Anda di halaman 1dari 8

STUDI LITERATUR: COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY UNTUK

MENINGKATKAN RESILIENSI REMAJA DENGAN


KECENDERUNGAN PERILAKU PERCOBAAN BUNUH DIRI

Zuriah Syahda Imani1, Tristiardi Ardi Ardani2

1,2
Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

210401110138@student.uin-malang.ac.id1, tristiardiardiardani@psi.uin-malang.ac.id2

ABSTRACT

Adolescence is a developmental period where individuals will experience physical and


psychological changes that cause emotional instability so that individuals at this age are prone to
carrying out negative behavior when faced with situations that cause stress or depression, for
example attempting suicide. Suicidal behavior is behavior that refers to thoughts and actions
related to an individual's intention to end their own life (Valentina & Helmi, 2016). In this case, a
psychologist, psychiatrist, or counselor has a very important role in the behavior of attempting
suicide in individuals in adolescence, one of which is by using the approach Cognitive Behavioral.
This study aims to identify the effects of Cognitive Behavioral Therapy in increasing resilience to
reduce suicide rates in adolescents. The method used is method review literature systematically by
identifying and critically assessing relevant research as well as collecting and analyzing data
from these studies. The results of the study show that the approach is technical Cognitive
Behavioral has a great opportunity to increase resilience in adolescent individuals so that it can
reduce the behavior of attempting suicide.

Keywords :Cognitive Behavioral Therapy, Suicide, Adolescene

ABSTRAK

Masa remaja merupakan masa perkembangan di mana individu akan mengalami perubahan pada
fisik maupun psikis yang menyebabkan timbulnya emosional yang tidak stabil sehingga individu
di usia ini rawan untuk melakukan perilaku negatif ketika sedang dihadapkan dengan situasi yang
menimbulkan stress atau depresi, misalnya melakukan percobaan bunuh diri. Perilaku bunuh diri
merupakan perilaku yang mengacu pada pikiran-pikiran dan tindakan yang terkait dengan intensi
individual untuk mengakhiri hidup mereka sendiri (Valentina & Helmi, 2016) . Dalam hal ini,
seorang psikolog, psikiater, atau pun konselor memiliki peran yang sangat penting terhadap perilak
percobaan bunuh diri pada individu di usia remaja, salah satunya dengan menggunakan
pendekatan Cognitive Behavioral. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi efek dari Cognitive
Behavioral Therapy dalam meningkatkan resiliensi untuk menekan angka bunuh diri pada remaja.
Metode yang digunakan adalah metode review literatur secara sistematis dengan melakukan
identifikasi dan menilai secara kritis terkait penelitian-penelitian yang relevan serta
mengumpulkan dan menganalisis data-data dari penelitian-penelitian tersebut. Hasil studi
menunjukkan bahwa pendekatan dengan teknik Cognitive Behavioral berpeluang besar dalam
meningkatkan resiliensi pada individu remaja sehingga dapat menekan perilaku percobaan bunuh
diri.

Kata Kunci : Cognitive Behavioral Therapy, Bunuh Diri, Remaja

PENDAHULUAN
Dewasa ini, semakin banyak ditemukan kasus bunuh diri di Indonesia. Beberapa
tempat dijuluki sebagai “Suicide Hotspot” dikarenakan banyaknya kasus bunuh diri yang
terjadi di tempat tersebut. Seperti kasus yang baru saja menggemparkan warga Kota
Malang, yakni kasus bunuh diri yang dilakukan oleh siswi di salah satu SMK di
Kepanjen, Malang. Siswi tersebut melakukan aksinya dengan meloncat dari atas jembatan
Soekarno Hatta ke dasar sungai Brantas. Tak berhenti di situ, kasus yang sama kembali
terjadi oleh seorang berusia 31 tahun di daerah Malang yang melakukan aksi bunuh diri
dengan gantung diri.

Tak hanya di Indonesia, Amerika Serikat yang telah diberi symbol negara maju
pada kenyataannya memiliki tingkat kasus percobaan bunuh diri mau pun bunuh diri yang
memprihatinkan. Dalam jurnal berjudul “Suicide Attempts in Adolescents” oleh
Benjamin, tercatat bahwa cukup banyak kasus bunuh diri di kalangan remaja selama
bertahun-tahun sampai tahun 1990, yang mana angka bunuh diri di kalangan remaja
mencapai 30% dan hanya menurun 2% hingga tahun 2013 (Khairi et al., 2017). Dilihat
dari banyaknya kasus percobaan bunuh diri yang terjadi, kebanyakan dilakukan oleh
orang di kalangan usia remaja. Di Indonsia sendiri, setidaknya sebanyak 10% remaja
telah melakukan percobaan bunuh diri dn 30% telah berkeinginan untuk melakukan
bunuh diri (Putri et al., 2019).

Banyaknya angka bunuh diri dan percobaan bunuh diri tersebut membuat Tim
Peneliti Laboratorium Cognition, Affect & Well-Being, Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia (2021) menyatakan bahwa secara umum ketangguhan orang Indonesia dalam
menghadapi tekanan tergolong rendah (Triswanto, 2023). Dalam hal ini, ketangguhan
orang Indonesia khususnya di usia remaja dalam menghadapi segala tuntutan
perkembangan serta trauma menjadi PR bagi beberapa bidang keilmuan, khususnya pada
bidang konseling. Konselor baik dari psikolog, psikiater, mau pun guru Bimbingan dan
Konseling perlu meningkatkan strategi dalam menanggulangi kasus bunuh diri dan
percobaan bunuh diri pada remaja.

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa awal,
yang mana akan terjadi banyak perubahan pada fisik dan mental pada diri remaja
sehingga akan berpengaruh pada emosionalnya. World Health Organization (2017)
menyebutkan bahwa contributor utama pada permasalahan kesehatan mental individu di
usia remaja adalah perubahan perilaku, perubahan bentuk fisik, dan perubahan psikis
(Ridfah, 2021). Selain itu, remaja dengan resiliensi yang buruk juga dapat berpengaruh
terhadap kesehatan mentalnya. Resiliensi merupakan kemampuan seseorang dalam
menghadapi permasalahan atau peristiwa yang menantang, seperti stress dan trauma, serta
kemampuan seseorang tersebut untuk bangkit dari keterpurukan dan mampu menghadapi
permasalahan hidup menjadi pribadi yang lebih baik (Rofiqah et al., 2023).

Emosional yang tidak stabil ini turut berpengarug terhadap penyelesaian masalah
dan pembuatan keputusan. Seringkali remaja tak dapat menyelesaikan permasalahannya
sehingga mengalami depresi. Depresi ini yang pada akhirnya dapat mendorong seorang
remaja dalam mengambil keputusan yang kurang bijak seperi kecenderungan untuk
menyakiti diri sendiri hingga perilaku bunuh diri. Dalam hal ini, peran konselor sangat
dibutuhkan. Salah satu upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan teknik pendekatan cognitive behavioral. Schaefer (2013) mengemukakan
bahwa kognitif behavioral merupakan salah satu pendekatan yang berfokus pada
penempatan suatu pemikiran, keyakinan, atas bentuk afirmasi diri dan perilaku
konsistensi terhadap diri (Sari & Yustiana, 2022) . Dengan menerapkan teknik kognitif
behavioral diharapkan dapat menekan angka perilaku percobaan bunuh diri pada remaja.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode review literatur sistematis dengan melakukan


identifikasi dan menilai secara kritis terkait dengan penelitian-penelitian yang relevan,
serta mengumpulkan dan melakukan analisis yang mendalam terhadap data-data dari
penelitian-penelitian tersebut (Liberati et al., 2009). Tujuan Systematic literature
review adalah untuk melakukan identifikasi terhadap semua bukti empiris yang sesuai
dengan kriteria inklusi yang ditentukan sebelumnya, dimana identifikasi tersebut
bertujuan untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian tertentu. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari Cognitive Behavioral Therapy terhadap
resiliensi remaja dengan kecenderungan perilaku bunuh diri.

Subyek dalam penelitian ini adalah individu remaja yang duduk di bangku
Sekolah Menengah Pertama hingga Sekolah Menengah Atas atau sebaya. Teknik
pengambilan data menggunakan teknik review literatur secara sistematis dari beberapa
hasil penelitian yang telah ada baik dari jurnal, artikel, dan report. Adapun review literatur
disusun menggunakan 14 referensi.

Tahapan yang ditempuh pada penelitian ini meliputi meringkas setiap literatur
untuk menemukan informasi penting yang dibutuhkan, mengidentifikasi tema-tema dari
hasil setiap penelitian, mengembangkan dan menggabungkan semua tema yang sama,
mempertimbangkan hasil penelitian dengan bukti yang lebih kuat, serta menganalisa
secara mendalam keterkaitan dari setiap tema sehingga dapat menilai apakah hasil
penelitian tersebut sesuai dengan tujuan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perilaku Percobaan Bunuh Diri Pada Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa wal pada rentang usia 12 tahun hingga 20 tahun. Manusia akan dihadapkan
dengan berbagai tugas perkembangan di setiap masa perkembangan hidupnya, tak
terkecuali masa remaja. Pada masa ini remaja akan merasakan berbagai perubahan dalam
dirinya, baik perubahan secara fisik mau pun mental.
Masa ini juga dicirikan dengan remaja yang mulai mencari tahu jati dirinya.
Pencarian jati diri erat kaitannya dengan relasi sosial yang dibangun remaja tersebut.
Apabila lingkungan seseorang cenderung negative, maka akan memungkinkan seseorang
tersebut terjerumus pada hal-hal yang negative seperti pergaulan bebas, konsumsi
alcohol, konsumsi narkotika, dan lain sebagainya. Gaya hidup yang tidak sehat ini dapat
menyebabkan depresi dan gangguan mental lain bagi remaja yang mengalami hingga
kemungkinan terburuknya adalah remaja tersebut memilih untuk mengakhiri hidupnya.

Perilaku bunuh diri sendiri didefinisikan oleh O’Connor dan Nock (2014) sebagai
perilaku yang mengacu pada pikiran-pikiran dan perilaku yang terkait dengan intensi
individual untuk mengakhiri hidup mereka sendiri (Valentina & Helmi, 2016) . Perilaku
bunuh diri memiliki beberapa tingkatan yang bervariasi menurut keparahannya, yakni
dimulai dari ide bunuh diri yaitu munculnya pemikiran untuk membunuh diri sendiri,
pembuatan rencana yaitu perencanaan mengenai kapan, dimana, dan bagaimana bunuh
diri akan dilakukan, dan yang terakhir adalah pemikiran tentang efek bunuh diri yang
dilakukannya terhadap orang lain (Zulaikha & Febriyana, n.d.). Ungkapan seseorang
yang ditujukan kepada orang lain untuk mengindikasikan keinginannya melakukan bunuh
diri disebut dengan ancaman bunuh diri. Sedangkan tindakan melukai diri dengan hasil
yang tidak fatal dengan tujuan tertentu disebut parasuicide/percobaan bunuh diri.

National Centre for Health Statistic (NCHS) tahun 2000 mengungkapkan data
angka bunuh diri di AS dari segi usia, pada usia 10-14 tahun adalah 1,6/100.000,
sedangkan usia 15-19 tahun 9,5/100.000. Berdasarkan jenis kelamin, anak laki-laki 3 kali
lebih sering melakukan bunuh diri dibandingkan anak perempuan, namun seiring
bertambah usia ratio semakin bertambah menjadi 4,5 : 1 pada usia 15-19 tahun.
Percobaan bunuh diri pada remaja 2 kali lipat lebih sering pada perempuan dibandingkan
laki-laki. Sedangkan ide bunuh diri sering dijumpai pada pelajar SMA, kira-kira 1 dari 4
perempuan, dan 1 dari 6 laki-laki (AACAP, 2001; Cash & Bridge, 2009; Zulaikha &
Febriyana, nd.).

Menurut Husain (2005) terdapat banyak faktor yang menyebabkan seseorang


melakukan percobaan bunuh diri, di antaranya adalah adanya gangguan psikologis;
penggunaan alcohol dan narkotik; krisis kepribadian; adanya penyakit-penyakit jasmani;
adanya faktor genetis; perubahan dalam bursa kerja; kondisi keluarga; serta pengaruh
media massa (Mukharromah, 2014). Selain itu, penelitian Kwok dan Shek (2010)
memperoleh hasil bahwa ide-ide bunuh diri pada remaja memiliki hubungan dengan
ketidakberdayaan, dan kuatnya hubungan antara ide-ide bunuh diri dengan
ketidakberdayaan tersebut terjadi dalam kondisi lemahnya komunikasi orangtua-remaja.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dilihat bahwa salah satu faktor yang kuat yang
dikenali sebagai faktor yang menyebabkan bunuh diri adalah ketidakberdayaan
(Valentina & Helmi, 2016)
. Ketidakberdayaan ini disebabkan ketidakmampuan individu dalam
menghadapi permasalahannya dan berakhir mengalami depresi.

Pieter dan Namora (2012) mengemukakan bahwa depresi merupakan gangguan


perasaan yang ditandai dengan rasa sedih secara terus-menerus atau berkepanjangan yang
dapat mengganggu kondisi fisik dan sosialnya (Mandasari et al., 2020) . Hasil riset oleh
RISKESDA (2018) menunjukkan bahwa di Indonesia, angka kejadian depresi pada umur
di bawah 15 tahun mengalami depresi sebanyak 6,1% dan kejadian lebih tinggi terjadi di
Provinsi Sulawesi Tengah yakni sebanyak 12,3% (Kemenkes RI, 2018. dalam Mandasari
et al., 2020). Tak hanya itu, hasil studi yang dilakukan oleh Situmorang (2017)
menyatakan bahwa mahasiswa yang memasuki masa remaja akhir memutuskan untuk
melakukan bunuh diri dikarenakan academic anxiety akibat pengerjaan skripsi yang
dinilai sangat sulit dan tak kunjung selesai (Situmorang, 2017).

Ketidakberdayaan yang dialami oleh individu di usia remaja ini erat kaitannya
dengan resiliensi pada dirinya. Warner & April (2012) mendefinisikan resiliensi sebagai
suatufenomena di mana individu memiliki kemampuan beradaptasi yang baik dengan
berbagai masalah yang dihadapi (Sari & Yustiana, 2022). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Sari & Yustiana (2022) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan antra resiliensi dan
perilaku bunuh diri, yakni resiliensi dapat memoderasi resiko depresidan gejala
kecemasan terhadap ide bunuh diri pada pasien yang mengalami depresi atau gangguan
kecemasan yang beresiko terhadap tindakan bunuh diri. Proses resiliensi ini dapat
dilakukan oleh psikolog atau konselor untuk membantu menekan angka kasus bunuh diri
dengan menggunakan pendekatan cognitive behavioral.

Cognitive Behavioral Therapy

Kognitif behavioral merupakan salah satu bentuk pendekatan yang bertujuan


untuk membantu klien agar dapat menjadi lebih baik, memperoleh pengalaman hidup
yang memuaskan, bergaya hidup sehat, dengan memodifikasi pikiran dan perilaku agar
dapat memilih keputusan yang positif ketika menghadapi suatu permasalahan. L. Matson
dan T.H. Ollendick mengungkapkan definisi cognitive-behavior therapy sebagai suatu
pendekatan yang menggunakan prosedur secara spesifik menggunakan kognisi sebagai
bagian utama dalam proses konselingnya.

Kognitif behavior juga berarti suatu rancangan treatmen terapeutik, pengubahan


tingkah laku, dimana penekanan diletakkan pada perubahan aspek-aspek spesifik dari
proses berpikir seseorang yang digunakan metakognisi sebagai alat mencapai tujuan dan
mendorong klien berpikir mengenai pemikirannya sebagai cara mengubah pemikiran itu
(L. Matson dan T. H. Ollendick, 1988 dalam Sari & Yustiana, 2022). Cognitive
Behavioral Therapy merupakan konsep pendekatan oleh Beck yang berdasarkan pada
pola pemikiran manusia yang terbentuk melalui proses rangkaian Stimulus-Kognisi-
Respon yang saling berkaitan membentuk jaringan pada otak dimana peran kognisi di sini
adalah faktor penentu bagaimana manusia harus berpikir, merasa, dan bertindak
(Warih Andriastutia et al., 2022).
Menurut Bandura dan Beck, kognitif individu menjadi rentan
apa bila mereka memiliki sikap pesimis atau disfungsi tentang diri mereka dan
lingkungannya sehingga apabila individu tersebut dihadapkan oleh pengalaman hidup
yang tidak menyenangkan ia akan cenderung membuat kesimpulan negative yang akan
mengembangkan perasaan pesimis dan depresi (Ghaderi & Salehi, 2011 dalam
Andriastutia, et al., 2022). Berdasarkan konsep di atas dapat diketahui bahwa efikasi dan
resiliensi diri dipengaruhi oleh kognitif.

Salah satu penyebab seorang remaja melakukan percobaan adalah depresi,


penelitian terdahulu banyak menyinggung bahwa CBT efektif digunakan untuk proses
penyembuhan. Meskipun dalam penanganannya dapat juga dengan pemberian obat-
obatan, The National Institute for Health and Clinical Exelencel (NICE)
merekomendasikan intervensi CBT untuk penanganan depresi (Solomando, et al., 2008
dalam Andriastutia, et al., 2022). CBT digunakan sebagai upaya preventif yang dalam
penelitian-penelitian terduhulu terbukti memiliki efek yang kuat dalam menurunkan
depresi pada remaja (Phares, 2008 dalam Andriastutia, et al., 2022).

Dalam penerapannya, para ahli memiliki berbagai macam panduan. Sheaves et al.
(2019) melakukan teknik CBT yang berfokus pada gejala mimpi buruk. Penerapan terapi
berlangsung sekitar satu jam dalam kurun waktu 4 minggu. Sesi pertama dimulai dengan
psikoedukasi mengenai mimpi buruk dengan menggunakan teknik imagery rescripting
yang membantu pasien untuk mengubah hasil mimpi dan memaknai ulang mimpi
tersebut. Sesi selanjutnya adalah memulai intervensi seperti mengurangi konten pikiran
negative, mengurangi ketakutan akan mimpi buruk dan cara mengatasinya, mengurangi
hal-hal penyebab timbulnya mimpi buruk, menstabilkan gerakan saat tidur, hingga
mencegah kekambuhan. Di akhir sesi aka nada perawatan lanjutan seperti penggunaan
obat-obatan jika diperlukan dengan kontrol dokter secara berkelanjutan atau
berkala (Abdillah et al., 2022). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CBT efektif
dalam menekan angka depresi seseorang dengan gejala mimpi buruk.

Selain itu, ada pula teknik CBT yang dilakukan di Rumah Sakit Universitas
Muhammadiyah Malang untuk mengurangi frekuensi remaja dalam menyakiti diri
sendiri, yakni dimulai dengan membangun raport dengan meminta subjek untuk
menjelaskan permasalahannya dan membantunya untuk mengetahui penyebab subjek
melakukan tindakan menyakiti diri; latihan relaksasi dengan mengajarkan subjek untuk
melakukan latihan pernapasan dalam; identifikasi pikiran negative; mengajarkan
hubungan antara kognitif-emosi-perilaku; melatih subjek untuk mengubah pikiran
negative ke pikiran positif dan pemberian PR restrukturisasi kognitif; evaluasi tugas;
penugasan behavioral (self-management); evaluasi behavioral; ditutup dengan evaluasi
dan terminasi (Paramitayani, 2022). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CBT efektif
dalam menekan angka perilaku menyakiti diri pada remaja.

Hicks & Hicks (2021) dalam hasil penelitian yang ia kutip dari Shayla Polk
menyatakan bahwa pendekatan menggunakan CBT yang berfokus pada trauma dan
dikombinasikan dengan permainan dapat meningkatkan resiliensi seseorang
(Sari & Yustiana, 2022)
. Oleh karena itu, menurut hasil riset oleh Sari & Yustiana (2022) dengan
menggunakan terapi permainan tradisional melalui pendekatan Cognitive Behavioral
akan meningkatkan beberapa aspek resiliensi sebagai berikut :

1. Regulasi emosi, yakni kemampuan individu dalam mengendalikan emosinya agar


tetap tenang dalam kondisi atau permasalahan apa pun,
2. Kontrol implus, yakni kemampuan individu dalam menerima keyakinan secara
impulsive,
3. Optimisme, yakni perilaku optimis atau keyakinan individu bahwa ia akan berhasil
mencapai targetnya dengan usaha yang dilakukannya,
4. Analisis kasual, yakni kemampuan individu dalam mengidentifikasi penyebab dari
permasalaha mereka,
5. Empati, yakni kemampuan individu dalam membaca petunjuk dari kondisi
psikologis dan emosional orang lain,
6. Self efficacy, yakni keyakinan individu bahwa ia dapat memecahkan masalahnya dan
mencapai kesuksesan,
7. Reaching Out, yakni kemampuan individu untuk mencapai keberhasilan

Apabila ketujuh aspek tersebut terpenuhi maka resiliensi remaja akan meningkat
sehingga kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri hingga melakukan percobaan
bunuh diri menurun.

SIMPULAN

Cognitive Behavior Therapy (CBT) merupakan salah satu terapi psikologis


dengan pendekatan kognitif behavioral yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
resiliensi remaja dalam menghadapi permasalahannya sehingga dapat menekan angka
percobaan bunuh diri pada remaja.

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, A. A., Herdiana, I., & Alfian, N. I. (2022). Terapi Kognitif Perilaku Untuk Menurunkan
Ide Bunuh Diri Pada Dewasa: Tinjauan Literatur Sistematis. Journal Psychology of Science
and Profession, 6(2), 118–129.

Esti Paramitayani. (2022). Cognitive Behavior Therapy Untuk Mengurangi Perilaku Melukai
Diri Pada Kasus Depresi. Procedia : Studi Kasus Dan Intervensi Psikologi, 10(2), 38–42.
https://doi.org/10.22219/procedia.v10i2.19223

Khairi, A. M., Fadillah, G., & Triyono. (2017). Cognitive Restructuring Sebagai Upaya
Preventif Bunuh Diri Siswa Di Sekolah. Proceeding Seminar Dan Lokakarya Nasional
Revitalisasi Laboratorium Dan Jurnal Ilmiah Dalam Implementasi Kurikulum Bimbingan
Dan Konseling Berbasis Kkni.

Mandasari, L., Tobing, D. L., (2020). Bidang Ilmu: Keperawatan Tingkat Depresi Dengan Ide
Bunuh Diri Pada Remaja. Indonesian Jurnal of Health Development (Vol. 2, Issue 1).

Mukharromah, L. (2014). Dinamika Psikologis Pada Pelaku Percobaan Bunuh Diri


(Tentament Suicide). Fakultas Psikologi UIN Malang.

Putri, D. T., Purnamasari, R., Hanim, W., & Marjo, H. K. (2019). Konseling Kelompok
Perspektif Intergrative (Teknik Dispute Cognitive & Teknik Imageri) Untuk Mencegah
Upaya Percobaan Bunuh Diri Siswa Berasrama Di Pesantren. Jurnal Selaras, 2, 67–76.

Ridfah, A. (2021). Dinamika Perilaku Self-injury pada Remaja Laki-laki Kuliah Kerja Praktik.
https://www.researchgate.net/publication/353719910

Rofiqah, Rosidi, S., & Pawelzick, C. A. (2023). Personal And Social Factors Of Resilience:
Factorial Validity And Internal Consistency Of Indonesian Read. International Journal of
Advanced Psychiatric Nursing, 5(1), 113–120.
https://doi.org/10.33545/26641348.2023.v5.i1b.119

Sari, S. P., & Yustiana, Y. R. (2022). Bimbingan dan Konseling Bermain Dengan Pendekatan
Cognitive Behavioral Untuk Mengembangkan Resiliensi Mahasiswa. Jurnal Mahasiswa
BK An-Nur : Berbeda, Bermakna, Mulia, 8.
Situmorang, D. D. B. (2017). Mahasiswa Mengalami Academic Anxiety Terhadap Skripsi?
Berikan Konseling Cognitive Behavior Therapy Dengan Musik. Jurnal Bimbingan Dan
Konseling Ar-Rahman, 3(2). http://ojs.uniska.ac.id/index.php/BKA

Triswanto, H. (2023). Viral Kasus Bunuh Diri, Dr. Sakban Paparkan Pencegahan Jembatan
Suhat Sebagai “Suicide Hotspot.” Bacamalang.Com. https://bacamalang.com/viral-
kasus-bunuh-diri-dr-sakban-paparkan-pencegahan-jembatan-suhat-sebagai-suicide-
hotspot/

Valentina, T. D., & Helmi, A. F. (2016). Ketidakberdayaan dan Perilaku Bunuh Diri: Meta-
Analisis. Buletin Psikologi, 24(2), 123. https://doi.org/10.22146/buletinpsikologi.18175

Warih Andriastutia, C., Andriany, M., & Mu’in, M. (2022). Tahapan Cognitive Behavior
Therapy Pada Risiko Bunuh Diri: Systematic Review. Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan,
13(1), 335–348.

Zulaikha, A., & Febriyana, N. (n.d.). Bunuh Diri Pada Anak Dan Remaja Suicide In Children
And Adolescent.

Anda mungkin juga menyukai