FARMAKOLOGI
4 OKTOBER 2022
Kelompok : 8
2022
I. Tujuan
a. Mahasiswa mampu menerapkan metode pengujian obat diuretika.
b. Mahasiswa mampu mengevaluasi potensi obat diuretika.
c. Mahasiswa mampu mengevaluasi pengaruh obat kholinomimetik,
muskarinik blocker, agonis adrenergik dan adrenergik bloker pada
otot iris mata tikus.
d. Mahasiswa mampu menjelaskan efek kholinergik dan
antikholinergik pada kelenjar ludah.
a. Diuretik Kuat
Obat obat dalam golongan ini bekerja pada bagian henle
bagian asenden dengan epitel tebal dengan cara menghambat
transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Contoh obat
dalam kelompok ini adalah furosemide yang merupakan turunan
dari sulfonamid dan dapat digunakan sebagai obat hipertensi.
b. Diuretik Hemat Kalium
Obat diuretik dalam kelompok ini bekerja tepat di hilir distal
dan duktus koligentes pada daerah korteks dengan kerja
menghambat reabsorbsi natrium dan mensekresi kalium dengan
jalan secara antagonisme kompetitif (sipiironolakton) atau
dengan secara langsung (triamteren dan amilorida). contoh obat
dalam kelompok ini adalah spironolakton yang merupakan
penghambat aldosteron yang memiliki struktur mirip dengan
hormon ilmiah.
c. Diuretik Golongan Tiazid
Kelompok diuretik gologan tiazid bekerja pada hulu tubuli
distal dengan cara menghambat reabsorbsi natrium klorida. obat
obat yang termasuk dalam golongan ini adalah klorotiazid,
hidroklorotiazid, siklotiazid dan lain sebagainya.
d. Digolongan Pengahambat Enzim Karbonik Anhidrase
Obat Diuretik ini bekerja pada bagian tubuli Proksimal
dengan cara menghambat reabsorpsi bikarbonat. Zat ini
merintangi enzim karbonanbidrase di tubuli proksimal, sehingga
disamping karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak
dan bersamaan dengan banyaknya air dalam tubuh. Obat
patennya adalah Miamox. Obat golongan diuretik ini adalah
asetazolamid, diklorofenamid, dan meatzolamid.
e. Diuretik Osmotik
Diuretik ini bekerja pada beberapa bagian yaitu antara lain
pada tubuli proksimal, andsa henle, dan duktus koligentes.Istilah
diuretic Osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit
yang mudah serta cepat diekskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat
bertindak sebagai diuretic osmotic apabila memenuhi 4 syarat,
atara lain: difiltrasi secara bebas oleh glomerulus, tidak atau
hanya sedikit direabsorbsi sel tubulus ginjal, secara farmakologis
merupakan zat yang inert, dan umumnya resisten terhadap
perubahan-perubahan metabolic.
2. Midriatika dan Siklopegik
Berfungsi menyebabkan dilatasi pupil, namun siklopegik
mempunyai efek tambahan yaitu menyebabkan paralisis otot siliar
sehingga melumpuhkan akomodasi. Penggunaan utamanya adalah
untuk :
a. Menyebabkan dilatasi pupil sehingga mempermudah
pemeriksaan fundus okuli.
b. Melumpuhkan akomodasi pada pemeriksaan “kelainan refraksi
anak2”.
c. Menyebabkan dilatasi pupil dan lumpuhnya akomodasi pada
uveitis untuk mencegah pembentukan sinekia dan mengurangi
nyeri dan fotofobia.
d. Melebarkan pupil selama pembedahan lensa yang memerlukan
pupil tetap melebar.
Dalam penggunaannya, midriatika dan siklopegik harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan bakat glaukoma
sudut sempit sebab kedua obat ini dapat menyebabkan serangan
glaukoma akut. Pada pemeriksaan fundus dengan midriatika terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata. Dalam percobaan
kali ini, digunakan obat atropin sulfat.
3. Saraf Otonom
Obat-obat otonom yang digunakan dalam praktikum kali ini
dapat mempengaruhi saraf otonom. Susunan saraf otonom (SSO)
menyebar luas di berbagai organ viseral yang mengatur fungsi
otonom yang tidak dapat dikontrol oleh kesadaran. SSO ini dibagi
menjadi dua yaitu saraf simpatis dan parasimpatis yang secara
umum memiliki sifat yang berlawasan satu sama lain.
Sistem saraf simpatis memiliki neurotransmitter utama yaitu
noradrenalin dan adrenalin sedangkan pada parasimpatis memiliki
neurotransmitter utama yaitu asetilkolin. Sistem saraf simpatis
berfungsi mempertahankan tubuh terhadap tantangan dari luar
dengan reaksi berupa perlawanan atau pertahanan diri (fight or
flight), sedangkan sistem saraf simpatis secara umum berperan
dalam fungsi konservasi dan reservasi tubuh (rest and digest).
Sistem saraf simpatis bersifat katabolik/mengeluarkan energi,
sedangkan sistem saraf parasimpatis bersifat anabolik/menyimpan
energi.
Secara umum, simpatis dan parasimpatis memiliki fungsi yang
antagonis. Bila satu memacu fungsi suatu organ, maka satu lagi
menghambat fungsi organ tersebut. Organ tubuh umumnya
dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis dan tonus yang
terlihat merupakan hasil perimbangan dari kedua sistem tersebut.
Perlu diketahui bahwa efek simpatis dan parasimpatis tidak selalu
antagonis, dapat terjadi efek yang sama. Selain itu, sistem simpatis
dan parasimpatis dapat juga saling melengkapi seperti dalam ereksi
yang merupakan perangsangan saraf parasimpatis, sedangkan
ejakulasi yang merupakan perangsangan saraf simpatis.
Dalam tubuh manusia, terdapat beberapa lokasi reseptor
adrenergik (3) antara lain; (a) adrenoreseptor a1 yang terutama
terdapat pada otot polos arteri, post synaptic dan rangsangannya
menyebabkan vasokontriksi; (b) adrenoreseptor a2 yang terutama
terdapat pada ujung saraf simpatis (pre synaptic), rangsangannya
menghambat pelepasan noradrenalin; (c) adrenoreseptor b1 yang
terutama terdapat pada otot jantung; (d) adrenoreseptor b2 yang
terutama terdapat pada otot polos, bronkus, pembuluh darah, dan
uterus, dan (e) adrenoreseptor b3 yang terutama terdapat pada
jaringan lemak.
Berikut ini adalah jenis-jenis obat yang bekerja pada saraf
otonom, antara lain :
a. Obat Adrenergik (Simpatomimetik) : memiliki efek menyerupai
efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan saraf simpatik atau
mirip neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin. Obat-obat
yang termasuk dalam adrenergik ini meliputi alfa agonist, mixed
alfa and beta agonist, beta agonist, dan dopamine agonist. Salah
satu obat yang termasuk dalam jenis ini adalah
adrenalin/epinefrin.
b. Obat anti Adrenergik (Simpatolitik) : menghambat timbulnya
efek akibat aktivitas saraf simpatik (menghambat perangsangan
adrenergik). Penghambatan aktivitas saraf adrenergik dapat
terjadi di dua tempat sehingga obat anti adrenergik dibagi
menjadi central acting (menghambat pelepasan
adrenalin/noradrenalin dari ujung saraf adrenergik) dan
adrenoreceptor blocker (bekerja dengan menduduki
adrenoreseptor sehingga mengurangi respon terhadap
perangsangan saraf adrenergik maupun terhadap obat
adrenergik eksogen → alfa blocker & beta blocker).
c. Obat Parasimpatomimetik (Kolirgenik) : Obat ini memiliki efek
yang berlawanan dengan obat adrenergik. Asetilkolin setelah
dilepaskan dari ujung saraf parasimpatik (kolirgenik)
menimbulkan efek pada organ yang dipersarafinya melalui
perangsangan reseptor muskarinik. Obat yang memiliki efek
menyerupai asetilkolin disebut parasimpatomimetik. Obat
kolinergik dibagi menjadi dua golongan; (1) golongan yang
langsung merangsang reseptor muskarinik disebut agonis
muskarinik, sedangkan yang merangsang reseptor nikotinik
disebut agonis nikotinik, (2) golongan yang menghancurkan
enzim kolinesterase sehingga meningkatkan jumlah asetilkolin
dalam celah sinaps disebut anti-kolinesterase. Salah satu obat
yang termasuk dalam golongan ini yaitu pilokarpin.
d. Parasimpatolitik (anti-kolirgenik) : obat yang berfungsi
menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf parasimpatis.
Terbagi menjadi 3 jenis yaitu; (1) antagonis muskarinik yang
bekerja mengantagonis reseptor muskarinik yang menyebabkan
hambatan semua fungsi muskarinik. Salah satu obat yang
termasuk dalam antagonis muskarinik yaitu atropin sulfat. (2)
antagonis ganglion yang bekerja memblokir reseptor nikotinik
pada ganglia simpatis dan parasimpatis. (3) bloker
neuromuskular yang dapat menyebabkan paralisis seluruh otot
(kelumpuhan otot), termasuk otot pernapasan sehingga
peralatan ventilasi harus dipersiapkan sebelum menyuntikkan
obat ini, serta harus tersedia zat pemulih.
VI. Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan kali ini dapat ditarik kesimpulan,
sebagaimana berikut :
1. Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan
pembentukan urine pada tubuh makhluk hidup.
2. Furosemide merupakan obat diuretik yang tergolong paling kuat,
sehingga memengaruhi pengeluaran urine pada hewan uji.
3. Volume urine yang dikeluarkan hewan uji tergantung dosis yang
diberikan setelah diketahui berat badan, sehingga apabila dosis
dinaikan maka efek yang dihasilkan juga akan bertambah.
4. Obat otonom merupakan obat yang bekerja pada berbagai macam
susunan pada saraf otonom. Obat otonom akan memengaruhi secara
spesifik dan bekerja pada dosis kecil, obat obat otonom akan
bekerja memengarui penenerusan saraf impuls dalam susunan saraf
otonom dengan jalan menganggu sintesa, penimbunan, pembebasan
atau penguraian neurohormon dan akan memberikan efek secara
spesifik.
5. Obat otonom yang digunakan pada percobaan kali ini yaitu Atropine
dan Pilocarpine Obat otonom dibedakan berdasarkan khasiatnya
yaitu yang bekerja pada Susunan simpatik (adrenergic dan
adrenolitik), yang bekerja pada susunan parasimpatik yaitu
kolinergik dan antikolinergik, serta zat perintang ganglion.
6. Obat golongan kolinergik seperti pilokarpin merupakan obat yang
memebrikan efek penurunan kontraksi otot siliaris mata yang
akhirnya akan memberikan efek miosis dengan cepat, serta
merangsang sekresi kelenjar yang terikat pada kelenjar keringat,
mata dan saliva. Atropin dan antimuskarinik lain yang diberikan
secara putopikal dapat menyebabkan pupil midriasis atau melebar
dan kelemahan otot siliaris sehingga pada mata tidak mampu
melakukan akomodasi. Atropin menghambat sekresi kelenjar saliva
sehingga mukosa mulut menjadi kering.
Ganiswara SG, et al. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru
Jay, Than Hoon dan Kirana Raharja. 2002. Obat Obat Penting. Jakarta: PT.
Gramedia
Rang HP, Dale MM, R itter JM, Flower RJ, Henderson G, 2011, Rang and Dale's
Pharmacology: DrugsAffecting Major Organ Systems, 7th Edition,
Elsevier Saunders,
Philadelphia, p. 353-56