Tulisan ini akan membahas bagaimana upaya yang dilakukan oleh Greenpeace dalam
menangani kerusakan laut di Indonesia. Greenpeace merupakan organisasi internasional
non-pemerintah (INGO) yang bergerak di bidang lingkungan dan memiliki cabang lebih dari
empat puluh negara, termasuk Indonesia. Namun, seluruh perwakilan cabang Greenpeace
yang tersebar di seluruh dunia ini tidak hanya berkontribusi untuk regionalnya saja
melainkan juga untuk aksi internasional. Greenpeace mulai hadir di Indonesia sejak tahun
2005 dengan fokus utama kepada kehutanan, energi, dan kelautan. (Greenpeace. t.t.).
Organisasi ini berdiri sendiri tanpa menerima bantuan dana dari pemerintah, perusahaan,
maupun partai politik manapun sejak awal berdiri. Fokus utama yang dibawakan
Greenpeace iniah yang akhirnya menarik perhatiannya pada kasus kerusakan laut di
Indonesia semakin parah dari waktu ke waktu. Tentu hal ini berbahaya bagi kelangsungan
hidup biota laut dan manusia pula dikarenakan luas laut yang hampir tiga kali luas daratan.
Ada berbagai macam penyebab yang menyebabkan kerusakan laut Indonesia, seperti
pencemaran mikroplastik dan tumpahan minyak yang oleh Pertamina pada tahun 2019
(Greenpeace, t.t.). Permasalahan ini tentunya membutuhkan perhatian khusus dalam upaya
penanganannya. Oleh karena itu, dalam tulisan ini berusaha menjelaskan bagaimana upaya
yang dilakukan oleh Greenpeace dalam menangani permasalahan kerusakan laut di
Indonesia.
Dalam menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan menggunakan kerangka teori dengan
perspektif konstuktivisme dalam Hubungan Internaional. Penulis berargumen bahwa
berdasarkan proposisi kerangka teori dengan dasar asumsi dasar dari perspektif
konstruktivisme ini mampu untuk menjelaskan peran Greenpeace dalam upaya menangani
kerusakan laut di Indonesia ini merupakan salah satu bentuk konstruksi berupa dukungan,
kampanye terhadap masyarakat regional maupun internasional, koorporasi, dan pemerintah
untuk mempengaruhi norma ataupun kebijakan yang dapat melindungi laut Indonesia.
Kampanye yang dilakukan Greenpeace dapat dilihat dari aksi-aksinya dari tahun ke tahun
dan merujuk pada pemahaman bahwa laut juga harus dijaga serta kerusakan laut Indonesia
harus segera ditangani. Dalam tulisan ini, penulis memilih Greenpeace dikarenakan INGO
ini mengkampanyekan tema-tema lingkungan dengan cara melakukan aksi-aksi yang unik
dalam setiap kegiatannya (Greenpeace, t.t). Kemudian, tulisan ini akan dibagi menjadi tiga
bagian. Pertama, bagian mengenai kerangka teori dan pemikiran mengenai perspektif
konstruktivisme. Kedua, merupakan pembahasan yang berisi pejelasan mengenai upaya dan
strategi, serta aksi-aksi yang dilakukan oleh Greenpeace dalam menangani permasalahan
kerusakan laut Indonesia. Ketiga yaitu bagian terakhir atau penutup yang berisikan
kesimpulan.
1
Konstruktivisme dalam Hubungan Internasional
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas penulis akan menggunakan asumsi dasar ketiga
dari konstruktivis untuk menjelaskan bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh
Greenpeace untuk menangani kerusakan laut di Indonesia. Melalui dua konsep dasar, yaitu
identitas dan norma, yang berarti aktor-aktor internasional bergerak menurut
identifikasinya terhadap aktor lain dan respon terhadap struktur interaksi yang berlaku di
kawasan tertentu (Wicaksana, 2018). Berdasarkan argumen yang dibawakan oleh perspektif
konstruktivisme, Greenpeace menjadi INGO yang merupakan aktor lain di luar negara dan
2
menjadi agen konstruksi norma dan ide untuk mempengaruhi norma ataupun kebijakan
yang dapat melindungi laut Indonesia. Upaya menjadi agen konstruksi ini dilakukan
Greenpeace dengan cara mengkampanyekan tema-tema lingkungan serta melakukan aksi-
aksi yang unik dalam setiap kegiatannya. Upaya-upaya dan strategi yang dilakukan oleh
Greenpeace dalam menangani permasalahan ini akan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu
menyusun peta kerusakan laut, melakukan teguran kepada perusahaan terkait limbah yang
dihasilkan, dan memerangi penggunaan plastik sekali pakai yang berlebihan. Tidak hanya
itu saja, Greenpeace juga ikut mendesak pemerintah RI untuk mendukung Perjajian Laut
Internasional melalui aksi-aksinya.
Dalam bagian ini penulis akan menjelaskan dan membuktikan bahwa adanya upaya yang
dilakukan oleh Greenpeace ini sebagai bentuk agen kosntruksi yang menyebarkan ide dan
norma dan dapat mempengaruhi aktor negara. Dalam pembahasan ini,penulis akan
membagi ke dalam tiga bagian besar. Pertama, melakukan kampanye #Pantang Plastik dan
peneguran kepada perusahaan terkait limbah yang dihasilkan. Kedua, melakukan kampanye
yang bertujuan mendesak pemerintah RI agar mendukung Perjanjian Laut Internasional.
Terakhir, meluncurkan laporan global. Upaya-upaya yang dilakukan Greenpeace ini
bertujuan untuk mempengaruhi pemerintah RI dan kebijakan yang akan dibuatnya agar
semakin peduli dengan ekosistem laut Indonesia. Dalam proses ini lah, ide dan norma yang
dibawakan Greenpeace sebagai INGO dapat mengubah pemahaman sosial dan praktek
politik global. Hal ini disebabkan karena tingkat kerusakan laut Indonesia sangat parah yang
menyebabkan biota laut terancam.
Kampanye #Pantang Plastik yang dilakukan oleh Greenpeace ini merupakan respon dari
tercemarnya laut Indonesia dari plastik-plastik sekali pakai yang akhirnya dapat berdampak
negatif bagi ekosistem laut. Dalam kampanye ini, Greenpeace mengajak seluruh aspek
masyarakat sebagai produsen maupun konsumen untuk berkomitmen dalam pengurangan,
pengendalian, dan penanganan sampah plastik dengan berbagai macam cara, seperti lebih
menggunakan kantong belanja guna ulang, memilah sampah, bahkan hingga melakukan
kegiatan bersih sungai dan pantai (Greenpeace, t.t.). Selain itu, Greenpeace juga mengusung
kampanye “Katakan pada para petinggi ASEAN: TIDAK ADA TEMPAT UNTUK SAMPAH!”.
Hal ini karena beberapa saat lalu adanya sampah plastik impor dari negara-negara maju
seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Jepang. Serta, pada saat petinggi ASEAN
melakukann pertemuan membahas masalah besar di kawasan ASEAN, tidak ada agenda
yang membahas impor sampah ini padahal dari 2016 hingga 2018, impor sampah plastik
meningkat sebanyak 171% (Greenpeace, t.t.). Dalam melakukan kampanye ini biasanya
melalui aksi-aksi langsung, sosial media Greenpeace, kegiatan World CleanUp Day, dan
petisi untuk menegur perusahaan-perusahaan yang dianggap menjadi penyebab
permasalahan kerusakan laut ini baik itu terkait limbah plastik, minyak, dan lain sebagainya,
serta berdialog langsung dengan para petinggi perusahaan.
Tindakan peneguran ini merupakan aksi lanjutan terhadap kampanye #Pantang Plastik yang
dilakukan oleh Greenpeace dalam usaha mempengaruhi kebijakan aktor lain terkait
lingkungan terutama limbahnya agar tidak mencemari laut Indonesia. Ada beberapa
perusahaan yang difokuskan oleh Greeanpeace dalam permasalahan ini, seperti Nestle,
Unilever, Pertamina. Dalam hal ini Greenpeace melakukan labelisasi perusahaan dengan
3
tujuan agar dapat membentuk sebuah persepsi bagi masyarakat dan pemerintah apa yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut dapat menimbulkan dampak yang negatif
bagi kelangsungan ekosistem laut Indonesia ke depannya. Tindakan melabelisasi
perusahaan ini tentunya akan berdampak pada citra perusahaan yang dituju dan akan
membuat citra negatif terhadap perusahaan yang dituju (Zuhdi, 2016). Diketahui bahwa
Nestle dan Unilever merupakan perusahaan penghasil plastik sekali pakai terbesar di dunia.
Setiap tahunnya, diperkirakan Nestle memproduksi 1,7 ton plastik kemasan prosuk dan
persentase terbesarnya merupakan plastik sekali pakai (Azanella, 2019).
Tumpahan minyak seperti ini sudah terjadi selama dua tahun berturut-turut. Sebelumnya,
telah terjadi tumpahan minyak di kawasan perairan Teluk Balikpapan. Sekitar 54.670 hektar
laut Karawang dan 77.713 pohon mangrove di zona pasang surut saat ini tercemar
(Greenpeace Indonesia, 2019). Dalam menangani permasalahan ini, Greenpeace bekerja
sama dengan Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (KORMAS) yang terdiri dari forkadasC+,
ICEL, JATAM, KIARA, Trend Asia, WALHI Nasional, WALHI Jabar, Walhi Jakarta, YLBHI,
KNTI melakukan aksi damai di depan Kantor Pusat Pertamina (Persero) untuk meminta
Pertamina jujur dan segera membuka informasi mengenai kondisi sumur-sumur lain dan
kelayakan operasional yang dijalankan Pertamina Hulu Energi (PHE) di Blok ONWJ.
Kampanye ini dilakukan bertujuan agar pemerintah Indonesia dan publik untuk mendukung
Perjanjian Laut Indonesia yang dibahas di Kantor PBB, tahun 2020. Di mana nantinya akan
berisi hukum untuk melindungi perairan internasional (CNN Indonesia, 2020). Aksi
kampanye ini tidak hanya dilakukan di Jakarta, tetapi juga di kota-kota lain. Dengan
menempatkan pahatan es berbentuk pinguin sebagai pesan kepada pemerintah tentang
dampak negatif kerusakan laut terhadap biota laut. Serta, melakukan dialog dengan
pemerintahan secara langsung dibantu dengan adanya petisi-petisi yang ditandatangani oleh
masyarakat.
4
laut Indonesia. Laporan ini dapat digunakan oleh pemerintah dan masyarakat luas sebagai
bahan informasi yang patut dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan atau cara
pandang masyarakat Indonesia akan kondisi laut Indonesia sekarang. Selain itu, laporan
yang berisikan aksi-aksi yang sudah dilakukan Greenpeace ini membentuk opini masyarakat
bukan hanya Indonesia saja, melainkan juga masyarakat Internasional untuk lebih peduli
terhadap laut, termasuk laut Indonesia.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka terbukti bahwa Greenpeace sebagai INGO berupaya untuk
menjadi agen konstruksi berupaya untuk mengubah pemahaman sosial yang dapat dilihat
dari aksi-aksi serta upaya yang dilakukannya dalam menangani kerusakan laut di Indonesia.
Upaya-upaya ini dilakukan Greenpeace dari tahun ke tahun mengingat bahwa tingkat
kerusakan laut Indonesia semakin memprihatinkan dan tentunya menganggu eksosistem
laut serta mengancam manusia. Greenpeace sebagai INGO memiliki peranan penting dalam
mengupayakan penanganan permasalahan yang terkait dengan lingkungan hidup. Dengan
Greenpeace masuk ke negara-negara yang memiliki permasalahan yang berkaitan dengan
lingkungan hidup dapat dilihat melalui konstruktivis bahwa negara bukanlah merupakan
satu-satunya aktor dalam Hubungan Internasional karena terdapat aktor-aktor lain yang
berpengaruh juga. Tentunya dengan upaya yang dilakukan oleh Greenpeace ini dapat
menciptakan identitas, ide dan norma baru, namun tidak mengubah negara melainkan
hanya memodifikasi karakter negaranya saja. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis telah
membuktikan bahwa analisis perspektif konstruktivisme dapat digunakan untuk
menjelaskan bahwa aktor lain selain negara dapat menjadi agen konstruksi dan berpengaruh
dalam praktek Hubungan Internasional. Namun, karena keterbatasan kata, penulis tidak
bisa memasukkan bukti dan penjelasannya lebih detail dan lengkap dalam tulisan ini.
5
Referensi
Artikel Daring:
Azanella, L. Ayu, 2019. “Monster Plastik, Bentuk Protes Greenpeace kepada Nestle” [daring].
Tersedia dalam
https://internasional.kompas.com/read/2019/03/27/14170361/monster-plastik-
bentuk-protes-greenpeace-kepada-unilever-dan-nestl?page=all [diakses pada 25
Juni 2021].
Artikel Jurnal:
Edited Book:
Situs Resmi:
Greenpeace, t.t. “Pulihkan Perairan Karawang dari Minyak” [daring]. Tersedia dalam
https://www.greenpeace.org/indonesia/aksi/pulihkan-perairan-karawang-dari-
minyak/ [diakses pada 24 Juni 2021].
6
Greenpeace, t.t. “Tentang Kami” [daring]. Tersedia dalam
https://www.greenpeace.org/indonesia/tentang-kami/ [diakses pada 24 Juni 2021].
Greenpeace, t.t. “Tidak Ada Tempat Untuk Sampah” [daring]. Tersedia dalam
https://www.greenpeace.org/indonesia/aksi/tidak-ada-tempat-untuk-sampah/
[diakses pada 25 Juni 2021].