Abstrak
Masa remaja merupakan suatu masa yang diwarnai dengan konflik dan perubahan suasana hati.
Konflik yang dialami oleh individu pada masa ini salah satunya adalah bunuh diri. Indonesia
diprediksi menjadi negara dengan tingkat kematian tertinggi akibat bunuh diri di Asia Tenggara
dan individu laki-laki memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk bunuh diri yaitu 3x lebih
banyak dibandingkan perempuan. Fenomena kecenderungan bunuh diri sendiri memiliki kaitan
dengan suatu fenomena yang disebut alexithymia yang merupakan suatu keadaan dimana
individu mengalami kekurangan atau kendala dalam area kognitif serta mengatur emosi, yang
menyebabkan individu tidak dapat menyampaikan emosinya secara verbal maupun non-verbal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan alexithymia
dan kecenderungan bunuh diri pada remaja laki-laki di Surabaya. Penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan incidental sampling pada remaja laki-laki yang bertempat tinggal di
Surabaya dan pernah memiliki pemikiran untuk melakukan tindakan bunuh diri. Skala yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skala kecenderungan bunuh diri yang terdiri dari 3 aspek
dan skala alexithymia yang terdiri dari 4 karakteristik. Hasil uji asumsi normalitas terpenuhi,
sedangkan uji asumsi linearitas tidak terpenuhi. Data penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan statistik non-parametrik Kendall’s Tau B. Berdasarkan hasil analisis data
diperoleh hasil nilai signifikansi sebesar 0,015 (p < 0,05) dan nilai koefisien korelasi 0,315.
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan alexithymia dan
kecenderungan bunuh diri pada remaja laki-laki di Surabaya. Arah hubungan kedua variabel
positif yang berarti semakin tinggi kecenderungan bunuh diri maka akan diikuti semakin tinggi
alexithymia, begitu juga sebaliknya.
Abstract
Adolescence is a time of conflict and mood swings. One of the conflicts experienced by
individuals during this period is suicide. Indonesia is predicted to be the country with the
highest death rate due to suicide in Southeast Asia and male individuals have a higher tendency
to commit suicide, which is 3x more than women. Suicidal tendencies is related to a
phenomenon called alexithymia. Alexithymia is a condition where individuals experience
deficiencies or constraints in the cognitive area and regulate emotions, which causes
individuals unable to convey their emotions verbally or non-verbally. The purpose of this study
was to determine whether there is a relationship between alexithymia and suicidal tendencies
in teenage males in Surabaya. This research was conducted using incidental sampling on male
adolescents who live in Surabaya and have had thoughts of committing suicide. The scale used
126
Michelle Aveline Kurniawan, Jaka Santosa Sudagijono : Hubungan Alexithymia…
Hal. 126-136
in this study was a suicide tendency scale consisting of 3 aspects and an alexithymia scale
consisting of 4 characteristics. The results of the normality assumption test are fulfilled, while
the linearity assumption test is not fulfilled. Research data were analyzed using non-parametric
statistics, Kendall's Tau B. From data analysis, a significance value of 0.015 (p <0.05) and a
correlation coefficient value of 0.315 was obtained. Based on these results, it can be concluded
that there is a correlation between alexithymia and suicidal tendencies in teenage males in
Surabaya. Correlation between two variables is positive, which means the higher the suicidal
tendencies, the higher the alexithymia, vice versa.
127
Jurnal Experientia Volume 9, Nomor (2) Desember 2021
diri, kemudian jumlah kematian akibat Diri” yang digelar oleh Badan Kesehatan
bunuh diri di Indonesia ini diprediksi Jiwa Indonesia (Bakeswa Indonesia)
merupakan angka bunuh diri tertinggi di bersama GE Volunteers dan Kopi Panas
Asia Tenggara. Foundation. Diskusi ini menjadikan
Peneliti juga melakukan pengambilan generasi milenial sebagai sasaran kegiatan
data pada remaja yang berusia 13 hingga 17 serta mengangkat kampanye
tahun dalam bentuk kuesioner online, yaitu #RemajaPeduliKesehatanMental yang
melalui google form. Berikut adalah hasil bertujuan untuk menggalang dukungan bagi
dari pengambilan data tersebut berkaitan penggiat kesehatan jiwa untuk dapat saling
dengan percobaan bunuh diri serta terhubung dan berkolaborasi guna
pemikiran bunuh diri, yakni dari 81 meningkatkan mutu kesehatan jiwa di
responden laki-laki yang mengisi Indonesia. Secara lingkup global,
kuesioner, sebanyak 25,9% responden permasalahan kesehatan mental ini juga
(sebanyak 21 responden dari 81 responden menjadi keprihatinan bagi WHO, yakni
laki-laki) pernah memiliki pemikiran untuk dilansir pada website WHO disebutkan
melakukan bunuh diri dan 7,4% responden bahwa WHO melihat ada kesenjangan
(sebanyak 6 responden dari 81 responden antara orang yang membutuhkan perawatan
laki-laki) bahkan pernah mencoba untuk dan mereka yang memiliki akses ke
melakukan bunuh diri. perawatan tetap besar, sehingga pada tahun
Kesehatan jiwa menjadi hal yang saat 2019, WHO meluncurkan semacam suatu
ini menjadi perhatian oleh Pemerintah program WHO Special Initiative for Mental
Indonesia. Hal ini telah nampak dengan Health (2019-2023) untuk memastikan
dikeluarkannya UU No.18 Tahun 2014 akses ke perawatan berkualitas dan
mengenai kesehatan jiwa yang terjangkau untuk kondisi kesehatan mental
didefinisikan sebagai suatu upaya kesehatan di 12 negara prioritas untuk 100 juta lebih
jiwa merupakan setiap kegiatan yang banyak orang.
dilakukan untuk mewujudkan derajat Tetapi, berdasar pada berita dari
kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap kompas.com pada tanggal 14 Oktober 2019
individu, keluarga, dan masyarakat dengan mengenai “Angka Bunuh Diri Tinggi, Baru
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan 9 Persen Penderita Depresi Dapat
rehabilitatif yang diselenggarakan secara Pengobatan Medis” individu dengan
menyeluruh, terpadu, dan depresi yang mendapatkan pengobatan
berkesinambungan oleh Pemerintah, medis hanya 9 persen atau 1.018.395 orang,
Pemerintah Daerah, dan / atau masyarakat. yang berarti 91 persen atau 10.297.105
Pemerintah juga mulai menjalankan orang pasien depresi belum tersentuh
berbagai program yang dinilai dapat pengobatan medis. Hal ini tentunya dapat
membantu untuk meningkatkan kesehatan membuat individu akan mengalami depresi
mental di Indonesia, contohnya seperti yang kronis, mengalami disabilitas tidak
pengadaan hotline kesehatan jiwa dari produktif, dan tidak jarang berakhir bunuh
kementerian kesehatan (kemenkes). diri.
Permasalahan terkait kesehatan jiwa Perilaku bunuh diri ternyata memiliki
ini tentunya juga menjadi perhatian keterkaitan dengan suatu fenomena yaitu
Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI). alexithymia, yang merupakan suatu
Berdasar pada berita dari kompas.com pada konstruk yang mencerminkan defisit dalam
tanggal 22 September 2019 terkait proses kognitif dan regulasi emosi (Taylor,
“Kesehatan Jiwa, Remaja “Galau” Perlu Bagby, dan Taylor dalam Taylor, 2000).
Mendapat Pendampingan” HIMPSI Tanda dari individu yang memiliki
berpartisipasi atau terlibat dalam kegiatan alexithymia adalah berkurangnya
diskusi publik dengan tema “Promosi kemampuan individu dalam menunjukkan
Kesehatan Jiwa dan Pencegahan Bunuh emosi mereka melalui ekspresi wajah
128
Michelle Aveline Kurniawan, Jaka Santosa Sudagijono : Hubungan Alexithymia…
Hal. 126-136
(Nemiah, Freyberger, dan Sifneos dalam (2017) dituliskan bahwa beberapa studi
Taylor, Bagby, & Parker, 1997 : 30-31). pada sampel klinis pasien dengan gangguan
Sebuah penelitian yang dilakukan di kejiwaan telah mengkonfirmasi bahwa
Amerika serta Australia menunjukkan alexithymia dapat meningkatkan risiko
bahwa alexithymia memiliki keterkaitan bunuh diri.
dengan perilaku bunuh diri dengan Alexithymia juga menjadi hal yang
koefisien korelasi yang berkisar antara 0,09 menarik untuk dikaji dalam penelitian ini,
hingga 0,22 dengan perilaku bunuh diri karena berdasar pada hasil pengambilan
(Lester ; Zlotnick, Shea, Pearlstein, data awal yang dilakukan oleh peneliti
Simpson, Costello, Begin ; Meaney, kepada 81 responden laki-laki diperoleh
Hasking, & Reupert dalam Hemming dkk., sebuah hasil bahwa sebanyak 39,5%
2019). Alexithymia juga memiliki responden menyatakan bahwa mereka
keterkaitan dengan faktor-faktor yang mengalami kesulitan dalam mengenali
menjadi penyebab bunuh diri yakni terkait emosi dan perasaan mereka sendiri,
faktor emosional, yaitu depresi. Sebuah kemudian sebanyak 56,8% responden
penelitian telah menunjukkan bahwa menyatakan bahkan mereka sering merasa
alexithymia memiliki keterkaitan dengan tidak dapat mengungkapkan emosi mereka.
depresi dengan koefisien korelasi 0,46 (Li, Selain itu, sebanyak 21% responden
Zhang B., Guo, & Zhang J., dalam menyatakan bahwa mereka juga tidak dapat
Hemming dkk., 2019). Beberapa studi yang mengenali emosi atau merespons emosi
melakukan penelitian terkait alexithymia orang lain, baik dari ekspresi wajah ataupun
pada populasi yang berperilaku agresif, dari nada bicara orang lain tersebut.
termasuk individu yang melakukan perilaku Pernyataan-pernyataan ini berkaitan dengan
disruptif (Manninen, Therman, Suvisaari, karakteristik dari alexithymia, yakni
Ebeling, Moilanen, Huttunen, & Joukamaa terutama terkait dengan individu yang tidak
dalam Hemming dkk., 2019) serta pelaku dapat mengidentifikasi apa yang mereka
cyber bullying (Aricak dan Ozbay dalam rasakan dan tidak dapat menyampaikan
Hemming dkk., 2019), telah menemukan perasaan mereka kepada orang lain.
sebuah hasil bahwa beberapa perilaku Penelitian ini bertujuan untuk
agresif tersebut memiliki korelasi dengan mengetahui ada tidaknya hubungan
alexithymia, dengan koefisien korelasi 0,25 alexithymia dan kecenderungan bunuh diri
hingga 0,84 dimana beberapa perilaku pada remaja laki-laki di Surabaya. Peneliti
agresif memiliki kekuatan korelasi ada yang ingin meneliti lebih lanjut terkait penelitian
tergolong kecil hingga besar (Cohen dalam ini karena penelitian terkait alexithymia
Pallant, 2007:132). Beberapa perilaku yang masih tergolong jarang diangkat menjadi
telah dijelaskan diatas termasuk dalam sebuah topik penelitian terutama terkait
faktor tindakan bunuh diri yaitu faktor hubungannya dengan fenomena bunuh diri.
perilaku. Hipotesis penelitian ini adalah ada
Taiminen, Saarijarvi, Helenius, Hubungan Alexithymia dan Kecenderungan
Keskinen, & Korpilahti T (dalam Berardis, Bunuh diri pada Remaja Laki-Laki di
Fornaro, Orsolini, Valchera, Carano, Surabaya.
Vellante, Perna, Serafini, Gonda, Pompili,
Martinotti, & Giannantonio, 2017) pada Metode Penelitian
evaluasi 50 kasus percobaan bunuh diri
dalam jangka waktu 24 jam setelah individu Partisipan
yang mencoba untuk bunuh diri masuk Partisipan dalam penelitian ini
rumah sakit, ditemukan bahwa hampir berjumlah 31 orang, yang merupakan
setengah dari individu yang melakukan remaja laki-laki dengan usia 13 hingga 18
dianggap positif alexithymia. Berdasar pada tahun, berdomisili atau bertempat tinggal di
jurnal yang dituliskan oleh Berardis, dkk. Surabaya, serta pernah berpikir atau
129
Jurnal Experientia Volume 9, Nomor (2) Desember 2021
130
Michelle Aveline Kurniawan, Jaka Santosa Sudagijono : Hubungan Alexithymia…
Hal. 126-136
maka data tersebut tidak linear atau tidak bunuh diri pada remaja laki-laki di
memenuhi uji asumsi linearitas. Surabaya.
131
Jurnal Experientia Volume 9, Nomor (2) Desember 2021
132
Michelle Aveline Kurniawan, Jaka Santosa Sudagijono : Hubungan Alexithymia…
Hal. 126-136
karena muncul juga perasaan ia tidak menunjukkan nilai sig (2-tailed) sebesar
penting dan orang disekitarnya 0,015 (p < 0,05). Kekuatan korelasi antara
meninggalkannya. Keterkaitan faktor- kedua variabel juga tergolong sedang
faktor inilah yang menjadi alasan bahwa (medium) dengan nilai koefisien korelasi
variabel alexithymia memiliki keterkaitan sebesar 0,315. Arah hubungan dari kedua
dengan variabel kecenderungan bunuh diri. variabel juga positif yang berarti semakin
Berdasar data terkait kondisi subyek, tinggi kecenderungan bunuh diri maka akan
peneliti mengamati adanya keterkaitan diikuti semakin tinggi pula alexithymia,
antara hasil tersebut dengan data outlier, begitu juga sebaliknya.
dimana data-data outlier menunjukkan
adanya faktor lain yang mempengaruhi Keterbatasan dan Saran
variabel, yaitu subyek dalam penelitian Penelitian ini tentunya tidak lepas dari
menyampaikan bahwa ia tidak menyukai keterbatasan peneliti. Beberapa
teman sebaya nya karena telah memberinya keterbatasan tersebut antara lain: (1) aitem
nama julukan dan membuatnya tidak yang dapat menimbulkan social
nyaman, selain itu ia juga merasa desirability, hal ini dapat disebabkan karena
ditinggalkan, hal ini berkaitan dengan tema penelitian yang cukup sensitif yaitu
faktor-faktor dari kecenderungan bunuh diri terkait kecenderungan bunuh diri, sehingga
yaitu faktor emosional pada poin subyek penelitian dapat merasa tidak
kemarahan. Perasaan subyek penelitian nyaman dalam melakukan pengisian
yang mengarah bahwa ia merasa kuesioner dan ada kecenderungan untuk
ditinggalkan oleh orang disekitarnya ini menyembunyikan keadaan yang
berkaitan dengan faktor kognitif pada sebenarnya. Dengan ada pilihan jawaban
kecenderungan bunuh diri pada poin “netral” maka ada kemungkinan individu
hopelessness. Data terkait kondisi subyek yang tidak nyaman lebih memilih untuk
juga menunjukkan tindakan subyek menjawab aitem dengan jawaban netral; (2)
penelitian yang tidak menjauhi obat-obatan validitas dari alat ukur yang dibuat oleh
yang dapat membunuh diri mereka. Hal ini peneliti masih membutuhkan peninjauan
menunjukkan keterkaitan perilaku dengan lebih lanjut terkhusus pada alat ukur
faktor kecenderungan bunuh diri yaitu alexithymia, karena dari 24 aitem, sebanyak
faktor perilaku pada poin penggunaan zat 12 aitem dinyatakan gugur dan ada 1 aspek
berbahaya. Subyek penelitian juga dalam alexithymia yang hanya terwakili 1
menyampaikan hal yang membuatnya aitem saja dan tentunya hal ini dapat
memiliki pemikiran untuk melakukan mempengaruhi hasil penelitian, sehingga
tindakan bunuh diri adalah karena berbagai ada kemungkinan variabel alexithymia
tekanan yang dialami dalam hidupnya. kurang tergambarkan terkhusus pada 1
Tindakan ini berkaitan dengan faktor aspek tersebut. Banyaknya aitem yang
kecenderungan bunuh diri yaitu pada faktor gugur dalam alat ukur alexithymia ini dapat
lingkungan mengenai peristiwa kehidupan juga terjadi karena aitem-aitem yang
yang penuh tekanan. mungkin kurang dapat dipahami oleh
responden dan dikarenakan penyebaran
Kesimpulan kuesioner secara online, peneliti tidak dapat
Berdasarkan data yang telah menjelaskan secara langsung apabila
diperoleh oleh peneliti dan pembahasan responden kurang memahami maksud aitem
diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada dalam alat ukur tersebut; (3) peneliti
hubungan alexithymia dan kecenderungan mengalami keterbatasan terkait
bunuh diri pada remaja laki-laki di pengetahuan akan keadaan responden saat
Surabaya. Hal ini dapat diamati melalui melakukan pengisian kuesioner dari
hasil dari uji hipotesa dengan statistik non- peneliti. Hal ini merupakan faktor yang
parametrik Kendall’s Tau-B yang berada di luar kendali peneliti. Beberapa
133
Jurnal Experientia Volume 9, Nomor (2) Desember 2021
responden yang mengisi mungkin tidak emosi-emosi yang mungkin tidak dapat
dalam kondisi yang baik, yaitu mungkin ada diungkapkan atau tidak disadari anak
faktor responden kelelahan karena telah remaja nya dapat terungkap dan orang tua
melakukan banyak aktivitas sebelum dapat membantu anak remaja nya agar
melakukan pengisian kuesioner sehingga dapat lebih mengenali hal-hal yang terjadi
jawaban dari responden kurang dalam dirinya, mengenal apa yang
menggambarkan keadaan yang sebenarnya dirasakannya berdasarkan suatu kejadian
terkait variabel yang diamati dalam tertentu. Melalui pendampingan ini
penelitian ini, dan faktor lainnya; (4) diharapkan kecenderungan bunuh diri pada
peneliti tidak mencatumkan pertanyaan remaja juga menurun; (3) bagi organisasi
terkait domisili atau tempat tinggal atau komunitas kesehatan mental, peneliti
responden apakah benar di Surabaya atau berharap organisasi atau komunitas
kota lainnya, yakni peneliti hanya kesehatan mental dapat lebih mendalami
melakukan pemberitahuan secara lisan saat terkait alexithymia dan melakukan
proses pencarian responden kepada subyek pembahasan lebih lagi terkait hal tersebut
penelitian serta kepada rekan peneliti yang karena pembahasan terkait alexithymia
turut membantu untuk mencari responden masih cukup jarang dibahas di Indonesia
yang memenuhi kriteria; (5) adanya terlebih lagi berdasarkan hasil penelitian
ketidaksesuaian antara kriteria pemilihan alexithymia sendiri memiliki keterkaitan
responden penelitian dengan judul dengan kecenderungan bunuh diri. Selain
penelitian, yakni peneliti membatasi itu, organisasi atau komunitas kesehatan
responden dengan kriteria hanya memiliki 1 mental di Indonesia mungkin dapat
kali pemikiran untuk melakukan tindakan membagikan informasi-informasi lebih lagi
bunuh diri. terkait regulasi emosi, pengenalan emosi,
Peneliti juga ingin menyampaikan dan sebagainya agar individu yang mungkin
saran berdasarkan hasil penelitian yang ada sedang mengalami kendala atau
yakni : (1) bagi remaja, peneliti berharap permasalahan dalam ranah emosi dapat
mereka dapat mulai melatih diri untuk menemukan cara dan melatih diri melalui
mengatur emosi lebih lagi dan mulai informasi-informasi yang dibagikan; (4)
melatih diri untuk dapat menyampaikan bagi peneliti selanjutnya, peneliti berharap
emosinya kepada orang lain di sekitarnya, mereka dapat memperluas populasi
mungkin dapat menyampaikan pada orang- penelitian yaitu tidak hanya di Surabaya
orang terdekat. Dengan berlatih mungkin dapat diperluas ke kota-kota lain
menyampaikan emosi tersebut, remaja juga yang mungkin memiliki tingkat bunuh
diharapkan dapat terbiasa dan dapat lebih diri yang tergolong tinggi agar hasil yang
mengenali emosi-emosi yang ada dalam diperoleh lebih menggambarkan variabel
dirinya atau hal apa saja yang terjadi seperti yang diteliti secara lebih mendalam lagi dan
gejala fisik dan sebagainya yang berkaitan dengan memperluas populasi diharapkan
dengan emosi. Melalui hal ini diharapkan peneliti akan lebih banyak responden yang
kecenderungan bunuh diri pada remaja, sesuai dengan penelitian, kemudian peneliti
terkhusus remaja laki-laki di Surabaya selanjutnya juga dapat memperhatikan
dapat menurun; (2) bagi orang tua yang pemilihan kata atau bahasa yang digunakan
memiliki anak-anak di usia remaja, peneliti untuk aitem dalam alat ukur dapat dibuat
berharap mereka dapat lebih lebih sederhana dan lebih mudah dipahami
memperhatikan anak-anak remaja mereka agar peneliti lebih banyak memiliki jumlah
yang mungkin mengalami kesulitan dalam aitem yang valid sehingga dapat
menyampaikan emosi yang dirasakannya. menggambarkan lebih dalam terkait
Orang tua dapat mulai melakukan variabel yang diteliti. Peneliti juga berharap
pendampingan mungkin dapat menjadi penelitian ini diharapkan dapat memberikan
teman bercerita bagi anak remaja nya agar kajian literatur tambahan untuk para
134
Michelle Aveline Kurniawan, Jaka Santosa Sudagijono : Hubungan Alexithymia…
Hal. 126-136
135
Jurnal Experientia Volume 9, Nomor (2) Desember 2021
https://lifestyle.kompas.com/read/20 https://apps.who.int/iris/bitstream/ha
19/10/22/194548020/depresi-dan- ndle/10665/311696/WHO-DAD-
bunuh-diri-di-indonesia-diprediksi- 2019.1-eng.pdf
meningkat-mengapa World Health Organization. (n.d.) Mental
World Health Organization. (2019). World Health. Retrieved from
Health Statistics 2019: Monitoring https://www.who.int/health-topics/
Health for the SGDs (Sustainable mental-health#tab=tab_1
Development Goals). Diunduh pada
tanggal 20 Februari 2020 dari
136