Makalah Psikologi Agama Kel.2

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK”

NAMA ANGGOTA :

1. Indra Jaya Kusuma (20250019)


2. Mutaqof Asyarif (20250048)
3. M. Irvan Islami (20250013)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

LAMPUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul
“PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK” ini dibuat guna untuk memenuhi
tugas psikologi agama.

Dalam penulisan makalah ini kami banyak mendapat bantuan dari beberapa pihak.
Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama
kepada teman-teman yang telah membantu penulisan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam membuat makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca untuk kesempurnaan pada makalah ini.

Kami harap makalah ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya, dan
memberikan wawasan yang luas kepada pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari anda kami
tunggu untuk perbaikan makalah ini nantinya. Terimakasih.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................2

1.3 Tujuan dan manfat penulisan.........................................................................................3

2.1 Timbulnya keagamaan pada anak..................................................................................4

2.2 Perkembangan jiwa keagamaan anak.............................................................................6

2.3 Pengalaman keagamaan pada anak................................................................................6

2.4 Sifat agama pada anak....................................................................................................7

2.5 Teori perkembangan agama pada anak..........................................................................8

2.6 Rasa kesadaran beragama pada anak.............................................................................9

BAB IV PENUTUP...................................................................................................................11

4.1 Kesimpulan..................................................................................................................11

4.2 Rekomendasi................................................................................................................11

Daftar pustaka............................................................................................................................13

ii
ii
BAB I
PENDAHULUA
N

1.1 Latar Belakang


Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak
kecil, dalam keluarga, di sekolah, dan dalam masyarakat lingkungan. Semakin banyak
pengalaman yang bersifat agama ( sesuai dengan ajaran agama ), dan semakin banyak unsur
agama, maka sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan
ajaran agama.
Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh lingkungan, baik pengalaman
atau pendidikan di sekolah. Di rumah pengalaman kegamaan pada anak mengikuti pola
keagamaan orang tua. Praktek keagamaan yang benar oleh orang tua akan menjadi
keuntungan sendiri bagi anak perihal agamanya ketika dewasa. Sebaliknya, keagamaan
seorang anak tidak baik jika semasa kecilnya ia tidak di perkenalkan agama secara baik.
Peran orang tua sangat menentukan keberagamaan anak. Hal ini dikuatkan karena
sesungguhnya terdapat dalam kitab suci setiap agama, dimana banyak sekali terdapat ayat-
ayat yang berkenaan dengan proses jiwa atau keadaan jiwa seseorang karena pengaruh
agama. Dalam al quran misalnya banyak sekali ayat-ayat yang menunjukkan keadaan jiwa
orang yang beriman dan sebaliknya serta kelainan-kelainan sifat dan sikap yang terjadi
karena kegoncangan kepercayaan dan ayat-ayat yang berbicara tentang perawatan jiwa atau
dengan kata lain memperoleh kedamaian dalam jiwanya sehingga pendidikan yang
berorientasi pada keagamaan perlu dilakukan sedini mungkin karena seorang anak tidak
mungkin selalu bahagia dimana ada saat anak tersebut merasa tidak bahagia di dalam kondisi
tertentu.
Al – Quran banyak mencakup ayat-ayat yang memaparkan pembentukan manusia dan
juga mendekripsikan keadaan jiwanya yang selalu berubah. Juga diterangkan penyebab
penyimpangannya diserta metode untuk meluruskannya dan mengarahkannya kepada
kenormalannya. Semua ayat tersebut layaknya petunjuk yang mengarahkan manusia untuk
bisa memahami dirinya sendiri dan keadaan jiwanya yang beragam, juga untuk
mengarahkannya kepada jalan yang baik dan mengajarkan cara terbaik untuk mendidiknya.
Bukan hal yang mustahil bila kita mencari petunjuk dalam ayat-ayat AlQuran sehingga kita
bisa memahami hakikat manusia, karakteristiknya, keadaan jiwanya sehingga kita bisa
membentuk satu gambaran utuh akan kepribadian yang ada, memahami motivasi dasar yang
mendorongnya dalam melakukan satu perilaku tertentu, memahami faktor utama dalam
1
dirinya, dan bertindak serta membuatnya mampu mengaplikasikan kesehatan mentalnya
sehingga ia mampu menapaki jalan mengaktualisasikan dirinya secara optimal dan
mengaplikasikan tujuan Allah dari penciptaan dirinya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana timbulnya jiwa keagamaan pada anak?
2. Bagaimana perkembangan jiwa keagamaan anak?
3. Bagaimana Pengalaman Keagamaan Pada anak?
4. Bagaimana sifat agama pada anak?
5. Bagaimana teori pertumbuhan agama pada anak?
6. Bagaimana rasa kesadaran beragama pada anak?

2
1.3 Tujuan dan manfat penulisan
1. Menjelaskan mengenai bagaimana timbulnya jiwa keagamaan pada anak.
2. Menjelaskan mengenai bagaimana perkembangan jiwa keagamaan anak.
3. Menjelaskan mengenai pengalaman Keagamaan Pada anak.
4. Menjelaskan dan menguraikan bagaimana sifat agama pada anak.
5. Menguraikan dan menjelaskan mengenai teori pertumbuhan agama pada anak.
6. Menjelaskan rasa kesadaran beragama pada anak.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Timbulnya keagamaan pada anak

Awal mula bagi bayi wajah yang dikenal pertama kali adalah ibu yang bukan semata-
mata kumpulan stimulus visual, tetapi merupakan suatu entitas yang bermakna berdasarkan
ketertarikan visual, seperti warna, gerakan, dan kontras sehingga pada bayi usia tujuh
minggu, mata ibu memiliki nilai sosial khusus dan penting dalam interaksi sosial. Tahap
berikutnya adalah mengenal bahasa yang merupakan tahap awal seorang anak mengenal
tuhan. Semula nama tuhan dikenal secara acuh tak acuh. Selanjutnya ia akan merasakan
kegelisahan setelah melihat orang-orang dewasa menunjukkan rada kagum dan takut kepada
tuhan. Hal ini sesuai dengan teori empirisme yang dikemukakan oleh Francis Bacon dan John
Locke yang berpandangan bahwa pada dasarnya anak lahir ke dunia, perkembangannya
ditentukan oleh adanya pengaruh dari luar, termasuk pendidikan dan pengajaran.

Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak
kecil, dalam keluarga, di sekolah dan dalam masyarakat lingkungan. Semakin banyak
pengalaman yang bersifat agama (sesuai dengan ajaran agama) dan semakin banyak unsur
agama maka sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan
ajaran agama.

Dalam teori psikoanalisa tentang agama ada beberapa unsur yang mempengaruhinya
yaitu :

a. Sesungguhnya kepercayaan agama seperti keyakinan akan keabadian, surga


dan neraka, tak lain dari hasil pemikiran kekanak-kanakan yang berdasarkan
kelezatan, yang mempercayai adanya kekuatan mutlak bagi pemikiran-
pemikiran.

b. Sikap seseorang terhadap Allah adalah pengalihan dari sikapnya terhadap


bapak, yaitu sikap Oedipus yang bercampur antara takut dan butuh akan
kesayangannya.

c. Doa – doa dan lainnya (dari penenang agama) adalah cara-cara yang tidak
disadari (obsessions) untuk mengurangkan rasa dosa, yaitu perasaan yang
ditelan akibat pengalaman-pengalaman, yang kembali pada masa
pertumbuhannya .

Perwujudan perilaku belajar atau manifestasi diatas termasuk manifestasi kebiasaan dimana
4
setiap siswa yang telah mengalami proses belajar, kebiasaan-kebiasaannya akan tampak
berubah. Kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan
menggunakan stimulasi yang berulang-ulang.

Semula, tuhan bagi anak merupakan hal yang asing yang diragukan kebaikan niatnya. Hal
ini disebabkan oleh pengalaman kesenangan atau kesusahan belum dirasakan oleh seorang
anak. Namun setelah ia menyaksikan orang dewasa yang disertai emosi atau perasaan tertentu
dalam memandang tuhan, perlahanlahan perhatiannya terhadap tuhan mulai tumbuh. Bahkan
pada tahap awal, pengalaman tentang tuhan merupakan hal yang tidak disenangi karena
merupakan ancaman bagi integritas kepribadiannya. Itulah sebabnya, menurut Zakiah,
seorang anak sering menanyakan tentang dzat, tempat dan perbuatan tuhan untuk mengurangi
kegelisahannya.

Jawaban yang diterima oleh anak atas pertanyaan yang ia ajukannya dengan puas
sepanjang jawaban itu serasi. Jawaban yang tidak serasi akan membawa pada keragu-raguan
dan pandangan skeptis pada masa remaja. Oleh karena itu, apa yang dipercayai seorang anak
tergantung pada apa yang diajarkan oleh orang tua di rumah dan seorang guru di sekolah.

5
2.2 Perkembangan jiwa keagamaan anak

Dalam buku Ilmu Jiwa Agama karya Sururin, menurut Jalaluddin bahwa Menurut
beberapa ahli, anak dilahirkan bukan seagai makhluk yang religius, ia tak ubahnya seperti
makluk lainnya. Selain itu terdapat pendapat para ahli yang mengatakan bahwa anak
dilahirkan telah membawa fitrah keagamaan, dan baru berfungsi kemudian setelah melalui
bimbingan dan latihan sesuai dengan tahap perkembangan jiwanya. Melalui pengalaman-
pengalaman yang diterima dari lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa keberagamaan
pada diri anak.
Pada umumnya agama seseorang dtentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-
latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya dulu. Seorang yang pada waktu kecilnya tidak
pernah mendapatkan didikan agama, maka pada dewasanya nanti, ia tidak akan merasakan
pentingnya agama dalam hidupnya lain halnya dengan orang yang diwaktu kecilnya
mempunyai pengalaman-pengalaman agama, misalnya ibu- bapaknya orang yang tahu
beragama, lingkungan sosial dan kawan-kawannya juga hidup menjalankan agama, ditambah
pula dengan pendidikan agama, secara sengaja di rumah, sekolah dan masyarakat.
Bisa diambil kesimpulan bahwa munculnya keagamaan pada anak adalah
diawali dengan pembinaan dan pelatihann ya sejak kecil, baik buruknya keagamaan
seseorang tergantung didikannya masa kecil. Walau memang setiap anak yang
dilahirkan sudah memiliki potensi keagamaan atau yang disebut fitrAh, tetapi potensi itu
perlu dikembangkan menjadi sempurna. Dengan pelatihan dan pembinaan orang tualah
potensi keagamaan tersebut bisa berkembang dengan baik.
Kepercayaan anak-anak bertumbuh melalui latihan-latihan dan didikan yang
diterimanya dalam lingkungannya. Biasanya kepercayaannya itu berdasarkan konsepsi-
konsepsi yang nyata, misalnya caranya berfikir tentang Tuhan, surga, neraka, malaikat,
jin, dan sebagainya adalah dalam bentuk gambaran yang pernah dilihatnya atau
didengarnya, hal ini nanti akan berubah setelah pengertian dan pengalamannya sehari-hari
dalam bermacam-macam kesempatan makin banyak dan bertambah luas.
Perkembangan pengertian anak-anak tentang agama sejalan dengan pertumbuhan
kecerdasan yang dilaluinya.
2.3 Pengalaman keagamaan pada anak

Menurut Zakiyyah Darajat, pengalaman awal anak-anak tentang Tuhan biasanya


tidak menyenangkan, karena Tuhan merupakan ancaman bagi integritas kepribadiannya.
Oleh sebab itu maka perhatian anak tentang Tuhan pada permulaannya merupakan sumber
kegelisahan atau ketidaksenangannya. Hal inilah yang menyebabkan anak sering bertanya
6
tentang zat, tempat dan perbuatan Tuhan. Pertanyaan itu bertujuan untuk mengurangkan
kegelisahannya. Lalu kemudian sesudah itu timbul keinginan untuk menentangnya atau
mengingkarinya.

Jadi, pemikiran tentang Tuhan adalah suatu pemikiran tentang kenyatan luar, sehingga
hal itu disukai oleh anak. Namun untuk melanjutkan pertumbuhan dan menyesuaikan diri
dengan kenyataan itu, anak harus menderita dan mendapatkan sedikit pengalaman pahit,
sehingga akhirnya ia menerima pemikiran tentang Tuhan setelah diingkariya.
Menurut Teori Freud, Tuhan bagi anak-anak tidak lain adalah orang tua yang
diproyeksikan. Jadi Tuhan pertama anak adalah orang tuanya. Dari lingkungan yang penuh
kasih saying yang diciptakan oleh orang tua, maka lahirlah pengalaman keagamaan yang
mendalam.
2.4 Sifat agama pada anak
Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami sifat agama pada
anak-anak. Sesuai dengan ciri yang mereka miliki, maka sifat agama pada anak-anak tumbuh
mengikuti pola ideas concept on outhority. Ide keagamaan pada anak sepenuhnya autoritaruis,
maksudnya konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka.
Hal tersebut dapat dimengerti karena anak sejak usia muda telah terlihat, mempelajari hal-hal
yang berada diluar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa-apa yang dikerjakan
dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang sesuatu yang berhubungan dengan
kemashlahatan agama. Orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsif
dengan eksplorasi yang mereka miliki. Dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama
merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka yang mereka pelajari dari para orang tua
maupun guru mereka. Bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran dari orang dewasa
walaupun belum mereka sadari sepenuhnya manfaat ajaran tersebut. Berdasarkan hal itu, maka
bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas:
1. Unreflective (tidak mendalam)
Dalam penelitian Machion tentang sejumlah konsep ketuhanan padadiri anak 73%
mereka menganggap Tuhan itu bersifat seperti manusia. Dengan demikian, anggapan mereka
terhadap ajaran agama dapat saja mereka terima dengan tanpa kritik. Kebenaran yang mereka
terima tidak begitu mendalam sehingga cukup sekedarnya saja dan mereka sudah merasa puas
dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal. Meskipun demikian pada
beberapa orang anak terdapat mereka yang memiliki ketajaman pikirang untuk menimbang
pendapat yang mereka terima dari orang lain.

7
2. Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya
dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamannya. Apabila kesadaran akan
diri itu mulai subur pada diri anak, maka akan tumbuh keraguan pada rasa egonya. Sehubungan
dengan hal itu, maka dalam masalah keagamaan anak telah menonjolkan kepentingan dirinya
dan telah menuntut konsep keagamaan yang mereka pandang dari kesenangan pribadinya.
3. Anthromorphis
Pada umumnya konsep mengenai ketuhanan pada anak berasal dari hasil
pengalamannya dikala ia berhubungan dengan orang lain. Tapi suatu kenyataan bahwa konsep
ketuhanan mereka tampak jelas menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan. Melalui konsep
yang terbentuk dalam pikiran mereka menganggap bahwa perikeadaan Tuhan itu sama dengan
manusia. Pekerjaan Tuhan mencari dan menghukum orang yang berbuat jahat.
4. Verbalis dan ritualis
Dari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak sebagian
besar tumbuh mula-mula secaraverbal (ucapan). Mereka mengahapal secara verbal kalimat-
kalimat keagamaan dan selain itu pula dari amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan
pengalaman menurut tuntunan yang diajarkan kepada mereka.
5. Imitatif
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan yang
dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Berdo’a dan shalat misalnya
mereka laksanakan karena hasil melihat perbuatan di lingkungan, baik berupa pembiasaan
ataupun pengajaran yang intensif. Para ahli jiwa menganggap, bahwa segala hal anak
merupakan peniru yang ulung. Sifat peniru ini merupakan modal yang positif dalam
pendidikan keagamaan pada anak.
6. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir pada anak.
Berbeda dengan rasa kagum yang ada padaorang dewasa, maka rasa kagum pada anak ini
belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriyah saja. Hal
ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk
mengenal sesuatu yang baru (new experience). Rasa kagum mereka dapat disalurkan melalui
cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.

2.5 Teori perkembangan agama pada anak

Teori empirisme yang dikemukakan oleh Francis Bacon dan John Locke yang
berpandangan bahwa pada dasarnya anak lahir ke dunia, perkembangannya ditentukan oleh
adanya pengaruh dari luar, termasuk pendidikan dan pengajaran. Arsitoteles berpendapat
8
bahwa pada waktu lahir jiwa manusiaDianggapnya anak lahir dalam kondisi kosong, putih
bersih seperti meja lilin (tabularasa), maka pengalaman (empiris) anaklah yang bakal
menentukan corak dan bentuk perkembangan jiwa anak sehingga ia akan gelisah dan ragu
tentang adanya yang gaib tidak memiliki apa-apa, sebuah meja lilin (tabula rasa) yang siap
dilukis oleh pengalaman. Dari aristoteles, Jhon Locke (1932-1704), tokoh empirisme Inggris
meminjam konsep ini. Menurut mental “. Warna ini dikaum empiris pada waktu lahir manusia
tidak mempunyai “ warna mental “ warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah
satu-satunya jalan kepemilikan pengetahuan. Bukanlah ide yang menghasilkan pengetahuan,
tetapi kedua-duanya adalah produk pengalaman. Secara psikologis, ini berarti seluruh perilaku
manusia, kepribadian, dan temperamen ditentukan oleh pengalaman inderawi (sensory
experience). Pikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku tetapi disebabkan oleh perilaku
masa lalu. Ia akan mengikuti dengan mengulang-ulang apa yang dibaca oleh orang dewasa.
Lambat laun, tanpa sadar, pemikiran tentang tuhan akan masuk dalam dirinya dan menjadi
pembinaan kepribadiannya.
Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil,
dalam keluarga, di sekolah dan dalam masyarakat lingkungan. Semakin banyak pengalaman
yang bersifat agama (sesuai dengan ajaran agama) dan semakin banyak unsur agama maka
sikap, tindakan, kelakuan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama.
Dalam teori psikoanalisa tentang agama ada beberapa unsur yang mempengaruhinya yaitu :
a. Sesungguhnya kepercayaan agama seperti keyakinan akan keabadian, surga dan neraka, tak lain
dari hasil pemikiran kekanak-kanakan yang berdasarkan kelezatan, yang mempercayai adanya kekuatan
mutlak bagi pemikiran-pemikiran.
b. Sikap seseorang terhadap Allah adalah pengalihan dari sikapnya terhadap bapak, yaitu sikap
Oedipus yang bercampur antara takut dan butuh akan kesayangannya.
c. Doa – doa dan lainnya (dari penenang agama) adalah cara-cara yang tidak disadari (obsessions)
untuk mengurangkan rasa dosa, yaitu perasaan yang ditelan akibat pengalaman-pengalaman, yang
kembali pada masa pertumbuhannya.
2.6 Rasa kesadaran beragama pada anak

Semakin besar si anak semakin bertambah fungsi agama baginya. Misalnya pada umur 10
tahun keatas agama mempunyai fungsi moral dan sosial bagi anak. Ia mulai dapat menerima
bahwa nilai-nilai agama lebih tinggi dari nilai-nilai pribadi atau nilai - nilai keluarga, si anak
mulai mengerti bahwa bukan kepercayaan pribadi atau keluarga, akan tetapi kepercayaan
masyarakat. Dengan melihat perkembangan jiwa pada anak, maka di antara cara praktis yang
patut digunakan oleh keluarga untuk menanamkan semangat keagamaan pada diri anak adalah
cara-cara berikut :
9
1. Memberi tauladan yang baik kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan
berpegang dengan ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam waktu
tertentu.
2. Membiasakan mereka menunaikan siar-siar agama semenjak kecil sehingga penunaian itu
menjadi kebiasaan yang mendarah daging, mereka melakukannya dengan kemauan sendiri
dan merasa tentram sebab mereka melakukannya.
3. Menyiapkan suasana agama dan spritual yang sesuai dengan rumah di mana mereka
berada.
4. Membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang dapat membangkitkan
semangat keagamaannya.
5. Menggalakkan mereka untuk turut serta dalam aktifitas-aktifitas keagamaan.
Dalam rangka mencapai kepribadian muslim, mukmin, muhsin, dan muttakin pada anak,
maka perlunya pembinaan kesadaran beragama yang harus di transferkan sesuai dengan nilai-
nilai agama Islam. Langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam pembinaan terhadap remaja,
antara lain :
a) Membimbing ketauhidan mereka;
b) Senatiasa mengajak berdialoq dan berdiskusi;
c) Menyediakan fasilitas yang menunjang kebutuhan fisik maupun pemikiran(fasilitas olah
raga, buku bacaan, dan lain sebagainya);
d) Memberikan kesempatan bertanggung jawab kepada mereka.
Dengan demikian pembinaan pengalaman ajaran agama Islam dimaksudkan sebagai pola
bimbingan dan pengarahan kepada anak, karena perkembangan potensi kepribadian anak harus
mendapatkan bimbingan dan pengalaman yang mendukung, sebab perkembangan pribadi anak
tidak saja dihubungkan dengan potensi-potensi pembawaan mereka, tetapi terutama
dihubungkan dengan pengalaman-pengalaman yang mereka hadapi dan membentuk kesadaran
beragama.

10
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pertumbuhan dan perkembangan, pada keduanya terjadi perubahan. Pada pertumbuhan,
berkenaan dengan perubahan dalam struktur dan fungsi-fungsi fisik. Sedangkan pada
perkembangan, berkenaan dengan perubahan dalam sifat-sifat yang khas mengenai gejala-
gejala psikologis yang menampak, karena integrasi proses pertumbuhan, kemasakan dan
belajar. Pada masa anak di fase pertama kehidupannya, perkembangan jiwa dan agamanya
sangat dipengaruhi oleh keluarganya, terutama orang tuanya. Oleh segala apa yang dilihat
didengar dan perlakuan yang diterimanya sangat mempengaruhi perkembangan jiwanya.
Di samping orang tua, orang yang pertama di luar rumahnya yang juga ikut mempengaruhi
perkembangan jiwa agamanya adalah guru TK, jika ia berkesempatan masuk TK sebelum
masuk SD. Pada masa anak usia sekolah, perkembangan jiwa anak, di samping pengaruh
orang tuanya dan guru TK yang ada, ia juga dipengaruhi alam lingkungan pergaulannya
yang sudah mulai meluas, utamanya guru agamanya di SD dan teman-temannya. Karena si
anak pada saat ini bersifat realistis dan belum mampu menangkap hal-hal yang abstrak,
maka pembinaan jiwa agama pada anak tersebut harus bersifat praktis dan pemberian
contoh/teladan dari orang tua, guru (agama) dan masyarakatnya.
4.2 Rekomendasi
Dengan membangunnya karya tulis ini penulis berharap makalah ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan. Dalam perkembagangan psikologis anak sangat mempengaruhi
untuk kehidupan dewasanya nanti. Mari kita arahkan anak – anak untuk selalu dekat dengan
sang pencipta.

11
12
Daftar pustaka

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta, Bulan Bintang, 2010

Herbart dalam Abu Ahmadi, Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, Jakarta, PT Rineka
Cipta, 2005
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Bandung, PT Remaja Rosdakarya

iii

Anda mungkin juga menyukai