraan.

19
B.3. Penentuan Nilai Parameter Perencanaan Tebal Lapis Struktur
Perkerasan
B.3.1. Menentukan Faktor Distribusi Lajur (D L) dan Faktor Distribusi
Arah (DD)
Berdasarkan hasil survey tipe ruas Jalan Taman Nukila, adalah
2/2UD, yaitu :
 Jumlah lajur : 2 Lajur
 Jumlah arah : 2 Arah
Maka faktor distribusi arah (DD) untuk kendaraan ringan dan berat untuk 2
arah antara 0,3 – 0,7 digunakan faktor distribusi kendaraan (C) yang
ditetapkan sebesar 0,5 dan distribusi lajur (DL) untuk 2 lajur per arah
perkerasan lentur adalah antara 80% - 100% diambil 100% ≈ 80 ≈ 0,8 (lihat
Tabel 1.4 dalam bab II)

B.3.2. Menentukan Nilai Overall Standard Deviation (So)


Standar deviasi keseluruhan (So) adalah gabungan simpangan
standar dari perkiraan lalu lintas dan pelayanan perkerasan. Besarnya nilai
standar deviasi keseluruhan pada Metode Bina Marga 2002 ini tergantung
jenis perkerasan dan variasi lalu lintas.
Kisaran standar deviasi (So) yang disarankan untuk perkerasan
lentur adalah 0,40 – 0,50. Untuk perkerasan lentur dengan
mempertimbangkan variasi lalu lintas digunakan gabungan standar error
untuk perkiraan lalu lintas dan kinerja atau standar deviasi keseluruhan (So)
diambil sebesar 0,45.

B.3.3. Menentukan Nilai Reliability (R) dan Standard Normal Deviate


(ZR)
Nilai Reliability (R) untuk perencanaan tebal lapis perkerasan Ruas
Jalan Taman nukilamenurut Metode Bina Marga 2002 yang mengacu pada
Metode AASHTO 1993, dimana lokasi penelitian merupakan jalan antar
kota dengan fungsi jalan adalah Jalan Kolektor. Maka dapat ditentukan nilai

20
Reliability (R) sebesar 90% (lihat Tabel 1.5). Hal ini memberikan nilai
Standard Normal Deviate (ZR) pada Tabel 1.6 dalam bab II adalah -1,282.

B.3.4. Menghitung CBR Tanah Dasar


Persoalan tanah dasar di Ruas Jalan Taman nukilaberdasarkan hasil
uji dengan metode DCP merupakan jenis tanah berbatu. Untuk menentukan
nilai CBR yang mewakili di ruas Jalan Taman Nukila, nilai CBR ditentukan
oleh hasil pengujian CBR laboratorium berdasarkan jenis tanah yang di uji
pada saat test pit dilaksanakan.

Dari hasil uji laboratorium diperoleh nilai CBR rata-rata sebesar


7,5%, dilakukan korelasi antara nilai CBR dan nilai Resilient Modulus (Mr)
dengan menggunakan persamaan (1.5) dari Transport and Road Research
Laboratory dihitung seperti berikut :
Mr (psi) = 1500 x CBR
Dimana :
Mr = Resilent Modulus
CBR = California Bearing Ratio
Penyelesaian :
Mr (psi) = 1500 x CBR
= 1500 x 7,5
= 11.250 psi
B.3.5. Menghitung Nilai Koefisien Drainase (m)
Kualitas drainase pada perkerasan lentur diperhitungkan dalam
perencanaan dengan menggunakan Koefisien Kekuatan Relatif (a) yang
dimodifikasi. Faktor untuk memodifikasi Koefisien Kekuatan Relatif (a) ini
adalah Koefisien Drainase (m) dan disertakan ke dalam persamaan Indeks
Tebal Perkerasan (ITP) bersama-sama dengan Koefisien Kekuatan Relatif
(a) dan Ketebalan (D).
Pada daerah ruas jalan yang dibangun kondisi drainase tidak
diketahui sehingga dilakukan pendekatan dan asumsi kualitas drainase
sedang dengan lama dan frekuensi hujan, yang rata-rata terjadi hujan selama

21
3 jam per hari (atau kurang) dan jarang sekali terjadi hujan terus menerus
selama 1 minggu. Dengan demikian prosen struktur perkerasan dalam 1
tahun terkena air dapat dilakukan pendekatan dengan asumsi menggunkan
persamaan berikut :
T jam T hari
Pheff = x x WL x 100
24 365
Dimana :
Pheff = Prosen hari efektif hujan dalam setahun yang akan berpengaruh
terkenanya perkerasan (%)
Tjam = Rata-rata hujan per hari (jam)
Thari = Rata-rata jumlah hari hujan per tahun (hari)
WL = Faktor air hujan yang akan masuk ke pondasi jalan (%)
Diketahui :
Tjam = 5 jam pe hari
Thari = 45% x 365 = 164 hari hujan dalam setahun
WL = Diambil 17,5% (AASHTO 1993)
Perhitungan :
3 146
Pheff = x x 0,175 x 100 = 2% > 1%
24 365
Maka mengacu pada Tabel 1.8 nilai Koefisien Drainase (m) antara 1,25 –
1,15 dengan kualitas drainase sedang, sehingga nilai Koefisien Drainase
pondasi atas (m2) dan Koefisien Drainase pondasi bawah (m3) dianggap
sama dengan 1,15.

B.3.6. Menentukan Nilai Indeks Permukaan Awal (IPo) dan Indeks


Permukaan Akhir (IPt)
Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana
(IPt), perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan
sebagai mana diperlihatkan pada Tabel 1.10. untuk volume lalu lintas
rendah dengan fungsi jalan kolektor = 1,5 – 2,0. dan khusus untuk lapis
permukaan Lataston seperti ditunjukan pada Tabel 1.9. diperoleh nilai
Indeks Permukaan pada awal umur rencana (IPo) = 3,9 – 3,5. Dari Tabel

22
1.10 dan 1.9 diperoleh nilai IPt = 2,0 dan IPo = 3,9. Design Serviceability
Loss (ΔPSI = IPo – IPt).
Penyelesaian :

ΔPSI = 3,5 – 2,0

ΔPSI = 1,5.

B.3.7. Menentukan Koefisien Kekuatan Lapisan (a) Untuk Umur


Rencana (UR) 20 Tahun
Koefisien Kekuatan Lapisan (a) untuk masing-masing lapis
perkerasan yang direncanakan adalah sebagai berikut :
1. Lapis pondasi beraspal (Asphalt Treated Base) menggunakan beton
aspal Lataston (HRS-Base) dengan Marshall Stability 340 kg,
sehingga Layer Coefficient (a1) = 0,30.
Untuk mencari nilai Modulus Elastisitas (EAC) yang diperlukan
selain menggunakan persamaan (1.6) bisa juga menggunakan
Gambar 1.4. Tahapannya dimulai dengan menarik garis dari nilai a1
untuk material yang digunakan = 0,30, kemudian garis ditarik
ketengah grafik pada garis memotong dan selanjutnya garis ditarik
kebawah menuju nilai Modulus Elastisitas (EAC) sehingga didapat
nilai EAC = 200.000 psi, seperti ditampilkan dalam Gambar 2.1.

23
a1 = 0,30

200.000 psi

Gambar 2.1. Grafik Penentuan Nilai a1 Untuk Umur Rencana 20


Tahun

2. Lapis pondasi atas menggunakan bahan lapis pondasi agregat terdiri


dari batu pecah kelas A dengan nilai CBR 70%, sehingga Layer
Coefficient (a2) = 0,13. Karena bahan ini termasuk jenis granular,
maka selain menggunakan persamaan (1.7) bisa juga menggunakan
Gambar 1.5. Adapun tahapannya dimulai dengan menarik garis dari
nilai a2 untuk material yang digunakan = 0,13, kemudian garis ditarik
ketengah grafik lurus menuju nilai Modulus Elastisitas (EBS) sehingga
didapat nilai EBS = 28.000 psi, seperti ditampilkan dalam Gambar 2.2.

24
CBR 70% 28.000 psi

a2 = 0,13

Gambar 4.2. Grafik Penentuan Nilai a2 Untuk Umur Rencana 20


Tahun

3. Lapis pondasi bawah menggunakan bahan lapis pondasi agregat


terdiri dari sirtu kelas B dengan nilai CBR 50%, sehingga Layer
Coefficient (a3) = 0,125. Karena bahan ini termasuk jenis granular
maka selain menggunakan persamaan (1.8) bisa juga menggunakan
Gambar 1.6. Tahapannya dimulai dengan menarik garis dari nilai
a3 untuk material yang digunakan = 0,125, kemudian garis ditarik

25
ketengah grafik lurus menuju nilai Modulus Elastisitas (ESB)
sehingga didapat nilai ESB = 18.000 psi, seperti ditampilkan dalam
Gambar 2.3.

CBR 50% 18.000 psi

a3 = 0,125

Gambar 2.3. Garfik Penentuan Nilai a3 Untuk Umur Rencana 20


Tahun

26
B.4. Perhitungan Repetisi Beban Lalu Lintas (ESAL)
B.4.1. Menghitung Angka Ekivalen (E) Kendaraan
Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka yang
menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu
lintas beban sumbu kendaraan. terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan
oleh suatu lintasan beban standar sumbu tunggal roda tunggal seberat 53
kN.
Penentuan angka ekivalen setiap jenis kendaraan dengan terlebih
dahulu menentukan angka ekivalen masing-masing sumbu. Persamaan
untuk menghitung angka ekivalen sumbu tunggal roda tunggal seperti pada
persamaan (1.1).

( )
4
beban sumbu tunggal , kN
Esumbu tunggal roda tunggal =
53 kN
Selanjutnya dengan menggunakan persamaan diatas perhitungan
nilai angka ekivalen (E) untuk masing-masing kendaraan ditampilkan
seperti berikut :

1. Sepeda Motor, Sekuter (1.1) = (281/53)4 + 0,0002 = 790.17

2. Kendaraan Penumpang (1.1) = (266/53)4 + 0,0183 = 629.75

3. Kend. Utilitas/Freight (1.2) = (7/53)4 + 0,0577 = 0.06

4. Kend. Utilitas / Penumpang (1.2) = (232/53)4 + 0,1410 = 364.14

5. Truck Kecil (1.2) = (0.56/53)4 + 0,2923 = 0.2923

B.4.2. Menghitung Beban Gandar Standar Untuk Lajur Rencana


Pertahun
Perhitungan nilai ESAL untuk jenis kendaraan tertentu dihitung
dengan menggunakan persamaan (1.2) berikut :
ESAL (w
^ 18) = ∑LHR x VDF
Dimana :
LHR = Lintas Harian Rata-Rata

27
E = Angka ekivalen / Vehicle Demage Factor (VDF)
Selanjutnya hasil perhitungan kumulatif ESAL (w
^ 18) untuk jenis kendaraan
tertentu perhari secara rinci ditampilkan seperti berikut :
1. w
^ 18 perhari = (30,6 x 790.17) + (30,6 x 629.75) + (2,04 x 0.06) +
(5,1 x 364.14) + (30.6 x 0.2923)
= 6.424
2. w18 perhari = DD x DL x w
^ 18
Dimana :
w
^ 18 = Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.
DD = Faktor distribusi arah = 0,5 (BM 2002)
DL = Faktor Distribusi Lajur (Tabel 1.4)
Maka perhitungan beban gandar standar untuk lajur rencana pertahun (w18)
seperti berikut :
1. w18 perhari = 0.5 x 0,8 x 6.424
= 2.570 ESAL
2. w18 pertahun = 365 x 2.570
= 937.887 ESAL
Jadi didapat lalu lintas lajur rencana dalam 1 tahun sebesar 937.887 ESAL

B.4.3. Menghitung Lalu Lintas Kumulatif Selama Umur Rencana


(W18)
Lalu lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan
lentur dalam pedoman ini adalah lalu lintas kumulatif selama umur rencana.
Besaran ini didapatkan dengan mengalikan beban gandar standar kumulatif
pada lajur rencana selama setahun (W18) dengan faktor perkembangan lalu
lintas (Traffic Growth).
Secara numerik rumusan lalu lintas kumulatif digunakan
persamaan (1.3) seperti berikut ini.
( 1+g )n−1
W18 = w18 pertahun x
g
Penyelesian :

28
( 1+ 0,24 )20 −1
W18 = w18 pertahun x
0,24
= 937.887 x 69.70
= 65.368.349 ESAL
Jadi didapat lalu lintas kumulatif selama umur rencana (UR) pelayanan jalan
20 tahun sebesar 65.368.349 ESAL.

B.5. Menentukan Nilai Struktur Perkerasan (SN) Untuk Umur Rencana


(UR) 20 Tahun
Untuk mendapatkan nilai struktur perkerasan (SN) baru digunakan nilai-
nilai parameter yang dibutuhkan dalam perencanaan berdasarkan Metode Bina
Marga 2002 yang mengacu pada Metode AASHTO 1993 seperti berikut :
1. Data pendukung
a. Lalu lintas kumulatif selama umur rencana (W18) 20 tahun =
65.368.349 ESAL
b. IPo = 3,9-3,5 (Tabel 1.11)
c. IPt = 1,5-2,0 (Tabel 1.10)
d. Design Serviceability Loss (ΔPSI = IPo – IPt) = 1,5
e. Overall Standard Deviation (So) = 0,45
f. Reliability (R) = 90%
g. Koefisien drainase (m2) = 2
h. Koefisien drainase (m3) = 2
2. Data perencanaan
a. Nilai CBR = 7,5%
b. Nilai Modulus Resilien (Mr) = 11.250 psi
Selanjutnya dengan menggunakan Gambar 1.7. Nomogram Untuk
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur, tebal masing-masing lapis perkerasan (SN1,
SN2 dan SN3) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1.12) sampai
dengan persamaan (1.16) seperti berikut :
1. Menentukan Tebal Lapis Permukaan (HRS-Base) (SN1)

29
Untuk mencari nilai SN yang diperlukan untuk menentukan tebal lapis
permukaan digunakan modulus material lapis pondasi atas sebagai
Modulus Resilien (Mr) tanah dasar, dimana nilai modulus elastisitas (E BS)
= 28.000 psi. Untuk mencari nilai SN1 ditentukan berdasarkan nilai
Reliability (R) = 90%, So = 0,45, W18 = 65.368.349 ESAL, Mr = 28.000
psi dan ΔPSI = 1,5.
Dengan menggunakan Gambar 1.7. Nomogram untuk menentukan nilai
SN, dari nilai R = 90%, garis ditarik menuju nilai So = 0,45 dan
selanjutnya ditarik menuju nilai W18 = 65.368.349 ESAL kemudian
ditarik menuju nilai Mr = 28.000 psi dan selanjutnya garis ditarik menuju
nilai ΔPSI = 1,5, sehingga diperoleh nilai SN1 = 2,5 inchi (lihat Gambar
2.4.).

30
Gambar 2.4. Monogram Penentuan Nilai SN1 Untuk Umur Rencana 20 Tahun

31
Maka dengan menggunakan persamaan (1.12) dan (1.13) sehingga didapat tebal
permukaan lapis pondasi (HRS-Base) yang diperlukan adalah :
SN 1
D1* =
a1
2,2
=
0,30
= 7 inchi ≈ 18 cm.
SN1* = a1 . D1*
= 0,30 x 7 = 2,1
2. Menentukan Tebal Lapis Pondasi Atas Beragregat (SN2)
Selanjutnya dengan cara yang sama seperti mencari nilai SN untuk lapis
HRS-Base, digunakan modulus material lapis pondasi bawah sebagai
Modulus Resilien (Mr) tanah dasar, dimana nilai modulus elastisitas (E SB)
= 18.000 psi. Untuk mencari nilai SN2 ditentukan berdasarkan nilai
Reliability (R) = 90%, So = 0,45, W18 = 981.368,78 ESAL, Mr = 18.000
psi dan ΔPSI = 1,5.
Dengan menggunakan Gambar 1.7. Nomogram untuk menentukan nilai
SN, dari nilai R = 90%, garis ditarik menuju nilai So = 0,45 dan
selanjutnya ditarik menuju nilai W18 = 981.368,78 ESAL kemudian
ditarik menuju nilai Mr = 18.000 psi dan selanjutnya garis ditarik menuju
nilai ΔPSI = 1,5, sehingga diperoleh nilai SN2 = 2,6 inchi (lihat Gambar
2.5.).

32
SN2= 2,6

Gambar 2.5. Monogram Penentuan Nilai SN2 Untuk Umur Rencana 20 Tahun

33
Maka dengan menggunakan persamaan (1.14) dan (1.15) didapat tebal
material lapis pondasi atas yang diperlukan adalah :

( )
¿
SN 2−SN 1
D2* =
a2 . m 2

= ( 0,13 x 1,15 )
2 , 6−2,1

= 3 inchi ≈ 7 cm.
SN2* = a2 . m2 . D2
= 0,13 x 1,15 x 3 = 0,4485
3. Menentukan Tebal Lapis Pondasi Bawah (SN3)
Seperti dengan cara yang sama dalam mencari nilai SN pada lapis
pondasi atas, untuk lapis pondasi bawah dengan menggunakan Modulus
Resilien Efektif (Effective Resilient Modulus) material tanah dasar (Mr),
dimana nilai modulus elastisitas (EBS) = 11.250 psi. Untuk mencari nilai
SN3 ditentukan berdasarkan nilai Reliability (R) = 90%, So = 0,45, W18 =
981.368,78 ESAL, Mr = 11.250 psi dan ΔPSI = 1,5.
Dengan menggunakan Gambar 1.7. Nomogram untuk menentukan nilai
SN, dari nilai R = 90%, garis ditarik menuju nilai So = 0,45 dan
selanjutnya ditarik menuju nilai W18 = 981.368,78 ESAL kemudian
ditarik menuju nilai Mr = 11.250 psi dan selanjutnya garis ditarik menuju
nilai ΔPSI = 1,5, sehingga diperoleh nilai SN3 = 3,1 inchi (lihat Gambar
2.6.).

34
SN
SN33 == 3,1
3,1

Gambar 2.6. Monogram Penentuan Nilai SN3 Untuk Umur Rencana 20 Tahun

35
Maka dengan menggunakan persamaan (1.16) didapat tebal material lapis
pondasi bawah yang diperlukan adalah :

D3 =
*
( SN 3−( SN ¿1+ SN ¿2 )
a3 . m3 )
= ( 3,1−0,125
( 2 , 1+ 0,4485 )
x 1,15 )
= 3 inchi ≈ 7 cm.
Berdasarkan hasil perhitungan Metode Bina Marga 2002 diatas
didapatkan tebal lapis struktur perkerasan lentur jalan (Flexible Pavement)
pada ruas Jalan Taman Nukila, Kabupaten Pulau Morotai pada Umur
Rencana (UR) pelayanan jalan 20 tahun diperoleh hasil perhitungan seperti
berikut :
1. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Cource)
d3 = 3 inchi ≈ 7 cm
2. Lapis Pondasi Atas (Base Cource)
d2 = 3 inchi ≈ 7 cm
3. Lapis Permukaan (Surface Cource)
d1 = 7 inchi ≈ 18 cm (HRS-Base)
Berikut sketsa detail potongan tebal lapis struktur perkerasan hasil perhitungan
seperti ditampilkan pada Gambar 2.7.

Surface Course d1 = 7 inchi ≈ 18 cm

Base Course d2 = 3 inchi ≈ 7 cm


Subbase Course d3 = 3 inchi ≈ 7 cm
Subgrade = 7,5%
Gambar 2.7. Sketsa Detail Potongan Tebal Lapis Struktur Perkerasan Hasil
Perhitungan Untuk Umur Rencana (UR) Pelayanan Jalan 20 Tahun

36

Anda mungkin juga menyukai