Anda di halaman 1dari 31

Perkembangan Anak Dalam Islam

“Makalah ini untuk didiskusikan pada mata kuliah Psikologi Pembelajaran AUD”

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4

RAHMI FUJI HIDAYAH (2020210033)


AISYAH ROHIMA KUMULLAH (2020210051)
DITA ISTIQOMAH (2030210073)

DOSEN PENGAMPU :

MUHTAROM, S.Pd.I., M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2022
Daftar Isi
Cover .........................................................................................................................................................i

Daftar Isi .................................................................................................................................................... ii

Kata Pengantar ........................................................................................................................................ iii

Bab I Pendahuluan ................................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 1

Bab II Pembahasan .................................................................................................................................. 2

A. Ayat Al-Quran/Hadist Tentang Perkembangan Pra Natal dan Pasca Natal ............................... 2
B. Perkembangan Fisik dan Motorik Dalam Islam ....................................................................... 17

C. Perkembangan Kognitif dan Bahasa Dalam Islam .................................................................. 18

D. Perkembangan Agama, Akhlak Atau Moral Dalam Islam ........................................................ 21

E. Perkembangan Sosial Emosional Dalam Islam ....................................................................... 25


BAB III PENUTUP .................................................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 28

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Perkembangan Anak Dalam Islam” ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Perkembangan AUD dari bapak Muhtarom, S.Pd.I., M.Pd.I. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu, yaitu bapak Muhtarom, S.Pd.I., M.Pd.I.
yang telah memberikan tugas makalah ini, sehingga menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat kami perlukan demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 11 Maret 2022

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam perkembangannya, sebelum menjadi bayi yang dilahirkan, seseorang melalui
beberapa fase tahapan di dalam kandungan sang ibu. Adapun fase tahapan yang dilalui masing-
masing orang adalah nutfah yaitu sperma laki-laki dan indung telur perempuan ketika sudah bersatu
di dalam rahim perempuan, kemudian ‘alaqah, yaitu darah yang lembab, disebut demikian karena ia
mengait apa yang dilewatinya karena ia basah dan fase berikutnya adalah mudhghah, yaitu sepotong
daging seukuran kunyahan, yang terbentuk dari ‘alaqah.
Penciptaan janin dimulai pada hari ke-tujuh sejak awal bertemunya sperma laki-laki dengan
indung telur perempuan, dan penciptannya terus-menerus hingga ditiupkan ruh di dalamnya pada
fase akhir mudhghah, kemudian terus berkembang hingga kelahirannya. Penciptaan berbeda dengan
pembentukan, dan penciptaan terjadi lebih dahulu, baru kemudian disusul pembentukan. Allah
menciptakan manusia di dalam rahim dalam tiga penciptaan.
Dalam pandangan Islam, perkembangan manusia haruslah dipandang sebagai satu kesatuan
yang utuh dan saling memiliki keterikatan. Ini mengandung arti bahwa setiap perkembangan, baik itu
perkembangan fisik, mental, sosial, emosional tidak dapat dipisahkan dan memiliki hubungan yang
kuat. Terdapat beberapa ayat Alquran yang menunjukkan tahapan perkembangan manusia, dimana
dalam ayat tersebut tidak hanya menyebutkan perkembangan mental, akan tetapi juga menyebutkan
perkembangan fisik.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan ayat Al-Quran/Hadist yang membahas tentang perkembangan pra natal dan pasca
natal?
2. Bagaimana perkembangan fisik dan motorik dalam islam?
3. Bagaimana perkembangan kognitif dan bahasa dalam islam?
4. Bagaimana perkembangan agama, akhlak atau moral dalam islam?
5. Bagaimana perkembangan sosial emosional dalam islam?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ayat Al-Quran/Hadist Tentang Perkembangan Pra Natal dan Pasca Natal

1. Pra Natal
Dalam perkembangannya, sebelum menjadi bayi yang dilahirkan, seseorang melalui berbagai
fase tahapan di dalam kandungan sang ibu. Adapun fase tahapan yang dilalui masing-masing orang
adalah sebagai berikut:

1. Fase Pertama Nutfah


Dari segi bahasa kata nutfah adalah bentuk tunggal, dengan demikian nutfah adalah satu
benda yang dibutuhkan untuk proses kejadian manusia, bukan menunjukkan sedikitnya
zat cair. Material yang diperlukan dalam proses penciptaan manusia adalah satu sel
sperma dengan demikian dapat dipahami makna nutfah adalah satu sel
sperma(spermatozoid).1
Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa nutfah adalah sperma laki-laki sendiri yang
memancar ke dalam rahim perempuan, karena Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya
bahwa Dia menciptakan manusia dari air yang memancar:2
‫ألم يك نطفة من من يمن‬
‫ثم جعل نسله من ساللة من مآء مهي‬

Artinya:
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan
dari air yang dipancarkan,” QS al-Tariq [86]: 5-6.

Pancaran tersebut hanya berasal dari laki-laki. Pendapat jumhur (kesepakatan para
ulama) mengatakan bahwa nutfah adalah sperma laki-laki dan indung telur perempuan
secara bersamaan.
Makna bercampur pada ayat ini dapat dipahami sebagai percampuran sel sperma
dengan sel ovum, adanya beberapa jenis cairan yang membentuk sperma yakni; kelenjar
kelamin, cairan yang berasal dari kantong benih, cairan dari prostat, dan cairan dari

1
Abdul Halim Nasution. Embriologi Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jurnal Nizhamiyah. 2020, Hlm. 80.
2
Suwito. Penciptaan Dan Pembentukan Janin Menurut Al-Qur’an, Al-Hadis, Dan Ilmu Kedokteran. Jurnal Al-Hukama.
The Indonesian Journal Of Islamic Family Law. 2012. Hlm 198.
2
kelenjar cooper, adanya beberapa campuran pada nutfah- pembelahan yang terjadi
setelah proses Fertilisasi dari dua sel menjadi empat kemudian delapan dan seterusnya
yang mengakibatkan setiap manusia memiliki karakteristik/ tabiat yang berbeda.3
Pendapat ini didukung oleh firman Allah setelah ayat di atas:

Artinya:
“yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan.” QS al-Tariq
[86]: 7

Maksudnya adalah tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. Selain itu pendapat
jumhur itu juga didukung oleh Hadis Nabi saw:
Beliau menjawab, 'Air mani seorang lelaki berwarna putih dan air mani seorang wanita
berwarna kuning, jika keduanya menyatu lalu air mani si lelaki lebih dominan atas air
mani wanita maka janin itu akan berkelamin laki-laki dengan izin Allah.
Dengan demikian maka yang dimaksud dengan nutfah adalah sperma laki-laki dan
indung telur perempuan apabila bersatu di dalam rahim perempuan dan itulah fase
pertama janin.4

Fase nutfah berada pada tempat yang kokoh dan terpelihara, dalam hal yang dimaksud
dengan tempat yang kokoh dan terpelihara ini, dalam al-Qur’an dan terjemahannya
(Departemen Agama RI) disebut dengan rahim dan menurut Mustafa Al-Maragi adalah
tulang sulbi laki-laki, kedua pendapat ini dapat diterima, karena pengadaan sel sperma
berkaitan dengan tulang sulbi laki-laki dan rahim adalah tempat pengembangan dan
penyempurnaannya sampai menjadi makhluk yang berbentuk lain. Rahim disebut
sebagai tempat yang kokoh dan terpelihara karena sifatnya yang elastis, kuat dan
memiliki tiga bagian anatomik yakni ruang rongga perut, ruang rongga rahim dan ruang
ketuban.5

2. Fase Kedua ‘Alaqah


Al-Qurtubi menafsirkan firman Allah surat al-‘Alaq:

3
Abdul Halim Nasution. Op.cit, hlm 81.
4
Suwito. Op.cit, hlm 199.
5
Abdul Halim Nasution. Op.cit, hlm 82.
3
Artinya:
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.” QS al-‘Alaq [96]:2

Maksudnya; Allah menciptakan dari darah, bentuk jama’ dari ‘alaqah, yang berarti darah
yang menggumpal. Apabila darah mengalir, maka disebut masfuh. Al-Qurtubi juga
mengatakan bahwa firman Allah ‘Dari segumpal darah’ menggunakan bentuk jama’
karena yang dimaksud dengan manusia adalah gabungan. Mereka semua diciptakan dari
‘alaq setelah fase nutfah. ‘Alaq adalah darah yang lembab, disebut demikian karena ia
mengait (‘allaqa) apa yang dilewatinya karena ia basah. Jika kering ia tidak disebut
‘alaqah.
Allah secara khusus menyebut manusia sebagai penghormatan baginya. Satu pendapat
mengatakan bahwa Allah ingin menjelaskan kebesaran nikmat-Nya pada manusia, yang
menciptakannya dari segumpal darah yang hina, kemudian menjadikannya manusia
sempurna dan berakal yang mampu membedakan antara baik dan buruk. Dari ucapan al-
Qurtubi itu dapat disimpulkan bahwa ‘alaqah adalah segumpal darah yang membeku
yang tercipta dari campuran sperma laki-laki dan indung telur perempuan.6
Kata ‫ علقة‬sering diterjemahkan dengan ‫ )الجامد الدم‬darah beku/segumpal darah), namun
dalam kenyataannya proses kejadian manusia dalam rahim tidak pernah melalui stadium
segumpal darah, hanya saja mirip dengan darah beku, karena itu ‫ علقة‬harus ditafsirkan
dengan kata yang sesuai dengan stadium perkembangan janin dalam rahim. Dalam
bahasa Arab kata ‫ علق‬memiliki beberapa pengertian yakni; seekor lintah, darah beku,
bergantung/melekat dan juga menunjukkan tanah yang melekat pada bagian punggung
tangan setelah seseorang selesai selesai membajak tanah. Berdasarkan makna tersebut
dan penelitian ilmiah yang dilakukan dalam bidang embriologi, maka lebih sesuai
mengartikan ‫ علقة‬dengan blastocyst (sesuatu yang melekat).7

3. Fase Ketiga: Mudhghah


Mudhghah berarti seukuran kunyahan. Sedangkan yang dimaksud mudhghah dalam fase
janin adalah sepotong daging yang seukuran kunyahan, yang terbentuk dari ‘alaqah. Al-
Razi menafsirkan firman Allah, “Lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging
….”

6
Suwito. Op.cit, hlm 200.
7
Abdul Halim Nasution. Op.cit, hlm 83.
4
Maksudnya, Kami menjadikan darah yang menggumpal itu mudhghah, yaitu sepotong
daging seolah-olah ukurannya sebesar kunyahan. Seperti kata ghurfah yang berarti
seukuran gayung. Perubahan ini disebut dengan kata khalaq (menciptakan), karena Allah
menghilangkan sifat-sifat sementara padanya kemudian menciptakan sifat-sifat
sementara lainnya, sehingga penciptaan sifat-sifat ini disebut khalaqa, dan seolah-olah
Allah menciptakan organ tambahan padanya.8
Kata ‫ مضغة‬sering diterjemahkan dengan segumpal daging yang kadar ukurannya dapat
dikunyah, dalam kajian embriologi, stadium lanjutan setelah masa blastocyst akan
menjadi embrio yang pada stadium ini mulailah cikal bakal manusia ini terbentuklah
makhluk tertentu berbeda dengan stadium blastocyst, dan pada masa ini juga mulailah
terjadi pembentukan sistem tulang (artillago) dan susunan-susunan syaraf, stadium
pembentukan sistem tulang ini diisyaratkan Alqur’an dengan sebutan ‫ عظاما‬yang
kemudian tulang ini dibalut oleh otot, dalam artian terbentuknya sistem tulang dan sisitem
otot ini maka stadium berikutnya disebut dengan foetus.9

Tiga fase kehamilan ini masing-masing memakan waktu empat puluh hari sebelum
beralih ke fase selanjutnya. Apabila janin telah mencapai masa seratus dua puluh hari,
maka ditiupkanlah kepadanya ruh dan menjadi ciptaan yang baru.10

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi dalam hadis riwayat Abdullah bin Mas’ud, ia berkata,
“Rasulullah bersabda:
“Dari 'Abdullah dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam yaitu -Ash Shadiq Al Mashduq- (seorang yang jujur menyampaikan dan berita
yang disampaikannya adalah benar): 'Sesungguhnya seorang manusia mulai diciptakan
dalam perut ibunya setelah diproses selama empat puluh hari. Kemudian menjadi
segumpal daging pada empat puluh hari berikutnya. Lalu menjadi segumpal daging pada
empat puluh hari berikutnya. Setelah empat puluh hari berikutnya, Allah pun mengutus
seorang malaikat untuk menghembuskan ruh ke dalam dirinya dan diperintahkan untuk
menulis empat hal; rezekinya, ajalnya, amalnya, dan sengsara atau bahagianya.' Demi
Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sungguh ada seseorang darimu yang mengerjakan
amal perbuatan ahli surga, hingga jarak antara dirinya dan surga hanyalah satu hasta,
namun suratan takdir rupanya ditetapkan baginya hingga ia mengerjakan amal perbuatan
ahli neraka dan akhirnya ia pun masuk neraka. Ada pula orang yang mengerjakan amal
8
Suwito. Loc.cit.
9
Abdul Halim Nasution. Op.cit, hlm 84.
10
Suwito. Op.cit, hlm 200.
5
perbuatan ahli neraka, hingga jarak antara ia dan neraka hanya satu hasta, namun
suratan takdir rupanya ditetapkan baginya hingga kemudian ia mengerjakan amal
perbuatan ahli surga dan akhirnya ia pun masuk surga.”11

Melalui hadis ini dijelaskan bahwa janin melewati tiga fase, yaitu nutfah, ‘alaqah, dan
mudhghah, sebelum ditiupkan ruh kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalamsurah Al-Mu’minun ayat 12-16.

Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah
itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian,
sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” QS al-
Mu’minun [23]: 12-16.12

Penciptaan Janin
Pendapat yang dipegang mayoritas ahli tafsir dan ahli fiqh adalah bahwa penciptaan dan
pembentukan janin terjadi pada fase mudhghah dan sesudahnya, bukan pada fase sebelumnya. Para
mufassir menafsirkan nutfah dengan sperma laki-laki sendiri atau sperma laki-laki dan indung telur
perempuan secara bersamaan, menurut pendapat yang kuat dan menafsirkan ‘alaqah dengan
sepotong daging. Sedangkan fase mudhghah difahami sebagai fase terjadinya pembentukan, karena
mudhghah adalah sepotong daging yang seukuran kunyahan yang terkadang sempurna kejadiannya
(mukhallaqah) dan terkadang juga belum sempurna kejadiannya (ghair mukhallaqah), berdasarkan
firman Allah:

11
Ibid, hlm 201.
12
Ibid, hlm 202.
6
Artinya:
“… kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna …” QS al-
Hajj [22]: 5.

Al-Razi menukil pendapat para ahli tafsir mengenai maksud firman Allah, “…kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna …” ia mengatakan bahwa
para ahli tafsir terbagi menjadi beberapa pendapat berikut:
Pertama, yang dimaksud adalah janin yang telah sempurna penciptaannya dan yang belum
sempurna. Seakan-akan Allah membagi mudhghah menjadi dua,
1). Janin yang sempurna bentuk, indera, dan skemanya.
2). Janin yang masih kurang kejadiannya.
Jadi Allah menjelaskan bahwa setelah Dia menjadikannya mudhghah, di antaranya ada yang
diciptakan-Nya menjadi manusia sempurna tanpa kekurangan, dan ada yang tidak sempurna. Ini
adalah pendapat Qatadah dan Dhahak. Seolah-olah Allah swt menciptakan mudhghah ini berbeda-
beda tingkatannya. Di antaranya ada yang sempurna penciptaannya dan bebas dari cacat, dan ada
pula yang kebalikannya. Perbedaan ini mengikuti perbedaan manusia dalam penciptaan, bentuk,
tinggi dan pendek, sempurna dan kurangnya mereka.
Kedua, mukhallaqah berarti anak yang terlahir dalam keadaan hidup, dan ghair mukhallaqah
berarti gugur. Ini pendapat Mujahid.
Ketiga, mukhallaqah berarti terbentuk dan ghair mukhallaqah berarti tidak terbentuk, yaitu
janin yang tetap berupa daging tanpa terjadi pembentukan.
Keempat, menurut Qafal, mukhallaq diambil dari kata khalq (penciptaan). Janin yang
mengalami penciptaan demi penciptaan disebut mukhallaq, karena terjadi penciptaan berturut-turut
padanya. Para ulama mengatakan bahwa penciptaan yang sempurna disebut mukhallaq, dan yang
belum sempurna disebut ghair mukhallaq, karena tidak terjadi sejumlah penciptaan padanya. 13

13
Ibid, hlm 203.
7
Memperhatikan hal tersebut, jelas bahwa menurut kebanyakan ahli tafsir, penciptaan terjadi
pada fase mudhghah atau sesudahnya. Inilah yang dipegangi kelompok pertama, kedua, dan ketiga.
Sementara sebagian dari mereka berpendapat bahwa penciptaan bisa terjadi sebelum fase
mudhghah, sebagaimana tampak pada pendapat Qafal.
Atas dasar itu, penciptaan janin dimulai pada hari ke-tujuh sejak awal bertemunya sperma
laki-laki dengan indung telur perempuan, dan penciptannya terus-menerus hingga ditiupkan ruh di
dalamnya pada fase akhir mudhghah, kemudian terus berkembang hingga kelahirannya. 14

Pembentukan Janin
Ada banyak dalil yang menunjukkan bahwa penciptaan berbeda dengan pembentukan,
antara lain firman Allah dalam surah Al-a’raf ayat 11.

Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami
katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam", maka merekapun bersujud kecuali
iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.” QS al-A’raf [7]: 11.

Dari ayat di atas jelas bahwa penciptaan berbeda dengan pembentukan, dan penciptaan
terjadi lebih dahulu, baru kemudian disusul pembentukan. Hal itu ditunjukkan oleh penggunaan kata
sambung thumma (kemudian). Begitu juga firman Allah dalam surah Al-Hasyr ayat 24.

Artinya:
“Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai
Asmaaul Husna. Bertasbih kepada-Nya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” QS al-Hasyr [59]: 24.

14
Ibid, hlm. 212.
8
Masa ‫ آخر خلقا‬mungkin dapat disamakan dengan janin yang dalam istilah embriologi disebut foetus
dan menurut istilah Quraisy Syihab makhluk yang unik. Pada masa ini proses penciptaan dalam rahim
telah sempurna, janin telah menerima rahmat dari Allah yakni peniupan Ruh.15
Al-Qurtubi mengatakan, maksud khaliq di sini adalah yang menentukan perihal yang berbeda-
beda. Jadi, pembentukan mengikuti penciptaan. Sedangkan makna taswir adalah pembentukan. Allah
menciptakan manusia di dalam rahim dalam tiga penciptaan; Dia menjadikannya ‘alaqah, lalu
mudhghah, kemudian menjadikannya bentuk yang dapat dikenali dan berbeda dari yang lain menurut
karakteristiknya.16
Sebagian ulama memahami penciptaan dengan makna pembentukan, padahal tidak
demikian, karena penciptaan terjadi di akhir, dan takdir terjadi lebih dahulu, sedangkan pengadaan
terjadi antara keduanya.
Dengan pemahaman yang benar mengenai perbedaan antara penciptaan dan pembentukan
ini, teratasi sudah kesimpang-siuran antara nas-nas syar’iyyah yang berbicara mengenai penciptaan
janin dan pembentukannya, serta perbedaan-perbedaan nas ketika menyebut penciptaan dan
pembentukan. Seseorang yang merenungkan nas-nas tersebut tidak menggunakan lafaz taswir
(pembentukan) pada fase-fase permulaan seperti nutfah dan ‘alaqah, melainkan menggunakan lafaz
khalq (penciptaan). Penggunaan lafaz taswir hanya terjadi pada fase-fase akhir seperti mudhghah.
Dengan demikian, tidak ada perbedaan sama sekali antara nas-nas syar’iyyah dengan keterangan
ahli kedokteran dalam masalah penciptaan dan pembentukan janin.17
Dalam kenyataannya tidak semua manusia dilahirkan oleh ibu dalam keadaan normal, tidak
sedikit manusia yang lahir dengan cacat bawaan. Dalam Alqur’an keadaan sempurna atau tidak
sempurnanya pertumbuhan janin dalam rahim ibu disebut dengan ‫ )مخلقة غير و مخلقة مضغة‬Embrio
yang sempurna penciptaan dan yang tidak sempurna penciptaan) dalam hal makna ‫مخلقة غير و مخلقة‬
ini ada perbedaan mufassir seperti disebutkan Qurtubiy; al-Farra’ menyebutkan sempurna penciptaan
dan keguguran, telah dimulai pembentukan dan tidak dibentuk dan sempurna fisik dan tidak sempurna
fisik. Proses perkembangan janin dalam rahim kadang kala mengalami penyimpangan dan
mengakibatkan kelainan bawaan (cogenital de formities). Hal ini dapat diakibatkan faktor kimiawi,
radiasi fisik dan obat-obatan. Dalam penyimpangan ini termasuk yang tidak sempurna tangan dan
kaki, pembentukan berlebihan dan lain-lain.18

15
Abdul Halim Nasution. Loc.cit.
16
Suwito. Op.cit, hlm 213
17
Ibid.
18
Abdul Halim Nasution. Op.cit, hlm 85.
9
Waktu Peniupan Ruh
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama bahwa ruh tidak ditiupkan hingga setelah
fase mudhghah. Hal itu setelah melalui fase empat bulan kehamilan. Kemudian di antara ulama ada
yang berpendapat bahwa ruh ditiupkan setelah sempurna empat bulan, yaitu setelah seratus dua
puluh hari. Mereka mendasarkan pendapatnya pada Sabda Nabi saw berikut:
“Sesungguhnya seorang manusia mulai diciptakan dalam perut ibunya setelah diproses selama empat
puluh hari. Kemudian menjadi segumpal daging pada empat puluh hari berikutnya. Lalu menjadi
segumpal daging pada empat puluh hari berikutnya. Setelah empat puluh hari berikutnya, Allah pun
mengutus seorang malaikat untuk menghembuskan ruh ke dalam dirinya dan diperintahkan untuk
menulis empat hal; rezekinya, ajalnya, amalnya, dan sengsara atau bahagianya …”

Hadis di atas menunjukkan bahwa ruh ditiupkan ke dalam janin setelah tiga fase, yaitu nutfah,
‘alaqah, dan mudhghah. Masa setiap fase adalah empat puluh hari. Jadi, peniupan ruh terjadi setelah
seratus dua puluh hari.19
Meskipun hadis tersebut menunjukkan peniupan ruh terjadi setelah seratus dua puluh hari,
namun ia tidak menyatakan secara pasti bahwa peniupan ruh terjadi seketika sesudah fase tersebut.
Maksud hadis tersebut adalah bahwa peniupan ruh terjadi setelah fase ini, bukan sebelumnya, dan
tidak ada keterangan di dalamnya bahwa peniupan ruh dipastikan ketika bilangan seratus dua puluh
hari telah sempurna. Bahkan kadang-kadang lebih lambat dari waktu itu.
Mengenai riwayat Ibn Abbas dan Said bin Musayyab, Ahmad mengatakan bahwa ruh
ditiupkan ke dalam janin setelah empat bulan sepuluh hari, maksudnya setelah seratus tiga puluh hari.
Mereka berdalil dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 234.

Artinya:
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para
isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis
'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka
menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” QS al-Baqarah [2]: 234.

19
Suwito. Op.cit, hlm. 214.
10
Ayat tersebut tidak menerangkan bahwa ruh ditiupkan ke janin pada sepuluh hari setelah
empat bulan, dan di sini tidak ada hukum yang terkait dengan peniupan ruh sama sekali. Karena,
seandainya kehamilan perempuan yang sedang dalam masa ‘iddah itu tampak jelas, maka ‘iddahnya
tidak habis pada masa itu, baik ruh ditiupkan ke janin ataupun tidak. Ketika kehamilan tampak nyata,
maka ‘iddahnya habis sebab persalinan, bukan dengan jangka waktu.
Jangka waktu pada ayat tersebut tidak dimaksudkan kecuali untuk membersihkan rahim dan
memastikan tidak ada kehamilan sama sekali. Ayat tersebut memberikan pengertian bahwa
pembersihan rahim itu hanya terjadi setelah jangka waktu tersebut habis. Jadi ayat tersebut tidak ada
hubungan sama sekali dengan ada atau tidaknya peniupan ruh kepada janin.20
Meskipun demikian, pendapat mayoritas ulama yang mengatakan bahwa waktu peniupan ruh
saat sempurna seratus dua puluh hari adalah pendapat yang kuat. Hal itu bukan karena argumen
mereka menetapkan sesuatu yang pasti, melainkan sesuatu kemungkinan. Peniupan ruh ke dalam
janin berarti menetapkan hukum kehidupan baginya, dan menganggapnya sebagai anak Adam yang
hidup, sehingga haram menganiayanya dengan cara aborsi atau cara lain, karena itu berarti
menganiaya manusia yang hidup.21

2. Pasca Natal
Fase perkembangan anak dalam perspektif Islam dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Fase Thufulah Awal/Kanak-kanak awal (0-7 tahun)


Fase ini terdiri dari: Fase as shobiy (fase menyusui dari usia 0-2 tahun), fase thufulah
(fase awal atau kanak-kanak awal yakni usia 2-7 tahun), fase thufulah (yakni fase akhir
kanak-kanak, yakni 7-14 tahun). Fase ini merupakan momentum yang sangat penting,
lantaran janin telah memasuki fase barunya di dunia yang asing baginya. Pengaruh eksternal
mulai bersinggungan dengannya, berupa nutrisi, interaksi orang, dan jenis pendekatan pada
sang bayi.
Dalam tafsir Maraghi, diterangkan bahwa hikmah menyusui ialah agar kepentingan bayi
benar-benar diperhatikan. Air susu adalah makanan utama bagi bayi pada umur seperti ini.
Dan ia sangat memerlukan perawatan yang seksama dan tidak mungkin dilakukan oleh orang
lain kecuali ibunya sendiri.22

b. Fase pra Tamyiz/kanak-kanak (2-7 tahun)

20
Ibid, hlm 215.
21
Ibid, hlm 216.
22
Moh Faishol Khusni. Fase Perkembangan Anak Dan Pola Pembinaannya Dalam Perspektif Islam. Jurnal Perempuan
Dan Anak. Hlm, 372.
11
Fase ini diambil dari rentangan usia yang disebutkan Nabi, bahwa ajarilah anakmu untuk
menjalankan sholat pada usia 7 tahun. Juga sabda beliau yang menyatakan bahwa usia tujuh
tahun pertama seorang anak adalah layaknya raja. Sedang Al Qur’an memberi batas dua
tahun untuk masa menyusui. Jadi dari hadits Nabi dapat dipahami bahwa masa pra Tamyiz
itu sampai 7 tahun, kemudian dibatasi oleh ayat Al Qur’an 2 tahun tentang perintah menyusui,
maka untuk sampai 7 tahun ada masa antara, yakni 2-7 tahun, itulah yang disebut dengan
masa kanak-kanak.23
Sekitar usia 4-5 tahun, anak dapat menguasai bahasa ibu serta memiliki sifat egosentris,
usia 5 tahun baru tumbuh rasa sosialnya dan usia 7 tahun anak mulai tumbuh dorongan
belajar. Dalam membentuk diri anak pada usia ini, Rasulullah menganjurkan dengan cara
belajar sambil bermain karena dinilai sejalan dengan tingkat perkembangan usia ini. 24
Oleh karena itu, fase ini biasa juga disebut dengan tahun pra sekolah. Di mana anak
mulai belajar mandiri dan menjaga diri mereka sendiri, mengembangkan keterampilan
kesiapan bersekolah (mengikuti perintah, mengidentifikasi huruf). Pada fase ini anak-anak
gemar sekali melakukan penjelajahan terhadap lingkungannya.25

c. Fase Thufulah Akhir/kanak-kanak akhir (7-14 tahun)


Fase ini lazim disebut sebagai masa sekolah. Anak sudah mempunyai kemampuan untuk
belajar menulis, membaca dan berhitung. Jean Piaget menyebut masa ini dengan fase
operasi konkret (7-11) dan operasi formal (11-15). Pada zaman khalifah Abbasiyah, negara
membatasi usia wajib belajar bagi anak-anak, minimal tujuh tahun. Karena pelajaran
membaca dan menulis pada anak kurang dari usia tersebut dianggap dapat melemahkan
jasmani dan akal mereka. Di sini artinya, betapa fase perkembangan anak sangat penting
diperhatikan sebagai acuan didaktis.26
Fase Tamyiz/mampu membedakan (7-10 tahun). Secara istilah kata Tamyiz adalah
kekuatan daya pikir yang dengannya anak mampu menemukan dan menetapkan beberapa
makna (perkataan). Sedangkan secara tanda Tamyiz, para ulama memberikan pendapat
yang beragam tentang tanda-tanda Tamyiz. Sebagian ada yang berpendapat bahwa indikator
Mumayyiz (seseorang yang telah Tamyiz) adalah anak mampu memahami suatu
pembicaraan dan mampu menjawab (pertanyaan) dari lawan bicaranya.
Seorang anak yang Mumayyiy adalah anak yang sudah mencapai usia dimana seorang
anak sudah mulai bisa membedakan mana hal yang bermanfaat baginya dan mana hal yang

23
Ibid, hlm 373.
24
Jalaluudin, Mempersiapkan Anak Saleh (Telaah Pendidikan Terhadap Sunnah Rasul Allah SAW.), hlm 117-137.
25
Moh Faishol Khusni. Loc.cit.
26
Ibid, hlm 374
12
membahanyakan dirinya, sebagian ulama menyatakan bahwa pada usia ini seorang anak
memiliki kemampuan dalam otaknya untuk bisa menggali arti dari suatu hal. Dalam
kenyataannya, pada masa ini seorang anak mampu melakukan beberapa hal secara mandiri,
seperti makan dan minum. Pendapat lain mengatakan bahwa batasan Tamyiz adalah ketika
telah mampu membedakan yang kanan dan yang kiri.
Fase Tamyiz merupakan fase dimana seseorang anak dipersiapkan atau harus
mernpersiapkan dirinya melakukan peran sebagai Abdullah. Sebagai hamba Allah SWT. anak
perlu memahami siapa Allah SWT. (melalui tauhid) dan bagaimana aturan-aturan Allah SWT.
berlaku di atas bumi demi menjaga keberlangsungan hidup manusia. Fase ini sesungguhnya
dimaksudkan agar manusia siap menjalankan tugas-tugasnya sebagai manusia tatkala
manusia telah menjadi manusia dewasa yang terbebani hukum (taklif).
Sesuai dengan kemampuan yang telah dimilikinya, pada fase Tamyiz ini anak sudah siap
untuk mempelajari ilmu-ilmu hukum terkait bagaimana berhubungan dengan Allah SWT.
maupun aturan hukum lain, seperti ibadah, muamalah, jinayat, dan munakahat. Pendidikan
pokok syari’atnya setidaknya diharapkan tuntas pada usia 10 tahun atau 12 tahun sehingga
ketika mendapat sudah baligh siap menjadi mukallaf.27
Landasan fase ini adalah adanya fase antara pasca Tamyiz hingga sebelum baligh. Jika
fase Tamyiz berakhir pada usia 10 tahun (dengan dipukul jika tidak mau sholat dan
memisahkan tempat tidurnya), maka fase ini berangkat dari 10 tahun sampai seorang anak
menjadi baligh, baik dengan bermimpi/haid atau sudah menginjak usia 15 tahun.28
Sedangkan anak usia dini dalam Al-Qur’an disebut dengan istilah ash-Shabi dan al-Thifl.

1. Anak Usia Dini dengan Istilah Ash-Shaby dalam Al-Quran


Kata ash-Shabî adalah pecahan dari fi’il shaba, shabawa. Secara etimologi bermakna
kecenderungan berbuat salah dan tidak mahir (al-Mishri). Secara terminologi adalah
kelompok anak dalam tahap usia masih menyusui hingga anak tersebut mencapai tujuh tahun
dan anak diperbolehkan puasa (Muhammad ‘Athiyyat Allah). az-Zamakhsyari
mendefinisikannya sebagai anak yang masih kanak-kanak dan masih suka bermain dan
bercanda (senda gurau).29
Isyarat ash-Shabî ini hanya tertuang dua kali yaitu dalam Al-Qur’an surah Maryam ayat
12:

27
Ibid, hlm 375
28
Ibid, hlm 376
29
Aas Siti Sholichah, dkk. Anak Usia Dini dalam Tinjauan Neuroscience dan Al-Qur’an. Jurnal Kajian Ilmu Pendidikan
Anak. 2021, hlm 3

13
Artinya:
Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan kami berikan
kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.

Dan dalam surah Maryam ayat 29:

Artinya:
Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: "Bagaimana kami akan
berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?"
Ayat tersebut menjelaskan shabî adalah anak kecil yang masih dalam ayunan. Fase ini
merupakan fase penyesuaian, di mana janin yang dalam kandungan lahir menjadi bayi. Pada
fase ini pancaindra mulai berfungsi. Pertumbuhan dan perkembangan organ fisik sangat
cepat. Peran orang tua terutama ibu sangat dominan untuk tumbuh kembang anak dan Air
Susu Ibu (ASI) menjadi makanan pokok. Selain orang tua, pada tahap ini keinginan
sosialisasi anak sudah mulai tumbuh dan pada fase ini anak-anak ditandai dengan
kemandirian, kemampuan control diri (self control).
Pada awal kelahiran, bayi masih lemah dan belum mampu menggerakkan seluruh
tubuhnya. Beberapa anggota tubuh yang baru berfungsi seperti tangan baru bisa mengepal,
kaki bergerak dan mata menatap meskipun belum dapat melihat. Pada fase ini bayi memiliki
ketergantungan terutama ibu karena sebelum dilahirkan anak sudah dalam kandungan
selama Sembilan bulan, dan ketika lahir anak membutuhkan ibu sebagai pendamping sampai
anak mandiri.30
Fitrah yang hadir di awal pertumbuhan yaitu gharizah atau refleks bawaan menghisap air
susu ibu, dan asupan gizi yang paling baik adalah dengan air susu ibu. Air Susu Ibu (ASI)
merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang
disekresikan oleh kelenjar payudara ibu, dan bermanfaat sebagai makanan bayi. ASI
merupakan jenis makanan yang melengkapi seluruh unsur kebutuhan bayi baik karena di
dalamnya mengandung zat gizi, hormon, faktor kekebalan tubuh, anti alergi, dan anti
inflamasi. Selain itu ASI mengandung hampir 200 unsur zat makanan. Zat-zat gizi dalam ASI

30
Ibid, hlm 4
14
memiliki keseimbangan sehingga berada pada komposisi terbaik dan makanan paling ideal
bagi tubuh bayi, terutama bayi usia 0-6 bulan. ASI juga sangat kaya akan sari-sari makanan
yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem saraf bayi.
Al-Maraghi menafsirkan bahwa hikmah menyusui ialah kebutuhan bayi benar-benar
diperhatikan. Air susu adalah makanan pertama dan utama untuk bayi. Bayi sangat
memerlukan perawatan yang seksama dan yang paling memungkinkan melakukan itu adalah
ibu (al-Maraghi, 1992.). Sedangkan Imam Malik dan ulama kalangan Hanafi, Syafii, dan
Hambali berpandangan bahwa kewajiban menyusui bagi ibu lebih merupakan kewajiban
moral daripada legal (as-Sabuni, 1980). Maksudnya jika ibu menolak menyusui tidak boleh
dipaksa. Menurut Imam Malik, bagi wanita tertentu karena kedudukan sosialnya atau karena
kesibukannya tidak wajib menyusui anaknya dan tidak boleh dipaksa dengan catatan bayi
bisa menerima ASI dari orang lain.31
Hamka dalam tafsir al-Azhar menjelaskan bahwa pada akhir ayat tersebut tidak lagi
dihadapkan pada suami dan istri, sebab ditekankan untuk memberi upah wanita lain, baik
ibunya ada atau meninggal (H. Abdul Malik Karim Amrullah, 1988). Penafsiran tersebut
merupakan suatu kondisi jika ASI tidak ada atau ibu tidak mau menyusui. Ini juga
memberikan keringanan bagi ibu yang bekerja yang tidak dapat menyusui secara langsung,
menggantinya dengan memerah ASI atau menggantinya dengan susu formula.
Mayoritas ulama menjelaskan tidak dilarang penyusuan kecuali kurang dua tahun. Hal ini
berdasarkan hadis dari Tirmidzi (Ar-Rifa’i, 1999). Apabila keduanya ingin menyapih dengan
kerelaan dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa keduanya. Hal ini bentuk kehati-hatian
terhadap anak dan keharusan memikirkan anak. Ayat ini merupakan pesan kepada orang tua
bahwa mempunyai anak adalah tanggung jawab yang besar. Akan tetapi jika ingin
menyusukan kepada orang lain diperbolehkan asalkan berdasarkan kesepakatan bersama.
Dalam ayat Al-Qur’an tersebut terdapat peran kesalingan antara suami dan istri. ibu tanpa
paksaan karena secara alamiah dibekali payudara yang mengandung ASI yang dapat
diberikan pada bayi, karena secara fitrah, bayi dikaruniai untuk mengecap air susu ibu.
Sedangkan tugas ayah adalah memberikan nafkah dan mencukupkan kebutuhan ibu dan bayi
menurut kemampuan dan kadar maksimal dalam mencari nafkah. Isyarat ini menunjukkan
bahwa terdapat sinergi dan kerja sama dalam memberikan kasih sayang dan kebutuhan
untuk anak.32
Manfaat lain dalam menyusui adalah ikatan emosional ibu dan bayi akan terjalin erat,
dekapan dan pelukan ketika menyusui menjadi bentuk kasih sayang untuk bayi. Tatapan dan

31
Ibid, hlm 5
32
Ibid, hlm 6
15
ucapan ibu selama menyusui bernilai kuat dalam proses membangun komunikasi. Untuk itu
proses menyusui yang benar adalah dengan cara memberikan ASI langsung kepada bayi.
Selain itu peran orang tua dalam tumbuh kembang anak di usia 0-2 tahun yaitu
memfasilitasi anak, karena tahap selanjutnya anak-sudah mulai bergerak dan mengeksplorasi
lingkungan tempat tinggal, dan di usia 2 tahun anak mulai menunjukkan kemandirian dengan
mencoba hal-hal yang baru. Selain itu anak mulai mengenali diri, dan mulai meniru perilaku
orang dewasa di sekitarnya.
Pada tahap ini terdapat tiga hal yang dapat dilakukan orang tua dalam mengembangkan
tumbuh kembang anak, yaitu pertama, menjadi teladan yang baik, kedua, mengajarkan
sesuai dengan tingkat pemahaman dan tumbuh kembang anak, ketiga, mengulang kegiatan
dengan konsisten (Zahira, 2019). Pada fase ini anak belajar dari apa yang dilihat dan apa
yang didengar sehingga daya tiru anak tinggi dan mudah untuk menerima dan menyerap
setiap perkataan yang dilihat dan didengar, maka penting orang tua dan orang sekitar untuk
memberikan contoh yang baik.33

2. Fase ath-Thifl (3-6 tahun)


Kata ath-thifl merupakan bentuk isim dari pecahan fi’il (kata kerja) thafula-yathfulu-
thufûlah yang berarti ringan, halus, lembut dan lunak. ath-Thifl adalah pertumbuhan dan
perkembangan anak usia 3-6 tahun atau disebut juga fase anak usia dini. Secara terminologi
ath-Thifl adalah kata yang menunjukkan makna umum terhadap segala sesuatu dalam
kondisi rentan karena keunikannya. Secara khusus, menunjukkan pada aspek fisik anak yang
masih rentan dan belum masuk usia balig, yaitu anak yang senantiasa memerlukan bantuan
untuk kebutuhan hidupnya (al-Mishri).34
Abu Husain Ahmad ibn Faris menjelaskan bahwa kata ath-thifl bermakna al-maulud ash-
shagîr yaitu bayi yang baru dilahirkan dan masih kecil. Pada tahapan ini Allah memberika
rahmat gharizah, yaitu suatu insting bawaan, yaitu gerak bawaan yang dibutuhkan bayi untuk
menerima makanan berupa air susu ibu. Flavell memaknai gharizah sebagai gerak refleks
bawaan, sedangkan Nubarok membahasakan dengan hidayah instink yaitu fungsi gerakan
yang pertama untuk memenuhi kebutuhan, yaitu minum ASI.
Pada usia 6 tahun, anak mulai tumbuh dorongan untuk belajar. Dalam membentuk diri
anak pada usia ini menurut Rasulullah adalah dengan cara belajar sambil bermain karena
dinilai sejalan dengan tingkat perkembangan usia ini (Jalaludin). Oleh karena itu, fase ini
biasa juga disebut dengan tahun prasekolah, yaitu fase di mana anak mulai dapat belajar

33
Ibid, hlm 7
34
Ibid, hlm 8
16
mandiri dan berupaya mengembangkan keterampilan kesiapan bersekolah, seperti mengikuti
aturan dan perintah yang berlaku, belajar mengenal dan membedakan huruf, menghitung
angka dan pada masa ini anak-anak suka melakukan penjelajahan terhadap lingkungannya.
Pada usia ini anak sudah dapat diberikan latihan disiplin. Upaya ini sebagai pembelajaran
konsekuensi logis atas segala perbuatan yang dilakukan. Penanaman kedisiplinan ini
bertujuan untuk mempersiapkan anak hidup di lingkungan sosial yang siap untuk mengikuti
aturan dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Untuk dapat mengoptimalkan dan mengembangkan keterampilan dan kemampuan anak,
orang tua sebaiknya terlibat dalam kegiatan anak dan memberikan kesempatan anak untuk
melakukan aktivitas dan banyak mengatur dan melarang anak, agar anak dapat
mengeksplorasi segala potensi dan kemampuan serta merasa diberikan kepercayaan dan
tanggung jawab untuk melaksanakan tugas perkembangan selanjutnya.35

B. Perkembangan Fisik dan Motorik Dalam Islam

Potensi pembelajaran pada manusia dalam Al-Quran surah An-Nahl ayat 78 meliputi aspek
fisik (jasmani) yakni pendengaran dan penglihatan serta aspek psikis yakni akal. Mendengar adalah
menangkap bunyi-bunyi (suara) dengan indera pendengaran dan suatu itu memelihara komunikasi
vokal antara makhluk yang satu dengan lainya. Bunyi berfungsi sebagai pendukung arti karena itulah
maka sebenarnya yang ditangkap atau didengar adalah artinya, bukan bunyi atau suaranya.
Penglihatan merupakan pembahasan yang paling besar dan luas dalam psikologi, menurut obyeknya,
masalah penglihatan digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu melihat bentuk, melihat dalam dan
melihat warna.
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-
organ tubuh dan sendinya akan dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti
pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah akan dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif)
sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus
dan jasmani agar tetap bugar, anak sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang
bergizi. selain itu, anak juga dianjurkan memilih pola istirahat yang cukup dan olahraga ringan yang
sedapat mungkin terjadwal secara tetap dan berkesinambungan. 36

35
Ibid, hlm 9.
36
Ali Muhsin. Potensi Pembelajaran Fisik Dan Psikis Dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl : 78 (Kajian Tafsir Pendidikan
Islam).
17
Dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 78 diawali dengan dengan kata lata'lamuna syai'an
yakni tidak mengetahui sesuatu apapun, sebelum Allah Swt. menciptakan bagi manusia pendengaran,
penglihatan dan af'idah (hati, otak, akal) manusia sama halnya dengan kertas putih yang tidak
mengetahui apapun. Melalui pendengaran, penglihatan dan af'idah manusia mulai mengalami proses
perkembangan seiring dengan bertambahnya pengetahuan mereka atas apa yang mereka lihat
melalui penglihatan dan atas apa yang mereka dengar melalui pendengaran. Proses-proses
perkembangan tersebut meliputi.
a. Perkembangan motor (motor development) yakni proses perkembangan yang
progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak
(motor skill)
b. Perkembangan kognitif (cognitive development) yakni perkembangan fungsi
intelektual atau proses perkembangan kemampuan atau kecerdasan otak anak
c. Perkembangan sosial dan moral (social and moral development) yakni proses
perkembangan mental yang berhubungan dengan perubahan-perubahan cara anak
berkomunikasi dengan orang lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. 37

C. Perkembangan Kognitif dan Bahasa Dalam Islam

Perkembangan Kognitif
Dalam Qs. Al-Alaq ayat 1, Kata perintah bacalah ini tidak mengandung unsur objek dari
perintah itu sendiri, sehingga perintah bersifat Umum (Rohman, 2014). Maka maksud dari ayat
tersebut manusia diharuskan membaca apa pun yang bisa dibaca olehnya, sehingga manusia
terbiasa untuk berfikir dan melakukan pemahaman terhadap hal yang dibaca.
Akal adalah salah satu aspek penting dalam hakikat manusia, Ini dijelaskan dibeberapa ayat
Al-Qur’an. Harun Nasution menjelasakan bahwa ada tujuh kata yang digunakan Al-Qur’an untuk
mewakili konsep akal. Pertama kata nazara, seperti dalam surat Qaaf ayat 6-7, surat al-Thaariq ayat
5-7, al-Ghasiyah 17-20. Kedua kata tadabbara, seperti dalam surat Shaad ayat 29, surat Muhammad
ayat 24. Ketiga kata tafakkara, seperti didalam surat al-Nahl ayat 68-69, al-Jatsiyah ayat 12-13.
Keempat kata faqiha, Kelima kata tadzakkara, Keenam kata fahima, Ketujuh kata ‘aqala. Kata-kata itu
semua menunjukan bahwa al-Qur’an mengakui akal adalah aspek penting dalam hakikat manusia
(Ahmad Tafsir, 2016). Akal adalah alat untuk berpikir. Jadi, salah satu hakikat manusia ialah ia ingin,
ia mampu dan ia berpikir

37
Ibid.
18
Dalam riwayat ath-Thabrani dan Ibnu an-Najjar dari Ali karramallahuwajhahu, menyatakan
bahwa
Rasullullah saw bersabda: “Ajarkanlah kepada anak-anak kalian tiga perkara: cinta kepada
Nabi kalian, cinta kepada keluarga beliau dan membaca Al-Quran. Sebab, sesungguhnya para
pembaca Al-Quran berada dibawah naungan ‘Arsy Allah pada hari tidak ada naungan selain naungan-
Nya, Bersama para Nabi dan orang-orang pilihan-Nya”

Rasullullah saw menjelaskan bahwa sangat penting bagi sesama muslim berbagi macam
pengetahuan. Maka dapat dikatakan bahwa di dalam Al-Quran dan Hadist menjabarkan tentang
bagaimana menstimulus kemampuan kognitif anak usia dini yaitu dengan membiasakan anak
mendengar dan mengkaji tentang isi-isi Al-Quran serta menghafal Hadist terutama bagi anak usia dini
dibiasakan untuk menghafal hadist pendek yang biasa muncul di sekitar lingkungan
. Mengajak anak untuk di stimulus agar mampu membaca, namun dari beberapa ahli
pendidikan anak usia dini bahwa dalam mengajarkan membaca pada anak itu harus sesuai dengan
tingkat usia, kematangan, kemampuan serta masa peka anak untuk mendapatkan pembelajaran
membaca. Al-Quran memerintahkan untuk membaca, karena dengan membaca maka mendapatkan
ilmu dan pengetahuan yang luas.

Perkembangan Bahasa
Perkembangan Bahasa dalam Al-quran dan Hadist. Sudah di ketahui pada ayat di atas
bahwa, Nabi Pertama yaitu Nabi Adam as telah dianugrahi oleh Allah SWT kemampuan untuk
menberikan dan menyebutkan seluruh nama-nama. Dan secara fitrah Bahasa merupakan alat
komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan gagasan, ide serta pememikiran yang
ada pada dirinya.
Dalam pandangan Islam, penjelasan bahasa terdapat dalam al Qur‟an surah al-Baqarah ayat
31 sebagai berikut:

Artinya:
Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan
kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu
yang benar!

19
Ayat ini menjelaskan Nabi Adam a.s mendapatkan bahasanya melalui proses belajar
sebagaimana dijelaskan (diajarkan) oleh Allah, bukan proses serta merta langsung bisa. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya seluruh komponen belajar yang telah Allah ciptakan pada diri nabi Adam
a.s.
Perkembangan kemampuan bahasa pada setiap anak juga berbeda-beda tergantung dari
pertumbuhan dan kebahasaan yang mereka dapatkan. Maka perlu adanya latihan/stimulus dalam
mengembangkan kemampuaan bahasa anak usia dini supaya perkembangaan bahasa anak bisa
sesuai dengan tahapan tumbuh kembangnya agar kelak mereka menadi orang yang sukses dan
manfaat.38
Selain itu, dalam Islam telah mengajarkan pengenalan bahasa sejak anak baru lahir ke dunia.
Hal ini berdasarkan hadis berikut.
“Musaddad menyampaikan kepada kami dari yahya, dari Sufyan, dari Ashim bin Ubaidillah
bin Abu Rafi “bahwa ayahnya berkata aku melihat Rasulullah Saw, Mengumandangkan azan di
telinga Al-Hasan bin Ali sesaat setelah Fatimah melahirkannya dengan azan untuk shalat.”

Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan hikmah dari Azan adalah agar ucapan pertama atau
Bahasa yang pertama yang masuk kedalam teliga adalah kata-kata yang mengungkapkan sifat-sifat
kebesaran Allah, Keagungga-Nya dan syahadat yang menjadi syarat sah masuk islam (Muhammad
Nur Abdul Hafizh Suwaid, 2010).
Dalam hadits, Rasulullah saw, mengajarkan kalimat tauhid kepada anak. Ibnu Abbas
menyatakan bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda: “Berilah pembukaan kepada
anakanakmu dengan mengucapkan kalimat la ilaha illallah, dan ajarilah mereka kalimat la ilaha illallah
ketika mati “. Nabi Muhammad saw bersabda : “Mulailah pertama kali kalimat yang diucapkan anak-
anakmu dengan la ilaha illallah dan talqinkan mereka ketika mati dengan la ilaha illallah. Karena
barang siapa yang kalimat pertama kali yang diucapkkannya adalah la ilaha illallah kemudian ia hidup
seribu tahun, maka ia tidak ditanya tentang satu perbuatan dosa”. Maksud dari hadis di atas adalah
pembelajaran bahasa atau kata yang pertama kali di kenalkan dan diajarkan secara fasih dimulai saat
anak mulai belajar berbicara adalah kalimat la ilaha illallah.39

38
Miftahillah. Melejitkan Bahasa Anak Usia Dini Dalam Islam. Jurnal Sumbula. 2020, Hlm 426
39
Ibid, hlm 447
20
D. Perkembangan Agama, Akhlak Atau Moral Dalam Islam

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.” (Q.S. AT- Tahrim 66: 6)

Di sini Allah memperingatkan manusia untuk melindungi diri dan keluargnya dari siksa api
neraka. Disini juga tersirat bahwa anak adalah amanat yang dititipkan Allah kepada orang tuanya.
Amanat wajib dipertanggungjawabkan. Secara umum, inti tanggung jawab itu ialah penyelenggaraan
pendidikan Islam bagi anak-anak dalam keluarga (Tafsir, 1994).
Keluarga adalah kelompok orang yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan, darah, atau
adopsi. Di samping itu, keluarga juga bisa dikatakan orang-orang yang hidup bersama dalam satu
rumah dan membentuk suatu rumah tangga yang merupakan satu kesatuan dan saling berinteraksi
dan berkomunikasi mempertahankan kebudayaan bersama yang berasal dari lingkungan sekitar atau
menciptakan kebudayaan sendiri. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan
utama, bukan semata-mata karena alasan urutan atau alasan kronologis, melainkan ditinjau dari
sudut intensitas dan kualitas pengaruh yang diterima anak, serta dari sudut tanggungjawab yang
diemban orang tua sekaitan dengan pendidikan anaknya.
Oleh karena itu, keluarga memiliki beberapa fungsi penting, yaitu: fungsi pembinaan dasar
moral dan spiritual, fungsi pendidikan, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, fungsi
perlindungan/protektif, fungsi rekreatif, fungsi sosial, fungsi afektif.40
Dalam Al-Qur’an surah Luqman ayat 12-19.

40
Didik Supriyanto. Perkembangan Nilai Agama Dan Moral Anak Dan Pendidikan Keagamaan Orangtua. 2015, Hlm 96

21
Artinya:
12. Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, “Bersyukurlah kepada Allah! Dan
barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan
barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji”.
13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya,
“Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orangtuanya. Ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia
dua tahun. (648) Bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembali
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak
mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di
dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku
tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan
16. Luqman berkata, “Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan
berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan).
Sesungguhnya Allah Mahahalus, Mahateliti.
17. Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah
(mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang
demikian itu termasuk perkara yang penting.
22
18. Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan
di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membanggakan diri.
19. Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu, Sesungguhnya seburuk-buruk
suara ialah suara keledai.

Dari ayat tersebut terdapat 10 nasehat Luqman yang intinya:


1) untuk selalu bersyukur terhadap Allah;
2) tidak mempersekutukan Allah;
3) berbakti kepada kedua orangtua terutama ibunya yang telah mengandung dan
menyusuinya;
4) senantiasa berbuat kebaikan;
5) mendirikan sholat;
6) menganjurkan orang mengerjakan kebaikan dan mencegah mereka dari berbuat mungkar;
7) wajib bersabar terhadap musibah dan cobaan;
8) tidak sombong dan angkuh;
9) sederhana dalam berjalan;
10) dan bersuara (bicara) secara santun.

Penerapan pendidikan Islam hanya bisa terlaksana dalam rumah tangga Islami. Rumah tangga Islami
memiliki karakter sebagai berikut:
(a). di dalamnya ditegakkan adab-adab Islam, baik menyangkut individu maupun seluruh
anggota keluarga;
(b). didirikan atas landasan ibadah, bertemu dan berkumpul karena Allah, saling menasehati
dalam kebenaran dan kesabaran, saling meyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar
karena kecintaannya kepada Allah;
(c) dapat menjadi teladan dan dambaan masyarakat dan ummat, tinggal dalam kesejukan
iman dan kekayaan ruhani;
(d) seluruh anggota keluarga merasakan suasana “surga” di dalamnya atau disebut juga Baiti
Jannati.
Pendidikan akan keimanan bagi anak adalah sesuatu yang paling mendasar atau yang paling
pokok, hal ini dikarenakan keimanan akan mendasari, sikap pandangan, pola hidup manusia dalam
merespon berbagai masalah kehidupan baik bidang sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya dan
sebagainya. Dijelaskan antara lain dalam surat Al-Hasyr ayat 22-24, surat Ar-Rum ayat 22-25. Nilai
pendidikan dari kedua surat tersebut ialah menjelaskan bahwa Iman merupakan materi pokok dalam
23
pendidikan Islam, juga dapat menjadi dasar tujuan pendidikan, dasar penyusuanan kurikulum dan
aspek-aspek lain pendidikan. Adapun fungsi keimanan ialah mendorong bagi upaya peningkatan
dibidang ilmu pengetahuan.41
Sifat-sifat pemahaman anak usia Taman Kanak-kanak terhadap nilai-nilai keagamaan pada
saat mengikuti kegiatan belajar mengajar di antaranya:
a. Unreflective: pemahaman dan kemampuan anak dalam mempelajari nilai-nilai agama
sering menampilkan suatu hal yang tidak serius. Mereka melakukan kegiatan ibadah pun dengan
sikap dan sifat dasar yang kekanak-kanakan. Tidak mampu memahami konsep agama dengan
mendalam.
b. Egocentris: dalam mempelajari nilainilai agama, anak usia Taman Kanakkanak terkadang
belum mampu bersikap dan bertindak konsisten. Anak lebih terfokus pada hal-hal yang
menguntungkan dirinya.
c. Misunderstand: anak akan mengalami salah pengertian dalam memahami suatu ajaran
agama yang banyak bersifat abstrak.
d. Verbalis dan Ritualis: kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan nilai-nilai
agama pada diri mereka dengan cara memperkenalkan istilah, bacaan, dan ungkapan yang bersifat
agamis. Seperti memberi latihan menghafal, mengucapkan, memperagakan, dan sebagainya
e. Imitative: anak banyak belajar dari apa yang mereka lihat secara langsung. Mereka banyak
meniru dari apa yang pernah dilihatnya sebagai sebuah pengalaman belajar.42
Secara umum tujuan pengembangan nilai agama pada diri anak adalah meletakkan dasar-
dasar keimanan dengan pola takwa kepada-Nya dan keindahan akhlak, cakap, percaya pada diri
sendiri, serta memiliki kesiapan untuk hidup di tengah-tengah dan bersama-sama dengan masyarakat
untuk menempuh kehidupan yang diridhai-Nya.
Adapun tujuan khusus pengembangan nilai agama pada anak-anak usia prasekolah yaitu:
a. Mengembangkan rasa iman dan cinta terhadap Tuhan
b. Membiasakan anak-anak agar melakukan ibadah kepada Tuhan
c. Membiasakan agar perilaku dan sikap anak didasari dengan nilai-nilai agama
d. Membantu anak agar tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan.43

41
Jajat Darojat. Membangun Kecerdasan Emosional Anak Dalam Tinjauan Pendidikan Agama Islam. Jurnal Al-
Mau’izhoh. 2020, hlm 11
42
Rizki Ananda. Implementasi Nilai-nilai Moral dan Agama pada Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi. 2017, hlm 28.
43
Ibid, hlm 26
24
E. Perkembangan Sosial Emosional Dalam Islam

Dalam Al-Quran dan Hadist, menjabarkan bagaimana seseorang membentuk sikap dan
emosi yang baik saat bersosialisasi dengan masyarakat serta lingkungannya. Dimana membahas
bagimana saling tolong menolong, sikap tenang dang tidak terburu-buru, menjauhkan diri dari
amarah, penyayang, sikap yang memiliki rasa malu, toleransi, menjauhkan dari kemungkaran, berbuat
kebajikan, sikap yang ramah tidak kasar, pemaaf, suka berbagi, sabar, diajarkan pula bagaimana
beretika dalam makan, dan lain sebaginya.
Dilihat banyaknya penjabaran Al-Quran dan Hadist tentang perkembangan sosial dan emosi,
maka dapat dikatakan bahwa manusia harus memiliki sikap sosial yang baik pada sesama yaitu
masyarakat dan lingkungan, serta memiliki emosi yang baik yang mencerminkan sebagai seorang
muslim.
Untuk membangun kecerdasan emosional peserta didik melalui pembelajaran pendidikan
agama Islam, maka yang dibutuhkan pertama kali adalah pengetahuan tentang ketuhanan atau yang
paling utama yakni keimanan. Karena sebagimana dijelaskan di atas inti manusia dalam konteks ini
peserta didik adalah imannya, jika imannya baik maka ia akan memiliki kesadaran untuk berakhlak
terpuji, seperti sabar (pengendalian diri), menolong sesama (empati), rendah hati (mengenali diri) dan
sebagainya. Selain itu karena keimanan fondasi yang mendasari sikap, pandangan, pola hidup
manusia dalam merespon berbagai masalah kehidupan baik bidang sosial, ekonomi, politik,
kebudayaan, ilmu pengetahuan dan sebagainya.44
Pada dasarnya pendidikan agama adalah bukan hanya sebatas pendidikan normatif saja
melainkan mengajarkan tentang pendidikan sosial. Manusia (peserta didik) dalam konteks ini bukan
hanya makhluk individual tetapi dianggap sebagai makhluk sosial. Sebagai mahluk individual peserta
didik membutuhkan makan, minum, pakaian, tempat dan sebagainya. Sebagai mahluk sosial,
manusia mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia lainnya, ia menginginkan lingkungan
yang damai, harmonis, ramah, peduli, santun, tertib, disiplin, menghargai hak asasi manusia dan
sebagainya. Keinginan untuk mewujudkan lingkungan yang seperti itu maka dibutuhkan membina
masyarakat yang berpendidikan, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam ajaran Islam, manusia tidak hanya dituntut untuk memiliki kesalehan spiritual (hablum
min Allah), melainkan menuntutpenganutnya untuk meningkatkan kesalehan sosial (hablum min an
Nas). Tidak hanya mengedepankan ritual ibadah vertikal, melainkan juga mengplikasikan ajaran
mu’amalah dengan berhubungan dengan manusia secara baik. Bahkan semua ibadah yang
berbentuk ritual kepada Allah juga mempunyai efek kepada kehidupan sosial manusia, seperti sholat
yang benar dan sesuai dengan kaidahnya akan mencegah perbuatan keji dan munkar, zakat dan

44
Jajat Darojat. Loc.cit.
25
infaq memberi motivasi dan mengajarkan umatnya untuk saling memberi sebagaimana dalam sebuah
idiom “Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah”, puasa mengajarkan umatnya untuk dapat
mengendalikan diri, dan haji yang mabrur akan menjadi orang yang dermawan dan seterusnya. 45

45
Ibid, hlm 13.
26
BAB III
PENUTUP

Penciptaan berbeda dengan pembentukan, dan penciptaan terjadi lebih dahulu, baru kemudian
disusul pembentukan. Allah menciptakan manusia di dalam rahim dalam tiga penciptaan. Dia
menjadikannya ‘alaqah, lalu mudhghah, kemudian menjadikannya bentuk yang dapat dikenali dan
berbeda dari yang lain menurut karakteristiknya. Peniupan ruh terjadi setelah fase mudhghah, yaitu
setelah seratus dua puluh hari.
Dengan adanya peniupan ruh ke dalam janin berarti menetapkan hukum kehidupan baginya,
dan menganggapnya sebagai anak Adam yang hidup, sehingga haram menganiayanya dengan cara
aborsi atau cara lain, karena itu berarti menganiaya manusia yang hidup. Tidak ada perbedaan sama
sekali antara nas-nas syar’iyyah dengan keterangan ahli kedokteran dalam masalah penciptaan dan
pembentukan janin.
Al-Quran dan Allah juga mengutus Nabi Muhammad saw, Sebagai Rosullullah yang
memberikan tuntunan dan contoh bagi umat Islam semua hal yang beliau lakukan menjadi acuan bagi
umat islam yang kita sebut dangan Al-Hadist. Al-Quran Allah SWT turunkan untuk menunjukkan,
membimbing, mendidik dan mengajari manusia, mendapat petunjuk dari kebenaran-kebenaran yang
terdapat dalam Al-Quran tentang manusia. Sedangkan Al-Hadist sebagai acuan bagaimana umat islam
menjalankan isi-isi di dalam Al-Quran berdasarkan contoh yang di berikan oleh Rasullullah saw.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ananda, Rizki. 2017. Implementasi Nilai-nilai Moral dan Agama pada Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi.

Darojat, Jajat. 2020. Membangun Kecerdasan Emosional Anak Dalam Tinjauan Pendidikan Agama Islam.
Jurnal Al-Mau’izhoh.

Hanita. 2020. Fase Aspek Perkembangan Anak Usia Dini Dalam Kajian Al-Quran dan Hadits. JEA
(JURNAL EDUKASI AUD), 6(1), 28-43

Jalaluudin. Mempersiapkan Anak Saleh (Telaah Pendidikan Terhadap Sunnah Rasul Allah SAW.).

Khusni, Moh Faishol. Fase Perkembangan Anak dan Pola Pembinaannya Dalam Perspektif Islam. 1-31

Miftahillah. 2020. MELEJITKAN BAHASA ANAK USIA DINI DALAM ISLAM. Jurnal Sumbula (5) 2

Muhsin, Ali. Potensi Pembelajaran Fisik Dan Psikis Dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl: 78 (Kajian Tafsir
Pendidikan Islam).

Nasution, Abdul Halim 2020. Embriologi Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jurnal Nizhamiyah.

Sholichah, Aas Siti, dkk. 2021. Anak Usia Dini dalam Tinjauan Neuroscience dan Al-Qur’an. Jurnal Kajian
Ilmu Pendidikan Anak.

Supriyanto, Didik. 2015. Perkembangan Nilai Agama dan Moral Anak dan Pendidikan Keagamaan
Orangtua. Jurnal Program Studi PGMI, 3(1), 86-105

Suwito. 2012. Penciptaan dan Pembentukan Janin Menurut Al-Qur’an, Al-Hadis, Dan Ilmu Kedokteran. Al-
Hukama, 21(2), 195-220

28

Anda mungkin juga menyukai