Anda di halaman 1dari 4

TARI SRIMPI: KESENIAN TERTUA DI JAWA

Sahira Aluna Rachma

19040284052 / Pendidikan Sejarah 2019B

Pendahuluan

Tarian merupakan salah satu budaya peninggalan seni yang indah dari leluhur. Dalam
setiap gerakannya pasti mengandung makna-makna tersirat yang ingin disampaikan pada
penonton tari tersebut sesuai dengan kondisi yang dialami pada masa itu. di lingkunga
keraton, keberadaan tarian dinilai sangat penting, tari disimbolkan sebagai kekuasaan raja,
bahkan tari dianggap sebagai pusaka non benda yang merupakan warisan yang menyimpan
nilai budaya.

Di kota Yogyakarta, seni tari tradisional dan klasik sangat terjaga keberadaannya dan
kelestariannya terutama di Karaton Yogyakarta. Tari Serimpi salah satunya, tarian yang
sering dipertunjukan ini merupakan salah satu tarian klasik yang cukup menarik dan dianggap
sebagai pusaka milik Keraton Yogyakarta. Serimpi merupakan salah satu tarian keraton yang
telah mengalami perjalanan cukup lama dan bentuk gerakannya diatur dengan peraturang-
peraturan yang mengikat.

Tari serimpi dikenal di lingkungan budaya Jawa. Keberadaannya merupakan


ungkapan seni komunitas bangsawan pada jaman keemasan raja-raja atau penguasa Jawa
pada masa lalu. Di masing-masing lingkup kerajaan ada pandangan khusus yang
melatarbelakangi penciptaan karya-karya tari itu. Sebagai satu argumen, kehadiran karya tari
serimpi pertama kali terjadi pada masa pemerintahan Sultan Agung, sebagaimana yang
tertuang dalam Serat Babat Nitik 1897 . Dikatakan bahwa srimpi merupakan peringkasan dari
sajian tari dengan sembilan penari, yang lebih dikenal dengan istilah tari bedaya. Para
seniman tari meyakini kebenaran berita ini sebagai titik awal keberadaan tari srimpi dan
bedaya. Kedua tarian ini pada masa-masa selanjutnya menjadi acuan bagi penciptaan tari-
tarian sejenis pada masa selanjutnya.

Tari Serimpi

Tari Serimpi diperagakan oleh empat putri yang masing-masing mewakili unsur
kehidupan dan arah mata angin. Selain itu, penari ini juga memiliki nama peranannya
masing-masing yakni Buncit, Dhada, Gulu, dan Batak. Saat menarikan Serimpi, komposisi
penari membentuk segi empat. Bentuk ini bukan tanpa arti, tetapi melambangkan tiang
Pendopo yang berbentuk segi empat.

Gerakan tari Serimpi didominasi oleh gerakan tangan, kaki, dan kepala. Para penari
membawakan tarian dengan lemah gemulai dalam gerak perlahan dan lembut sambil
memainkan selendang di pinggangnya. Filosofi gerakan yang lemah gemulai dalam tarian ini
adalah kesopanan dan kelemahlembutan, nilai luhur agar manusia mempu melawan dan
mengendalikan hawa nafsunya, serta mengajarkan agar segala tingkah laku manusia
mengandung jalan kebaikan dan kesejahteraan. Gerakan “ngleyang” terdapat di hampir
semua tari Serimpi, yaitu perubahan posisi dari berdiri ke berlutut disertai gerakan
melengkungkan badan ke belakang samping kanan, yang terlihat seperti orang hendak jatuh
pingsan. Gamelan khas Yogyakarta dengan alunan gendhing sabrangan mengiringi penari
memasuki area, dilanjutkan gendhing ageng atau gendhing tengahan dan gendhing ladrang
pada saat menari, lalu kembali gendhing sabrangan saat penari keluar setelah menyelesaikan
tariannya. Sedangkan adegan perang diiringi dengan gendhing ayak-ayakan dan gendhing
srebengan.

Konsep Tari Serimpi

Menurut Soedarsono dkk (2000: 61-63) sebelum menarikan tari serimpi, para penari
haruslah bersih, tidak sedang berhalangan atau datang bulan. Sehingga para penari dapat
melakukan puasa sehari. Sehingga mereka dapat berkonsentrasi pada tarian sedang mereka
tarikan yaitu tari serimpi.

Terdapat konsep yang bernama konsep Hastho Sawodo yang dikemukakakn pada
tahun 1950 pada sebuah seserahan tari yang dihadiri oleh dewan ahli tari himpunan budaya
Surakarta dan pura mangkunegara. Parapakar seni mengemukakan delapan unsur tari yang
meliputi pacak, pancat, lulut, luwes, ulat wilet, irama dan gending. Adapun penjelasannya,
pacak merupakan tingkah laku yang dilakukan serba bagus, dan melakukan sesuatu secara
benar dan pantas. Pancat merupakan tiap pijakan dalam tiap-tiap tarian merupakan teknik
yang saling berhubungan. Lulut merupakan gerak yang dilakukan dalam tari selaras dan
menyampaikan esensi dari tarian yang dibawakan. Luwes merupakan gerak yang baik dilihat
dari gerakan yang dilakukan, luwes sangatlah penting dalam membawakan sebuah tarian.
Ulat merupakan pandangan mata dan ekspresi yang membawakan suatu karakter, konsep
pandangan mata juga sangat penting dalam menarikan sebuah tarian, selain itu tebal tipisnya
riasan juga berpengaruh terhadap rasa dan suasana tari. Wilet berarti teknik gerak kreatif
seorang penari yang berwujud variasi gerakk sesuai dengan kreatifitas penari, jadi wilet ini
disesuaikan dengan peran yang dibawakan dalam tari. Gendhing merupakan penguasaan
iringan tari oleh setiap penari, penari harus bisa menyati dengan iringan music agar menjadi
suatu keterampilan yang utuh. Yang terakhir adalah irama, irama yaitu gendhing sebagai
media bantu untuk mewujudkan gerak tari secara keseluruhan.

Pendekatan Budaya Pada Tari Serimpi

Pada aspek budaya tari serimpi dianggap sebagai kesenian yang tertua di jawa karena
keberadaannya yang pertama kali muncul pada masa pemerintahan Sultan Agung. Tari
Serimpi menjadi salah satu hasil kebudayaan di keraton kesumtanan mataram dan menjadi
tarian yang sakral.

Pendekatan Politik Pada Tari Serimpi

Ada banyak jenis tari Srimpi, diantara tari serimpi glondong pring, serimpi genjung, serimpi
cinaa, dan sebagainya. Tarian serimpi memiliki maksud dan filosofi dalam setiap gerakannya.
Ada salah satu jenis tari serimpi yang menggambarkan peperangan dengan property senjata
dalam tari, hal ini terjadi di pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII pada abad 19.
Senjata yang digunakan adalah keris kecil, perisai, dan tombak pendek. Setiap raja yang
berkuasa memiliki ciri khas yang akan masuk dalam tarian serimpi.

Pendekatan Sosial Pada Tari Serimpi

Tidak semua bisa menjadi penari serimpi karena tarian ini memiliki ketentuan-ketentuan bagi
penari dan ada sesi latihan yang menghabiskan waktu yang lama. Tari serimpi hanya ada di
lingkungan keraton saja sehingga tidak semua orang bisa menikmanti tarian ini.
Daftar pustaka

Arif E. Suprihono. 1995. Tari Serimpi. Jakarta: Proyek Pengembangan Media


Kebudayaan Ditjen Kebudayaan, Depdikbud

Njonja b. van helsdingen. 1925. TARI SERIMPI Dalam Istana Soerakarta. Daftar
Gambar-Gambar Dan Keterangannja. Jakarta: Balai Poestaka, Weltevreden.

Sriyadi. 2013. TARI TRADISI GAYA SURAKARTA. Institut Seni Indonesia (ISI)
Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai