Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Wacana Publik

Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-

Collaborative Governance dalam Penanganan Rob di Kelurahan Bandengan


Kota Pekalongan

Tika Mutiarawati, Sudarmo


Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tata pemerintahan yang kolaboratif antara para
pemangku kepentingan dalam menyelesaikan banjir pasang surut di Kelurahan Bandengan dan
untuk mengetahui faktor yang menghambatnya. Studi ini menggunakan teori De Seve dan teori
lain yang relevan dengan kolaborasi untuk analisis maslaah ini.Kajian ini merupakan
penenlitian kualitatif deskriptif yang dilakukan di Kelurahan Bandengan Kota Pekalongan pada
tahun 2015. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi.
Informan dipilih berdasarkan teknik purposive sampling yang kemudian berkembang menjadi
snowball. Data dianalisis dengan menggunakan analisis interaktif. Validasi data dilakukan
dengan menggunaka metode Triangulasi sumber data studi menunjukkan bahwa kolaborasi
masih semi formal, dan tidak tercantum konsensus diantara stakeholder yang ditujukan khusus
untuk menyelesaikan banjir pasang surut. Dalam prakteknya, pemangku kepentingan telah
berkolaborasi secara intensif. Studi juga menunjukkan bahwa beberapa item untuk pertemuan
kolaborasi tidak sukses karena kurangnya kepercayaan antara para pemangku kepentingan, tata
pemerintahan yang buruk, tidak cukupnya sumber daya dan keseimbangan distribusi
akuntabilias dan tanggung jawab, Berbagai faktor menghambat kolaborasi yang melibatkan
perspektif yang berbeda dalam hal keegoisan, tingkat kesadaran yang rendah, dan
ketidakpercayaan antar pemangku kepentingan, ketidakseimbangan akuntabilitas dan
tanggungjawab, dan sumber daya manusia, teknis dan keuangan yang tidak memadahi. Studi
menyimpulkan bahwa kolaborasi untuk menyelesaikan pasang surut banjit di Kelurahan
Bandengan tidak dilakukan secara optimal dan masih dibutuhkan reformasi dengan
mensinergikan berbagai perspektif pemangku kepentingan, lebih dekat dengan masyarakat, dan
memperluas kerjasama dengan piak lain untuk memenuhi kebutuhan sumber daya, dan
perekrutan SDM.
Kata kunci: Pemerintahan kolaboratif, infrastruktur, pasang surut banjir

82
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

dan gelombang pasang, gempa dan


Pendahuluan tsunami, angin dan badai serta adanya
Indonesia merupakan salah satu negara perubahan iklim.
kepulauan terbesar di dunia yang memiliki ± Kota Pekalongan termasuk satu dari
18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang sekian wilayah Indonesia yang memiliki
108.000 km yang disebut-sebut sebagai tingkat kerawanan yang tinggi terhadap
garis pantai terpanjang nomor dua di dunia bencana gelombang dan abrasi. Dimana
setelah Kanada. Dengan kondisi fisik aktifitas bencana tersebut mengalami
sebagai negara dampak yang sangat besar terhadap
pertumbuhan wilayah pesisir Kota
Pekalongan. Kota Pekalongan
kepulauan, Indonesia juga terkenal dengan merupakan salah satu kota di Jawa
keragaman wilayah pesisirnya. Selain itu, Tengah yang berada di sepanjang Pantai
wilayah pesisir juga memiliki potensi energi Utara Laut Jawa atau yang lebih dikenal
kelautan yang cukup potensial seperti dengan
gelombang, pasang surut, angin, serta Pantura.
memiliki potensi jasajasa lingkungan seperti Kota Pekalongan terletak di daerah
media transportasi, keindahan alam untuk dataran rendah Pantai Utara Laut Jawa,
kegiatan pariwisata, dan lain-lain. dengan ketinggan kurang lebih 1 meter
Di samping memiliki potensi energi kelautan diatas permukaan air laut. Salah satu
yang potensial, wilayah pesisir sangatlah permasalahan di wilayah pesisir
rentan terhadap bencana yang menyebabkan khususnya di Kota Pekalongan adalah
kerusakan wilayah pesisir itu sendiri. rob. Rob merupakan gejala alam, dimana
terdapat dua faktor penyebab kerusakan pergerakan air laut ke arah pantai lebih
wilayah pesisir yaitu faktor alam dan faktor kuat dari biasanya. Rob menggenangi
manusia. Faktor yang berasal dari manusia wilayahwilayah yang permukaan
yaituaktivitas dan kebutuhan manusia yang tanahnya lebih rendah dari permukaan air
tak terbatas, mengakibatkan perilaku laut.Dampak rob terparah berada di
manusia yang kurang memperhatikan alam. Kecamatan Pekalongan Utara.
Sehingga alam menjadi rusak dan Salah satu kelurahan yang memiliki
mendatangkan bencana. Namun faktor alam dampak rob terparah yaitu Kelurahan
lah yang tidak bisa dihindari. Adanya arus Bandengan. Kelurahan Bandengan

83
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

merupakan wilayah yang bersinggungan Pekalongan Nomor 34 Tahun 2007


langsung dengan perairan Pantai Utara tentang Rencana Strategis Pengelolaan
Laut Jawa. Dimana jarak antara perairan Wilayah Pesisir Kota Pekalongan
dan daratan sangatlah dekat, sehingga jika Tahun 2007-2027 pasal 3 (c).
terjadi rob tak ayal kawasan inilah yang Pemerintah juga mendesak adanya
paling banyak terkena dampaknya. program mau pun kegiatanyang khusus
Kelurahan Bandengan memiliki 6 wilayah untuk menangani permasalahan rob.
RW dan 25 wilayah RT, dengan jumlah Penanganan rob ini tidak bisa ditangani
KK 1.969 dan jumlah penduduk 6.330 jika hanya dilakukan oleh satu atau dua
jiwa. pihak saja, tetapi membutuhkan peran
Kelurahan Bandengan merupakan serta berbagai pihak atau stakeholders
kelurahan dengan tingkat kerentanan tinggi yang secara bersama-sama melakukan
akibat adanya rob. Luasan genangan rob kolaborasi (collaboration).
tidak hanya menggenangi permukiman Adapun stakeholders dalam penanganan
warga saja, tapi juga menggenangi rob di Kelurahan Bandengan Kota
persawahan, perladangan dan perkebunan. Pekalongan yaitu Badan Perencanaan
Akibatnya wilayah daratan Kelurahan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota
Bandengan semakin berkurang, selain itu Pekalongan, Dinas Pekerjaan Umum
juga menimbulkan dampak lainnya seperti (DPU) Kota Pekalongan, Kecamatan
lingkungan yang kumuh, terganggunya Pekalongan Utara, Fasilitator Kelurahan
kesehatan, berkurangnya air bersih, Senior Kecamatan Pekalongan Utara,
hilangnya mata pencaharian masyarakat. Kelurahan Bandengan, Lembaga
Dan yang paling mengganggu aktivitas Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
masyarakat adalah kerusakan infrastruktur Bandengan dan Badan Keswadayaan
seperti jalan, rumah dan fasilitas umum, Masyarakat (BKM) Bandengan.
Melihat aktivitas rob yang kian hari Penelitian ini bertujuan untuk
semakin mengancam kesejahteraan mendeskripsikan bagaimana
masyarakat, maka masyarakat menuntut Collaborative Governance dalam
agar penanganan rob ini segera diatasi. Penanganan Rob Di Kelurahan
Pemerintah kota sebagai penanggung Bandengan Kota Pekalongan Tahun 2015
jawab dalam penanganan rob dalam hal ini serta apa saja hambatan yang muncul
tertuang dalam Peraturan Walikota dalam kolaborasi.

84
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

Berdasarkan latar belakang di atas, maka arti sebuah proses merupakan


perumusan masalah dalam penelitian ini serangkaian proses atau cara
adalahbagaimana collaborative governance mengatur/mengelola atau memerintah
dalam penanganan rob di Kelurahan secara institusional. Dalam pengertian
Bandengan Kota Pekalongan tahun 2015 ini, sejumlah institusi pemerintahan
dan apa saja hambatan yang muncul dalam maupun institusi non-pemerintah ikut
kolaborasi tersebut? dilibatkan sesuai dengan porsi
Collaborativemerupakan respon terhadap kepentingan dan tujuannya. Kolaborasi
perubahan-perubahan atau ini bisa terdiri dari institusi pemerintah
pergeseranpergeseran lingkungan saja, LSM lokal saja, swasta saja atau
kebijakan. Pergeseran-pergeseran ini bisa bisa juga mencakup institusi yang
terjadi dalam bentuk jumlah aktor kebijakan berafilisasi ke pemerintah lalu
yang meningkat, isu-isu semakin meluas berkolaborasi dengan LSM-LSM
atau sulit terdeteksi, kapasitas pemerintah setempat yang didanai oleh pihak
terbatas sedangkan institusi-institusi di luar pemerintah/ swasta/ LSM/ penyandang
pemerintah meningkat sertapemikiran dana dari luar negeri. Dalam kolaborasi
masyarakat yang semakin kritis. Ketika ini, institusi-institusi yang terlibat
pergeseran tersebut terjadi, maka secara interaktif melakukan governance
pemerintah harus mengikuti segera, bersama namun porsi keterlibatannya
menyelesaikan dan atau mengatasi apa yang tidak selalu sama bobotnya sesuai
tengah menjadi isu di dalamnya. Namun dengan pusat perhatian masing-masing.
demikian pemerintah tetap harus Kolaborasi dalam pengertian normative
menyesuaikan dan membuat dirinya tetap merupakan aspirasi atau tujuan-tujuan
relevan dengan lingkungan sekitarnya. filosofi bagi pemerintah untuk
Dengan cara berkolaborasi dengan pihak mencapai interaksiinteraksinya dengan
swasta dan masyarakat yang berkepentingan para partner atau mitranya. Memang
dan terkena dampak kebijakan atau masalah collaborative governance bisa
publik yang ada. merupakan bukan institusi formal,
Pengertian kolaborasi dibedakan ke dalam tetapi juga bisa merupakan a way of
dua pengertian yaitu kolaborasi dalam arti behaving (cara berperilaku/bersikap)
proses dan kolaborasi dalam arti institusi non pemerintah yang lebih
normative. Pengertian kolaborasi dalam besar dalam melibatkan ke dalam

85
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

manajemen publik pada suatu periode. Pendapat tersebut didukung dengan Kirk
Sehingga pengertian kolaborasi di sini Emerson et.al. (2011:2) yang
sangat luas, namun seluruh stakeholders menyatakan collaborative governance
yang masuk di dalamnya tetap memiliki sebagai:
tujuan yang sama. “the processes and structures
Selain itu, dalam jurnalnya, Ansell and Gash of public policy decision
(2007:544) mendefinisikan collaborative making and management that
governance sebagai: engae people constructively
“A governing arrangement where across the Vol 1 No 2, 2020
one or more public agencies hlm 48 - 62 boundaries of
directly engage non-state public agencies, levels of
stakeholders in acollective government, and/or the public,
decision-making process that is private and civic spheres in
formal, consensus-oriented, and order to carry out a public
deliberative and that aims to make purpose that could not
or implement public policy or otherwise be
manage public programs or accomplished”. (proses dan
assets.” sturktur pengambilan
(sebuah pemerintahan yang keputusan kebijakan publik dan
mengatur satu atau lebih manajemen yang
lembagalembaga publik pemangku melibatkan orang-orang
kepentingan non pemerintah dalam secara konstruktif pada batas-
proses pengambilan keputusan batas lembaga-lembaga publik,
secara kolektif yang bersifat tingkat pemerintahan, dan
formal, berorientasi pada masyarakat, swasta dan sipil
konsensus, dan musyawarah yang untuk melaksanakan
bertujuan untuk membuat atau kepentingan umum yang
melaksanakan kebijakan publik tidak bisa dicapai jika
atau mengelola program atau aset dilakukan satu pihak saja).
publik). Konsep collaborative governance
sendiri mencakup keterlibatan institusi-
institusi mana saja yang tengah

86
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

memulai usaha kerja sama, dan apa inisiatif menjelaskan tujuannya. Namun demikian
dari masing-masing institusi (stakeholders) sebaliknya, jika hubungan kolaboratif
dalam menentukan/mendefinisikan tujuan, dilakukan melalui kesepakatan informal
menilai hasil, menyebabkan perubahan, maka cenderung lebih sulit untuk
dan sebagainya. Dalam hal ini siapa yang menganalisis namun tetap bisa
memulai melakukan inisiatif bisa dilihat dilakukan. Hal ini juga tergantung pada
melalui tiga aspek. Pertama, inisiatif pasti masalah atau isu apa yang sedang
bermula dari pemain/pelaku yang memiliki dihadapi. Jika isu tersebut membutuhkan
tuntutan jelas untuk mencerminkan kesepakatan yang bersifat formal, maka
kepentingan publik yang lebih besar. dilakukanlah hubungan kolaboratif
Kedua, masing-masing stakeholdersatau secara formal. Namun jika isu yang
institusi yang berkolaborasi harus memiliki dihadapi bersifat tak terduga, seperti
peran dalam menenttukan tujuan-tujuan contohnya isu bencana alam. Maka
kolaborasi. Ketiga, hubungan diantara hubungan kolaboratif informal yang
institusi-institusi yang terlibat harus cocok dalam isu tersebut.
bersifat strategis, artinya bahwa setiap Berdasarkan beberapa pendapat para
institusi dalam melakukan tindakan selalu ahli, peneliti dapat menarik suatu poin
bisa dilihat secara transparan dan yang pokok mengenai pengertian dan konsep
lainnya memberikan respon terhadap collaborative governance adalah
transparasi tersebut (Donahue dalam sebagai suatu usaha dan respon
Sudarmo, 2011). pemerintah dalam kegiatan penanganan
Terkait dengan sifat kolaborasi atau tingkat masalah publik, manajemen
formalitasnya, hubungan collaborative pemerintahan dan pelaksanaan program
governance bisa berjalan secara terlembaga pemerintahan lainnya dimana
melalui kontrak-kontrak formal atau pemerintah perlu melakukan kerja sama
collaborative relationships bisa berjalan atau kemitraan dalam arti yang lebih
melalui kesepakatan informal. Memang luas dengan masyarakat, instansi swasta
sekarang telah banyak hubungan kolaboratif lainnya karena mengingat
melalui kontrak atau kesepakatan formal program/kegiatan dan masalah yang
sehingga mudah menjelaskan atau dihadapi cukup kompleks. Secara
mendeskripsikan para partisipannya mudah umum collaborative governance
menggambarkan prosedurnya dan mudah muncul secara adaptif atau dengan

87
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

sengaja diciptakan secara sadar karena manajemen ilmiah yang semakin di


alasanalasan sebagai berikut : politisasi) dan kegagalan
1. Kompleksitas dan saling implementasinya. Ada juga yang
ketergantungan antar institusi. berargumen bahwa kecenderungan
2. Konflik antar kelompok kepentingan dilakukannya collaborative governance
yang bersifat laten dan sulit diredam. adalah tumbuhnya pengetahuan dan
3. Upaya mencari cara-cara baru untuk kapasitas institusi atau organisasi.
mencapai legitimasi politik DeSeve menyebutkan bahwa terdapat
Argumen lain yang menyatakan delapan item penting yang bisa
pentingnya melakukan collaborative dijadikan ukuran keberhasilan sebuah
governance (Ansell and Gash dalam network atau
Sudarmo, 209: 124) antara lain adalah kolaborasi dalam governance, delapan
karena: item tersebut antara lain:
1. Kegagalan implementasi kebijakan 1. Networked structure (struktur
di tataran lapangan. jaringan)
2. Ketidakmampuan Menjelaskan tentang deskripsi
kelompokkelompok terutama karena konseptual suatu keterkaitan
pemisahan regim-regim kekuasan antara elemen yang satu dengan
untuk menggunakan arena-arena elemen yang lain yang menyatu
institusi lainnya untuk menghambat secara bersama-sama yang
keputusan. mencerminkan unsur-unsur fisik
3. Mobilisasi kelompok kepentingan. dari jaringan yang ditangani.
4. Tingginya biaya dan politisasi Milward dan Provan (dalam
regulasi. Sudarmo, 2011:111)
Di samping alasan-alasan tersebut, mengkategorikan bentuk struktur
kemunculan dan dikembangkannya jaringan ke dalam tiga bentuk:
collaborative governance adalah sebagai a.) Self Governance Model ini
sebuah alternatif bagi: 1.) tidak terdapat entitas
Pemikiranpemikiran yang semakin luas administratif namun demikian
tentang pluralisme kelompok kepentingan, masing-masing stakeholders
dan 2.) Adanya kegagalan-kegagalan berpartisipasi dalam network dan
akuntabilitas manajerialisme (tertama manajemen dilakukan oleh

88
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

semua anggota. Kelebihan dari dalam pencapaian tujuan bersama


model ini bahwa semua stakeholders (Jones dalam Sudarmo, 2011).
ikut berpartisipasi aktif, memiliki c.) Network Administrative
komitmen serta mudah membentuk Organization (NAO) Model ini
jaringan. Kelemahan model ini tidak memiliki entitas administratif
efisien dan pembuatan keputusan secara tegas untuk mengelola
sangat terdesentralisir sehingga sulit jaringan, bukan sebagai
mencapai konsesnsus. Stakeholders penyedia layanan dan
yang terlibat sebaiknya sedikit saja manajernya digaji.
sehingga memudahkan komunikasi 2. Commitment to a common
dan pemantauan secara intensif. purpose (komitmen terhadap
b.) Lead Organization tujuan) Mengacu pada alasan
Model ini memiliki entitas mengapa sebuah jaringan harus
administratif (dan juga manajer ada, yaitu karena perhatian dan
yang melakukan jaringan) komitmen untuk mencapai
sebagai anggota network atau tujuan-tujuan yang positif.
penyedia pelayanan. Sifatnya 3. Trust among the participants
lebih tersentralisir. (adanya saling percaya
Kelebihannya bisa efisien dan diantara pelaku/peserta)
arah jaringan jelas. Didasarkan pada hubungan
Kelemahannya, terdapat dominasi profesional atau sosial, yakni
dari lead organization dan keyakinan bahwa para partisipan
kurangnya komitmen dari anggota mempercayakan informasiinformasi
yang tergabung. Anggota dalam atau usaha-usaha dari stakeholders
network sebaiknya cukup banyak lainnya dalam suatu jaringan untuk
agar lebih optimal. Jaringan tidak mencapai tujuan bersama.
boleh membentuk hirarki, struktur 4. Governance (kejelasan dalam
jaringan harus bersifat organis dan tata kelola)
sedatar mungkin, semuanya setara Kejelasan dalam tata kelola atau
baik dalam hal hak, kewajiban, governance, meliputi:
tanggung jawab, otoritas dan a.) Boundary dan exclusivity
kesempatan untuk aksesibilitas

89
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

Menegaskan siapa yang memiliki kompetensi yang


termasuk anggota dan bukan memenuhi persyaratan dan
termasuk anggota dalam tersedia sumber finansial
jaringan/kolaborasi. yang memadai dan
b.) Rules (aturan-aturan) berkesinambungan.
Menegaskan sejumlah 5. Access to authority (akses
pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan) Yakni
perilaku anggota dengan tersedianya standar
ancaman bahwa mereka akan (ukuranukuran) ketentuan
dikeluarkan jika perilaku prosedurprosedur yang jelas yang
mereka menyimpang (tidak diterima secara luas.
sesuai atau bertentangan 6. Distributive
dengan kesepakatan yang telah accountability/responsibility
disetujui bersama). Ada aturan (pembagian
main yang jelas tentang apa akuntabilitas/responsibilitas)
yang seharusnya dilakukan dan Yakni berbagi governance
apa yang seharusnya tidak (penataan, pengelolaan,
dilakukan. manajemen secara bersama-
c.) Self determination sama) dan berbagi sejumlah
Yakni kebebasan untuk pembuatan keputusan dengan
menentukan bagaimana seluruh anggota jaringan, artinya
network atau kolaborasi akan berbagi tanggung jawab untuk
dijalankan dan siapa saja yang mencapai hasil atau tujuan yang
diijinkan untuk diinginkan pula.
menjalankannya. 7. Information sharing (berbagi
d.) Network management informasi)
Yakni berkenaan dengan Yakni kemudahan akses bagi para
resolusi penolakan/tantangan, anggota, perlindungan privacy
alokasi sumberdaya, kontrol (kerahasiaan identitas pribadi
kualitas, dan pemeliharaan seseorang) dan keterbatasan akses
organisasi. Kemudian tersedia bagi yang bukan anggota sepanjang
sumberdaya manusia yang bisa diterima oleh semua pihak.

90
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

8. Access to resources (akses sumber terjadi dalam kolaborasi, kemudian akan


daya) dilihat efekivitas dari kolaborasi tersebut.
Yakni ketersediaan sumber Penelitian ini dilakukan di Kelurahan
keuangan, teknis, manusia, dan Bandengan, Kecamatan Pekalongan
sumberdaya lainnya yang diperlukan Utara, Kota Pekalongan. Penelitian juga
untuk mencapai tujuan jaringan. dilakukan di Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota
Metode Penelitian Pekalongan, Dinas Pekerjaan Umum
Jenis penelitian yang digunakan dalam (DPU) Kota Pekalongan, Fasilitator
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Kelurahan Senior Kecamatan
Penelitian ini dimaksudkan untuk Pekalongan Utara, Lembaga
mengetahui kolaborasi yang dilakukan oleh Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
para stakeholders dalam penanganan rob di Bandengan dan Badan Keswadayaan
Kelurahan Bandengan Kota Pekalongan, Masyarakat (BKM) Bandengan. Sumber
khususnya kolaborasi yang dilakukan oleh data dalam penelitian ini yaitu:
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 1. Data Primer Data yang diperoleh
(BAPPEDA) Kota Pekalongan, Dinas dari hasil wawancara dengan para
Pekerjaan Umum (DPU) Kota Pekalongan, informan. 2. Data Sekunder Dalam
Kecamatan Pekalongan Utara, Fasilitator penelitian ini dokumen yang
Kelurahan Senior Kecamatan Pekalongan digunakan adalah berbagai
Utara, Kelurahan Bandengan, Lembaga literaturliteratur yang baik dari buku,
Pemberdayaan Masyarakat (LPM) jurnal serta media massa yang
Bandengan dan Badan Keswadayaan relevan dengan tujuan penelitian.
Masyarakat (BKM) Bandengan. Dalam penelitian ini, teknik sampling
Dalam hal ini peneliti akan melakukan yang dipilih adalah ―purposive
deskripsi berdasarkan data di lapangan sampling‖. Namun dari informan
mengenai kolaborasi yang dilakukan oleh terpilih ini didapatkan informasi
stakeholders terkait dalam penanganan mengenai narasumber lain yang
infrastruktur akibat rob di Kelurahan memiliki data yang dapat melengkapi
Bandengan Kota Pekalongan disertai penelitian, sehingga peneliti juga
dengan deskripsi mengenai hambatan yang menggunakan ―snowball sampling‖.
Sesuai dengan bentuk penelitian

91
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

kualitatif dan juga jenis sumber data yang Masyarakat (BKM) Bandengan dan
dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan hambatan apa yang ditemukan dalam
data yang digunakan dalam penelitian ini penanganan infrastruktur akibat rob di
adalah : Kelurahan Bandengan. Peneliti
1. Wawancara Mendalam (in-depth menggunakan delapan indikator
interview) keberhasilan kolaborasi menurut
2. Observasi Langsung DeSeve.
3. Telaah Dokumen Hasil Penelitian
Guna menjamin validitas data yang a. Collaborative Governance dalam
dikumpulkan dalam penelitian ini Penanganan Rob Di Kelurahan
digunakan teknik trianggulasi sumber, Bandengan
yaitu mengsinkronisasi data sejenis dari 1. Tipe Networked Structure(jenis
beberapa sumber data yang digali struktur jaringan)
informasinya Moleong (2011: 331). Dalam Kolaborasi yang terjadi bersifat
penelitian ini digunakan analisis data semiformal (belum ada
model interaktif, dengan tiga komponen kesepakatan/ kontrak tertulis)
analisisnya yaitu reduksi data, sajian sehingga tidak terdapat entitas
data, dan penarikan simpulan atau administratif. Namun
verifikasinya. Teknik analisis data yang masingmasing stakeholders
digunakan dalam penelitian ini mengacu terlibat dan berpartisipasi aktif
kepada teknik analisis data model Miles dalam network. Jaringan yang
and Huberman. ada di sini tidak membentuk
Fokus penelitian ini akan menitikberatkan hirarki, namun lebih cenderung
pada bagaimana kolaborasi Badan flat dan tidak ada monopoli.
Perencanaan Pembangunan Daerah Semuanya setara baik dalam
(BAPPEDA) Kota Pekalongan, Dinas menjalankan hak dan
Pekerjaan Umum (DPU) Kota Pekalongan, kewajibannya juga terkait dengan
Kecamatan Pekalongan Utara, Fasilitator kesempatan aksesibilitasnya.
Senior Kecamatan Pekalongan Utara, Sehingga dapat disimpulkan tipe
Kelurahan Bandengan, Lembaga networked structures yang ada
Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dalam kolaborasi di sini adalah
Bandengan dan Badan Keswadayaan tipe self governance. Namun di

92
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

sini ditemukan adanya kelemahan dari beberapa stakehoders yang


yakni munculnya ego sektor. terlibat. Ditemukan pula adanya
2. Commitment to a common purpose perilaku agresif dari masyarakat
(komitmen terhadap tujuan) yang membuat stakeholders
Kolaborasi yang terjalin selama ini kurang mempercayainya.
sudah mendasar pada tujuan, visi 4. Kejelasan Governance
dan misi yang sama. Terkait dengan (kejelasan dalam tata kelola)
komitmen dari masing-masing Ketegasan siapa yang termasuk
stakeholders, peneliti memperoleh anggota dan yang bukan belum
data bahwa semua stakeholders tergambar dengan jelas
mempunyai komitmen penuh guna mengingat kolaborasi yang
mencapai tujuan bersama. Terbukti terjalin belum ada kesepakatan/
dengan adanya rasa saling kontrak kerja sama atau peraturan
membutuhkan dan saling tertulis dan belum secara spesifik
melengkapi untuk mencapai tujuan membentuk keanggotaan yang
bersama. menangani permasalahan rob ini.
3. Trust among the participants Selanjutnya, aturan yang
(kepercayaan di antara para menegaskan sejumlah
partisipan) pembatasan-pembatasan perilaku
Terkait dengan kepercayaan atas anggota komunitas dengan
informasi-informasi atau data dari ancaman bahwa mereka akan
setiap stakeholdersdalam kolaborasi dilkeluarkan apabila perilaku
penanganan rob di Kelurahan mereka menyimpang ini juga
Bandengan sudah ada kepercayaan. tidak ada.
Para stakehoders memiliki Namun semua berjalan dalam kerja
hubungan profesional dan sosial sama apa adanya sesuai dengan porsi
yang baik karena mereka menyadari tugas dan peran mereka masing-
akan pentingnya peranan masing. Di sini hanya ditemukan
masingmasing yang saling terkait mengenai adanya kode etik terkait
untuk tujuan bersama. Namun masih prinsip-prinsip pendampingan,
diwarnai ketidakpercayaan (adanya dimana dana hibah tidak boleh
rasa curiga) atas usaha dan kinerja dijalankan oleh pemerintah dan harus

93
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

diberikan langsung kepada masyarakat, Sedangkan untuk laporan


dikelola oleh masyarakat dan pertanggungjawaban disini
dilaksanakan oleh masyarakat. Self dilakukan secara berbeda-beda untuk
determination atau kebebasan untuk setiap stakeholdersnya yakni
menentukan bagaimana kolaborasi akan tergantung dengan pihak yang
dijalankan dan siapa yang diijinkan membawahi. Namun dalam
disini mengalir apa adanya, namun tetap pelaksanannya masih ditemukan
mengacu pada kesepakatan bersama. kelemahan yakni tingkat
Network management atau dukungn ketergantungan masyarakat pada
semua anggota tanpa konflik dan pemerintah masih tinggi.
pertentangan dalam pencapaian tujuan 7. Information sharing (berbagi
belum maksimal (ditandai dengan informasi)
adanya ego sektor, jumlah personel Di sini information sharing
SDM yang terbatas, kurangnya tingkat benarbenar dilakukan antar
kesadaran masyarakat, minimnya stakeholders. Semua stakeholders
sumber daya keuangan). Sehingga saling mengisi dan melengkapi
kolaborasi yang terjadi belum informasi dan data satu sama lain.
memenuhi aspek kejelasan Semua proses pelaksanaan program
governancenya. kegiatan bisa diakses oleh semua
5. Access to authority (akses terhadap stakeholders. Masing-masing
otoritas) stakeholders menyatakan adanya
Dalam kolaborasi ini, semua kepercayaan terakait informasi yang
stakeholders sudah memahami diberikan oleh stakeholders lainnya
bagaimana alur prosedurnya dengan dan mereka juga saling membantu.
jelas, juga mengetahui tugas dan 8. Access to resources(akses
kewajiban mereka masing-masing. sumber daya)
6. Distributive Dalam rangka mencapai
accountability/responsibility tujuan pokok dari
(pembagian akuntabilitas/ kolaborasi,stakeholders sudah
responsibilitas) berusaha dalam penyediaan sumber
Pembagian governance kepada daya yang dibutuhkan yakni sumber
seluruhstakeholders sudah ada. daya keuangan, manusia dan teknis

94
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

terkait perbaikan infrasturktur akibat Sehingga mengakibatkan tingkat


rob. Namun sumber daya yang dimiliki partisipasi masyarakatpun
masih lemah, terbukti dengan adanya rendah.
fakta bahwa sumber daya keuangan 3. Ketersediaan sumber daya
terbatas, kurangnya jumlah personel keuangan yang masih lemah.
sdm serta terbatasnya jumlah tenaga Para stakeholders, baik yang
teknis atau tenaga ahli. berasal dari pemerintah maupun
b. Hambatan-Hambatan Collaborative non pemerintah ini dalam
Governance dalam Penanganan Rob menjalankan kegiatannya, masih
Di Kelurahan Bandengan bergantung pada dana
1. Munculnya cara pandang/persepsi pemerintah. Contoh Kelurahan
yang berbeda antar stakeholders Bandengan mengandalkan
yang selanjutnya menimbulkan ego bantuan dari dana hibah, karena
sektor dan kurang percaya atas dana kelurahan sangat terbatas.
kinerja/usaha dari stakeholders Dari dana tersebut 70% dilarikan
lainnya. Cara pandang ini terkait untuk pembangunan
masalah skala prioritas yang akan fisik/infrastruktur. Dengan
menerima bantuan dari program persentase yang besar saja, dana
yang akan dilaksanakan. tersebut belum bisa mencukupi
2. Pembagian semua kebutuhan infrastruktur.
akuntabilitas/responsibilitas yang 4. Ketersediaan sumber daya
tidak merata. Stakeholdersyang manusia dan sumber daya teknis
melaksanakan program adalah Tim yang terbatas. Kurangnya
Pelaksana Kegiatan (TPK) bersama jumlahnya personel stakeholders
dengan masyarakat. TPK bersama dan tenaga teknis/ahli
masyarakat bertanggung jawab mengakibatkan pelaksanaan
terhadap pengelolaan, pelaksanaan program menjadi terhambat. Hal
dan pengawasan dana hibah dari ini dikarenakan penumpukkan
pemerintah kota. Namun karena tugas yang dilakukan oleh
tingkat kesadaran masyarakat yang personel yang terbatas, tak jarang
rendah dan masih adanya sikap program pun ditunda. Contoh
ketergantungan kepada pemerintah. Dinas Pekerjaan Umum (DPU)

95
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

Kota Pekalongan akan membuat analisa delapan faktor pengukur


sumur pompa. Tentunya di sini keberhasilan kolaborasi dalam
dibutuhkan tenaga ahli untuk governance oleh De Seve terdapat
mengoperasikannya dan kesimpulan bahwa dalam penanganan
mengawasinya. Namun karena rob di Kelurahan Bandengan ini masih
jumlah tenaga ahli sangat terbatas, belum maksimal dan diwarnai
program pembuatan sumur pompa kekurangan. Hal ini bisa kita lihat dari
ini tertunda. kurangnya saling percaya di antara
pastisipan, belum adanya kejelasan
Penutup governance, tidak seimbangnya
Kolaborasi yang terjadi dalam penanganan pembagian akuntabilitas/responsibilitas
rob di Kelurahan Bandengan dilakukan oleh dan kurang terpenuhinya akses sumber
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah daya.
(BAPPEDA) Kota Pekalongan, Dinas Ditemukan pula adanya hambatan dalam
Pekerjaan Umum (DPU) Kota Pekalongan, kolaborasi, yaitu:
Kecamatan Pekalongan Utara, Fasilitator 1. Munculnya cara pandang yang
Kelurahan Senior Kecamatan Pekalongan berbeda antar stakeholders yang
Utara, Kelurahan Bandengan, Lembaga selanjutnya menimbulkan ego sektor
Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan kurang percaya (curiga) atas
Bandengan dan Badan Keswadayaan kinerja/usaha dari masing-masing
(BKM) Bandengan bisa dikatakan Belum stakeholders.
Maksimal. Masingmasing stakeholders 2. Pembagian akuntabilitas/
selain menjalankan kegiatan kolaborasi responsibilitas yang tidak merata.
bersama, juga melakukan peran dan 3. Sumber daya keuangan masih lemah.
program kegiatan masing-masing dalam 4. Sumber daya manusia dan sumber
rangka menyukseskan program perbaikan daya teknis yang terbatas.
infrastruktur akibat rob. Selama ini
kolaborasi yang terjadi masih bersifat Daftar Pustaka
semiformal dalam arti belum ada Ansell, Chris, andAlison Gash. 2007.
Collaborative Governance in
kesepakatan tertulis namun dalam
Theory and Practice. Journal of
prakteknya kolaborasi tetap berjalan dalam Public Administration Research
and Theory.JPART 18: 543-571
mencapai tujuan yang sama. Berdasarkan

96
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

Buku Monografi Kelurahan Bandengan Pantai Utara Jawa. Semarang:


Tahun 2015 National Coordinating Body
Monica M, Elsa dan Mardwi Rahdriawan. (NCB) MFF Indonesia
2014. Ketahanan Masyarakat Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir
Menghadapi Rob Di Kelurahan Kota Pekalongan Periode 2010-
Bandarharjo Semarang Utara. 2015
Jurnal Teknik PWK. Vol.3, No.1, Rencana Pengembangan Wilayah Pesisir
hlm: 198-208 Pekalongan 2014-2023
Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Reizkapuni, Roofy dan Mardwi
2011 Rahdriawan. 2014. Pemberdayaan
Emerson, Kirk et.al. 2011. An Integrative Masyarakat dalam Penanggulangan
Framework for Collaborative Banjir Rob Di Kelurahan Tanjung
Governance. Journal of Mas Kota Semarang. Jurnal Teknik
Public Administration Research PWK. Vol.3, No.1, hlm: 154-164
and Theory.JPART 22: 1-29 Wahyudi, S. Imam. 2010. Perbandingan
Kota Pekalongan dalam Angka Tahun 2016 Penanganan Banji Rob Di La
Laporan Akhir PT. Indotama Briere (Prancis), Rotterdam
Mahesa Karya. Penyusunan (Belanda) dan Perspektif Di
Masterplan Awal Adaptasi Rob Semarang (Indonesia). Jurnal
Pekalongan Laporan National Riptek. Vol.4, No.2, hlm: 29-35
Sharing Workshop. 2010. Inisiatif Sistem Informasi Pembangunan Pesisir
Perencanaan dan Assesment Kota Berkelanjutan Kota Pekalongan
Pekalongan. Jakarta: Sudarmo. 2006. Perspectives on
Assesment Team (P5— UNDIP) Governance: Towards an
Center for Participatory Planning Organizing Framework For
Service Collaborative and Collective
Hardoyo, dkk. 2011. Strategi Adaptasi Actions. Jurnal Spirit Publik.
Masyarakat dalam Menghadapi Vol.2, No.2, hlm: 113-120, ISSN
Bencana Banjir Pasang Air Laut Di 1907-0489
Kota Pekalongan. Yogyakarta: Sudarmo. 2009. Elemen-Elemen
Universitas Gadjah Mada Collaborative Leadership dan
Mardiatno, Djati, dkk. 2011. Penilaian Hambatan-Hambatan Bagi
Multirisiko Banjir dan Rob Di Pencapaian Efektivitas
Kecamatan Pekalongan Utara. Collaborative Governance.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Jurnal Spirit Publik. Vol.5, No.2,
Mada hlm: 117-132, ISSN 1907-0489
Moleong, Lexy J. 2011. Metode Penelitian Sudarmo. 2011. Isu-isu Administrasi
Kualitatif. Bandung: PT Remaja Publik dalam Perspektif
Rosdakarya Governance. Solo: SmartMedia
Peraturan Walikota Pekalongan Nomor 34 Sugiyono. 2009. Metode
Tahun 2007 tentang Penelitian Kuantitatif Kualitatif
Rencana Strategis Pengelolaan dan R&D. Bandung: Alfabeta
Wilayah Pesisir Kota Pekalongan Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian
Tahun 2007-2027 Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Prosiding Seminar Nasional Mangrove. Choi, Taehyon & Peter J.
2012. Adaptasi Pengelolaan Pesisir Robertson. 2013. Deliberation
Berkelanjutan, Perbaikan dan and Decision in
Rehabilitasi Kerusakan Pesisir Collaborative Governance: A

97
Jurnal Wacana Publik
Vol 1 No 1, 2021 hlm 82-98

Simulation of Approaches
To Mitigate Power Imbalance.
Journal Public Administration
Research and Theory. JPART 24:
495-518

98

Anda mungkin juga menyukai