Anda di halaman 1dari 7

PROTOKOL PENELITIAN EFEKTIVITAS TERAPI KOGNITIF DIBANDINGKAN TERAPI

OKUPASI PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH : SEBUAH TINJAUAN


SISTEMATIS

OLEH

NAMA : AGUNG TRI YANTO

NPM : 19.14201.30.18

PROGRAM STUDI ILMU KEPEREWATAN STIK


BINA HUSADA PALEMBANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Harga diri rendah adalah evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri di
sertai kurangnya perawatan diri, tidak berani menatap lawan bicara lebih banyak menunduk,
bicara lambat dan suara lemah ( Sueni, keliet 2013). Harga diri seseorang diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih saying,
perilaku orang lain yang mengancan hubungan dan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri
seseorang berada dalam renta tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi
menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta
cenderung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan
cara negatif dan menganggap sebagai ancaman (Kelie, 2011).
Menurut WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang karena depresi dan 2 juta terkena
skozofernia mencapai 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per1000penduduk, 90% orang
mengalami halusinasi. Berdasarkan data catatan rekam medis Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta pada tahun 2017 yang mengalami HDR sebanyak 334 pasien. Departemen Kesehatan
menyebutkan jumlah penderita gangguan jiwa berat sebesar 2,5 juta jiwa, yang diambil dari data
RSJ se-Indonesia.
Sementara itu 10% sementara itu dari populasi mengalami masalah kesehatan jiwa maka
harus mendapatkan perhatian karena termasuk rawan kesehatan jiwa. Di Jawa Tengan sendiri
terdapat 3 orang perseribu penduduk yang mengalami gangguan jiwa dan 50% akibat dari
kehilangan pekerjaan. Dengan demikian dari 32.952.040 penduduk Jawa Tengah terdapat sekitar
98.856 orang yang mengalami gangguan jiwa. Sejalan dengan paradigma sehat yang
direncanakan departemen kesehatan yang lebih menekankan upaya proaktif melaukan
pencegahan dari pada menunggu di rumah sakit, kini upaya proaktif melakukan pencegahan dari
pada menuggu di rumah sakit, kini orientasi upaya kesehatan jiwa lebih pada pencegahan
(preventif) dan promotif (Riskesdas ,2018).
(Puji dkk., 2019) menerapkan Plant Therapy yang diterapkan pada 15 orang Di Panti
Rehabilitasi Pengemis, Gelandangan Dan Orang Terlantar (PR-PGOT. Adapun pelaksanaan
kegiatan BHSP, pengenalan tentang plant therapy, membagi kelompok, pelaksanaan terapi,
sampai evaluasi bercocok tanam. Hasil yang diperoleh setelah dilakukan terapi yaitu adanya
peningkatan harga diri para peserta, para peserta juga terlihat sangat antusias dan tampak saling
membantu dalam bercocok tanam.
(Ryu Jehkwang dkk., 2019) menerapkan terapi okupasi bersepeda pada 65 pasien yang
mengalami skizofrenia. Terapi bersepeda ini dilakukan di ruang terbuka hijau (alami) selama 16
minggu secara berkelompok. Adapun langkah-langkah dalam terapi adalah 15 menit untuk
menetapkan tujuan hari itu dan Pendidikan keselamatan, 10 menit untuk latihan pemanasan, 40
menit untuk latihan bersepedah,10 untuk pendinginan, dan 15 menit terakhir untuk diskusi
mengenai evaluasi dan pencapaian hari itu secara berkelompok. (Ngapiyem & Agnes, 2018)
menerapkan terapi okupasi berupa senam aerobic pada pasien yang mengalami skizofrenia.
Terapi senam aerobic ini dilakukan 5 kali dalam satu minggu dan dari hasil penerapan tersebut
ditemukan bahwa terapi ini dapat bermanfaat menurunkan berat badan, meningkakan nafsu
makan, serta mengurangi ketegangan dan dapat meninmbulkan kegembiraan karna gerakan-
gerakan yang dilakukan.
Ahmad, M (2019) Adapun jurnal terbaru berpendapat bahwa terapi okupasi psikoedukasi
keluarga adalah cara yang efektif digunakan untuk pasien hdr, terapi ini dilakukan dengan cara
memberikan informasi dan edukasi mengenai perawatan keluarga terhadap anggota keluarga
yang mengalami hdr, alasan terapi ini digunakan adalah keluarga merupakan orang terdekat dan
orang yang paling sering berinteraksi dengan pasien dan diharapkan dengan pengikutsertaan
keluarga dapat memberikan rasa nyaman terhadap pasien dan mampu membantu pasien
mengurangi gejala dan meningkatkan rasa percaya diri. Adapun hasil dari penerapan terapi
psikoedukasi yang sudah dilakukan adalah kemampuan kognitif keluarga meningkat yang
awalnya 14,56% (kurang) menjadi 25,03% (normal).
(Ita & Susilaningsih, 2019) menerapkan terapi okupasi menjahit pada Tn J yang
dilaksanakan sebanyak 5 kali pertemuan dengan rangkaian kegiatan mulai dari BHSP,
melakukan demonstrasi dan evaluasi demonstrasi menjahit, membuat daftar kegiatan, memilah
baju sobek, sampai dengan pelaksanaan menjahit. Pada saat dilakukan terapi responden sempat
tidak mau karena masih merasa tidak mempunyai kemampuan apapun, tetapi setelah dilakukan
BHSP responden mulai mau terbuka dan melakukan terapi, kemudian setelah dilakukan terapi
didapatkan hasil evaluasi dipertemuan keempat yaitu pasien sudah tidak ragu-ragu, suara
terdengar lantang dan jelas, serta kontak mata dapat dipertahankan, pasien juga mampu
melakukan kegiatan menjahit secara mandiri dan memasukkan kegiatan kedalam jadwal harian
secara mandiri.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan oleh seorang perawat dalam mengatasi
diagnosa keperawatan harga diri rendah dimulai dengan intervensi keperawatan generalis sampai
dengan spesialis yang ditujukan untuk individu, keluarga dan kelompok (Stuart dan Laraia,
2005). Bentuk terapi spesialis yang dapat digunakan pada lansia harga diri rendah adalah terapi
kognitif, terapi kognitif dan perilaku, terapi penghentian pikiran, logoterapi, terapi suportif,
terapi sistem keluarga, psikoedukasi dan Assertive Community Therapy (Workshop
Keperawatan Jiwa ke-8, 2014)
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis melakukan sistematik review yang
bertujuan untuk meninjau efektivitas terapi okupasi dibandingkan terapi kognitif sebagai upaya
intervensi pada pasien harga diri rendah.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Participant / Population (Populasi) Pasien dengan harga diri rendah
Intervention (Intervention) Terapi Okupasi
Comparison Terapi Kognitif
Outcomes (Hasil) Efektivitas
Study Design / Context Rumah Sakit

Berdasarkan pendekatan PICOS/PICOC diatas, selanjutnya dirumuskan dalam bentuk


Pertanyaan Penelitian (PP) yaitu :
ID PERTANYAAN PENELITIAN (PP)
PP1 Apakah terapi okupasi dapat meningkatkan harga diri pada klien
dengan harga diri rendah
PP2 Apakah terapi kognitif dapat meningkatkan harga diri pada klien
dengan harga diri rendah
PP3 Apakah ada perbedaaan efektivitas pemberian terapi okupasi terhadapa
peningkatan harga diri dibandingkan dengan terapi kognitif
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan Pertanyaan Penelitian, maka dapat dirumuskan Tujuan Penelitian (TP) yaitu:
TP1 Untuk mengetahui efektivitas pemberian terapi okupasi dalam upaya penigkatan
harag diri pada klien harga diri rendah
TP2 Untuk mengetahui efektivitas pemberian terapi kognitif dalam upaya penigkatan
harag diri pada klien harga diri rendah
TP3 Untuk mengetahui perbedaan efektivitas pemberian terapi okupasi dalam upaya
penigkatan harag diri pada klien harga diri rendah dibandingkan terapi kognitif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Pencarian
3.1.1 Sumber Pencarian
Untuk mengidentifikasi studi yang relevan, pencarian artikel melalui Google Scholar
(sholar.google.com)
3.1.2 Strategi Pencarian
Pencarian literatur menggunakan pendekatan PICO berdasarkan kata kunci sebagai berikut:
Population Intervention Comparation Outcames
Konsep utama Konsep utama Konsep utama Konsep utama
Pasien dengan harga Terapi Okupasi Terapi Kognitif Efektivitas
diri rendah
Sinonim / istilah Sinonim / istilah Sinonim / istilah Sinonim / istilah
Pencarian Pencarian Pencarian Pencarian
Low self-esteem Occupational therapy Cognitive therapy Effectiveness
patient

Anda mungkin juga menyukai