Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Sosial budaya
1.1. Pengertian sosial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Sosial adalah hal-hal
yang berkenaan dengan masyarakat atau sifat-sifat kemasyarakatan yang
memperhatikan kepentingan umum. Sosial merupakan cara tentang
bagaimana para individu saling berhubungan. Sosial dalam arti masyarakat
atau kemasyarakatan berarti segala sesuatu yang bertalian dengan sistem
hidup bersama atau atau hidup bermasyarakat dari orang atau sekelompok
orang yang di dalamnya sudah tercakup struktur, organisasi, nilai-nilai sosial,
dan aspirasi hidup serta cara mencapainya (Nurjanna, 2019).
Namun jika dilihat dari asal katanya, sosial berasal dari kata “socius”
yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan secara bersama-sama. Menurut para ahli, ada beberapa pengertian
sosial yaitu: Menurut Keith Jacobs, sosial secara umum adalah sesuatu yang
dibangun dan terjadi dalam sebuah situs komunitas. Philip Wexler
menyatakan bahwa sosial adalah sifat dasar dari setiap individu manusia.
Lewis berpendapat bahwa arti dari kata sosial adalah sesuatu yang dapat
dicapai, dihasilkan serta ditetapkan dalam proses interaksi sehari-hari antara
warga suatu negara dengan pemerintahannya.
Sosial berarti segala sesuatu yang beralian dengan sistem hidup
bersama atau hidup bermasyaakat dari orang atau sekelompok orang yang di
dalamnya sudah tercakup struktur, organisasi, nila-nilai sosial, dan aspirasi
hidup serta cara mencapainya. Budaya berarti cara atau sikap hidup manusia
dalam hubungannya secara timbal balik dengan alam dan lingkungan
hidupnya yang di dalamnya tercakup pula segala hasil dari cipta, rasa, karsa,
dan karya, baik yang fisik materil maupun yang psikologis, adil, dan spiritual.
Menurut Nurdien H. Kistanto, sistem sosial dapat dipahami sebagai
suatu sistem atau pemolaan dari hubungan-hubungan sosial yang terdapat dan
berkembang dalam masyarakat tertentu, sebagai wahana fungsional dalam
masyarakat tersebut. Dalam pengertian umum demikian, suatu masyarakat
atau organisasi sosial atau kelompok, di mana dan kapan pun ia berada,
merupakan suatu sistem sosial yang di dalamnya dapat mengandung
subsistem sosial dan dalam pola sistematik yang sangat beragam. Sebagai
satuan masyarakat, sistem sosial merupakan sistem yang menjadi wadah bagi
totalitas hubungan antara seorang manusia dan manusia lainnya, manusia dan
kelompoknya atau kelompok lain, kelompok manusia dan kelompok manusia
lainnya, untuk memenuhi hajat, mempertahankan dan mengembangkan
hidupnya, sesuai fungsi masing-masing.
Manusia dan kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing
secara relatif memiliki batas dan ikatan kewilayahan dan mengembangkan
(unsur-unsur) kebudayaannya, termasuk lembaga-lembaganya seperti
organisasio-rganisasi sosial beserta peraturan-peraturannya yang tertulis dan
tak tertulis.
1.2 Pengertian budaya
Pemahaman dari perspektif bahasa, kata budaya atau kebudayaan
berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Dalam Bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan, bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture dalam Bahasa Inggris diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai
"kultur" (Nurjanna, 2019).
Koentjaraningrat mengemukakan pendapat bahwa budaya adalah
keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara
belajar. Budaya atau kebudayaan seperti sebuah piramida berlapis tiga.
Lapisan di atas adalah hal-hal yang dapat dilihat kasat mata seperti bentuk
bangunan, pakaian, tarian, musik, teknologi, dan barang-barang lain. Lapisan
tengah adalah perilaku, gerak-gerik dan adat istiadat yang sering kali dapat
juga dilihat. Lapisan bawah adalah kepercayaan-kepercayaan, asumsi, dan
nilai-nilai yang mendasari lapisan di atasnya.
Sedangkan menurut Edward Burnett Tylor, mengemukakan
pendapatnya tentang budaya yang dapat diartikan bahwa budaya atau
peradaban mempunyai pengertian teknografis yang luas, suatu keseluruhan
yang kompleks mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat, dan segala kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat.
Sementara itu Hostede memaparkan bahwa terdapat 5 (lima) dimensi
budaya yaitu:
a. Individualisme
Kecenderungan akan kerangka sosial yang terjalin longgar dalam
masyarakat dimana individu dianjurkan untuk menjaga diri mereka
sendiri dan keluarga dekatnya.
b. Kolektivisme
Kecenderungan akan kerangka sosial yang terjalin ketat dimana individu
dapat mengharapkan kerabat, suku, atau kelompok lainnya melindungi
mereka sebagai ganti atas loyalitas mutlak. Isu utama dalam dimensi ini
adalah derajat kesaling-tergantungan suatu masyarakat diantara anggota-
anggotanya. Hal ini berkait dengan konsep diri masyarakat : "saya" atau
"kami".
c. Jarak kekuasaan
Merupakan suatu ukuran dimana anggota dari suatu masyarakat
menerima bahwa kekuasaan dalam lembaga atau organisasi tidak
didistrIbusikan secara merata.
d. Penghindaran ketidakpastian
Merupakan tingkatan dimana anggota masyarakat merasa tidak nyaman
dengan ketidakpastian dan ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan
mereka untuk mempercayai kepastian yang menjanjikan dan untuk
memelihara lembaga-lembaga yang melindungi penyesuaian.
Masyarakat yang memiliki penghindaran ketidak pastian yang kuat
menjaga kepercayaan dan perilaku yang ketat dan tidak toleran terhadap
orang dan ide yang menyimpang.
e. Maskulinitas
Kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi, kepahlawanan,
ketegasan, dan keberhasilan material. Lawannya, feminitas berarti
kecenderungan akan hubungan, kesederhanaan, perhatian pada yang
lemah, dan kualitas hidup. Isu utama pada dimensi ini adalah cara
masyarakat mengalokasikan peran sosial atas perbedaan jenis kelamin.
Menurut pandangan antropologi tradisional, budaya di bagi menjadi
dua yaitu:
1. Budaya Material adalah kebudayaan yang mengacu pada semua ciptaan
masyarakat yang nyata dan konkret.Budaya material dapat beruapa
objek, seperti makanan, pakaian, seni, benda – benda kepercayaan.
2. Budaya Non Material adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan
dari generasi ke generasi mencakup kepercayaan, pengetahuan, dan nilai.
Menurut Koentjaraningrat terdapat tujuh unsur di dalam kebudayaan
yaitu:
a. Bahasa
b. Sistem pengetahuan
c. Organisasi Sosial
d. Sistem peralatan hidup dan teknologi
e. Sistem mata pencaharian hidup
f. Sistem religi
g. Kesenian
Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma
dalam ketiga wujud kebudayaan, yaitu wujudnya berupa system budaya,
berupa sistem sosial, dan berupa unsur-unsur kebudayaan.

1.3 Pengertian sosial budaya


Sosial budaya itu sendiri adalah segala hal yang dicipta oleh manusia
dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk dan atau dalam kehidupan
bermasyarakat. Atau lebih singkatnya manusia membuat sesuatu berdasar
budi dan pikirannya yang diperuntukkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Sistem sosial budaya merupakan konsep untuk menelaah asumsi-asumsi dasar
dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, sistem sosial budaya yaitu
merupakan keseluruhan dari unsur-unsur tata nilai, tata sosial, dan tata laku
manusia yang saling berkaitan dan masing-masing unsur bekerja secara
mandiri serta bersamasama satu sama lain saling mendukung untuk mencapai
tujuan hidup manusia dalam bermasyarakat.
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan adat istiadat. Sedangkan menurut
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemadi adalah semua hasil karya, rasa dan
cipta masyarakat yang berfungsi sebagai, tempat berlindung. , kebutuhan
makan dan minum, pakaian dan perhiasan, serta mempunyai kepribadian yaitu
organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosialisasi yang mendasari
perilaku individu-individu tertentu (Nurjanna, 2019).
2. Stunting
2.1. Pengertian stunting
Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, hal ini menyebabkan
adanya gangguan di masa yang akan datang yakni mengalami kesulitan
dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Anak
stunting mempunyai Intelligence Quotient (IQ) lebih rendah dibandingkan
rata – rata IQ anak normal (Kemenkes RI, 2018).
Stunting didefinisikan sebagai kondisi anak dimana tinggi badan
menurut umur berada dibawah -2 standar deviasi (< -2SD) dari standar media
WHO. Kondisi ini menyebabkan dampak jangka pendek dan jangka panjang.
Dampak jangka pendek dikaitkan dengan proses perkembangan otak yang
terganggu dimana jangka pendek mempengaruhi kemampuan kognitif anak,
sedangkan jangka panjang dikaitkan dengan usia dewasa cenderung menjadi
gemuk dan berpeluang menderita penyakit tidak menular (PTM) (Setiawan &
Machmud, 2018).
Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up
growth (tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan. Masalah
stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan
dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian, dan hambatan pada
pertumbuhan baik motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth
faltering dan catcth up growth yang tidak memadai yang mencerminkan
ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan optimal. Hal tersebut
mengungkapkan bahwa kelompok balita yang lahir dengan berat badan
normal dapat mengalami stunting bila pemenuhan kebutuhan selanjutnya
tidak terpenuhi dengan baik. (Kemenkes 2013)
2.2. Penilaian status gizi
Status gizi pada seorang balita (1 – 5 tahun) membutuhkan nutrisi
yang lebih banyak karena pada masa inilah dianggap sebagai masa keemasan.
Dalam masa ini seorang anak akan mengalami perkembangan fisik, mental,
dan akan menemukan berbagai hal yang baru, sehingga terpenuhinya nutrisi
pada masa ini sangatlah berperan penting (Ii, 2018).
Penilaian status gizi pada dasarnya bisa dilakukan dengan empat
macam penilaian yakni ada antropomentri, klinis, biokimia dan biofisik.
1. Pengukuran Antropomentri
Antropomentri berasal dari kata antrophos yakni tubuh dan metros
yakni ukuran. Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status
gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan
umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur
dimensi dan komposisi tubuh seseorang
2. Indeks Antropomentri
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Indeks status gizi BB/U
merupakan indeks masalah gizi yang digambarkan secara umum. BB/U
yang rendah umumnya disebabkan karena pendek (masalah gizi kronis)
ataupun sedang menderita diare serta penyakit infeksi lainnya (masalah
gizi akut) yang tidak dijadikan indikasi masalah gizi kronis dan akut.
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Indeks status gizi berdasarkan
TB/U ini dapat menunjukan masalah gizi yang bersifat kronis. Hal ini
disebabkan karena keadaan yang berlangsung cukup lama seperti
kemiskinan, perilaku hidup yang terbilang tidak sehat, dan kurangnya
asupan gizi yang didapatkan anak baik sejak di dalam dalam kandungan
yang mengakibatkan seorang anak menjadi pendek.
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Indeks BB/TB
memberikan indikasi terhadap masalah gizi akut yang terjadi pada
peristiwa yang tidak lama seperti adanya wabah penyakit dan
kekurangan makanan yang akan mengakibatkan seseorang nampak
kurus.
3. Cara pengukuran antropometri
Pengukuran berat badan, panjang/tinggi badan dimaksudkan untuk
bisa mendapatkan data status gizi sebuah penduduk. Pengukuran Panjang
Badan (PB) dapat digunakan bagi anak usia 0 –24 bulan dengan
pengukuran terlentang, jika pengukuran pada usia anak 0 – 24 bulan
dilakukan secara berdiri maka pengukuran dikoreksi dengan
menambahkan 0,7 cm. Sedangkan untuk pengukuran Tinggi Badan (TB)
dapat digunakan bagi anak dengan usia diatas 24 bulan, jika pada usia
diatas 24 bulan pengukuran dilakukan dengan cara terlentang maka
dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm.
a. Pengukuran Tinggi Badan
Pengukuran tinggi badan ini dilakukan pada responden yang sudah
bisa berdiri. Pengukuran tinggi badan (microtoise) yang mempunyai
kapasistas ukur hingga 2 meter dengan ketelitian 0,1 cm.
b. Persiapan Pengukuran Tinggi Badan
a) Menggantungkan bandul benang untuk memasang microtoise di
dinding sehingga dapat tegak lurus.
b) Letakan alat pengukur di lantai yang datar tidak jauh dari
keberadaan bandul dan menempel pada dinding. Pastikan dinding
rata dan tidak ada lekukan maupun tonjolan.
c) Tarik papan penggeser tegak lurus ke atas sehingga dapat sejajar
dengan benang berbandul yang tergantung. Tarik hingga angaka
pada jendela baca menunjukan angka 0 (nol). Rekatkan dan lakban
pada bagian atas microtoise.
d) Menghindari adanya perbuahan posisi pita berikan perkeat atau
lakban pada posisi 10 cm dari bagian atas microtoise.
c. Prosedur Pengukuran Tinggi Badan
a) Meminta responden untuk melepas alas kaki (sepatu/sandal), topi
(penutup kepala).
b) Memastikan bahwa alat geser berada diposisi atas.
c) Meminta responden untuk berdiri tegak di bawah alat geser.
d) Posisikan kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan
tumit menempel pada dinding dimana microtoise terpasang.
e) Pastikan pandangan lurus kedepan dan posisi tangan tergantung
bebas.
f) Menggerakan alat geser hingga menyentuh bagian atas kepala
responden, pastikan pada bagian tengah kepala. Dengan catatan
bahwa bagian belakang alat geser tetap menempel dinding.
g) Baca hasil tinggi badan pada bagian jendela baca ke arah angka
yang lebih besar (ke bawah). Pembaca tepat berada di depan
jendela baca pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.
h) Pencatatan dilakukan dengan ketelitian hingga satu angka
dibelakang koma (0,1 cm) seperti contoh 157, 3 dan 163,9.
d. Klasifikasi Status Gizi

Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi

Indeks Status Gizi Z-Score


BB/U Gizi Buruk Zscore <-3,0 SD
Gizi Kurang Zscore - 3,0 SD
s/d Zscore < -2,0
SD
Gizi Baik Zscore -2,0 SD
s/d 2,0 SD
Gizi Lebih Zscore > 2,0 SD
TB/U Sangat pendek Zscore <-3,0 SD
Pendek Zscore - 3,0 SD
s/d < -2,0 SD
Normal Zscore -2,0 SD
s/d 2 SD
Tinggi Zscore >2 SD
BB/TB Sangat Kurus Zscore <-3,0 SD
Kurus Zscore - 3,0 SD
s/d < -2,0 SD
Normal Zscore -2,0 SD
s/d 2,0 SD
Gemuk Zscore >2,0 SD
Sumber : Kepmenkes No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar
antropomentri penilaian status gizi anak.
e. Diagnosis Stunting
Stunting sendiri akan mulai nampak ketika bayi berusia dua tahun
(TNP2K, 2017). Stunting didefinisikan sebagai keadaan dimana status
gizi pada anak menurut TB/U mempunyai hasil Zscore - 3,0 SD s/d < -
2,0 SD (pendek) dan Zscore <-3,0 SD (sangat pendek). Hasil pengukuran
Skor Simpang Baku (Z-score) didapatkan dengan mengurangi Nilai
Individual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR)
pada umur yang bersangkutan, setelah itu hasilnya akan dibagi dengan
Nilai Simpang Baku Rujuk (NSBR). Jika tinggi badan lebih kecil dari
nilai median, maka NSBR didapatkan dengan cara mengurangi median
dengan – 1 SD. Jika tinggi badan lebih besar dari pada median, maka
NSBR didapatkan dengan cara mengurangi + 1 SD dengan median,
berikut ini rumus yang bisa digunakan :

Z-Score = (NIS-NMBR)/NSBR

Gambar 1. Rumus Skor Simpang Baku (Z-score)

Sumber : TPNK, 2017

Keterangan :

NIS : Nilai Individual Subjek (Tinggi badan anak)

NMBR : Nilai Median Baku Rujukan

NSBR : Nilai Simpang Baku Rujuk

Anda mungkin juga menyukai