Anda di halaman 1dari 11

“Bagaimana Peran Greenpeace dalam Melindungi Hutan Hujan di Indonesia?

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setelah masa perang dunia ke-2, perkembangan ruang lingkup dalam ilmu Hubungan
Internasional menjadi semakin luas dan kompleks. Munculnya isu-isu baru seperti isu
lingkungan telah menjadi sebuah fokus baru dalam politik global abad 20. Isu lingkungan
kini menjadi komponen penting dalam politik global, hal ini dikarenakan krisis lingkungan
yang terjadi di satu wilayah akan menyebabkan bencana di wilayah lainnya, maka dari itu isu
lingkungan menjadi sangat penting untuk dibicarakan pada tingkat global. Adapun salah satu
isu penting dalam lingkungan yang mendapat perhatian khusus, khususnya di Indonesia ialah
masalah penggundulan hutan (deforestation). Deforestasi merupakan bentuk konversi hutan
yang dilakukan untuk mengubah fungsi lahan menjadi fungsi lahan non-hutan, seperti
pertanian, perkebunan, peternakan, atau pembangunan perkotaan (Susetyo, 2022).
Indonesia sendiri memiliki luas lahan berhutan seluas 96 juta hektar, setara dengan
51,2% luas daratannya (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, 2023). Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan hutan hujan tropis
terbesar ketiga di dunia, setelah Brazil dan Kongo. Namun ironisnya, Indonesia juga masuk
ke dalam daftar 10 negara teratas dengan kehilangan hutan primer tropis tertinggi yaitu
sebesar 202.905 hektar pada tahun 2021, yang menempatkan Indonesia berada di urutan
keempat setelah Brazil (1,54 juta hektar), Kongo (499 ribu hektar), dan Bolivia (291.379
hektar) (Global Forest Watch, 2022).
Kasus deforestasi yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari semakin
berkembangnya industri perkebunan kelapa sawit. Mengutip artikel yang dirilis oleh
Greenpeace, ditemukan bahwa perkebunan kelapa sawit merupakan faktor utama dalam
kerusakan hutan di Indonesia. Industri kelapa sawit memproduksi minyak sawit dan minyak
nabati murah, yang banyak digunakan dalam produk kecantikan dan makanan olahan.
Ekspansi industri kelapa sawit yang pesat di seluruh Indonesia dalam satu dekade terakhir,
kini telah menyita 10,5 juta hektar lahan hutan, yang berpotensi menimbulkan dampak
lingkungan yang sangat besar (Syarifuddin et al., 2020). Perluasan perkebunan kelapa sawit
sering kali terjadi dengan mengorbankan hutan primer dan sekunder serta perambahan lahan
gambut, yang mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati dalam jumlah besar dan
berdampak buruk pada masyarakat lokal yang mata pencahariannya bergantung pada hutan.
Hal ini juga berdampak buruk terhadap perubahan iklim di Indonesia dan dunia. Seperti yang
terjadi pada tahun 2007, dimana deforestasi di Indonesia diakui sebagai masalah global
karena dampaknya terhadap iklim menyebar ke beberapa negara.
Di tengah permasalahan lingkungan (environmental issue) yang terjadi serta pesatnya
industrialisasi dan kekhawatiran masyarakat akan isu lingkungan hidup diperlukan sebuah
gerakan yang bisa menyuarakan permasalahan lingkungan di dunia. Dalam hal ini peran
negara saja tidak cukup untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, melainkan juga
dibutuhkan peran serta dari aktor non-negara contohnya Non-Governmental Organizations
(NGOs). Sebagai aktor transnasional, NGOs telah mengambil peran penting dalam mengatasi
permasalahan lingkungan global. Organisasi ini didorong oleh komitmen bersama untuk
menjaga ekosistem dan sumber daya alam bumi, serta telah berperan penting dalam
mengadvokasi perubahan positif pada skala lokal, nasional, dan global.
Salah satu Non-Governmental Organizations (NGOs) yang berfokus pada isu
lingkungan adalah Greenpeace. Greenpeace merupakan organisasi independen yang
berkampanye menggunakan konfrontasi kreatif tanpa kekerasan dalam mengungkapkan
permasalahan lingkungan global. Greenpeace hadir di lebih dari 40 negara di seluruh dunia
mulai dari Amerika, Eropa, Afrika, Asia, hingga Pasifik. Sebagai organisasi internasional,
Greenpeace memiliki visi untuk menjaga bumi yang makin rapuh ini agar tetap hijau, sehat,
dan mampu menopang kehidupan untuk generasi mendatang. Maka dari itu, untuk mencapai
hal tersebut Greenpeace selalu menggelorakan kampanye untuk menghentikan dan
menentang berbagai macam bentuk perusakan lingkungan dan menawarkan solusi dari
perusakan lingkungan tersebut (Greenpeace Indonesia).
Greenpeace sebagai salah satu NGOs yang berfokus pada isu lingkungan memiliki
tujuan untuk menghentikan laju deforestasi hutan termasuk salah satunya hutan Indonesia
yang disebabkan oleh masifnya industri kelapa sawit. Greenpeace menganggap bahwa
deforestasi merusak ekosistem dan mengancam kelangsungan hidup makhluk yang tinggal di
dalamnya. Dampak negatif dari deforestasi mencakup berbagai bencana alam, seperti banjir,
longsor, dan kekeringan, yang juga berdampak pada kehidupan manusia. Bahkan deforestasi
bisa berpotensi menyebabkan krisis iklim. Menyikapi hal tersebut, Greenpeace Indonesia
telah melakukan beberapa metode advokasi yang dimulai dari publikasi laporan terhadap
suatu isu hingga konfrontasi langsung terhadap aktor targetnya. Berdasarkan permasalahan
tersebut, isu lingkungan dan peran Greenpeace dalam mengurangi deforestasi di Indonesia
merupakan topik yang penting untuk disoroti dan dipelajari oleh para penulis, dengan
harapan bahwa hal ini akan meningkatkan pemahaman tentang kontribusi Greenpeace dalam
mengatasi masalah deforestasi di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diangkat
dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana Peran Greenpeace dalam Melindungi Hutan
Hujan di Indonesia?”.
BAB II Teori

2.1 Konsep International Non-Govermental Organization (I-NGO)


Terminologi Hubungan Internasional pada dasarnya mengkaji perilaku internasional,
yaitu peran aktor negara dan non-negara dalam hubungan tersebut. Di tingkat internasional,
terdapat juga organisasi internasional. Organisasi internasional merupakan pola kerjasama
yang melintasi batas-batas nasional berdasarkan struktur organisasional yang jelas dan
lengkap, diharapkan atau direncanakan untuk berkelanjutan dalam menjalankan fungsinya
secara berkelanjutan dan institusional, berusaha mencapai tujuan yang diperlukan dan
disepakati bersama, baik antara pemerintah dan antara kelompok non-pemerintah di berbagai
negara. Dalam interaksi hubungan internasional, organisasi internasional menjadi salah satu
aktor yang memiliki pengaruh cukup besar. Berbeda dengan aktor negara yang pasti memiliki
kebijakan luar negeri yang kemudian menjadi kepentingan nasional, organisasi internasional
tidak memiliki kebijakan luar negeri. Namun, organisasi internasional dapat menjadi alat
untuk mengimplementasikan kebijakan luar negeri dari negara-negara anggotanya
Oleh karena itu, sebuah organisasi internasional terdiri dari elemen-elemen kerjasama
yang melibatkan lintas batas nasional dan mencapai tujuan bersama, baik antara struktur
pemerintah dan non-pemerintah, dengan organisasi yang jelas dan lengkap. Peran Organisasi
Non-Pemerintah (NGO) dalam ranah politik global semakin signifikan, terutama setelah
berakhirnya Perang Dingin. Dalam tiga dekade terakhir, NGO telah tumbuh baik dari segi
jumlah, ukuran, maupun keragaman isu yang menjadi perhatiannya. Konsep NGO sendiri
belum menemukan bentuk yang pasti, masih terdapat perbedaan dalam definisinya. "NGO
dapat didefinisikan sebagai organisasi independen, non-partisan, non-profit yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas kehidupan mereka yang terpinggirkan. NGO bukanlah bagian
dari pemerintahan, tetapi merupakan bagian dari masyarakat sipil yang menghubungkan
masyarakat dengan pemerintah melalui tindakan nyata, sebagai organisasi independen dengan
tujuan sosial. NGO memiliki tujuan yang didasarkan pada kepentingan bersama dalam isu-isu
tertentu, dengan berbagai fungsi seperti pelayanan jasa dan kemanusiaan. Mereka
memperhatikan pemerintah, terutama dalam hal advokasi dan pemantauan kebijakan, serta
mendorong partisipasi politik melalui informasi yang mereka sediakan. NGO dapat diartikan
sebagai alat progresif untuk perubahan dan sebagai solusi berbasis pasar untuk masalah
politik (Tujil, 1999).
Fungsi operasional NGO terkait dengan merancang dan melaksanakan program aksi
konkret yang langsung menghasilkan perubahan dalam kondisi manusia, artefak budaya, atau
lingkungan alam, seperti pembangunan, bantuan pangan, perawatan kesehatan, perlindungan
bangunan bersejarah, perlindungan kesehatan hewan, konservasi alam, dan lain sebagainya.
Fungsi advokasi dari NGO bertujuan mempengaruhi pendapat, kebijakan, dan praktik
pemerintah nasional dan internasional, kelompok sosial, perusahaan, dan masyarakat umum.
Meskipun mereka tidak dapat secara langsung mengubah kondisi realitas, mereka dapat
mempengaruhi perubahan tersebut melalui pengaruh yang mereka miliki (Lewis, 2009)
Dalam konteks kajian ilmu politik lingkungan hidup, fokusnya terletak pada analisis
peran negara, lembaga internasional, ekonomi politik global, kekuasaan, norma, ideologi, dan
teori hubungan internasional. Ahli-ahli dalam bidang ini mencari pemahaman tentang
dampak ekologi dari aspek-aspek ekonomi global, seperti pertumbuhan ekonomi, peran
korporasi, perdagangan, konsumsi, dan finansial. Beberapa peneliti berpendapat bahwa kajian
politik lingkungan hidup membuka jalan untuk riset interdisipliner dalam bidang politik dan
lingkungan. Dauvergne menekankan bahwa kontribusi utama dari kajian ini adalah perluasan
cakupan riset ke dalam berbagai bidang, termasuk ilmu hubungan internasional dan hukum
internasional. Sejarah penelitian politik lingkungan hidup global dimulai bersamaan dengan
perubahan lingkungan global itu sendiri, dan perkembangan ini menuntut penelitian
multidisiplin (Dauvergne, 2005).
Kajian politik lingkungan masa depan diharapkan tidak hanya mengeksplorasi
perubahan lingkungan yang drastis, tetapi juga menyelidiki dinamika pembentukan
kelembagaan politik. Meskipun isu-isu seperti kekuatan masyarakat sipil global, etika global,
dan kapitalisme global tetap relevan, kajian ini cenderung menjadi lebih berfokus pada
bagaimana lingkungan hidup mengalami transformasi yang signifikan.

1.2 Konsep Keamanan Lingkungan


Berakhirnya era Perang Dingin dan peningkatan pemahaman terhadap dampak negatif
degradasi lingkungan telah memunculkan upaya pencarian konsep keamanan yang lebih
holistik di kalangan komunitas ilmiah, politik, dan militer (Graeger, 1996). Deudney
berpendapat bahwa kekerasan terorganisir, ancaman konvensional, dan ketidakamanan
lainnya tidak dapat disamakan secara analitis dengan ancaman terhadap lingkungan. Oleh
karena itu, konsep keamanan lingkungan harus melibatkan pandangan yang mencakup
rentang spasial dan temporal yang luas dari perubahan lingkungan, dengan penekanan pada
ancaman langsung terhadap wilayah tertentu, dan keamanan lingkungan global dianggap
sebagai prasyarat bagi keamanan manusia.
Ada empat alasan pokok untuk mengaitkan keamanan dengan perubahan lingkungan
dan aktivitas manusia. Pertama, degradasi lingkungan merupakan ancaman serius terhadap
keamanan dan kehidupan manusia di Bumi, muncul dari polusi udara dan air, deforestasi,
erosi tanah, dan aktivitas manusia lainnya, baik sipil maupun militer. Kedua, degradasi atau
perubahan lingkungan dapat menjadi penyebab dan dampak dari konflik kekerasan, dengan
kurangnya perhatian terhadap pengelolaan sumber daya yang ramah lingkungan dapat
memicu perselisihan di dalam dan antara negara-negara. Kegiatan militer non-perang reguler
juga dapat berdampak negatif pada lingkungan melalui polusi, penggunaan sumber daya, dan
ancaman serius seperti uji coba nuklir, kecelakaan kapal selam nuklir, dan pembuangan bahan
radioaktif di lautan. Ketiga, unsur prediktabilitas dan kontrol, yang menjadi elemen kunci
dalam pertimbangan keamanan militer, juga memainkan peran penting dalam menjaga
lingkungan. Menurut Sverre Lodgaard, terdapat keterkaitan konseptual yang membenarkan
untuk membahas "keamanan" dalam kedua konteks ini. Dalam situasi tertentu, degradasi
lingkungan yang tak dapat diperbaiki atau perubahan dramatis dalam ekologi dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya konflik kekerasan. Definisi Lodgaard tentang
keamanan lingkungan melibatkan pemanfaatan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan,
serta usaha untuk meminimalkan risiko atau kemungkinan konsekuensi negatif dari
perubahan lingkungan, terkait erat dengan kegiatan industri dan teknologi yang berpotensi
merusak lingkungan (Graeger, 1996)
Secara keseluruhan, sekuritisasi lingkungan mencerminkan pendekatan dalam
menangani isu lingkungan di mana ancaman terhadap lingkungan dianggap sebagai sesuatu
yang memerlukan respons cepat di tingkat politik. Memasukkan isu ini ke dalam ranah politik
tingkat tinggi, terutama bagi politisi yang berkomitmen pada isu tertentu, dapat memberikan
kontribusi yang signifikan. Inilah kontribusi politik utama dari konsep keamanan lingkungan,
yang tidak hanya memiliki potensi untuk mendemiliterisasi pemikiran keamanan, tetapi juga
untuk mengintegrasikan aspek-aspek lingkungan dalam agenda politik global. Dampak dari
konsep keamanan lingkungan dapat terlihat melalui peningkatan kualitas lingkungan hidup,
dengan langkah-langkah seperti pengamanan lingkungan laut dan penerapan kebijakan oleh
pemerintah untuk optimalisasi keamanan lingkungan dalam masyarakat manusia. Keamanan
lingkungan juga dapat memfasilitasi kerjasama antarnegara dan mengantisipasi ancaman
terhadap kesejahteraan masyarakat dan kedaulatan bangsa, baik dari dalam maupun luar
negeri, sehingga memberikan perlindungan bagi keberlangsungan makhluk hidup dan
lingkungan di Bumi (Glenn, 1998).

BAB III

PENJELASAN

2.1 Analisis Peran Greenpeace di Indonesia

Greenpeace, sebuah organisasi nirlaba global, berdedikasi untuk mengadvokasi


perdamaian, mengatasi masalah lingkungan, dan menjaga sumber daya alam dalam skala
dunia. Tujuan utama mereka adalah menghentikan deforestasi, memberantas perburuan ilegal
dengan cara non kekerasan, dan mendorong praktik berkelanjutan dalam pengelolaan sumber
daya alam. Hal-hal tersebut dilakukan untuk menjaga bumi agar tetap terjaga hingga masa
yang akan datang.

Dengan fokus khusus di Indonesia, Greenpeace terlibat aktif dalam melindungi hutan
hujan, khususnya di wilayah yang kaya akan keanekaragaman hayati seperti Kalimantan dan
Papua. Namun, untuk pada tulisan ini, kami akan mempelajari lebih dalam upaya Greenpeace
dalam menjaga hutan hujan di Indonesia, khususnya di Kalimantan, dengan menelusuri
langkah-langkah mereka, dampak yang dihasilkan, dan tantangan yang mereka hadapi. Saat
kita mendalami topik ini, salah satu studi kasus yang perlu diperhatikan adalah peran penting
Greenpeace dalam mengurangi deforestasi di Kalimantan.
Salah satu gambaran konkrit tentang bagaimana organisasi lingkungan hidup
non-pemerintah dapat memberikan dampak signifikan dalam menjaga hutan hujan dapat
dicontohkan oleh upaya Greenpeace dalam membatasi deforestasi di Kalimantan. Dengan
menerapkan berbagai strategi seperti advokasi, melakukan penelitian menyeluruh, dan
meningkatkan kesadaran masyarakat melalui kampanye, Greenpeace secara efektif berhasil
mengubah perilaku perusahaan dan memberikan pengaruh terhadap kebijakan pemerintah.

Namun, organisasi ini dihadapkan pada banyak rintangan yang menghambat


kemajuan mereka, seperti menghadapi penolakan dari entitas industri dan badan pemerintah
yang memiliki kepentingan ekonomi dalam eksploitasi sumber daya alam. Selain itu, upaya
mereka untuk melakukan pemantauan secara konsisten dan terlibat dalam kampanye yang
berdampak sering kali terhambat oleh kelangkaan sumber daya, yang mencakup kendala
keuangan dan kekurangan personel.

2.2 Langkah-langkah yang dilakukan Greenpeace Indonesia

Dalam upaya mengurangi deforestasi ilegal yang ada di Kalimantan Selatan, Greenpeace
telah melakukan beberapa cara seperti berikut,

1) Pemantauan dan Penelitian

Salah satu langkah yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia ialah melakukan
pemantauan intensif terhadap aktivitas deforestasi di Kalimantan Selatan. Teknologi
yang mungkin akan mereka gunakan adalah alat atau teknologi yang berfungsi untuk
pemantauan seperti citra satelit dan drone untuk memantau area hutan hujan dan
memeriksa potensi kegiatan ilegal.

2) Kampanye Kesadaran Masyarakat

Masyarakat berperan penting dalam menjaga dan melestarikan hutan hujan yang ada
disana, oleh karena itu Greenpeace mengadakan kampanye dengan tujuan untuk
menyadarkan masyarakat untuk mulai sadar dan meningkatkan kesadaran akan
pentingnya pelestarian hutan hujan dan dampak negatif dari deforestasi. Kegiatan
tersebut dapat mencakup seminar, pameran, lokakarya, dan kampanye media sosial.

3) Advokasi Kebijakan

Greenpeace berupaya untuk dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah terkait


perlindungan hutan hujan di Kalimantan Selatan. Mereka dapat berpartisipasi dalam
konsultasi publik, memberikan saran dan rekomendasi kebijakan, atau melakukan
advokasi langsung kepada pembuat kebijakan.
4) Kerja Sama dengan Pihak Terkait

Greenpeace Indonesia mungkin berusaha untuk bekerja sama dengan pemerintah,


lembaga lingkungan, LSM lokal, dan komunitas setempat untuk mengatasi
deforestasi. Ini termasuk bekerja sama dalam program restorasi hutan atau
mendukung pengembangan alternatif ekonomi berkelanjutan bagi masyarakat
setempat.

5) Kasus Hukum dan Penegakan Hukum

Jika terdapat kasus pelanggaran hukum terkait deforestasi, Greenpeace atau organisasi
serupa mungkin terlibat dalam upaya hukum atau meminta penegakan hukum yang
lebih ketat.

6) Kolaborasi Internasional

Greenpeace Indonesia dapat bekerja sama dengan organisasi lingkungan internasional


atau organisasi saudara di negara-negara lain untuk meningkatkan tekanan global
terhadap perusahaan atau pemerintah yang terlibat dalam deforestasi.

7) Edukasi dan Pelatihan

Greenpeace mungkin menyediakan pendidikan dan pelatihan kepada komunitas


setempat untuk membantu mereka memahami pentingnya hutan hujan dan cara
menjaga lingkungan mereka sendiri.

8) Kampanye Konsumen

Greenpeace mungkin berupaya mempengaruhi konsumen dan perusahaan untuk


menghindari produk-produk yang berasal dari deforestasi atau membantu mendorong
praktik bisnis yang bertanggung jawab terhadap lingkungan.

9) Evaluasi Dampak

Organisasi lingkungan seperti Greenpeace mungkin melakukan penilaian dampak dari


langkah-langkah yang telah diambil untuk mengurangi deforestasi, dan berusaha
untuk terus meningkatkan strategi dan taktik mereka berdasarkan hasil evaluasi
tersebut.

Harap diingat bahwa ini adalah contoh umum dan mungkin tidak mencakup semua tindakan
atau strategi yang Greenpeace atau organisasi lingkungan lainnya telah atau akan lakukan di
Kalimantan Selatan atau wilayah lain di Indonesia.

2.3 Dampak dan Pencapaian Greenpeace


Melalui berbagai cara Greenpeace dalam melakukan upaya untuk mengurangi deforestasi di
Kalimantan seperti advokasi, kampanye, dan lain-lain; Greenpeace berhasil membuat
beberapa dampak dan meraih pencapaian yang cukup signifikan:

1) Penghentian Kontrak dengan Pemasok Ilegal

Karena adanya kenaikan tingkat tekanan dari Greenpeace dan masyarakat sipil,
beberapa perusahaan besar yang terkait dengan deforestasi ilegal di Kalimantan telah
mengambil tindakan tegas dengan mengakhiri kontrak dengan pemasok yang
diketahui melakukan aktivitas ilegal

2) Perubahan Kebijakan Pemerintah

Tujuan utama dari kampanye ini adalah untuk mengadvokasi pengawasan yang lebih
kuat dan ketat oleh pemerintah Indonesia, serta penegakan hukum terkait aktivitas
ilegal yang terjadi di dalam hutan hujan

3) Peningkatan Kesadaran Publik

Greenpeace telah mencapai tonggak penting dalam meningkatkan kesadaran dan


pemahaman masyarakat lokal dan internasional secara efektif mengenai pentingnya
melestarikan hutan hujan yang sangat berharga di Kalimantan.

2.4 Tantangan dan Kritik yang dihadapi Greenpeace

Meskipun telah berhasil meraih sejumlah pencapaian seperti yang sudah dibahas pada bagian
sebelumnya, Greenpeace tidak luput dari tantangan yang datang dan harus menghadapinya
dalam upaya melindungi hutan hujan di Indonesia

1) Resistensi dari Industri dan Pemerintah

Perusahaan-perusahaan besar dan pemerintah lokal seringkali memiliki kepentingan


ekonomi yang kuat terkait dengan eksploitasi sumber daya alam, yang dapat menjadi
hambatan bagi upaya Greenpeace.

2) Keterbatasan Sumber Daya

Greenpeace, seperti organisasi nirlaba lainnya, terkadang mengalami keterbatasan


sumber daya, baik dalam hal dana maupun personil, yang membatasi kemampuannya
untuk melakukan pemantauan dan kampanye secara terus-menerus.

2.5 Studi Kasus: Peran Greenpeace dalam mengurangi Deforestasi di Kalimantan


Peran Greenpeace dalam mengurangi deforestasi di Kalimantan Selatan yaitu: menerbitkan
laporan-laporan tentang perusakan hutan, melakukan konfrontasi langsung dalam
menyampaikan aspirasi, melakukan advokasi melalui sosial media, melakukan lobbying, dan
Kemitraan Greenpeace dengan NGO. Adapun faktor yang menjadi pendukung Greenpeace
dalam mengurangi deforestasi di Kalimantan yaitu: Kearifan lokal masyarakat yang ramah
terhadap kawasan hutan, Kemitraan bersama pemerintah dan kemitraan bersama NGO.
Sedangkan faktor penghambat Greenpeace dalam mengurangi deforestasi di Kalimantan
yaitu: pengawasan hutan yang belum optimal, kebutuhan produksi yang tinggi, sarana dan
prasarana yang belum memadai, dan perusahaan yang melakukan praktik tersembunyi.

Dalam menjalankan perannya dalam mengurangi deforestasi di Kalimantan, Greenpeace


tidak bisa merubah suatu kebijakan yang ada disuatu Negara. Greenpeace hanya sebatas
memainkan fungsinya untuk membangun hubungan antara masyarakat dengan proses politik,
namun dengan kegiatan itu, Greenpeace dapat mengubah pandangan publik agar merespon
dan mempengaruhi keputusan pemerintah. Greenpeace merupakan salah satu organisasi
kampanye yang concern terhadap masala lingkungan global. Organisasi ini memiliki cabang
lebih dari 40 negara dengan berpusat di Amsterdam dan Belanda. Save Our Borneo
merupakan salah satu organisasi yang concern terhadap masalah lingkungan di Kalimantan.
Kerjasama yang dilakukan oleh Greenpeace dan Save Our Borneo sudah berlangsung pada
tahun 2015, kerjasama ini terjadi karena kedua organisasi memiliki visi dan misi yang sama
yaitu ingin menyelamatkan lingkungan agar tidak memberikan dampak yang tidak baik bagi
kehidupan sekarang dan masa depan. Berdasarkan tujuan tersebut maka Greenpeace dan Save
Our Borneo bekerjasama mengatasi deforestasi serta mengajak organisasi lokal daerah untuk
menjaga keberlangsungan lingkungan dan mampu memberikan informasi-informasi terkait
deforestasi yang terjadi di Kalimantan, khususnya Kabupaten Lamandau. Greenpeace dan
Save Our Borneo juga membangun sekat kanal di Pulang Pisau yang menyerupai bendungan
terbuat dari bahan 80 persen organik menggunakan kayu belangiran. Sekat tersebut kemudian
diisi dengan pasir dan tanah gambut serta di tanam pohon lokal. Sekat kanal ini dibuat dengan
tujuan untuk membasahi lahan gambut, sehingga meminimalisir terjadinya kebakaran hutan.

BAB IV

SIMPULAN

4.1 Simpulan

Greenpeace sebagai organisasi internasional memiliki cita-cita utama agarmenjaga bumi yang
makin rapuh ini tetap mempunyai kemampuan untuk menopang kehidupan seluruh mahluk
hidup. Untuk mencapai hal itu, Greenpeace berkampanye untuk menghentikan dan
menentang perusakan-perusakan lingkungan yang sedang terjadi, dan menawarkan solusi
terhadap praktek perusakan lingkungan itu. (Greenpeace Indonesia). Greenpeace, sebuah
organisasi nirlaba global, berdedikasi untuk mengadvokasi perdamaian, mengatasi masalah
lingkungan, dan menjaga sumber daya alam dalam skala dunia. Tujuan utama mereka adalah
menghentikan deforestasi, memberantas perburuan ilegal dengan cara non kekerasan, dan
mendorong praktik berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam. Hal-hal tersebut
dilakukan untuk menjaga bumi agar tetap terjaga hingga masa yang akan datang. Greenpeace
sebagai organiasi internasional melihat deforestasi lingkungan sebagai sesuatu yang merusak
ekosistem dan keberlangsungan makhluk hidup yang ada didalamnya. Kasus deforestasi yang
terjadi di Indonesia tidak terlepas dari semakin berkembangnya industri perkebunan kelapa
sawit. Mengutip artikel yang dirilis oleh Greenpeace, ditemukan bahwa perkebunan kelapa
sawit merupakan faktor utama dalam kerusakan hutan di Indonesia. Industri kelapa sawit
memproduksi minyak sawit dan minyak nabati murah, yang banyak digunakan dalam produk
kecantikan dan makanan olahan. Ekspansi industri kelapa sawit yang pesat di seluruh
Indonesia dalam satu dekade terakhir, kini telah menyita 10,5 juta hektar lahan hutan, yang
berpotensi menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar. Deforestasi menimbulkan
dampak buruk bagi kehidupan manusia, seperti berbagai bencana alam, seperti banjir, tanah
longsor, dan kekeringan. Untuk dampak lebih besarnya deforestasi dapat menyebabkan
terjadinya krisis iklim. Oleh sebab itu, permasalahan mengenai lingkungan dan keikutsertaan
Greenpeace menjadi hal yang penting untuk dibahas dan dikaji oleh penulis, sehingga
diharapkan hal tersebut dapat menambah wawasan terkait Peran Greenpeace dalam
mengurangi deforestasi di Kalimantan Selatan.

Daftar Pustaka:

Dauvergne (2005) Peter. Handbook of Global Environmental Politics. (Massachusetts:


Edward Elgar Publishing, hlm 21.
Graeger, N. (1996). Environmental Security? Journal of Peace Research , 109-116.
JC Glenn, T. G. (1998). Defining environmental security : Implications fot the US army.
Atlanta: Army Environmental Policy Institute , 1-48.
Lewis, David and Nazneen Kanji. (2009). Non-Governmental Organizations and
Development. New York: Routledge.
Peter Van Tujil. (1999). NGOs and Human Right: Sources of Justice and Democrary.
international affairs, Vol.52. No: 2.
Susetyo, P. D. (2022, October 4). Redefinisi Deforestasi. Forest Digest. Retrieved
September 10, 2023, from
https://www.forestdigest.com/detail/2025/definisi-deforestasi

Syarifuddin, E. A., Cangara, A. R., Rahman, I., Baharuddin, A., & Apriliani, A. (2020,
October). The market campaign strategy of Greenpeace in decreasing rainforest
deforestation in Indonesia: a case study of the usage of palm oil in Nestlé’s products.
In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 575, No. 1, p.
012071). IOP Publishing.
Virgy, M. A., Djuyandi, Y., & Darmawan, W. B. (2020). Strategi Jaringan Advokasi
Transnasional Greenpeace Indonesia Terkait Isu Deforestasi Hutan Indonesia oleh
Wilmar International. Journal of Political Issues, 1(2), 74-91.

Anda mungkin juga menyukai