Anda di halaman 1dari 3

Sifat ‘Ibadurrahman (1), Tawadhu’ & Lemah

Lembut
Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
‘Ibadurrahman yang dimaksud adalah hamba Allah yang beriman. Di akhir-akhir surat Al Furqan
dijelaskan mengenai sifat ‘ibadurrahman yang setiap muslim bisa memetik pelajaran di dalamnya.
Pembahas ini akan rumaysho.com kaji lebih jauh dan disarikan oleh penulis dari berbagai kitab tafsir
terkemuka.

Sifat pertama: Memiliki sifat tawadhu’


Allah Ta’ala berfirman,

‫َو ِعَباُد الَّر ْح َمِن اَّلِذيَن َيْم ُشوَن َعَلى اَأْلْر ِض َهْو ًنا َو ِإَذا َخاَطَبُه ُم اْلَج اِه ُلوَن َقاُلوا َساَل ًم ا‬

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu ialah orang-orang yang berjalan di atas bumi
dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
yang baik.” (QS. Al Furqon: 63)

Yang dimaksud “‫ ” يمشون على األرض هونًا‬adalah mereka berjalan di muka bumi dalam keadaan tenang
dan penuh kewibawaan. Lalu maksud firman Allah “‫“ وإذا خاطبهم الجاهلون‬, yaitu ketika mereka diajak
berbicara orang yang jahil yaitu dengan perkataan yang tidak menyenangkan. Hamba Allah yang
beriman membalasnya dengan “‫“ سالمًا‬, yaitu perkataan yang selamat dari dosa. (Aysarut Tafasir, 874)

Kata Ibnu Katsir rahimahullah,

‫ وال أشر وال بطر‬،‫فأما هؤالء فإنهم يمشون من غير استكبار وال مرح‬،

“Adapun mereka berjalan tidak dengan sifat angkuh dan sombong.” (Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim,10/319 )

Dalam tafsir Al Jalalain (365) disebutkan,


{ ‫
الذين َيْم ُشوَن على األرض َهْو نًا } أي بسكينة وتواضع‬

Mereka -ibadurrahman- berjalan di muka bumi dalam keadaan ‘hawna’ yaitu dalam keadaan tenang
dan tawadhu’.

Yang dimaksud berjalan dalam keadaan ‘hawnan’ menurut Mujahid adalah,

‫يمشون بالوقار والسكينة‬

“Berjalan dengan penuh kewibawaan dan ketenangan.” (Zaadul Masiir, 6/101)

Sifat kedua: Bersikap lemah lembut meski mendapatkan


perlakuan kasar.
Ketika orang yang jahil berkata kasar pada mereka -‘ibadurrahman-, mereka membalasnya dengan
perkataan yang ‘sadaad’ (baik). (Zaadul Masiir, 6/101)

Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata,


‫ وِإن جهل عليهم َح ُلموا‬، ‫
ال يجهلون على أحد‬

“Mereka ‘ibadurrahman tidak menjahili (berbuat nakal pada orang lain). Jika dijahili, mereka malah
membalasnya dengan sikap lemah lembut.”

Maqotil bin Hayyan berkata, “Mereka membalasnya dengan perkataan yang tidak mengandung dosa.”
(Zaadul Masiir, 6/101)

Sa’id bin Jubair berkata, “Mereka membalas (kejelekan) dengan perkataan yang baik.” (Tafsir Al
Qur’an Al ‘Azhim, 10/321)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Jika orang jahil mengajak bicara mereka yaitu dengan
kejelakan, mereka tidak membalasnya dengan semisalnya. Bahkan mereka memberi maaf dan tidak
membalas kecuali dengan kebaikan. Sebagaimana sikap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
semakin orang yang jahil bertindak kasar pada beliau, semakin beliau berlaku lemah lembut pada
mereka. Hal ini sebagaimana diisyaratkan pula pada firman Allah Ta’ala,

‫َو ِإَذا َسِم ُعوا الَّلْغَو َأْع َر ُض وا َعْنُه َو َقاُلوا َلَنا َأْع َم اُلَنا َو َلُكْم َأْع َم اُلُكْم َسالٌم َعَلْيُكْم ال َنْبَتِغ ي اْلَج اِهِليَن‬

“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan
mereka berkata: ‘Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu,
kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang yang jahil’.” (QS. Al Qashash: 55) (Tafsir Al Qur’an Al
‘Azhim, 10/320)

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,


‫) َو َم ا ُيَلَّقاَها ِإاَّل اَّلِذيَن َص َبُر وا َو َم ا‬34( ‫َو اَل َتْس َتِو ي اْلَحَسَنُة َو اَل الَّسِّيَئُة اْدَفْع ِباَّلِتي ِه َي َأْح َسُن َفِإَذا اَّلِذي َبْيَنَك َو َبْيَنُه َعَداَو ٌة َكَأَّنُه َو ِلٌّي َح ِم يٌم‬
35( ‫
)ُيَلَّقاَها ِإاَّل ُذو َح ٍّظ َعِظ يٍم‬

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik,
maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman
yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang
sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang
besar.” (QS. Fushilat: 34-35)

Sahabat yg mulia, Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- mengatakan, “Allah memerintahkan pada
orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada
yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini,
Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang
semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini.”

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang
memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang
berat bagi setiap jiwa.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/243)

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata, “Inilah pujian bagi mereka
-‘ibadurrahman- karena sifat lemah lembut yang mereka miliki, kejelekan yang mereka balas dengan
kebaikan, dan mereka pun membalas orang-orang yang jahil (nakal atau jahat).” (Taisir Al Karimir
Rahman, 586)
Sifat ‘ibadurrahman yang lainnya, insya Allah akan dilanjutkan pada serial berikutnya. Semoga Allah
memudahkannya. Wallahu waliyyut taufiq.
-Alhamdulilahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat-

Referensi:

Aysarut Tafasir, Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi, terbitan Maktab Adh-waul Manar, cetakan pertama,
1419 H.

Tafsir Al Jalalain, Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin As Suyuthi, terbitan Maktabah Ash Shofa,
cetakan pertama, 1425 H.

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, 1421 H.

Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah ,
cetakan pertama, tahun 1423 H.

Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, terbitan Al Maktab AIslami, cetakan ketiga, 1404 H.

Panggang-Gunung Kidul, 11 Sya’ban 1432 H (13/07/2011)

www.rumaysho.com

Baca Juga:

Anda mungkin juga menyukai