Anda di halaman 1dari 24

PAPER MANAGERIAL ECONOMICS

PRICE RESTRICTION AND MARKET : PRICE CEILINGS AND PRICE FLOOR

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Managerial Economics


PRA MBA 81 Kelas C

Dosen pengampu:
Eny Sulistyaningrum, S.E., M.A., Ph.D.

Disusun Oleh:
Agita Sekar Nahdliyah Umami (22/498884/NEK/26542)
Stephanus Bimo Dwi Prasetyo (22/499550/NEK/26759)

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2022
DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian................................................................................................. 3

II. TELAAH PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU.................................... 4

A. Latar Belakang Penerapan Kontrol Harga....................................................... 4

B. Jenis Kontrol Harga ............................................................................................. 5

1. Price Floor ......................................................................................................... 6

2. Price Ceilings ..................................................................................................... 9

III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN............................................................................. 12

A. Kasus Harga Bawang Merah ................................................................................ 12

B. Kasus Harga Minyak Goreng................................................................................ 16

SIMPULAN ........................................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 20

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

ii
Kelangsungan hidup manusia tidak terlepas dari bagaimana individu tersebut
mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Keterbatasan sumberdaya yang ada
dan daya beli yang dimiliki masyarakat membuat pemenuhan akan kebutuhan pokok
menjadi hal yang penting untuk diatur sedemikian rupa sehingga kebutuhan
masyarakat dapat tetap terpenuhi. Pengelolaan sumberdaya pemenuh kebutuhan
masyarakat kemudian sampai pada bagaimana pemerintah membantu rakyatnya untuk
dapat memperoleh harga beli dan harga jual komoditas yang sesuai dengan daya beli
dan daya saing pasar. Campur tangan pemerintah ini meliputi kebijakan kontrol harga
minimum atau maksimum yang sah ditetapkan untuk barang-barang tertentu
(https://www.investopedia.com/terms/p/price-ceiling.asp).
Keterlibatan pemerintah dalam mengatur harga yang berlaku di pasar ditujukan
untuk memberikan keadilan kepada pembeli maupun penjual. Fenomena turunnya
harga bawang merah yang ada di pasar tanah air menjadi contoh penerapan metode
kontrol harga. Bawang merah seringkali mengalami penurunan harga, terutama jika
terdapat panen serentak diseluruh penjuru tanah air dan lonjakan import bawang
merah yang turut mendorong harga bawang merah lokal semakin turun. Kelebihan
pasokan bawang merah di tanah air menjadi alasan turunnya harga bawang merah
lokal di pasar nasional. Hal ini sejalan dengan teori permintaan dan penawaran,
dimana banyaknya pasokan bawang di pasar mengakibatkan turunnya harga akibat
permintaan yang tetap, bertemu dengan kelebihan penawaran sehingga penjual
akhirnya menurunkan harga agar produknya dapat terjual untuk menghindari
kemungkinan bawang merah yang busuk karena over supply. Menangani kejadian ini,
pemerintah kemudian memiliki peran untuk dapat menjaga kestabilan harga
komoditas tersebut agar tetap memberikan keuntungan terhadap petani dan rantai
distribusi yang ada. Salah satu kebijakan yang dapat diterapkan pemerintah adalah
dengan menerapkan price floor atau harga dasar yang berlaku di pasar. Penerapan
harga dasar tersebut diberlakukan untuk membantu produsen ketika harga yang
terbentuk di pasar terlalu rendah, yang mengindikasi ketidak adilan harga yang
diterima produsen dalam pasar. Setelah ditetapkan, harga tidak boleh turun di bawah
harga minimum.
Berbanding terbalik dengan fenomena harga bawang, harga minyak goreng
selama setahun terakhir justru mengalami kenaikan hingga dua kali lipat dari harga
semula senilai Rp 13.500,- per liter menjadi Rp 28.000,- per liter. Menanggapi
kejadian ini, pemerintah juga turut andil dalam melindungi konsumen atas lonjakan

1
harga tersebut. Pemerintah kemudian menerapkan harga eceran tertinggi (HET) atau
yang kita kenal sebagai kebijakan price ceilling. Kebijakan harga tertinggi diterapkan
untuk meningkatkan daya beli konsumen dengan harga yang relatif terjangkau,
sehingga produsen atau penyedia produk diharapkan tidak menjual produk melebihi
batas atas harga yang sudah ditetapkan pemerintah, dengan tetap memberikan laba
bagi produsen (Baye & Prince, 2017, p. 48)
Kedua kebijakan kontrol harga tersebut menjadi solusi ketidak adilan praktik jual
beli yang ada di pasar bebas, sehingga mampu menjaga stabilitas harga komoditas dan
melindungi kesejahteraan baik pembeli maupun penjual. Tanpa penerapan kontrol
harga, dikhawatirkan komoditas yang dihasilkan dari supplier lokal akan kalah dengan
gempuran produk import dan terjadi kelangkaan akibat peralihan minat pemasok
untuk menembus pasar mancanegara. Dampak jangka panjang jika tidak adanya
penerapan kontrol harga, Indonesia dapat mengalami inflasi dan penurunan
perekonomian secara lebih luas.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijabarkan diatas, penulis tertarik untuk
menganalisis penerapan kebijakan harga dasar (price floor) pada studi kasus harga
bawang merah dan harga tertinggi (price ceilling) pada studi kasus harga minyak
goreng yang ada di pasar Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Kebebasan penentuan harga produk yang ada di pasar seringkali menimbulkan


persaingan tidak sehat antar penjual dan strategi penawaran yang tidak jarang
menurunkan daya beli konsumen. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin
menganalisis apakah penerapan kontrol harga yang dilakukan oleh pemerintah,
khususnya metode price ceilling dan price floor sudah cukup efektif dalam menangani
permasalahan rendahnya harga bawang merah dan tingginya harga minyak goreng
yang ada di pasar domestik.

C. Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran dari implementasi teori price
ceilings dan price floor melalui kasus yang terjadi di pasar domestik, khususnya pada
kasus harga bawang merah yang cenderung turun dan kasus kenaikan harga minyak
goreng yang melambung tinggi. Analisis pada kasus tersebut bermaksud untuk

2
menilai apakah metode penerapan kontrol harga yang dilaksanakan oleh pemerintah
sudah cukup efektif untuk menstabilkan harga dan pasokan yang ada di pasar atau
belum. Sehingga hasil tulisan ini diharapkan dapat memberikan alternatif penerapan
kebijakan dan metode yang menyertainya, untuk menyelesaikan persoalan harga yang
ada di pasar domestik.

3
Bab II

Telaah Pustaka dan Penelitian Terdahulu

A. Latar belakang penerapan kontrol harga

Istilah kontrol atau pengendalian harga mengacu pada harga minimum atau
maksimum yang sah ditetapkan untuk barang-barang tertentu. Kontrol harga
biasanya diatur oleh pemerintah dalam pasar bebas. Mereka biasanya
diimplementasikan sebagai sarana intervensi ekonomi langsung untuk mengelola
keterjangkauan barang dan jasa tertentu, termasuk sewa, bahan bakar, dan
makanan. Meskipun kebijakan ini membuat barang dan jasa tertentu lebih
terjangkau, pengendalian harga seringkali dapat menyebabkan gangguan di
pasar, kerugian bagi produsen, dan perubahan kualitas yang nyata. Sehingga
kebijakan ini lebih efektif diterapkan dalam jangka waktu yang sangat pendek.
Pengendalian harga dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan masalah
seperti kelangkaan, penurunan kualitas produk, pasar ilegal melalui saluran yang
tidak resmi dan tindak kecurangan lainnya.

Pengendalian harga dimaksudkan untuk membuat harga komoditas tertentu


lebih terjangkau bagi konsumen dan juga biasa digunakan untuk membantu
mengarahkan ekonomi dalam arah tertentu. Misalnya, pembatasan ini mungkin
dianggap perlu untuk mencegah inflasi. Harga yang dibentuk dari intervensi
pemerintah ini berlawanan dengan harga yang ditetapkan oleh kekuatan pasar,
yang ditentukan oleh produsen karena penawaran dan permintaan.

Kontrol harga sendiri sudah diterapkan sejak ribuan tahun lalu. Menurut
sejarawan, produksi dan distribusi gandum telah diatur oleh otoritas Mesir pada
abad ketiga SM. Tidak hanya Mesir, Babilonia, Yunani kuno, dan kekaisaran
Romawi turut menerapkan kebijakan ini untuk mengontrol harga barang yang
beredar di wilayah tersebut (https://www.investopedia.com/terms/p/price-
ceiling.asp). Pada era yang lebih modern, kita dapat menemukan contoh
pengendalian harga, termasuk selama masa perang dan revolusi. Di Amerika
Serikat, pemerintah kolonial mengendalikan harga komoditas yang dibutuhkan

4
oleh tentara George Washington, karena mengakibatkan kelangkaan komoditas
tersebut. Pemerintah terus melakukan intervensi dan menetapkan batasan tentang
bagaimana produsen dapat menentukan harga produk dan layanan mereka.

Kontrol harga biasanya dikenakan pada bahan pokok konsumsi yang


memang diperlukan untuk keberlangsungan hidup dan kelancaran aktivitas
masyarakat. Produk yang diatur merupakan komoditas penting, seperti produk
makanan atau energi, bahan bakar dan sewa tempat tinggal.

B. Jenis Kontrol Harga

Harga suatu komoditas merupakan hasil dari keseimbangan permintaan dan


penawaran. Tingkat harga yang dicapai pada keseimbangan untuk berbagai
komoditas, khususnya komoditas pangan pokok terkadang menimbulkan dampak
negatif. Pada beberapa kasus, dampak ini dapat berwujud ketidakpuasan publik
yang berujung pada tekanan politik terhadap pemerintah karena dianggap tidak
dapat mengelola pasar dengan baik, sehingga ada pihak yang dirugikan. Dengan
demikian, pemerintah diharapkan dapat menjaga harga pada tingkat tertentu
sehingga tidak merugikan baik produsen maupun konsumen (win win solution).
Untuk membentuk suatu tingkat harga tersebut, pemerintah melakukan intervensi
pada pasar dalam bentuk kebijakan pengendalian harga, berupa penetapan harga
eceran tertinggi dan harga dasar. Intervensi ini dilakukan manakala harga pasar
berada di atas atau di bawah harga keseimbangan (equilibrium). Adanya
intervensi kebijakan harga terhadap pasar yang terbuka tentunya akan mengubah
keseimbangan pasar. Tujuan kebijakan tersebut tentunya dapat memberikan
dampak kepada masyarakat dan juga produsen, misalnya meminimalkan biaya
atau memberikan insentif serta trade off. Sehingga ditetapkan dua bentuk
kebijakan harga : Harga dasar (price floor) dan harga tertinggi (price ceilling).

1. Harga dasar (price floor)

Harga dasar adalah harga minimum yang ditetapkan untuk barang dan
jasa. Kebijakan ini ditetapkan oleh pemerintah atau, dalam beberapa kasus,
oleh produsen sendiri. Harga minimum diberlakukan untuk membantu
produsen ketika harga yang terbentuk di pasar terlalu rendah, yang

5
mengindikasi ketidak adilan harga yang diterima produsen dalam pasar.
Setelah ditetapkan, harga tidak boleh turun di bawah harga minimum.
Penetapan harga dasar sudah lazim digunakan untuk mengatur harga dasar di
berbagai industri, dengan alasan ekonomi utama untuk menetapkan harga
dasar adalah untuk mencegah predatory pricing atau tekanan harga anti
persaingan.(Sinha, 2000)

Ketika harga dasar ditetapkan di atas tingkat harga ekuilibrium, maka


akan terjadi kelebihan penawaran (excess supply). Hal ini terjadi ketika
produsen akan berproduksi lebih banyak namun permintaan justru akan
menurun karena harga barang yang lebih tinggi.

Gambar 1. Partial Equilibrium dalam kebijakan price floor

Dengan demikian, kebijakan ini ditujukan untuk melindungi produsen


dari penurunan harga barang yang terlalu dalam. Sehingga harga yang
diterima sesuai dengan apa yang mereka upayakan dalam pengadaan produk
tersebut. Mekanisme kebijakan ini akan lebih efektif jika pemerintah berperan
dalam menyerap kelebihan penawaran tersebut, yaitu dengan membeli surplus
produksi. Tidak terbatas pada barang, upah minimum juga dianggap sebagai
bentuk pengendalian harga. Dalam hal ini, ini adalah gaji terrendah yang
dapat dibayarkan majikan kepada karyawannya. Upah minimum memastikan
bahwa individu dapat mempertahankan standar kehidupan.

Penetapan harga dasar ini juga ditujukan untuk meminimalisir


persaingan tidak sehat yang ada dalam pasar bebas. Berdasarkan Pasal 20
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, “pelaku usaha dilarang memasok
barang dan atau jasa dengan memanfaatkan penjualan dengan rugi atau

6
menetapkan harga yang murah dengan maksud untuk menyingkirkan
penutupan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat”. Aturan ini hadir untuk mencegah kemungkinan lambungan harga yang
tinggi setelah persaingan pasar dianggap longgar karena penetapan harga
yang terlalu rendah diawal periode tertentu. (Derek, 2005) .

Berbagai strategi dapat dilakukan oleh Pemerintah dalam menetapkan


harga dasar dan kemudian mengantisipasi dampaknya. Pilihan kebijakan
lainnya yang mendukung kebijakan harga dasar antara lain kebijakan price
support, atau menetapkan kuota produksi. Price support dilakukan selain
dengan menetapkan harga minimum tetapi juga pemerintah dalam hal ini akan
membeli berapapun kelebihan produksi (excess supply), misalnya dengan
kebijakan penyerapan. Metode ini tidak efisien dan membutuhkan anggaran
yang cukup besar bagi pemerintah serta merugikan secara sosial,
dibandingkan jika pemerintah memberikan subsidi langsung kepada produsen
yang terkena dampak penetapan harga dasar. Kebijakan lainnya, yaitu
penetapan kuota produksi akan meningkatkan harga secara artifisial melalui
pembatasan produksi menggunakan aturan kuota atau memberikan insentif
usaha agar produsen mengurangi produksi. Cara ini dilakukan di Amerika
terutama pada sektor pertaniannya. Pemerintah membayar petani untuk
mengatur jumlah produksinya agar harga terjaga. Sama halnya dengan price
support, kebijakan ini akan efisien dan murah jika pemerintah memberikan
subsidi langsung kepada petani dari pada melakukan pembatasan produksi.
Artinya, kebijakan harga dasar di sektor pertanian sebenarnya bertujuan untuk
melindungi pendapatan petani. Stabilitas harga dapat dijaga melalui
pembelian/penjualan dengan adanya pengelolaan stok yang dilakukan oleh
Pemerintah.

7
Ketika Pemerintah menetapkan harga dasar lebih tinggi dari pada harga
keseimbangan pasar, maka dampak yang terjadi adalah sebagai berikut:

a. Terjadi kelebihan penawaran/produksi (excess supply) di pasar;

b. Konsumen akan membeli lebih sedikit dari pada di pasar persaingan


sempurna;

c. Surplus konsumen lebih rendah dibandingkan jika tidak ada kebijakan


harga dasar;

d. Sebagian surplus konsumen akan berpindah kepada produsen;

e. Karena harga dasar menyebabkan kelebihan produksi, besarnya


surplus produsen akan tergantung pada produsen mana yang benar-
benar dapat memasok produk. Surplus produsen dapat meningkat atau
menurun karena penetapan harga dasar.

Hasil penelitian Widhaningsih et al., (2010) menunjukkan bahwa


kebijakan harga dasar atau price floor secara signifikan berpengaruh pada
stabilitas harga gula domestik. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan price
floor cukup efektif untuk memberikan bantuan kepada para petani gula dalam
menjual hasil tanam dengan harga yang cukup mengganti biaya produksi dan
memberikan keuntungan bagi para petani. Didukung oleh penelitian Febrianto
et al,. (2019) yang menyatakan bahwa penerapan price floor secara signifikan
dapat meningkatkan produktivitas penerbangan yang ada di Indonesia.
Produktivitas penerbangan komersial di Indonesia meningkat setelah adanya
kebijakan price floor karena mampu meredam persaingan harga tiket
penerbangan komersial di Indonesia dan membantu para penyedia layanan
penerbangan untuk menutup biaya yang sudah dikeluarkan dengan tetap dapat
bersaing dalam pasar bebas.

8
2. Harga tertinggi (price ceilling).

Pagu harga atau batas harga adalah titik tertinggi di mana barang dan jasa
dapat dijual. Ini terjadi ketika pihak berwenang ingin melindungi konsumen
terhadap harga yang terlalu tinggi. Hal ini terutama berlaku dalam kasus
kontrol sewa yang ada di Amerika, ketika lembaga pemerintah ingin
melindungi penyewa dari tuan tanah yang mematok harga terlalu tinggi. Sama
seperti harga dasar, harga tidak dapat melampaui batas setelah ditetapkan.

Gambar 2. Partial Equilibrium dalam kebijakan price ceilling

Ketika Price Ceiling ditetapkan pada tingkat harga di bawah harga pasar, maka
akan terdapat kelebihan permintaan (excess demand) atau kekurangan
persediaan (supply shortage). Jumlah produksi akan lebih sedikit ketika harga
rendah, sedangkan permintaan akan semakin banyak karena harga yang lebih
murah. Permintaan akan lebih besar dari penawaran dimana akan lebih banyak
orang yang ini membeli pada harga yang lebih murah, akan tetapi persediaan
lebih terbatas.

Jika kurva permintaan elastis maka total dampak kepada surplus


konsumen akan positif. Di sisi produsen, surplusnya akan mengalami
penurunan dimana akan ada produsen yang keluar dari pasar karena tidak bisa
berproduksi pada tingkat harga yang ditentukan dan produsen yang tinggal di
pasar harus menerima tingkat harga yang rendah. Price Ceiling ditujukan
untuk melindungi konsumen dari gejolak kenaikan harga yang terlalu tinggi.
Dengan demikian, kebijakan ini akan efektif jika diiringi dengan kebijakan
operasional pendukung seperti Operasi Pasar pada waktu tertentu dimana
Pemerintah menambah jumlah barang yang ditawarkan ke pasar.

9
Jika penerapan Price Ceilings dirancang pada posisi di bawah harga
keseimbangan (equilibrium price) pasar pada kurva permintaan dan penawaran
yang elastis akan menimbulkan dampak sebagai berikut (Besanko dan
Braeutigam, 2011, dalam Puska Dagri, 2015):

a. Terjadi kelebihan permintaan (excess demand);

b. Produksi yang disuplai ke pasar lebih rendah relatif terhadap


tingkat yang efisien yaitu jumlah yang disuplai saat tidak ada
intervensi Pemerintah;

c. Surplus produsen lebih rendah dibandingkan sebelum penerapan


price ceilings;

d. Akibat adanya excess demand, besarnya surplus konsumen


tergantung pada aksesibilitas konsumen terhadap produk. Oleh
karena itu surplus konsumen dapat meningkat atau bahkan turun
jika barang tidak tersedia karena penerapan price ceilings;

e. Akan terjadi deadweight loss yaitu berkurangnya surplus total


(surplus konsumen dan surplus produsen) yang terjadi karena
pasar tidak beroperasi secara optimal. Dalam hal ini karena output
yang tersedia terbatas.

Pagu harga telah menjadi kebijakan untuk mengendalikan inflasi.


Mengendalikan dan mencegah inflasi akan dianggap berhasil ketika harga
pasar terkadang berada di bawah batas harga tertinggi (Galbraith, 1952) .
Selain mencegah, price ceiling juga dipercaya dan digunakan oleh banyak
negara untuk mengatasi inflasi yang tinggi(Aparicio & Cavallo, 2019) .

Hasil penelitian Saragih (2011) menyebutkan bahwa penerapan pagu


harga atau price ceilings secara signifikan meningkatkan stabilitas harga BBM
di Indonesia. Stabilitas harga terlihat dari angka konsumsi BBM yang kembali
stabil seperti sebelum adanya kenaikan harga BBM. Melalui mekanisme ini,
pemerintah dapat mengukur, realitas kemampuan masyarakat dalam menerima
harga yang ditetapkan atas sebuah komoditas. Dalam hal ini ternyata BBM

10
yang bersifat inelastis sekalipun mampu mempengaruhi daya beli konsumen,
sehingga perlu adanya campur tangan pemerintah untuk membantu
meningkatkan daya beli masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan BBM.
Didukung oleh penelitian Febrianto et al,. (2019) menyebutkan bahwa
penerapan price ceilings secara signifikan dapat meningkatkan penjualan
layanan penerbangan yang ada di Indonesia. Sebelum adanya kebijakan pagu
harga atau price ceilings, layanan penerbangan mengalami penurunan
operasional yang disebabkan oleh ketidakmampuan konsumen dalam
mencapai harga yang ditetapkan oleh pasar. Melalui skema pagu harga,
konsumen kemudian mampu mencapai harga layanan penerbangan komersil
dan mengakibatkan kenaikan volume penjualan tiket penerbangan komersil di
Indonesia.

11
Bab III

Analisis Kasus dan Pembahasan

A. Kasus harga bawang merah


Bawang merah merupakan komoditas sayuran yang sudah sejak lama
dibudidayakan karena termasuk dalam kelompok rempak tidak bersubstitusi. Bawang
Merah merupakan komoditas strategis di Indonesia yang memiliki peran penting
dalam mendukung ketahanan pangan nasional, sumber pendapatan dan kesempatan
kerja, serta sebagai bahan baku industri (Taufik 2012, Pujiharto 2011). Karena fungsi
dan karakteristik ini, bawang merah menjadi komoditas sayuran yang paling banyak
dicari. Bagi warga Indonesia khususnya, bawang merah sudah menjadi bahan
pendukung masakan nusantara yang akan selalu ada pada dapur setiap rumah di
Indonesia.
Besarnya minat konsumen terhadap bawang merah menciptakan persaingan yang
cukup ketat di pasar bebas. Terdapat beberapa praktik kecurangan yang terjadi di
pasar, seperti kasus pemalsuan data import bawang bombay merah yang kemudian
dijual sebagai bawang merah di Indonesia. Pemalsuan ini terjadi karena seharusnya
bawang bombay merah yang masuk ke pasar domestik harus lebih dari 5cm, namun
justru yang masuk kurang dari 5cm sehingga importir berlaku curang dengan
menyebut bahwa bawang bombay merah tersebut adalah bawang merah import
dengan harga sekitar Rp 20.000,- hingga Rp 30.000,- lebih murah dibanding bawang
merah lokal yang mencapai Rp 60.000,- per kilogram. (bisnis.com) Hal ini tidak
hanya merugikan petani karena harus bersaing secara harga dengan kualitas yang
dianggap lebih baik (karena ukurannya cenderung lebih besar dan segar) namun juga
negara merugi akibat selisih bea import produk yang cukup tinggi. Bea import untuk
bawang bombay hanya sekitar 5%, sedangkan bea import bawang merah adalah 20%,
sehingga ada selisih bea import hingga 15%. (bisnis.com)
Persaingan harga bawang merah diperkeruh dengan seringnya panen raya yang
terjadi diberbagai penjuru tanah air berlangsung serempak, sehingga menyebabkan
over supply bawang merah di pasar domestik. Kejadian ini tidak dapat diatasi dengan
melakukan ekspor bawang merah lokal ke mancanegara, karena dibutuhkan bawang
merah yang baik sehingga mampu lolos standar pasar global serta persaingan harga

12
bawang merah di pasar global membuat bawang merah lokal sulit menembus
persaingan pasar global. Kelebihan pasokan bawang merah ini kemudian menjadi titik
turunnya harga bawang merah domestik. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan dan
penawaran, dimana ketika permintaan akan bawang merah masih tetap pada
ekuilibrium yang sama namun bertemu dengan penawaran yang berlebih,
mengakibatkan turunnya harga bawang merah tersebut. (Baye & Prince, 2017, p. 40)
Rendahnya harga bawang merah yang terbentuk di pasar mengharuskan
pemerintah turun tangan untuk mengatasi permasalahan ini sehingga dapat
melindungi petani bawang merah dan juga rantai distribusi yang menyertainya.
Pemerintah berusaha menerapkan harga minimal (price floor) dengan mengambil alih
penjualan dari petani melalui bulog, serta mengarahkan eksportir dan industri untuk
membeli bawang merah secara langsung kepada petani, untuk meminimalisir
panjangnya rantai distribusi, sehingga mampu memperbesar profit margin yang
diterima petani. Pemerintah, melalui Kementan juga memberikan subsidi berupa
sarana produksi seperti benih, pupuk serta bantuan alsintan seperti traktor, kultivator,
mulsa dan sebagainya. Untuk penanganan pasca panen, dalam upaya meningkatkan
kualitas dan memperpanjang umur simpan maka Kementan memfasiltasi instore
drying, juga untuk meningkatkan nilai tambah difasilitasi alat pengolahan bawang
merah berupa vacum fraying sebagai alat menggoreng bawang merah, alat
pengolahan bawang merah menjadi pasta dan sebagainya. (Kementerian Pertanian
Republik Indonesia. 2018)

Kementrian Pertanian meminta Bulog menyerap membeli bawang merah Petani


di Brebes , Jawa Tengah dengan harga Rp 15.000 per kilogram. Harga bawang merah
petani di wilayah tersebut. Harga baawang merah saat ini di Brebes sekitar Rp 4.000
per kilogram di tingkat petani. Mentri Pertanian Amran Sulaiman sudah berkordinasi
dengan Mentri Perdagangan dan Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
terkait dengan pembelian bawang merah di Brebes, Jawa Tengah. Harga Bawang
MERAH DI Jakarta sekitar 30.000 per kilogram disoaritasnya 700% (persen).
Penyerapan bawang merah ini bertujuan agar arga bawang merah kembali normal.
Penyerapan bawang merah ini merupakan perintah dari Presiden dan juga sesuai
dengan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan. (Kumparan.com)

Kepala Bulog Sub Dwive VI Pekalongan mengatakan bahwa Perum Badan Usaha
Logistik (Bulog) mempunyai tugas dalam ketahanan pangan melalui persediaan yang

13
cukup, akses, harga yang terjangkau, dan melakukan stabilisasi harga. Bulog juga
sedang membangunu gudang yang bisa berfungsi sebagai tempat penyimpanan (cold
storage) bawang merah di Desa Klampok, Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes.
Dibangunnya gudang inii artinya pemerintah melalui BUMN, yakni Bulog hadir
ditengah masyarakat. Saat harga anjlok, kami beli kemudian akan kami simpan.
Bawang merah merang yang telah diserap oleh Bulog, setidaknya sudah dikirim
sebanyak 10 ton ke Jakarta hingga tanggal 12 Januari 2018. (Wartabahari.com)

Analisis kasus harga bawang merah


Sejalan dengan hasil penelitian Pranata, Ade & Taklishul (2015) yang
menyatakan bahwa kenaikan harga di pasar dapat menurunkan produksi bawang
merah. Dengan kata lain bahwa tingginya jumlah pasokan bawang merah di pasar
bebas semakin menurunkan harga yang terbentuk di pasar. Sehingga diberlakukannya
kebijakan kontrol harga dengan penerapan sistem harga dasar atau price floor ini
dianggap cukup mampu menolong petani dari tingginya tingkat persaingan harga
yang ada di pasar bebas dan memberikan keuntungan ekonomis kepada para petani
bawang merah. Penerapan harga dasar kepada komoditas bawang merah mampu
memberdayakan petani bawang merah sehingga dapat secara mandiri melanjutkan
usahanya. (Syamsiar, Siti. 2007)
Pelaksanaan kebijakan ini akan lebih efektif jika pemerintah secara konsisten
menerapkan kebijakan pajak bea atau tarif produk import yang tinggi dan pengetatan
pengawasan terhadap produk import yang masuk ke pasar domestik. Hal ini bertujuan
untuk mencegah terjadinya persaingan harga yang dapat menggoncang harga
komoditas lokal yang ada di Tanah Air. Pemerintah juga dapat memberikan bantuan
teknis lainnya seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, baik pemberian bantuan alat
pengolahan bawang merah, pemberian bantuan pupuk, hingga pengambil alihan
proses penjualan kepada konsumen akhir untuk menjaga kestabilan harga yang ada di
pasar bebas dan melindungi keuntungan petani.

14
Gambar 3. Efek tarif impor

Penerapan kebijakan price floor ini tidak dapat berlangsung dalam jangka
panjang dan terus menerus, karena hanya ditujukan untuk menahan anjlognya harga
pada kondisi tertentu saja. Untuk mengelola harga pasar supaya tidak sering terjadi
penurunan nilai ekonomis, pemerintah dapat memberikan arahan terhadap petani
mengenai periode tanam bawang merah dan waktu penjualan bawang merah,
sehingga penjualan bawang merah di Indonesia tidak mengalami over supply akibat
panen raya serempak di seluruh penjuru negeri. Hal ini dapat menekan turunnya harga
akibat kelebihan pasokan bawang merah yang ada di pasar domestik.

15
B. Kasus harga minyak goreng
Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan
yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar yang biasanya digunakan
untuk menggoreng . Minyak goreng terbuat dari, kelapa, kelapa sawit, kacang tanah,
jagung, kedelai, bunga matahari dan kanola. (kemendag.2016). Minyak goreng
termasuk kedalam kelompok bahan pokok yang selalu dibutuhkan oleh masyarakat
untuk menunjang kecukupan pangan di Indonesia, karena merupakan bahan
pendukung pengolahan makanan.
Pada pertengahan tahun 2021, tepatnya dibulan Agustus, terjadi kenaikan harga
komoditas minyak goreng di pasar bebas. Kenaikan harga minyak goreng diawali
dengan pergeseran pasar Crude Palm Oil (CPO) akibat tidak tercukupinya pasokan
minyak sawit non-nabati sehingga meningkatkan permintaan pasar global.
(Suara.com). Kenaikan permintaan minyak mentah skala global ini dimanfaatkan
pemasok yang ada di Indonesia sehingga pemasok lokal memilih melakukan ekspor
karena harga jual di pasar mancanegara cenderung lebih tinggi dibandingkan pasar
lokal. Peralihan stok minyak goreng ini kemudian mengakibatkan kelangkaan dan
peningkatan harga jual pada pasar domestik mengikuti harga pasar global.
Menyikapi kenaikan harga minyak goreng, pemerintah kemudian memberikan
Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat untuk memberikan dukungan
dalam menghadapi kenaikan harga minyak di Tanah Air, agar masyarakat tetap dapat
membeli minyak goreng. Pemberian BLT ini ternyata tidak tepat sasaran, karena
masyarakat justru tidak mengguanakan bantuan ini untuk membeli minyak, namun
justru digunakan untuk kebutuhan lainnya. Pemerintah kemudian menerapkan sistem
subsidi harga minyak goreng. Sebanyak 1,2 miliar liter minyak goreng disediakan
pemerintah untuk didistribusikan selama jangka waktu 6 bulan atau sekitar 250 juta
liter per bulan, dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Pemberian subsidi
terhadap harga minyak goreng diterapkan pada harga Rp 14.000,- per liter dan berlaku
sejak 19 Januari 2022 (republika.co.id). Harga subsidi pada minyak goreng yang
diberikan pemerintah merupakan upaya penerapan kebijakan Harga Eceran Tertinggi
(HET) atau price ceilings. Melalui kebijakan ini, Menteri Perdagangan berusaha
memastikan ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau, dengan
mekanisme dan regulasi Harga Eceran Tertinggi (HET). (Susiwijono Moegiarso).
Skema bantuan yang diterapkan pemerintah ternyata tidak kunjung menurunkan
harga minyak goreng yang ada di pasar domestik hingga pertengahan Maret 2022 dan

16
justru ketersediaan minyak goreng semakin menipis. Sementara terjadi kelangkaan
minyak goreng di pasar domestik, data yang dimiliki oleh kementerian perdagangan
menyebutkan bahwa pasokan minyak goreng lokal sangat melimpah. Pemerintah
kemudian menerbitkan larangan ekspor minyak goreng. Larangan ekspor minyak
goreng tersebut tidak serta merta meningkatkan pasokan minyak goreng yang ada di
pasar domestik. Kelangkaan minyak goreng tetap terjadi dan ketika minyak goreng
mulai mudah ditemui di pasar domestik, harganya sudah melonjak hingga Rp 28.000,-
per liter. Harga tersebut setara dua kali lipat dari harga normal sebelum adanya
kelangkaan minyak goreng dan naiknya harga minyak mentah dunia.
Meskipun sudah menarik skema harga eceran tertinggi, kelangkaan minyak
goreng tetap terjadi dan titik ekuilibrium permintaan tetap berada pada harga pasar
yang tinggi tersebut. Fenomena ini kemudian diselidiki oleh pemerintah dan
ditemukan adanya praktik suap yang dilakukan oleh Indrasari Wisnu Wardhana,
selaku Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag bersama 3 perusahaan kelapa
sawit swasta di Indonesia untuk melakukan ekspor minyak mentah dan minyak
goreng sebagai turunannya ditengah larangan ekspor minyak. (suara.com)

Analisis kasus harga minyak goreng

Penerapan harga eceran tertinggi atau price ceilings ternyata tidak cukup efektif
dalam kasus minyak goreng ini. Meskipun membantu konsumen dalam meningkatkan
kemampuan beli terhadap minyak goreng, namun keinginan para pemasok minyak
goreng lokal untuk menjual produknya dengan harga mahal di pasar mancanegara
membuat kelangkaan justru terjadi setelah penerapan kontrol harga tersebut. Hal ini
memang wajar terjadi, mengingat fungsi dari penerapan price ceilings hanya akan
efektif dilakukan dalam jangka pendek untuk mengatasi lonjakan penawaran.
Stabilitas harga hanya akan terjadi jika terdapat usaha yang mengiringi kebijakan
harga maksimum ini. Usaha yang sudah diterapkan pemerintah seperti larangan
ekspor minyak memang sudah tepat, mengingat akar dari persoalan kelangkaan
minyak goreng berasal dari tingginya ekspor minyak goreng ke pasar mancanegara.
Namun terdapat usaha lain yang dapat diterapkan oleh pemerintah, seperti menaikkan
pajak ekspor minyak goreng untuk menekan penjualan hasil produksi tanah air ke
mancanegara. Pemerintah juga bisa melakukan operasi pasar untuk mengawal

17
ketersediaan pasokan minyak goreng dari rantai distributor hingga konsumen akhir,
sehingga pemerintah dapat memastikan harga minyak goreng tetap terjangkau hingga
konsumen akhir. (unair news)
Fakta menyebutkan bahwa setelah mafia minyak goreng terungkap, persoalan
kelangkaan dan mahalnya harga minyak tidak lantas langsung teratasi. Banyak dari
distributor yang sudah terlanjur membeli minyak dengan harga mahal kemudian
menahan stok nya dengan harapan bahwa nilai dari minyak goreng tersebut akan
kembali ke nilai keekonomiannya. (liputan6.com). Fenomena ini menjadi hal yang
cukup ironis, mengingat banyak penjual yang kemudian mengalami kerugian akibat
pembelian minyak saat harga tinggi namun tidak dapat menjual dengan harga yang
sesuai dengan harga perolehannya. Melalui skema operasi pasar, pemerintah dapat
mengambil alih seluruh pasokan minyak goreng yang ada dengan kriteria tertentu
seperti bebasnya indikasi penimbunan secara sengaja, untuk mengurangi kerugian
penjual dan mengembalikan pasokan minyak goreng di pasar domestik. Hal ini perlu
diterapkan karena akan lebih efektif jika dibandingkan dengan penerapan subsidi
harga yang terus menerus membuat pasar bergantung pada campur tangan
pemerintah.
Pengembalian pasokan untuk didistribusikan ke pasar akan membantu
mempercepat pemulihan harga pasar seperti sebelum ada kelangkaan. Harga yang
dipatok untuk kondisi shortage adalah Rp 14.000,- per Liter, atau setara dengan harga
rata-rata tertinggi ketika belum terjadi kelangkaan, untuk memberikan keuntungan
bagi produsen namun tetap terjangkau bagi konsumen. Harga ini pula yang kemudian
diterapkan setelah pasokan kembali didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.

18
SIMPULAN

Fluktuasi harga yang terbentuk di pasar bebas dapat mengakibatkan fluktuasi penjualan
produk yang disebabkan oleh adanya keterbatasan sumberdaya dan daya beli konsumen.
Tidak jarang, produsen maupun penjual melambungkan harga yang tinggi dengan tujuan
untuk memperoleh laba maksimal tanpa adanya kesiapan dan peningkatan pendapatan
konsumen, sehingga yang terjadi adalah penurunan penjualan dan dalam jangka panjang
dapat menyebabkan kemunduran perekonomian secara keseluruhan. Persoalan harga ini tidak
hanya terjadi pada harga yang terlalu tinggi, namun terlalu rendahnya harga yang terbentuk di
pasar juga dapat menyebabkan permasalahan yang kompleks bagi ekonomi sebuah negara.
Praktik-praktik persaingan harga yang memaksa perusahaan atau penjual dalam sebuah
lingkup pasar untuk menurunkan harga demi mendapatkan konsumen juga dapat
mengganggu kestabilan harga sebuah pasar. Penjual tidak dapat berlomba memberikan harga
paling rendah hanya untuk memperoleh pelanggan, karena yang justru terjadi adalah
pembentukan pasar monopoli oleh pesaing paling kuat modal sehingga pesaing yang lain
akan keluar dari pasar akibat terlalu rendahnya harga yang terbentuk di pasar. Hal ini akan
sangat berbahaya jika dibiarkan, karena akan menyebabkan kemunduran ekonomi setelah
pasar monopoli terbentuk oleh pihak swasta dengan memberikan lambungan harga yang tidak
dapat dijangkau konsumen.

Peran pemerintah kemudian sangat berarti pada situasi ini, untuk memberikan keadilan
baik bagi konsumen maupun penjual melalui pengendalian harga pasar bebas. Intervensi
pemerintah dalam pasar bebas lazim dilakukan untuk menjaga kestabilan harga yang ada
pada pasar bebas untuk melindungi kesejahteraan rakatnya.

Pengendalian harga yang dibahas dalam tulisan ini difokuskan pada price ceilings atau
harga maksimal yang dapat diterapkan oleh penjual untuk melindungi konsumen, dan price
floor atau harga dasar yang bisa diterapkan oleh penjual untuk membantu melindungi usaha
penjual. Penerapan kedua kebijakan ini hanya ditujukan untuk memberikan refleksi atas
perubahan ekuilibrium permintaan dan penawaran pasar yang bersifat sementara. Jangka
waktu penerapan kebijakan ini dipersingkat untuk menghindari dampak negatif yang
mungkin terjadi seperti kecurangan penjualan (pasar ilegal dan penimbunan), penurunan
kualitas produk dan kerugian dari sisi produsen.

19
DAFTAR PUSTAKA

Armand ilham. 2022. Kronologi polemik minyak goreng langka dan mahal. Hingga Jokowi
turun tangan. https://www.suara.com/news/2022/04/23/144141/kronologi-polemik-
minyak-goreng-langka-dan-mahal-hingga-jokowi-turun-tangan?page=3. Diakses
tanggal 4 September 2022.

Aparicio, D., & Cavallo, A. 2019. Kontrol Harga yang Ditargetkan pada Produk
Supermarket.Ulasan Ekonomi dan Statistik, 1–41. https://doi.org/10.1162/rest_a_00880

Baye, M.R., & Prince, J.T. 2017. Managerial Economic and Business Strategy 9th Edition.
McGraw-Hill. New York.

Derek, DA. 2005. Paradoks Penetapan Harga Predator.Tinjauan Hukum Cornell. Vol.91 : 1.
1–66.

Febrianto, AG, Warsito Tito, Aditya Wardana, Irenita Novembriani, Keke Yulianti. 2019.
The Impact of Price Ceiling and Price Floor Implementation Towards Indonesia
Scheduled Commercial Air Transport. Proceedings : Advances in Transportation and
Logistic Research. Trisakti University.

Galbraith, JK. 1952. Sebuah Teori Kontrol Harga. Cambridge, Massachusetts: Universitas
Harvard Tekan.

Hakim, Arif Rahman. 2022. Ekonom: pengendalian harga minyak goreng pemerintah sangat
absurd. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4916657/ekonom-pengendalian-harga-
minyak-goreng-pemerintah-sangat-absurd. Diakses tanggal 4 September 2022.

Ichsan Emraid Alamsyah. 2022. Upaya pemerintah tekan harga minyak goreng, dari subsidi
hingga batasi ekspor. https://www.republika.co.id/berita/r5whdb349/upaya-pemerintah-
tekan-harga-minyak-goreng-dari-subsidi-hingga-batasi-ekspor. Diakses tanggal 4
September 2022.

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2018. Komentan Berkomitmen Menjaga Harga


Bawang Tetap Stabil. Https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=
view&id=2362. Diakses tanggal 3 September 2022.

20
Kementerian perdagangan. 2016. Komoditas Minyak Goreng.
https://ews.kemendag.go.id/sp2kp-landing/assets/pdf/120116_ANK_PKM_DSK_
Minyak.pdf. Diakses tanggal 4 September 2022.

kompasTv pekalongan. 2021. Akibat panen raya, harga bawang merah anjlog.
https://www.kompas.tv/article/228828/akibat-panen-raya-harga-bawang-merah-
anjlok#:~:text=Petani%20mengatakan%20anjloknya%20harga%20yang,yang%20saat
%20ini%20sangat%20melimpah. Diakses tanggal 3 September 2022.

M Nurhadi. 2022. Harga Bawang Impor Jauh Lebih Murah Dibanding Produk Lokal,
Pedagang Pasrah. https://www.suara.com/bisnis/2022/06/28/090242/harga-bawang-
impor-jauh-lebih-murah-dibanding-produk-lokal-pedagang-pasrah. Diakses tanggal 3
September 2022.

Pandu Gumilar. 2018. Kementan: Ada praktik nakal importir bawang bombay.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20180622/99/808519/kementan-ada-praktik-nakal-
importir-bawang-bombay. Diakses tanggal 3 September 2022.

Sandi Prabowo. 2022. Tiga alternatif kebijakan pemerintah untuk atasi kelangkaan minyak
goreng. https://news.unair.ac.id/2022/02/25/tiga-alternatif-kebijakan-pemerintah-untuk-
atasi-kelangkaan-minyak-goreng/?lang=id. Diakses tanggal 4 September 2022.

Sinha, S. 2000. Regulasi harga layanan telekomunikasi: urutan tarif pertama TRAI.
Vikalpa,25(1), 43–54. https://doi.org/10.1177/0256090920000113

Sujiwo moegiarjo. 2022. Kementerian koordinator bidang perekonomian republik indonesia:


Kebijakan Menyediakan Minyak Goreng Harga Terjangkau, Wujud Nyata Pemerintah
Menjamin Pemenuhan Kebutuhan Rakyat. https://www.ekon.go.id/publikasi/
detail/3580/kebijakan-menyediakan-minyak-goreng-harga-terjangkau-wujud-nyata-
pemerintah-menjamin-pemenuhan-kebutuhan-rakyat. Diakses tanggal 3 September
2022.

Agustinus, M. (2018). Mentan Minta Bulog Beli Bawang Merah Petani di Brebes Rp
15.000/Kg. kumparan. https://kumparan.com/kumparanbisnis/mentan-minta-bulog-beli-
bawang-merah-petani-di-brebes-rp-15-000-kg/full. Diakses tanggal 3 Desember 2022.

21
Wartabahari.com. (2019). Harga Anjlok, Bulog Siap Serap Bawang Merah Petani.
http://wartabahari.com/8093/harga-anjlok-bulog-siap-serap-bawang-merah-petani/.
Diakses tanggal 3 Desember 2022.

Taufik, M. 2012. Strategi Pengembangan Agribisnis Sayuran di Sulawesi Selatan. Jurnal


Litbang Pertanian, Vol. 31 (2): 43 – 50

Saragih, Juli Panglima. 2011. Dilema Kebijakan Subsidi Harga Bahan Bakar Minyak Dan
Alternatif Solusinya. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik. Vol.2 : 2.

Syamsiar, Siti. 2007. Upaya Pemberdayaan Petani Bawang Merah Melalui Kebijakan Harga
di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Vol.12 : 3.

Widhaningsih, Siti. Hartono S, Darwanto DH. 2010. Pengaruh Kebijakan Pemasaran Gula
Terhadap Penawaran dan Harga Domestik Gula di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi.
Vol.17 : 1.

22

Anda mungkin juga menyukai