HUTAN BERBASIS
LINGKUNGAN
Abstract
Bencana lingkungan yang terjadi, entah banjir,
keringnya sumber air, meluasnya lahan kritis, hingga
punahnya satwa dan flora acap kali dikaitkan
dengan deforestasi dan degradasai hutan. Pada sisi
lain, pengurusan hutan telah diupayakan secara
maksimal dengan reformasi paradigma.
1|Page
Ketika Indonesia pada penghujung 1997 dilanda krisis
moneter, menuntut pemerintah mengambil langkah-langkah
strategis untuk segera lepas dari krisis. Pada situasi yang demikian,
IMF menawarkan konsep penyelesaian yang kemudian disambut
pemerintah sebagai resolusi yang pas. Perkembangan selanjutnya
menunjukkan konstruksi moneter yang belum sepenuhnya
berpihak. Setelah sepuluh tahun berlalu, krisis tersebut sudah mulai
pulih dengan sebuah catatan penting: ‘negara kita dililit utang’.
Harga diri bangsa telah dipertaruhkan. Kita dikenal
sebagai bangsa yang besar, berbudaya dan beradab, dan cukup
mengerti bagaimana harus membalas budi. Wajarlah, jika
negara-negara yang telah membantu kita keluar dari krismon
(melalui piutang) dapat menikmati iklim sejuk di dalam
berinvestasi di negeri ini. Sumber daya alam (SDA) yang paling
strategis pun diserahkan pengelolaannya kepada negara-negara
dimaksud. Meskipun lebih dari separuh keuntungannya bukan
untuk kita. Dampak paling buruk yang menyertai pengurasan
SDA adalah tercemarnya lingkungan. Cukup banyak kasus yang
menjadi bukti kelalaian (bahkan kesengajaan) Perusahaan Besar
Asing yang menimbulkan perusakan lingkungan atau pencemaran
luar biasa.
Pada saat yang sama, anak negeri pun bergiat mengelola
SDA sebagai bagian dari upaya pembangunan. Hutan tropis kita
yang dikenal terluas kedelapan di dunia, menjadi sasaran empuk
pribumi. Hutan terus ditebangi, dirambah dan dijarah. Hutan
alam Indonesia dikenal terkaya keanekragaman hayatinya.
Bahkan masih terdapat cukup banyak spesies yang belum
teridentifikasi secara ilmiah.
2|P a ge
Lebih penting lagi bahwa hutan kita secara keseluruhan
memberi kontribusi yang sangat besar bagi stabilisasi iklim global.
Exsistensi hutan tropis Indonesia bukan hanya urgen bagi negara
ini, tetapi juga terhadap dunia seluruhnya. Sangat beralasan jika
negara-negara maju (yang peduli lingkungan) banyak yang merasa
berkepentingan untuk menjaga kelestarian hutan Indonesia.
Komitmen positif telah ditunjukkan oleh berbagai negara dalam
forum-forum internasional. Indikasi positif telah terbangunnya
kesadaran moral untuk perlindungan lingkungan hidup global.
3|Page
II. DEFORESTASI
Besarnya angka kerusakan hutan rata-rata pertahun sangat
mengkhawatirkan, yaitu tercepat kedua setelah Brazil. Rakaryan
Sukarjaputra pada Harian Kompas (edisi 14 Desember 2007)
dalam Laporan Khusus COP-13 Bali, bahwa degradasi hutan
Indonesia antara 1997-2000 mencapai 2,8 juta hektar per tahun.
Namun hasil studi Badan Planologi Departemen Kehutanan
bekerja sama dengan University of South Dakota, AS, bahwa
tingkat degradasi sebesar 1,08 juta hektar per tahun antara 2001-
2005.
Meskipun tampaknya mengalami penurunan, angka 1,08
juta ha/tahun masih merupakan angka degradasi hutan yang sangat
tinggi. Jika mau dirata-ratakan angka itu berarti bahwa dalam
setiap jam terjadi kerusakan hutan seluas 123,29 hektar.
4|P a ge
Pembalakan liar, perambahan hutan untuk pembukaan
lahan pertanian, serta kebakaran adalam tiga penyebab dominan
deforestasi. Pembalakan liar lebih penting dari dua yang lainnya.
Pembalak liar masih terus merajalela di rimba raya, meskipun
pemberantasan illegal loging selalu menjadi agenda pokok
pengurusan kehutanan.
Sanksi berat bagi pembalak liar yang tertuang dalam Inpres
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pemberantasan Illegal Loging dan
Undang-undang Nomor 41 tentang Kehutanan tidak menciutkan
nyali pelaku illegal loging. Kondisi ini menampilkan sebuah
fenomena sosial menarik tentang bagaimana liku-liku kehidupan
pelaku illegal loging. Dikhawatirkan bahwa terdapat suatu sisi
kehidupan mereka yang belum tersentuh oleh pertimbangan logis
kita, atau mungkin hanya bisa disentuh oleh pertimbangan
kemanusiaan (etis).
Siapa sesungguhnya pelaku pembalak liar. Apakah
pembalakan liar merupakan kerja individu murni yang sekedar
untuk memenuhi isi perut, ataukah merupakan sebuah sindikat
kaum berada. Mengapa para pembalak tersebut lebih betah mencari
nafkah dengan mesin shinsaw ketimbang pekerjaan lainnya,
ataukah mereka tidak memiliki kemampuan di bidang lain untuk
menghasilkan uang. Sempatkah mereka memikirkan bahwa
pohon tersebut memerlukan puluhan bahkan ratusan tahun hingga
bisa sebesar sekarang ini, bahwa pohon-pohon itu akan habis dan
bagaimana kondisi alam jika hutan terbabat habis. Tahukah mereka
5|Page
bahwa perbuatannya telah mengkibatkan banjir di daerah hilir.
Sempatkah mereka memikirkan keterkaitan perbuatannya dengan
kekurangan air irigasi pertanian di musim kemarau. Sudahkah
mereka tahu bahwa perbuatannya itu melanggar hukum dan akan
mendapatkan sanksi yang berat. Masih terlalu banyak pertanyaan
yang harus terjawab lebih dahulu sebelum menerapkan kebijakan
publik yang objeknya adalah mereka.
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut mustahil kita
peroleh dari depan komputer atau dari balik meja kerja. Juga
tidak bisa diterka oleh para perencana, aparat yang berkepentingan
mengamankan hutan, atau oleh aparat hukum. Kami berpendapat
bahwa pemberantasan illegal loging hanya akan efektif jika
pemerintah telah memahami seluk beluk kehidupan para pembalak
liar. Mereka adalah sebuah komunitas yang perlu dihargai.
Mereka juga adalah warga negara yang berhak mendapatkan
penghidupan yang layak (sebagaimana diamanatkan UUD 1945).
Mereka adalah bagian dari makhluk sosial yang memiliki
multidimensi kehidupan yang perlu dipahami oleh pemerintah.
Kelihatannya inilah satu sisi kelemahan pemberantasan
illegal loging yang dilakukan selama ini sehingga belum efektif.
Diperlukan sebuah pendekatan komprehensip untuk mengenali
berbagai dimensi sosial mereka. Upaya ini jauh lebih penting dari
sekedar mengejar-ngejar mereka di dalam rimba. Mengapa
pembalak liar akan terus ada meskipun yang ada sekarang
ditangkapi semuanya. Kemudian muncul kembali pembalak liar
yang baru. Inilah sesungguhnya PR bagi para rimbawan, harus
mengkaji biang masalahnya.
6|P a ge
Secara global menguntungkan. Dukungan PBB terhadap
segala upaya pemeliharaan dan rehabilitasi hutan dunia terus
menunjukkan peningkatan. Kesepakatan atau deklarasi
internasional tentang antisipasi perubahan iklim harus sesegera
mungkin diimplementasikan di semua negara, termasuk Indonesia.
Hal ini harus dipahami oleh masyarakat kita utamanya para
pembalak liar, sehingga diperlukan sosialisasi.
Selain dukungan kibijakan Internasional, pengendalian
deforestasi dapat dilakukan melalui penegakan supremasi hukum
lingkungan. Seperti diketahui, proses penegakan keadilan dalam
penyelesaian sengketa lingkungan acap kali kontroversial.
Diperlukan penjernihan atau review tentang makna keadilan bagi
kepentingan lingkungan. Sebagai misal, kondisi riil di lapangan
harus menjadi pertimbangan utama dalam pemutusan perkara
lingkungan. Asas pembuktian formal tetap kita hargai sebagai
prinsip hukum positif, namun bukanlah yang utama. Pembuktian
pelanggaran terhadap lingkungan tidak semata didasarkan pada
bukti administratif. Sangat sulit akal sehat kita untuk menerima
jika pihak yang secara nyata merusak lingkungan, kemudian
akhirnya bebas dari jeratan hukum hanya karena mengantongi
dokumen dan administrasi perijinan.
7|Page
III. PENCEMARAN LINGKUNGAN
9|Page
Mungkin tidak sedikit di antara warga negara yang berpikir
bahwa tidak mungkin ada sungai jernih yang mengalir di tengah-
tengah kota metro. Hal tersebut dipandang sebagai suatu yang
sangat sulit atau bahkan tidak mungkin. Air yang mengalir dari
hulu menuju muara harus melewati perjalanan yang sangat
panjang. Mustahil melakukan pengawasan pada sepanjang aliran
sungai.
Hal yang tidak mungkin di benak kita ternyata terwujud di
beberapa negara. Sebagai contoh terdekat adalah Kota Kucing
Malaysia, dimana air sungai di kota tersebut benar-benar
terpelihara kebersihannya. Bisa dibayangkan bagaimana
bahagianya warga Kota Kucing yang dapat memandang aliran
sungai yang jernih, mengalir dengan riak-riak kedamaian,
sekaligus dapat menikmati airnya yang sehat dan bersih.
Demikianlah potret sikap anak bangsa di seluruh seantero
nagari yang dicintai. Bangsa ini telah membesarkan anak-anaknya
dengan belaian manja yang berlebihan, sehingga ketika dewasa
masih belum mengerti tentang bagaimana memelihara sumber air.
Sejak kecil telah terdidik dengan ketersediaan air yang seakan
tanpa batas, sehingga dianggap sumber daya alam yang tidak akan
pernah habis.
Selain terhadap sumber air, pencemaran terjadi pula
terhadap unsur kehidupan lainnya, yaitu tanah dan udara. Tanah
dan udara, khususnya di perkotaan juga bernasib sama dengan air.
Mengalami pencemaran yang luar biasa.
10 | P a g e
Masalah pencemaran lingkungan sudah sangat parah dan
sangat kompleks, sehingga penyelesaiannya pun lebih rumit. Di
antara alternatif yang mungkin ditempuh sebagai berikut:
11 | P a g e
suatu paket kebijakan dan didukung oleh sanksi-sanksi hukum
yang tegas bagi yang meremehkan kampanye ini.
Tidak salah jika kita merujuk pada langkah-langkah sukses
yang dicapai pemerintah Kota Kucing atau mungkin kota lain.
Prokasih adalah baik jika diterapkan dengan penuh komitmen
secara terpadu antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat
(co-management).
3) Menggalakkan program pembelajaran kepada masyarakat
melalui berbagai pendekatan. Muatan pembelajaran harus
diarahkan kepada perlindungan lingkungan hidup dan sumber
daya alam. Pada ummumnya masyarakat kita belum
memahami dan kurang mempedulikan aspek lingkungan.
Norma lingkungan ditanamkan mulai dari hal-hal yang kecil,
berupa upaya mengurangi sampah di lingkungan terkecilnya
seperti di tempat kerja dan rumah tangga. Selain itu perlu
juga ada resolusi yang menguntungkan secara ekonomi seperti
teknologi tepat guna mengolah sampah menjadi uang.
4) Alih Teknologi. Misalnya dengan mengurangi penggunaan
Bahan Bakar Minyak dan beralih kepada sumber energi yang
ramah lingkungan. Sebagai ibrah, Belanda dan beberapa
Negara Eropa Barat lainnya sejak 1979 telah menggunakan
Pembangkit Listrik Tenaga Angin. Korano Nicolash dalam
Kompas (Jumat, 14 Desember 2007) menuliskan, hasil laporan
PLN satu tahun sebelumnya, untuk bahan bakar solar PLN
mengeluarkan dana Rp 38,4 triliun per tahun untuk membeli 6,3
juta liter solar.
12 | P a g e
Ternyata memerlukan dana besar untuk mencemari
lingkungan. Belanda telah mengirit BBM sekaligus
mengurangi pencemaran lingkungan. Seharusnya kita
serius untuk memulai beralih kepada sumber energi yang
potensial di negeri ini, di antaranya tanaga air (PLTA dan
PLTHM), panas bumi, dan tenaga surya. Secara
keseluruhan kita harus serius untuk beralih ke teknologi
ramah lingkungan.
5) Penegakan supremasi hukum terhadap kasus-kasus
pencemaran lingkungan. Penegakan hukum di
Indonesia telah menunjukkan perkembangan ke arah yang
lebih baik. Bukan lagi semisal jaring laba-laba yang
hanya mampu menjerat serangga kecil, tapi sudah
merupakan pukat harimau yang sapu rata. Siapapun yang
salah maka dia harus bertanggung jawab di depan hukum.
Kondisi ini sangat menggembirakan bagi upaya
menegakkan hukum lingkungan.
Sugandhy dan Hakim (2007) mengemukakan, bahwa kegiatan
dalam pelaksanaan penegakan hukum lingkungan mencakup
langkah-langkah sebagai berikut:
a) Meningkatkan kesadaran hukum tentang pengelolaan
lingkungan hidup kepada masyarakat luas melalui
penyuluhan, bimbingan dan latihan.
13 | P a g e
b) Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap usaha atau
kegiatan yang menyimpang dari ketentuan peraturan
perundang-undangan.
c) Menerapkan sanksi administratif, perdata, dan pidana secara
konisten atas usaha atau kegiatan yang nyata-nyata
melanggar hukum.
d) Meningkatkan kualitas aparatur hukum menuju aparatur
yang profesional, melalui pendidikan dan laihan di bidang
pengelolaan lingkungan hidup.
Penegakan hukum mempunyai makna, bagaimana hukum
itu harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum tersebut
harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum, kemanfaatan,
dan keadilan (Mertokusumo, 1988). Dalam penegakan hukum
lingkungan, ketiga unsur tersebut yaitu kepastian, kemanfaatan dan
keadilan harus dikompromikan. Artinya ketiganya harus mendapat
perhatian secara proporsional seimbang dalam penanganannya,
meskipun di dalam praktek tidak selalu mudah melakukannya
(Soemartono, 1996).
14 | P a g e
IV. TRAUMA BANJIR
15 | P a g e
Adapun kota Tolitoli, berdasarkan pengalaman, apabila terjadi hujan
deras yang meliputi hulu hingga hilir sungai Tuwelei, sudah dapat dipastikan
bahwa banjir akan terjadi. Banjir akan menutupi jalan-jalan dan menggenangi
areal pemukiman yang permukaan datarannya lebih rendah. Misalnya banjir
yang terjadi pada awal bulan Agustus ini, menggenangi seputaran Jl. Anoa,
Jl. Veteran, Jl. Usman Binol, Malosong, Jl. Magamu bagian bawah, Tolitoli
Plaza, dan yang lainnya. Sumber air banjir merupakan akumulasi dari air
luapan sungai Tuweley dan air curahan lokal. Aliran air ke laut bertemu
dengan pasang naik air laut. Namun sebab banjir didominasi oleh luapan air
sungai Tuweley.
Fenomena ini menjadi indikasi bahwa kawasan hutan pada areal
tangkapan (catcmen area) sungai Tuwelei telah mengalami kerusakan.
Laju kerusakan hutan, baik berupa deforestasi maupun degradasi berkorelasi
positif dengan volume aliran permukaan (run off). Rusaknya vegetasi hutan
menyebabkan kian besarnya air yang tidak terserap ke dalam tanah ketika
terjadi hujan. Lantai hutan telah kehilangan kemampuan menyerap air hujan.
Suplay air tanah semakin menurun. Air hujan sebagian besar langsung
mengalir sebagai run off. Run off sebagai biang terjadinya banjir, akan
menyeret partikel tanah (sedimen) yang dilaluinya. Oleh karena itu pula,
tingginya sedimentasi (pendangkalan) di daerah hilir menjadi salah satu
indikasi rusaknya vegetasi hutan di daerah hulu atau pada areal resapan.
Kejadian bajir di tengah Kota Tolitoli mulai dirasakan sejak tahun
2005. Melihat sumber airnya, banjir tersebut terjadi karena dua sebab.
Sebab pertama banjir kiriman yang berasal dari luapan air sungai Tuweley.
Sebab kedua, banjir lokal yang terjadi karena terperangkapnya air pada
daerah yang bertopografi cekung.
16 | P a g e
Banjir kiriman yang menimpa Kota Tolitoli merupakan bukti bahwa
vegetasi hutan di areal hulu sungai Tuweley sedang mengalami kerusakan.
Padahal pemerintah telah melindungi kawasan hulu tersebut dari segala
bentuk perambahan. Fungsi kawasan hutan dimaksud telah ditetapkan
sebagai cagar alam (CA). Hulu sungai Tuweley termasuk dalam bentangan
C.A. Gunung Dako. Tetapi perambah tetap perambah, kawasan cagar alam
pun dirambah. Daerah tangkapan air tersebut kini tidak optimal atau bahkan
tidak berfungsi lagi.
17 | P a g e
1. Pendekatan apa yang dipakai Pemerintah Daerah Kabupaten Tolitoli
sehubungan dengan langkah-langkah mitigasi bencana banjir yang telah
dilakukan.
2. Apakah terdapat kemungkinan alternatif lain yang lebih efektif
menyelasikan masalah banjir dalam jangka panjang.
18 | P a g e
Berikut dijelaskan masing-masing kegiatan yang telah dilakukan,
ditinjau dari aspek efektivitasnya.
19 | P a g e
kapasitas maksimal. Pada kondisi dimana pasang laut bertemu dengan
meningkatnya debit air sungai, maka dipastikan bahwa drainase ini tidak
dapat berfungsi sebagai saluran tetapi hanya sebagai penampungan. Tidak
terjadi pergerakan air ke lokasi lain yang lebih rendah. Sehingga pada
kejadian seperti itu, saluran tidak berperan sebagai pengendali banjir.
Pembangunan Talud
22 | P a g e
Ketika vegetasi atau pepohonan telah dirambah lebih-lebih lagi jika
perambahan tersebut disertai pembakaran (sampai hari ini pembakaran
merupakan cara land clearing yang dipandang masyarakat paling praktis).
Maka terjadilah revolusi sistem tangkapan air. Ketika terjadi hujan, butiran
air langsung menerpa permukaan tanah. Terpaan langsung butir hujan
mengakibatkan rusaknya agregat tanah permukaan. Struktur tanah
mengalami degradasi menjadi partikel lepas dan lebih halus. Hasil
penghancuran agregat tanah kemudian menutupi pori pori tanah pada lapisan
permukaan (top soil).
Penutupan pori-pori tanah permukaan memperkecil volume bahkan
menghilangkan infiltrasi. Sehingga hal demikianlah yang menyebabkan
tingginya run off. Jika run off tersebut diasumsikan bermulah dari
punggung bukit maka dalam perjalanannya volumenya akan semakin besar
dan semuanya bermuara kesungai.
Langkah-langkah konkrit yang dapat dilakukan pada segmen tengah
dan hulu, meliputi upaya mitigasi struktural, non struktural dan peran serta
masyarakat adalah:
24 | P a g e
V. PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Hambatan
Mewujudkan pembangunan berkelanjutan memang cukup
sulit, apalagi bagi negara berkembang seperti Indonesia. Berikut
beberapa hambatan bagi upaya mewujudkan pembangunan
bekelanjutan:
26 | P a g e
a) Negara kita telah terbebani dengan utang, baik dari Lembaga
Keuangan Multinasional (IMF, Bank Asia atau yang lain), bank
Dunia ataupun dari Negara lain. Lembaga atau negara tersebut
memiliki akses dalam pengelolaan sumber daya alam di negeri
ini. Negara kita tetap memiliki fungsi kontrol terhadap kinerja
mereka, tetapi kenyataanya perusahaan asing tersebut selalu
memiliki argumen yang cukup kuat terhadap setiap teknis
operasionalnya, bahwa mereka tidak merusak lingkungan.
Memang ada kecenderungan bahwa alasan logis masih lebih
unggul dari alasan etis.
27 | P a g e
Peluang
Dalam upaya merealisasikan pembangunan berkelanjutan
termasuk upaya mengurangi deforestasi dan pencemaran lingkungan,
terdapat beberapa peluang berikut:
a) Dukungan dunia internasional dalam mengendalikan gejala
pemanasan global yang telah berdampak pada perubahan iklim
bumi.
b) Telah tersedianya perangkat hukum positif tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
beserta peraturan penjabaran pelaksanaannya.
c) Telah tersedianya berbagai teknologi ramah lingkungan di
berbagai negara maju.
d) Tersedianya instrumen pendekatan perlindungan lingkungan
hidup, yaitu (Hadi dan Samekto, 2007): rekayasa sosial
berbasis ADA (atur dan awasi): AMDAL, UKL-UPL, baku mutu,
pengendalian pencemaran air dan udara, serta limbah B3 dsb; dan
rekayasa sosial berbasis ADS (atur diri sendiri): ecolabelling,
proper, audit lingkungan dan audit sosial.
28 | P a g e
VI. PEMBANGUNAN
BERWAWASAN LINGKUNGAN
29 | P a g e
Demikian halnya di sektor kehutanan. Pengurusan hutan dan
kehutanan nampak sangat kental dengan muatan lingkungannya. Dalam
implementasinya, aparatur kehutanan mampu memadukan antara keahlian
teknis dan wawasan lingkungan. Lebih lagi, karena hal itu didorong oleh
kepedulian akan kepentingan kemanusiaan.
Meskipun demikian, barangkali masih terdapat PR sebagai
permasalahan pada sektor kehutanan dan lingkungan hidup sebagai berikut:
Rendahnya pemahaman masyarakat mengenai fungsi hutan dan
kaitannya dengan lingkungan hidup.
Kasus illegal loging belum dapat dihentikan secara total. Berbagai
operasi dalam rangka pemberantasan illegal loging telah digelar dan
mendatangkan hasil tangkapan dan kayu temuan. Tetapi hal
tersebut belum mampu meredam nyali pelaku pembalakan liar.
Pohon-pohon hutan pun masih tetap berjatuhan.
Penebangan bakau dan perambahan hutan mangrove juga terus
berlangsung. Hal mana merupakan ancaman bagi biota laut dan
kehidupan pantai.
Apabila dirunut, kita bisa menemukan benang merah penyebab
masalah yang mencuat di sektor kehutanan dan lingkungan hidup. Penyebab
sesungguhnya adalah kurangnya kepekaan dan wawasan
lingkungan. Rendahnya pemahaman masyarakat mengenai fungsi hutan dan
lingkungan hidup. Masyarakat dalam tanda kutip. Bisa berarti orang
kebanyakan. Namun bisa juga bermakna khusus, yaitu tokoh masyarakat
yang memiliki andil mewarnai corak pemerintahan, atau memiliki kapasitas
di tengah masyarakatnya.
Permasalahan kehutanan dan lingkungan hidup selalu menjadi
sorotan. Pembangunan sektor lain bahkan dituntut agar peduli pada
kepentingan lingkungan hidup. Solusi berikut ini barangkali bisa menjadi
alternatif bagi penyelesaian masalah di atas:
30 | P a g e
Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai fungsi kawasan
hutan dan kaitannya dengan lingkungan hidup.
Meningkatkan kepedulian lingkungan (sense of the environment) di
kalangan eksekutif dan legislatif.
Menguatnya pengawasan terhadap eksistensi kawasan hutan.
Ketiga hal tersebut, kita coba uraikan berikut ini:
32 | P a g e
VII. PENUTUP
33 | P a g e
c) Menggalakkan program pembelajaran kepada masyarakat;
d) Alih teknologi ke yang ramah lingkungan, seperti
penggunaan sumber energi non-BBM;
e) Penegakan supremasi hukum terhadap kasus-kasus
pencemaran lingkungan;
3. Pendekatan yang dipakai Pemerintah Daerah Kabupaten Tolitoli
dalam upaya mitigasi bencana banjir sudah cukup, meskipun
belum efektif. Bahkan jika dilakukan prediksi berdasarkan trend
perubahan iklim global, maka penanganan yang telah dilakukan
pemerintah daerah bisa dinilai belum memenuhi adaptasi.
Terdapat beberapa alternatif kebijakan yang secara teknis dinilai
efektif dan sangat mungkin diterapkan.
4. Pembangunan berwawasan lingkungan di Kabupaten Tolitoli
harus diawali dengan membangun pondasi yang kokoh.
Membangun SDM yang memiliki kapasitas keilmuan managerial
dan kasadaran lingkungan adalah pondasi yang utama. Misi
pembangunan daerah adalah lahirnya para birokrat, teknokrat, dan
ekonom yang berwawasan lingkungan (sense of the
environmental). Dengan demikian, diharapkan setiap keputusan
publik di segala sektor akan senantiasa dilandasi pertimbangan
aspek lingkungan.
Sebagai langkah awal menuju pembangunan berwawasan
lingkungan, difokuskan pada 3 (tiga) aspek berikut:
a) Meningkatnya kapasitas SDM di bidang pengelolaan
lingkungan hidup;
b) Tegaknya Supremasi Hukum Lingkungan (law
envorcement); dan
c) Terwujudnya RTRWK berwawasan lingkungan
34 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
35 | P a g e