Anda di halaman 1dari 95

UNIVERSITAS INDONESIA

KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF


REALISME, LIBERALISME, DAN KONSTRUKTIVISME,
STUDI KASUS: SHANGHAI COOPERATION ORGANIZATION

TUGAS KARYA AKHIR

GARRY HARTANTO
0906636680

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
DEPOK
JANUARI 2013

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

KERJASAMA INTERNASIONAL DALAM PERSPEKTIF


REALISME, LIBERALISME, DAN KONSTRUKTIVISME :
STUDI KASUS SHANGHAI COOPERATION ORGANIZATION

TUGAS KARYA AKHIR


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sosial di Universitas Indonesia

Garry Hartanto
0906636680

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


DEPARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
DEPOK
JANUARI 2013

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tugas Karya Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Garry Hartanto

NPM : 0906636680

Tanda Tangan :

Tanggal : 16 Januari 2013

ii

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan Tugas Karya Akhir ini tepat
pada waktunya. Penulisan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Jurusan Ilmu Hubungan Internasional pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Dalam membahas isu-isu Internasional, Ilmu Hubungan Internasional


memiliki tiga paradigma utama, yakni : Realisme, Liberalisme, dan Konstruktivisme.
Ketiga pandangan ini memiliki beberapa perbedaan esensial dalam melihat satu kasus
yang sama. Oleh karena itu, dalam tulisan ini saya mencoba untuk memakai ketiga
paradigma ini ke dalam satu contoh kasus yakni Shanghai Cooperation Organization.

Shanghai Cooperation Organization (SCO) merupakan sebuah organisasi


yang berdiri untuk menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan Asia Tengah. SCO
beranggotakan enam negara termasuk Cina dan Rusia. Tulisan ini akan membahas
dinamika hubungan keenam negara ini di dalam SCO menggunakan beberapa teori
dan konsep turunan dari tiga paradigma di atas, yakni Realisme Defensif,
Neoliberalisme Intitusional, dan Norms Dynamic.

Saya sendiri menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan


dalam Tugas Karya Akhir ini. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat
diperlukan agar kajian ini dapat lebih kaya. Akhir kata, saya berharap agar tulisan ini
dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya dan dapat membantu penelitian
selanjutnya.

Depok, 16 Januari 2013

Garry Hartanto

iv

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih dan puji syukur yang sebesar-besarnya


kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai penulis dalam menyelesaikan
Tugas Karya Akhir dan masa studi di Universitas Indonesia selama 7 semester ini.
Selain itu, Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain
yang telah ikut membantu penulis lewat berbagai dukungan, antara lain :

1) Dra. Suzie Sri Suparin S. Sudarman M.A selaku pembimbing penulis yang
sangat berjasa dalam mengarahkan pemikiran, memberikan kritik, dan
menyuntikkan semangat kepada penulis,
2) Edy Prasetyono S.Sos, MIS, Ph.D, atas kesediaannya menjadi penguji ahli
serta kritik dan sarannya selama sidang yang sangat membangun,
3) Dra. Nurul Isnaeni MA, selaku Ketua Program S1 dan pemimpin sidang dan
Aninda Rahmasari S.Sos., M.Litt, selaku sekretaris sidang atas kritik dan
sarannya semasa sidang,
4) Andi Widjajanto S.Sos., M.Sc, selaku pembimbing akademis selama masa
studi di HIUI,
5) Seluruh dosen, asisten dan staff Departemen HI UI yang tidak dapat
disebutkan satu persatu,
6) Orang tua dan adik penulis yang sudah memberikan dukungan moral dan
materil kepada penulis dalam menyelesaikan studinya di Universitas
Indonesia
7) Keluarga HI UI 2009 : Pettisa, Dwinta, Aswin, Indi, Gesa, Catur, Afu, Arlina,
Candini, Aline, Uwi, Pandu, Darang, Tintin, dicki, Fahmi, Lia, Imung,
Hindun, Ladia, Jeklin, Iman, Doni, Indah, Mikha, Ryan, Kiki, Sandi, Vale,
Richard, Widy, Ponda, Tama, Iqbal, Natali, Arif, Husni, hana, ipeh, Bagus
dan Zein atas canda tawa, cerita dan semangat yang terukir selama ini,

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


8) Sahabat-sahabat di Ftb Atma Jaya : Jinia, Fungkey, Leo, Audi, dan Yola yang
selalu memberikan dukungan, kicauan, dan celoteh yang entah mengapa
selalu berhasil menambah semangat penulis.
9) Keluarga PRK Gepembri Pelita, terutama Ko Dany dan Ci Motik, KSD
Immanuel, serta teman-teman lainnya yang tak henti-hentinya mendukung
dalam doa,
10) Lusyanah, sahabat terdekat selama beberapa bulan terakhir yang sukses
membuat penulis rajin menyelesaikan Tugas Akhirnya dengan berbagai
‘ancaman’ dan juga doanya,
11) Keluarga Keilmuan BEM FISIP UI 2009, geng jambo : Natih, Febri, Shinta,
Fahd, Rozin, Vuty, Galih, Ipeh, dan Zikri,
12) Keluarga pengurus HMHI 2009 dan 2010 : Bang Adi, Indi, Tya, Jeklin, Irfan,
Diky, Uli, Ryan, dan K,
13) Seluruh Teman-teman HI, kakak-kakak 2007 dan 2008 atas bimbingannya
selama TKHI dan masa studi dan Adik-Adik 2010, 2011, dan 2012,

Depok, 16 Januari 2013


Garry Hartanto

vi

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini :
Nama : Garry Hartanto
NPM : 0906636680
Program Studi : S-1 Reguler Ilmu Hubungan Internasional
Departemen : Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya : Tugas Karya Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universtas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“Kerjasama Internasional Dalam Perspektif Realisme, Liberalisme, dan


Konstruktivisme : Studi Kasus Shanghai Cooperation Organization”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,

Dibuat di : Depok

Pada Tanggal : 16 Januari 2013

Yang menyatakan

Garry Hartanto

vii

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


ABSTRAK

Nama : Garry Hartanto


Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Judul : Kerjasama Internasional Dalam Perspektif Realisme, Liberalisme,
dan Konstruktivisme : Studi Kasus Shanghai Cooperation Organization

Shanghai Cooperation Organization (SCO) merupakan sebuah institusi keamanan di


Asia Tengah yang sangat strategis. Organisasi ini berdiri pada tahun 2001 dengan
beranggotakan Rusia, Cina, Kazhakstan, Kyrgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan.
Realisme Defensif memandang organisasi ini sebagai sekumpulan negara defensif
yang berada dalam situasi dilema keamanan. Neoliberal Institusionalisme,
memandang SCO sebagai institusi yang didasari oleh perhitungan biaya dan
pencapaian absolut lewat hubungan yang saling tergantung dalam bidang ekonomi.
sedangkan Konstruktivisme memandang SCO sebagai sebuah contoh proses
dinamika norma berjalan dalam sebuah institusi.
Kata Kunci : Shanghai Cooperation Organization, Realisme Defensif, Neoliberal
Institusionalisme, Konstruktivisme

ABSTRACT

Name : Garry Hartanto


Major : International relations
Title : International Cooperation in Realism, Liberalism. And
Constructivism Perspective : Case Study Shanghai Cooperation Organization

Shanghai Cooperation Organization (SCO) is a strategic institution in Central Asia.


This Organization was established in 2001 with Russia, China, Kazakhstan,
Kyrgyzstan, Tajikistan, and Uzbekistan as the members. Defensive Realism assumes
that SCO is a defensive alliance under Security Dilemma. Neoliberal Institutionalism
assumes that SCO is an institution which has built based on cost consideration and
absolute gain through economic interdependence. While Constructivism sees SCO as
process of Norm Dynamic in institution.
Key words : Shanghai Cooperation Organization, Defensive Realism, Neoliberal
Institutionalism, Constructivism.

viii Universitas Indonesia

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS..........................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................iii

KATA PENGANTAR..................................................................................................iv

UCAPAN TERIMA KASIH.........................................................................................v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………...........…….vi


ABSTRAK.................................................................................................................viii
DAFTAR ISI................................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................xi
DAFTAR GRAFIK......................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................xi
1. PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Kerangka Pemikiran....................................................................................4
1.3.1 Realisme Defensif.........................................................................4
1.3.2 Neoliberal Institusionalisme.........................................................9
1.3.3 Konstruktivisme dan Norm dynamic..........................................13
1.4 Metode Penelitian......................................................................................18
1.5 Tujuan dan Signifikansi Penulisan............................................................19
2. SHANGHAI COOPERATION ORGANIZATION (SCO)...................................20
2.1 Sejarah Singkat Pembentukan Shanghai Cooperation Organization.........20
2.2 Timeline Peristiwa dalam Shanghai Cooperation Organization................22
2.3 Profil Umum Negara Anggota Shanghai Cooperation Organization........25

ix Universitas Indonesia

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


3. PEMBAHASAN.....................................................................................................27
3.1 SCO dalam Perspektif Realisme Defensif.......................................................27
3.1.1 Karakteristik Defensif Negara-Negara SCO.............................27
3.1.2 Security Dilemma dalam SCO....................................................31
3.2 SCO dari Perspektif Liberalisme Institusional................................................38

3.2.1 Unsur Institusi, Demokrasi dan Ketergantungan dalam


SCO......................................................................................................38

3.2.2 Pertimbangan Biaya, Absolute Gain dan Trust Building dalam


SCO......................................................................................................42

3.3.3 Analisis SCO berdasarkan Self Interest dan State


Power...................................................................................................45

3.3 Konstruktivisme Memandang SCO Melalui Teori Konstruktivisme Sosial dan


Norm Dynamic.......................................................................................................49

3.3.1 Norm Dynamic Dalam Pembentukan SCO.................................50

3.3.2 Perubahan Interest dalam SCO...................................................52

3.3.3 Pengaruh Budaya, Nilai dan Norma Aktor Politik Dalam


Pembentukan SCO...............................................................................55

4. KESIMPULAN......................................................................................................59

DAFTAR REFERENSI.............................................................................................62

x Universitas Indonesia

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tipologi Realisme.berdasarkan Realisme Neoklasik....................................5

Tabel 1.2 Empat Dunia


Jervis........................................................................................7

Tabel 1.3 Tahapan Pembentukan dan Internalisasi Norma.........................................18

Tabel 2.1 Timeline Peristiwa dalam Shanghai Cooperation Organization................23

Tabel 2.2 Profil Negara-Negara Anggota Shanghai Cooperation Organization........25

Tabel 3.1 Perbandingan Kekuatan Militer AS, Cina, dan Rusia tahun 2008..............35

Tabel 4.1 Perbedaan 3 Pendekatan Hubungan Internasional Dalam Memandang


Shanghai Cooperation Organization………………………………………………………61

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Segitiga Kant............................................................................................10

Gambar 1.2 Norm Life Cycle.......................................................................................16

Gambar 3.3 Pangkalan militer AS di Asia dan Timur Tengah....................................37

Gambar 3.4 Nilai dan Komposisi Import Energi Cina dari Rusia...............................41

DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1 Anggaran Militer Negara-Negara Anggota SCO 1996-2012 (dalam juta
US$).............................................................................................................................30

Grafik 3.2 Anggaran Militer Negara-negara Anggota SCO 1996-2012 (% of


GDP)............................................................................................................................30

Gambar 3.5 Tingkat kemiskinan Cina, Rusia, Kyrgistan, dan Kazhakstan 1996-
2008.............................................................................................................................49

xi Universitas Indonesia

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Asia Tengah merupakan wilayah pusat dari benua Asia yang terhampar dari
Laut Kaspia di bagian barat sampai kepada negara Cina di bagian Timur serta
Federasi Rusia di bagian Utara sampai Afghanistan di bagian Selatan. Wilayah ini
juga mencakup sedikit teritori Iran, Mongolia dan Tibet. Karena memiliki wilayah
yang sangat luas, sampai saat ini tidak ada pengertian resmi tentang wilayah mana
saja yang termasuk wilayah kawasan Asia Tengah. Namun, dalam pengertian
modern, Asia Tengah biasanya ditautkan ke dalam konteks lima negara bekas
pecahan Uni Soviet, yakni, Kazhakhstan, Kyrgiztan, Tajikistan, Turkmenistan, dan
Uzbekistan. Akhiran –stan dalam nama negara-negara tersebut merupakan
peninggalan kebudayaan Persia yang memiliki arti ‘Tanah dari’. 1

Wilayah Asia Tengah merupakan tempat berkembangnya kebudayaan-


kebudayaan besar dunia terutama pada masa kerajaan Persia dan Islam. Wilayah ini
juga merupakan jalur perdagangan penting yang disebut jalur sutra. Oleh karena itu,
Asia tengah merupakan wilayah yang kaya akan budaya dan bahasa. Bahasa Rusia
merupakan bahasa yang paling banyak dipakai di atas Turki. 2

Secara teritori, Kazhakhstan merupakan negara terbesar di wilayah Asia


Tengah. Sedangkan Uzbekiztan memiliki luas wilayah terkecil namun memiliki
populasi terbesar. Selain memiliki wilayah terbesar, Kazakhstan juga merupakan
kekuatan ekonomi terbesar di wilayahnya dengan GDP per kapita mencapai
$10.694. 3 Komoditi utama di wilayah Asia Tengah adalah mineral dan gas alam.
Bidang energi ialah pos pemasukan terbesar di negara-negara Asia Tengah. Oleh

1
Touraj Atabaki dan Sanjyot Mehendale, Central Asia and The Caucasus Transnationalism
and Dispora, (New York: Rouledge, 2005), hal.66
2
Ibid
3
World Bank, “GDP of Kazhakstan”, diakses dari
http://data.worldbank.org/country/kazakhstan pada 14 November 2012 pukul 13:43 WIB

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


karena itu, wilayah Asia Tengah merupakan wilayah yang sangat potensial dari segi
geostrategi.

Mengacu pada Zbigniew Brzezinski, negara yang menguasai wilayah Asia


Tengahlah yang akan menjadi penguasa dunia. 4 hal ini mungkin yang menjadi dasar
dari berdirinya SCO serta keterlibatan Rusia dan Cina disana. Melihat semakin
menipisnya pasokan minyak di Timur Tengah, keberadaan Asia Tengah sebagai
region yang kaya energi semakin signifikan. Oleh karena itu, pemabahasan tentang
wilayah ini sangat penting.

Dalam perkembangannya, negara-negara di kawasan ini membentuk institusi


kerjasama bersama negara lainnya dalam berbagai bidang seperti Collective Security
Treaty Organization (CSTO) pada tahun 1992 dan Shanghai Cooperation
Organization (SCO) pada tahun 2001. Bila CSTO memfokuskan kerjasama dalam
bidang militer, SCO berfokus pada berbagai bidang dengan bidang utama pada sektor
keamanan. Dalam pembahasan kali ini, penulis akan berfokus kepada Shanghai
Cooperation Organization.

Shanghai Cooperation Organization menjadi salah satu rezim internasional


yang sangat vital karena negara anggotanya, meski hanya berjumlah enam,
menguasai sekitar 60% luas daratan dunia dan populasinya yang mencapai
seperempat populasi dunia serta setengah dari ras yang ada di dunia. SCO menurut
para peneliti merupakan tandingan NATO di wilayah Asia. Hal ini dikarenakan
karakteristik SCO yang lebih fokus pada bidang keamanan serta pernyataan terbuka
dari menteri luar negeri Rusia :"Shanghai Cooperation Organisation (SCO) is
working to establish a rational and just world order" – Sergey Levrov. Menteri Luar
Negeri Rusia- 5

4
Gul Jammas Hussain, “Trilateral triangle”, diakses dari
http://www.tehrantimes.com/guljammas-writings/98101-trilaterals-triangulating-in-pakistan
pada 21 November 2012 pukul 13:21 WIB
5
Patrick Jackson, “Profile: Putin’s Foreign Minister Lavrov”, diakses dari
http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/6242774.stm pada 21 November 2012 pukul 14:22 WIB

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Lewat pernyataan di atas, dapat dilihat intensi dari berdirinya SCO ialah
mencari kekuatan (world order) lewat perimbangan dengan organisasi keamanan
lainnya, dalam hal ini NATO. Sejak berdiri, SCO sudah berkonsentrasi dalam bidang
keamanan. Namun demikian kebijakan-kebijakan keamananya tidaklah ekspansif
bahkan cenderung defensif. Hal inilah yang akan penulis coba analisis dengan konsep
realisme defensif.

Di sisi lainnya, SCO merupakan salah satu bentuk dari sebuah rezim
internasional baru untuk menciptakan perdamaian di Asia Tengah. Hal ini akan
penulis analisis dengan konsep liberalisme institusional. Lebih dari itu, negara yang
tergabung di dalam SCO merupakan negara yang masing-masing memiliki identitas-
identitasnya sendiri. Dalam bagian konstruktivisme akan dibahas bagaimana
identitas-identitas ini kemudian dapat melebur menjadi satu identitas yakni SCO.
Selain identitas, akan dibahas interest apa yang kemudian menjadi insentif bagi
negara anggota SCO untuk tetap mempertahankan kerjasama ini.

Secara garis besar, penulis akan menganalisis SCO melalui tiga pandangan
dalam ilmu hubungan internasional, yakni realisme defensif, liberalisme
institusionalisme dan konstruktivisme. Melalui realisme defensif akan dilihat SCO
sebagai perimbangan kekuatan organisasi keamanan lainnya. Lewat liberalisme
institusional akan dilihat SCO sebagai institusi sebagai dampak globalisasi untuk
mencapai absolute gain. Terakhir, akan dianalisis SCO dari sudut pandang
konstruktivisme dengan melihat perubahan identitas dan interest dari tiap negara
anggotanya.

I.2 Perumusan Masalah

Dengan mengacu kepada penjelasan dalam latar belakang sebelumnya,


penulis akan berusaha menjawab pertanyaan Bagaimana perspektif Realisme,
Liberalisme dan Konstruktivisme menjelaskan kerjasama Internasional dalam
Shanghai Cooperation Organization (SCO)? Penjelasan akan dibatasi dari tahun

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


1996 ketika Shanghai Five berdiri, tahun 2001 pada saat SCO berdiri, dan sampai
pada tahun 2012 dimana penulis melakukan penelitian.

I.3 Kerangka Pemikiran

Dalam menjelaskan kerjasama Internasional di dalam Shanghai Cooperation


Organization, penulis akan menggunakan tiga perspektif dalam ilmu hubungan
internasional yakni, perspektif realisme, liberalisme dan konstruktivisme. Lebih
spesifik akan digunakan perspektif reaslisme defensif, liberalisme institusional, dan
konstruktivisme.

I.3.1 Realisme Defensif

Realisme merupakan salah satu pendekatan atau kerangka teori dalam ilmu
hubungan internasional yang paling awal serta memiliki pengertian yang sangat
beragam. Walaupun pandangan beberapa analis dan peneliti memiliki perbedaan satu
dengan yang lainnya, namun umumnya, realist memiliki asumsi dasar yang sama
terhadap realisme. Asumsi-asumsi tersebut antara lain 1) Negara sebagai aktor
uniter, 2) Sistem Internasional bersifat anarkis, 3) Negara bertindak berdasarkan
tindakan rasional, dan 4) power dan keamanan merupakan tujuan utama negara. 6

Pemikiran Realisme sudah berkembang dari berabad-abad yang lalu.


Beberapa pemikiran awal realisme yang terkenal adalah tulisan Thucydides, History
of the Peloponnessian War, strategi militer Cina, Art of War, yang ditulis oleh Sun
Tzu dan Arthasastra, tulisan pemimpin India abad awal, Kautilya. Pada abad ke 14
dan 15, Niccolo Machiavelli dan Thomas Hobbes juga ikut menulis tentang
bagaimana natur seorang manusia untuk mencari kekuasaan atau power.

Realisme dapat dibagi ke dalam beberapa tipologi dasar. Antara lain Realisme
Klasik yang berpendapat bahwa sifat dasar manusia adalah jahat dan akan berusaha
untuk mencapai kepentingannya atau power. Pencetus pandangan ini antara lain ialah
E.H. Carr. Lalu muncul pandangan Neorealisme atau Realisme struktural yang

6
Jack Donelly, Realism and International Relations, (UK: Cambridge University Press, 2000),
hal.9

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


menganggap bahwa struktur yang anarkislah yang mendorong negara untuk mengejar
power. Pandangan ini dikemukakan oleh Kenneth Waltz. Terakhir, muncul realisme
neoklasik yang merupakan sintesa dari pandangan klasik dan struktural. realisme
neoklasik lebih fokus untuk meneliti bagaimana distribusi power dalam sistem
internasional, persepsi domestik terhadap sistem internasional dan kebijakan luar
negeri suatu negara. 7

Realisme defensif sendiri merupakan salah satu cabang dalam pandangan


Neorealisme dan Neoklasik Realisme di ilmu hubungan Internasional. Pandangan ini
semakin berkembang ketika terjadi perdebatan antara pandangan neorealis dan
neoliberalis tentang kooperasi dan gain yang akan didapat oleh negara. Suatu negara
dikatakan defensif atau ofensif dalam realisme neoklasik berdasarkan pada tabel di
bawah ini :

Tabel 1.1 Tipologi Realisme.berdasarkan Realisme Neoklasik

Defensive Realism Offensive Realism

Phenomena Explains State Policy and Behavior State Policy and Behavior

Level of analysis State State

Anarchy Benign, Relatively Peaceful Unclear, difficult to


distinguish

Power Means not an end, maintain Means not an end,


offensive/defensive balance maximization power

State Behavior Great Powers Cooperate, Expansion


Buck Passing
Sumber : Liu Feng dan Zhang Ruizhuang, “The Typologies of Realism” dalam Chinese Journal of
International Politics Vol 1 (1), 2006, hal.119

7
Liu Feng dan Zhang Ruizhuang, “The Typologies of Realism” dalam Chinese Journal of
International Politics Vol 1 (1), 2006, hal.119

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Tabel di atas menunjukkan cara realisme defensif mengatasi dunia anarki
yang relatif damai dengan melakukan kooperasi antar Great Powers atau
buckpassing. Selain dari tabel di atas, dapat diketahui juga apakah suatu negara
melakukan strategi pertahanannya berdasarkan realisme defensif atau realisme ofensif
dari beberapa faktor. Antara lain 1) Ideologi negara tersebut (Toleran atau tidak), 2)
Kebijakan terhadap minoritas di dalam negaranya, 3) kebijakan terhadap tetangganya
yang lebih lemah, 4) kebijakan militer dan persenjataannya. Empat kriteria ini sangat
dipengaruhi oleh pengendalian diri (self-restraint) dari suatu negara. Realisme
defensif mempraktekkan pengendalian diri dan bersedia untuk ‘dipaksakan’
(constraint) karena dirinya tidak berniat untuk mengeksploitasi atau memperlemah
negara lainnya. 8

Menurut realisme defensif, power merupakan alat untuk mencapai kekuatan,


bukan tujuan utama dari suatu Negara. Tujuan utama dari negara adalah keamanan.
Jervis dalam tulisannya mengungkapkan keadaan yang memungkinkan negara untuk
mempertahankan status-quo atau melakukan kerjasama tergantung dari security
dilemma yang dialami oleh dua negara tersebut. Dilema yang dialami juga tergantung
dari persepsi suatu negara terhadap negara lainnya. 9 Apakah suatu negara dianggap
memiliki intensi untuk ofensif atau tidak. Menurut Shiping Tang security dilemma
ialah keadaan di mana dua negara defensif yang tidak memiliki intensi saling serang
namun takut akan masa depannya masing-masing. 10 Dalam pengertian ini ada
beberapa faktor penting yang mendefinisikan keadaan security dilemma yakni
Defensive state, offensive intention, dan fear.

Lebih jauh lagi, Jervis mengungkapkan tiga situasi yang memungkinkan


terjadinya security dilemma. Pertama, bila insentif untuk kooperasi tinggi dan biaya
yang dikeluarkan rendah. Kedua, apabila insentif untuk terjadinya pembelotan
(defect) rendah dan biaya bila tidak berkooperasi tinggi. Ketiga, apabila ekspektasi
8
Andrew Kydd, “Sheep in Sheep’s Clothing: Why Security Seekers Do Not Fight Each Other”
dalam Security Studies Journal Vol 7 (2), 1997, hal.114-155
9
Robert Jervis, “Cooperation Under the Security Dilemma” dalam World Politics Journal Vol
30 (2), 1978, hal. 167-214
10
Tang Shiping, “The Security Dilemma: A Conceptual Analysis” dalam Security Studies Vol
18 (3), 2009, hal. 594

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


atau persepsi kedua negara tinggi antara satu dengan yang lainnya. Lebih jelasnya,
dapat dilihat melalui tabel berikut :

Tabel 1.2 Empat Dunia Jervis

Offense Has The Defense Has The


Advantage Advantage

Offensive Posture Not Doubly Dangerous Security Dilemma, but


Distinguishable From security requirement may
Defensive One be compatible

Offensive Posture No Security dilemma, but Doubly stable


Distinguishable From aggression possible.
Defensive One Status-quo states can
follow different policy
than aggressors.

Warning given.
Sumber : Robert Jervis, “Cooperation Under the Security Dilemma” dalam World Politics Journal Vol
30 (2), 1978, hal. 167-214

Dari tabel di atas dapat dilihat empat kemungkinan dunia bagi Jervis. Tabel
pertama menunjukkan negara yang tidak jelas intensinya dan memiliki keuntungan.
Karena intensinya yang tidak jelas, maka akan sangat mungkin terjadi mispersepsi
dan ekpektasi yang rendah. Ditambah insentif untuk melakukan pembelotan yang
tinggi, maka security dilemma tidak terjadi. Menyerang lebih dulu merupakan aksi
yang paling menguntungkan dan arm race adalah kebijakan yang dilakukan. 11

Tabel kedua menjelaskan keadaan di mana negara defensif memiliki


keuntungan dan intensi ofensif atau defensif tidak dapat dibedakan. Dalam situasi ini,
intensi yang tidak jelas akan berusaha diwadahi dalam sebuah kebijakan keamanan.
Karena negara defensif memiliki keuntungan, maka setiap aksi ofensif akan

11
Ibid

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


ditanggapi dengan lambat sehingga tidak menimbulkan konflik. Negara defensif juga
melakukan peningkatan persenjataan namun bukan untuk menyerang melainkan
untuk menjaga dirinya dari insecurity yang dialaminya. Dalam keadaan ini, dilakukan
balance of power oleh negara defensif untuk menjaga keseimbangan dengan negara
ofensif. Dalam situasi demikian, security dilemma terjadi dan kooperasi dilakukan
untuk mencegah konflik dan memeriksa intensi. 12 Di sini, terlihat insentif kerjasama
yang tinggi, biaya yang tinggi apabila tidak melakukan kooperasi serta ekspektasi
yang tinggi.

Tabel ketiga menunjukkan dominasi negara ofensif serta intensi yang jelas
dari negara ofensif tersebut. bila negara ofensif memiliki cukup kekuatan maka akan
terjadi perang. Bila tidak maka status-quo dan kooperasi mungkin saja terjadi.
Namun security dilemma tidak terjadi karena salah satu negara sudah mempunyai
intensi ofensif. Ekspetasi antar negara rendah dan insentif pembelotan yang juga
tinggi. 13

Tabel keempat merupakan keadaan di mana negara defensif di posisi yang


menguntungkan dan intensinya yang sangat jelas. Dalam keadaan ini, kondisi dunia
relatif aman. kerjasama berlaku karena antar negara tidak memiliki intensi saling
serang. Bisa dikatakan, dalam keadaan ini security dilemma alpa.14 Tabel ini hampir
sama dengan tabel yang dibuat oleh Shiping Tang. Dalam pembagiannya Shiping
Tang menggunakan indikator objektif dan subjektif apakah sebuah negara
mengetahui intensi negara lain atau tidak. Disini, persepsi dan intensi kembali
memainkan peranan penting. 15 Realisme defensif di atas menjelaskan bagaimana
negara defensif melakukan kerjasama dalam kondisi security dilemma. Konflik dapat
dihindari dan maksimalisasi power untuk intensi ofensif dianggap tidak bijak.

12
Ibid
13
Ibid
14
Ibid
15
Tang, Opcit, hal. 600

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


I.2 Liberalisme Institusional

Ide dari teori ini muncul pertama kali dari pemikiran John Locke, Hugo
Grotius, dan Immanuel Kant. Terutama Kant, berasumsi bahwa perdamaian adalah
sebuah proses natural dalam diri tiap individu dalam mencapai self-interestnya. Kant
juga percaya pada individu yang dapat memitigasi dan menanggulangi konflik lewat
struktur pemerintahan bersama. Pandangan Kant ini kemudian dikenal dengan
perspektif liberalisme institusional.16

Kaum neoliberal institusionalisme setuju dengan pendapat kaum realis bahwa


sistem dunia ini adalah anarki, di mana tidak ada otoritas yang berada di atas negara
berdaulat. Kemudian, kaum ini juga setuju dengan state sebagai unitary actor. Teori
ini mengatakan bahwa Negara tetap memegang peran paling penting dan menjadi alat
analisa utama dalam hubungan internasional. Bedanya, neoliberal institutionalisme
percaya bahwa perang dapat dihindari lewat keterkaitan antara demokrasi,
perdagangan internasional, dan organisasi internasional. Realist sendiri percaya
bahwa perang hanya bisa dihindari dengan deterrence lewat peningkatan rasio
kekuatan, aliansi, dan power distance. Kesamaan dan perbedaan argumen antara
neorealist dan neoliberal ini menimbulkan banyak perdebatan. Dua argumen bantahan
utama kaum neoliberal terhadap neorealist adalah adanya interdependence dan
stabilitas hegemoni dalam dunia yang dikatakan anarki ini.

16
Immanuel Kant, Kant’s political Writings, (UK: Cambridge University Press,1970), hal.76

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Gambar 1.1 Segitiga Kant

Sumber : Immanuel Kant, “Perpetual Peace: A Philosophical Sketch” dalam Kant’s political Writings
(UK: Cambridge University Press,1970), hal.76

Teori ini semakin berkembang sejak berakhirnya Perang Dunia II serta


dibentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Perkembangan teori ini terjadi
ketika Robert Keohane dalam bukunya semakin menguatkan argumen-argumen
liberalisme institusional. Argumen-argumen baru yang dikemukakan ialah adanya
power interdependence atau saling ketergantungan antarnegara dalam interaksi global
sekarang ini. Keohane mengatakan bahwa interaksi ini pada akhirnya akan
melunturkan otoritas dan otonomi sebuah negara untuk bertindak atas pertimbangan
yang unilateral. Kondisi yang digambarkan oleh Keohane merupakan kondisi yang
sangat ideal bagi sebuah kerjasama di mana intensi negara untuk bekerjasama benar-
benar murni untuk merangkul negara lain dalam kebersamaan dan menciptakan
perdamaian dunia. 17

Dalam kerjasama menurut Keohane, setiap Negara tidak memperhatikan


keuntungan jangka pendek, melainkan jangka panjang, sehingga kerjasama menjadi
masuk akal. Neoliberal institusionalisme sedikit banyak setuju dengan kaum realis,
hanya saja mereka lebih optimistis dalam membentuk perdamaian antar Negara.
Dalam teori ini, mereka tidak memperhatikan relative gain (di mana keuntungan satu
negara dibandingkan dengan keuntungan Negara lain), tetapi absolute gain, di mana

17
Robert O. Keohane, “After Hegemony: Cooperation and Discord” dalam the World Political
Economy, (New Jersey : Princeton University Press,1984), hal. 35-52

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


keuntungan tidak dibandingkan, yang menjadi penting adalah keuntungannya
sendiri. 18

Pertimbangan biaya juga merupakan salah satu yang paling penting dalam
membuat suatu institusi. Dengan institusi, biaya yang dikeluarkan untuk menghadapi
ancaman lebih kecil. Apalagi bila yang dihadapi merupakan common threat. Oleh
karena itu, institusi dapat dipandang sebagai tempat fasilitasi kerjasama untuk
mengejar kepentingan bersama. 19

Bagaimanapun juga, terdapat beberapa hal yang para kaum neoliberal


institutionalisme anggap sebagai ancaman. Ancaman terbesar bagi kerjasama yang
diwadahi oleh institusi adalah pembelotan, yang disebut cheating atau defection.
Maka itu, teori ini menekankan kepada pembentukan institusi dan pertemuan tingkat
tinggi sebagai sarana untuk memperbesar arus informasi antar Negara sehingga tidak
terjadi lack of trust, karena mereka menyadari situasi yang tidak aman berawal dari
kurangnya kepercayaan. 20 Aliran informasi ini merupakan salah satu sarana untuk
membangun kepercayaan (trust building).

Institusi sendiri didefinisikan oleh neoliberal institusionalisme sebagai


‘seperangkat peraturan yang terkoneksikan satu sama lain dan tetap, untuk
memperkirakan peran dan perilaku serta membentuk ekspektasi. Sebisa mungkin,
fungsi dari institusi harus terspesialisasi agar interest yang berbeda-beda dapat saling
bertemu. Hal ini juga membuat institusi mempunyai batasan yang jelas. Menurut
Keohane, institusi digunakan untuk mencapai minimal tiga tujuan. 1) mencari
kekuatan hegemoni, 2) memecahkan masalah dan membuat keadaan better-off atau
impas, 3) menjaga hubungan negara dalam satu organisasi. 21

Krasner yang seorang realist juga berpendapat bahwa untuk mewadahi semua
kepentingan, lebih baik dibentuk sebuah rezim internasional. Rezim internasional
18
Ibid
19
Ibid
20
Robert O. Keohane, “International Institutions: Two Approaches” dalam International
Studies Quarterly, Vol. 32 (4), 1988, hal. 379-396
21
Keohane, Opcit, hal. 47

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


ialah sekumpulan prinsip, norma, aturan, dan keputusan yang dibuat secara eksplisit
maupun implisit. Rezim merupakan sebutan bagi institusi yang lebih terspesialisasi.
Dalam tulisannya, Krasner mengembangkan teori tentang Regime Development.
Menurutnya, terdapat beberapa syarat yang menjaga perkembangan rezim. Syarat-
syarat tersebut antara lain 1) Kepentingan (Egoistic Self Interest), 2) Norma, Prinsip,
dan kebiasaan, 3) Kekuatan Politik, dan 4)Pengetahuan dan teknologi. Secara khusus,
Krasner menjelaskan bahwa kekuatan politik berkaitan dengan bagaimana Great
Powers, dalam suatu institusi, menyetir kebijakan negara-negara lainnya dan
memastikan terjadinya distribusi kekuatan. 22

Berkaitan dengan jenis-jenis rezim, Grieco, seorang neorealist, membagi


rezim ke dalam tiga karakteristik yakni yang berdasarkan Ruled-based, Small-group,
dan regional cooperation. Rezim yang berdasarkan Ruled-Based memiliki
mekanisme hukum dan struktur yang jelas. Salah satu contohnya adalah World Trade
Organization. Rezim yang bercirikan small-group biasanya merupakan perkumpulan
informal antara kepala negara atau pembuat kebijakan untuk membicarakan masalah
tertentu namun tidak ada peraturan yang mengikat. Sedangkan rezim dalam sebuah
organisasi regional cakupannya lebih sempit dan memiliki keuntungan karena fokus
pemecahan masalahnya lebih jelas. 23

Lebih jauh lagi Grieco menjelaskan bahwa lewat pasar yang terintegrasi,
keamanan dan kepentingan politik dapat dicapai. Terdapat beberapa kepentingan
politik dan strategi dalam kebijakan pasar ini. Yang pertama negara dapat
mengkalkulasi seberapa besar kekuatan teknologi dan sumber daya negaranya
sehingga bisa tercapai pertumbuhan ekonomi yang menciptakan keamanan dan
menambah kekuatan negara. Yang kedua, kesempatan untuk mempengaruhi arah
ekonomi dan politik negara lainnya. Ketiga, memperkuat ikatan kerjasama sehingga

22
Stephen Krasner, International Regimes, (Ithaca: Cornell University Press, 1981), hal 27
23
Joseph M. Grieco dan G. John Ikenberry, State Power and world Markets, (New York:
W.W Norton & Company, 2003), hal. 293-297

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


balance of power dapat dikurangi. Keempat, mencapai kepentingan dan kekuatan
negara. 24

Grieco, mendasari pemikirannya berdasarkan relative gain. Grieco


berpendapat bahwa dalam suatu organisasi relative gain tetap ada namun sangat kecil
dan kalah dibandingkan absolute gain dan tetap signifikan. Selain itu, intensi untuk
bargaining dalam kondisi mencapai absolute gain, sering dipandang sebagai aksi
untuk mencari relative gain. Kecurigaan ini akan berkurang seiring dengan
berjalannya waktu dan interaksi. Secara visioner, Grieco juga menjelaskan negara
bersifat otomistik yakni hanya berkonsentrasi pada apa yang dia dapat di saat ini saja.
Padahal, menurut Grieco, yang harus diteliti ialah kemungkinan relative gain yang
akan didapat oleh suatu negara di masa mendatang. 25

Tulisan Krasner dan Grieco merupakan kritik atas teori neoliberal institusional
Keohane. Krasner memandang institusi sebagai alat bagi negara Great Powers untuk
menanamkan pengaruhnya di dunia internasional tanpa melakukan pergerakan militer
masif. Karena menurutnya, sebesar apapun kekuatan Great Power saat ini, mereka
tidak akan mampu mengokupasi semua negara di dunia yang berjumlah 190 lebih. Di
satu sisi, Grieco lebih menekankan pada kekuatan negara (state power) dalam suatu
institusi atau rezim. Menurutnya, rezim atau institusi, hanyalah tempat untuk
mendapatkan relative gain yang terselubung. Jadi, kedua kritik ini memandang rezim
atau institusi dengan esensi yang berbeda walaupun dengan bentuk yang sama.

I.3.3 Konstruktivisme Sosial26 dan Norms Dynamic 27

Konstruktivisme merupakan sebuah sudut pandang baru dalam ilmu


hubungan internasional yang mempertanyakan metode ilmiah realisme dan

24
Joseph M. Grieco, “Anarchy and The Limits of Cooperation : A Realist Critique of the
Newest Liberalism Institutionalism” dalam International Organization Vol 42 (3), 2003, hal.
485-507
25
Ibid
26
Alexander Wendt, “Anarchy is what state make of it: the social construction of power
politics” dalam International organization journal Vol 46 (2),1992, hal. 391-425
27
Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, “International Norm Dynamic and Political Change”
dalam International Organization Journal Vol 52 (4), 1998, hal. 887-917

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


liberalisme. Teori ini pertama kali ditulis oleh Onuf namun di telaah secara lebih
mendalam oleh Alexander Wendt. Dalam teori ini, Wendt mencoba untuk
mengembangkan jalur pemikiran tengah antara rasionalis dan reflektivis. Selain itu
Wendt juga mencobah menelaah teori ini dari sudut pandang epistemologi positivis
dan ontologi positivis. Konstruktivisme Wendt berargumen bahwa sistem
internasional adalah hasil dari konstruksi yang pada akhirnya memiliki nilai sosial,
norma, dan asumsi sesuai dengan yang diimbuhinya.

Teori Konstruktivis ini secara singkat menjelaskan beberapa hal. Pertama ide
dari perspektif ini memberikan pemahaman konteks yang lebih luas daripada satu
pengertian saja. Artinya dalam memandang suatu kasus, konstruktivis tidak
28
melakukan generalisisasi dan terpaku pada asumsi-asumsi yang kaku.

Kedua, konstruktivis menekankan pada dimensi sosial yang terdiri dari


norma, nilai dan aturan yang disebarluaskan. Sebagai contoh, konstruktivisme
menjelaskan bagaimana pemikiran Gorbachev menjadi dasar bagi berakhirnya perang
dingin atau bagaimana aktor-aktor yang memiliki budaya dan nilai yang berbeda
memiliki kebijakan yang berbeda. Ketiga, konstruktivis berargumen bahwa politik
internasional merupakan dunia yang dibentuk. Argumen ini menantang ide ‘struktur’
yang dijelaskan oleh teori neorealis dan neoliberal. Dengan argumen ini,
konstruktivisme menjelaskan bagaimana proses interaksi akhirnya yang membentuk
struktur tersebut. Alexander Wendt juga berpendapat bahwa dalam proses konstruksi,
aktor-aktor yang ada juga tidak lepas dari pembentukan identitas yang dipertajam
oleh budaya, sosial, dan situasi politik di mana mereka terlibat. 29

Struktur merupakan salah satu pembahasan yang cukup penting bagi


konstruktivisme yang membedakan dirinya dengan perskpektif rasionalis. Para
rasionalis memandang struktur adalah kumpulan kompetisi dan distribusi kapabilitas.
Struktur lah yang mendesak perilaku para aktor di dalamnya. Oleh karena itu,
tindakan paling rasional bagi para aktornya ialah memaksimalkan kepentingannya.

28
Wendt, Opcit, hal 398
29
Ibid

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Melihat hal tersebut, dapat disimpulkan tindakan para aktor dalam asumsi rasionalis
didasarkan pada logic of consequences. 30

Berbeda dengan pandangan rasionalis, konstruktivisme berfokus pada


norma dan pengertian tentang suatu aksi. Struktur tidak hanya mendesak perbuatan
aktor, namun struktur merupakan identitas dari aktor itu sendiri. Apa yang rasional
tergantung dari apa yang sah (legitimate). Apa yang sah tergantung dari norma dan
nilai yang berlaku di dalam diri individu atau organisasi tertentu. Di sini, berlaku
intersubjektivitas. Oleh karena itu disimpulkan bahwa tindakan para aktor didasarkan
pada logic of appropriateness. 31

Menurut para konstruktivis lagi, hubungan yang terjalin oleh para aktor
dalam ilmu hubungan internasional adalah hubungan yang saling membangun
(mutually constituted). Mereka melihat hubungan antara agen dan struktur dan
bagaimana struktur mempengaruhi aktor dan sebaliknya. Proses hubungan ini, seiring
berjalannya waktu, terus berevolusi dan hasil akhirnya sangat dipengaruhi oleh situasi
budaya, sosial, dan politik. Hal inilah yang dalam tulisan Wendt disebut
knowledgeable practices constituted subject di mana seorang aktor berubah menjadi
subjek ketika muncul saling pengertian di antara mereka. Hal ini pula yang Wendt
personifikasikan dalam kisah Alter Ego. 32

Salah satu penjelasan penting tentang bagaimana sebuah institusi dapat


terbentuk dari sudut pandang konstruktivisme ialah penjelasan norms dynamic oleh
Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink. Dalam tulisannya mereka menjelaskan
proses terbentuknya norma dan bagaimana norma itu mempengaruhi politik yang
rasional. Norma ialah aturan standard yang dianggap pantas yang memberikan
identitas tertentu. Menurut March dan Olsen, institusi merupakan kebiasaan atau
aturan kolektif yang mendifinisikan perilaku kumpulan aktor tertentu dalam situasi

31
Ibid
32
Ibid

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


tertentu. Kedua pengertian di atas memiliki unsur yang sama. Perbedaannya hanya
terletak pada kolektivitas institusi. 33

Norma yang berlaku di dalam institusi merupakan pandangan yang


intersubjektif. Sesuatu dapat disebut norma ketika di dalamnya punya keharusan yang
dipandang baik dan menjadi moral bersama serta terdapat banyak aktor yang
mengakuinya. Menurut Finnemore dan Sikkink, ada proses pembentukan norma yang
disebut norm entrepreneurs. Proses ini menjelaskan bagaimana norma pada awalnya
terbentuk dalam lingkup yang domestik dan berkembang menjadi norma
internasional. Struktur internasional atau organisasi internasional juga merupakan
hasil interaksi ide dan nilai yang berlaku di lingkup kecil (negara) yang kemudian
membentuk struktur (organisasi). Dalam proses tersebut terdapat 3 tahapan penting
yang disebut Norms Life Cycle. 34

Tipping Point

Gambar 1.2 Norm Life Cycle


Sumber : Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, “International Norm Dynamic and Political
Change” dalam International Organization Journal Vol 52 (4), 1998, hal. 887-917

Tahap pertama ialah Norms Emergence. Di dalam tahap ini, seorang agen
perubahan akan mengusulkan norma baru yang mempunyai nilai kuat. Agen tersebut
disebut Norm Entrepreneur. Motivasi dari agen tersebut bisa berupa empati,
komitmen, atau idealisme tertentu. Dalam organisasi internasional, satu atau dua
negara dapat menjadi agen perubahannya yang akhirnya mempengaruhi critical mass
atau massa penting yang dapat melegitimasi norma yang dibawa lewat persuasi

33
Finnemore dan Sikkink, Opcit, hal.894
34
Ibid

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


tertentu. Titik di mana critical mass melegitimasi norma yang dibawa oleh agen
disebut tipping point.35

Tahap kedua disebut Norms Cascade. Dalam tahap ini terjadi proses
imitasi oleh anggota yang berusaha dipengaruhi sebelumnya oleh agen perubah.
Proses ini biasanya dilakukan oleh negara dalam platform organisasi internasional.
Motivasi ikutnya aktor ke dalam norma tersebut bervariasi. Antara lain, adanya
tekanan untuk ikut bekerjasama, keinginan untuk memperkuat legitimasinya di dunia
internasional, atau mencapai kepuasan dan kepentingan tertentu. Tugas utama agen
perubah adalah menjadikan aktor yang tidak setuju dengan norma menjadi patuh. Hal
ini dapat dicapai dengan berbagai cara, salah satunya pelaksanaan treaty, emulasi,
pujian normatif, pengucilan, dan sosialisasi. 36

Tahap ketiga merupakan tahap di mana norma sudah menjadi sesuatu


yang taken for granted disebut tahap internalization. Dalam tahap ini, semua aktor
sudah menyetujui dan menjalankan norma tersebut tanpa bertanya lagi karena norma
sudah dianggap sesuatu yang legitimate dan appropriate. Dalam tahap ini hukum
yang jelas serta jajaran birokrasi dalam suatu organisasi memegang peranan penting.
Konformitas ialah motivasi utama dalam tahap ini. Semua aktor berusaha untuk
masuk ke dalam norma. Institusionalisasi merupakan mekanisme untuk mencapai
tahap ini. 37

35
Ibid
36
Ibid
37
Ibid

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Tabel 1.3. Tahapan Pembentukan dan Internalisasi Norma

Stage 1 Stage 2 Stage 3


Norm Emergence Norm Cascade Internalization
Actors Norm States, International Law, Profession,
Entrepreneurs Organizations, bureaucracy
with networks
organizational
platform
Motives Altruism, Legitimacy, Conformity
emphaty, Reputation, esteem
ideational,
commitment
Dominant Persuasion Socialization, Habit,
Mechanism Institutionalization, Institusionalization
demonstration
Sumber : Martha Finnemore dan Kathryn Sikkink, “International Norm Dynamic and Political
Change” dalam International Organization Journal Vol 52 (4), 1998, hal. 887-917

Dalam hubungannya dengan pilihan rasional, Finnemore dan Sikkink


juga mengatakan bahwa norma merupakan strategi konstruksi sosial yang dilakukan
oleh agen untuk memaksimalkan utilitasnya (strategic social construction). Aktor
mengkonstruksi dan ikut ke dalam norma, karena norma tersebut membantu mereka
untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Salah satu cara konstruksi norma
tersebut ialah dengan menentukan value dan meaning yang jelas dalam kooperasi.38

I.4 Metode Penelitian

Metode penelitian akan menggunakan data kualitatif dan kuantitatif namun


tetap mengambil kesimpulan secara kualitatif. Hal ini dilakukan karena keterbatasan
penulis dalam meneliti langsung hubungan antara berbagai perspektif yang ada
38
Ibid

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


dengan kasus Shanghai Cooperation Organization. Oleh karena itu, tulisan ini dibuat
dengan menggabungkan berbagai sumber terpercaya serta referensi dari penelitian
sebelumnya.

I.5 Tujuan dan Signifikansi Penelitian

Tujuan dari penulisan ini ialah memberikan pemahaman yang komprehensif


tentang Shanghai Cooperation Organization dipandang dari tiga perspektif yang
berbeda dalam ilmu Hubungan Internasional. Dengan ini, diharapkan pembaca dapat
mengklasifikasikan perbedaan antara tiga pandangan utama ini terutama dalam
memandang satu kasus yang sama.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


BAB 2
Shanghai Cooperation Organization

2.1 Sejarah Singkat Pembentukan Shanghai Cooperation Organization

Shanghai Cooperation Organization merupakan organisasi keamanan antar


negara yang dibentuk pertama kali pada tahun 2001 di Shanghai. Enam negara
tercatat merupakan member tetap dari organisasi ini, yakni Cina, Kazakhstan,
Kyrgiztan, Rusia, Tajikistan, dan Uzbekistan. Organisasi ini berawal dari
pembentukan Shanghai Five pada tahun 1996 dengan anggota yang sama, keculi
Uzbekistan, yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan antar perbatasan negara
tersebut. Hal ini tercermin dari dua perjanjian penting yang ditandatangani dalam
kerjasama awal tersebut, yaitu Deepening Military Trust in Border Regions dan
Military Forces in Border Regions. Kerjasama keamanan paling anyar yang
dilakukan oleh SCO ialah kerjasama latihan militer bersama yang dilakukan di
Chelyabinsk, Russia. 39

Kerjasama di dalam SCO pada dasarnya merupakan kepentingan energi.


Ketika jalur energi ini dirasa tidak aman lagi, maka yang terjadi adalah kerjasama
keamanan dan perbatasan. Selain itu, kerjasama ekonomi juga dilakukan di sektor
finansial dan investasi. sedangkan kerjasama kebudayaan dilakukan melalui festival
dan pameran antar negara tersebut.40

Sampai saat ini SCO sudah menyelenggarakan sekitar 12 pertemuan tingkat


kepala negara serta 11 pertemuan kepala pemerintahan. Dalam keanggotaannya,
terdapat beberapa negara penting yang menjadi observer di dalamnya antara lain,
India, Iran, Mongolia, dan Pakistan. Secara struktur, pengambil keputusan tertinggi
SCO ialah kepala negara diikuti oleh kepala pemerintahan. Selain itu terdapat
sekretariat yang berfungsi sebagai badan eksekutif dan bertugas menjalankan

39
Julie Boland, Learning From The Shanghai Cooperation Organization's 'Peace Mission-
2010' Exercise, (USA:The Brookings Institution,2010), hal.33
40
BRIDGES, “China Intensifies Regional Trade Talks”, diakses dari
www.ictsd.org/weekly/03-10-01/story3.html pada 14 November 2012 pukul 14:56 WIB

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


kebijakan-kebijakan yang telah dicapai. Saat ini sekretariat SCO berada di Beijing
serta dipimpin oleh Muratbek Imanaliev dari Kyrgyzstan. 41

Sejak masih berbentuk Shanghai Five, SCO sudah mengawali kebijakan-


kebijakannya dalam bidang keamanan terutama di bidang terorisme. Dalam
pertemuannya di Shanghai pada tahun 2001, dimulai pengerjaan Shanghai
Convention on Combating Terrorism, Separatism, and Extremism. Dalam
pembahasan tersebut disepakati pengertian dari terorisme, separatisme, dan
ekstrimisme itu sendiri yang sangat berguna untuk menjadi landasan kebijakan serta
mencegah fenomena ini terjadi. 42

Selain dalam area terorisme, SCO juga sangat serius dalam pencegahan
perdagangan manusia dan obat-obatan terlarang. Negara-negara di SCO yakin bahwa
produksi obat-obatan terlarang di Afghanistan semakin meningkat meskipun terdapat
tentara militer barat di kawsan tersebut. Secara statistic pula,aliran obat terlarang dari
Afghanistan semakin meningkat dan membahayakan keamanan di kawasan Asia
Tengah. Oleh karena itu, dalam pertemuannya di Tashkent pada tahun 2004 disetujui
Agreement on Cooperation in Combating Illcit Trafficking of Narcotic Drugs,
Psychotropic substance, and their precursors. 43

Selain kedua perjanjian di atas, dalam bidang ekonomi sangat terlihat


keberadaan SCO sebagai organisasi keamanan. Hal ini tercermin dari adanya
perjanjian aliran bebas perdagangan teknologi (free flow of technology) termasuk di
dalamnya perdagangan senjata. 44 Akibatnya, perdagangan senjata antara negara
anggota SCO semakin meningkat terutama antara Rusia dan Cina.

41
Matthew Brummer, “The Shanghai Cooperation Organization and Iran: A Power-full Union”
dalam Journal of International Affairs Vol 60 (2), 2007, hal.66
42
Alexander Lukin, “The Shanghai Cooperation Organization:What next?” dalam Russia in
Global Affairs Vol 5 (3),2007, hal.142
43
Ibid
44
Shanghai Cooperation Organization, “Shanghai Cooperation Organization Charter Article
3”, diakses dari http://www.sectsco.org/news_detail.asp?id=96&LanguageID=2 pada 13
November 2012 pukul 14:55 WIB

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Selain dalam bidang perdagangan senjata seperti yang disebutkan diatas,
negara-negara dalam SCO juga melakukan kerjasama dalam bidang energi. Seperti
yang diketahui, Rusia dan Cina memiliki hubungan perdagangan yang erat dengan
Iran dalam bidang energi. Cina sendiri tercatat merupakan importer nomor satu Iran
dalam bidang minyak dan gas. Nilai kontrak keduanya mencapai 120 Milliar dolar.
Rusia sendiri lewat Gazprom dan Lukoil memiliki operasi yang cukup substansial di
Iran. Dalam mengalirkan minyak bumi dan gasnya Cina dan Rusia membutuhkan
kerjasama dengan negara-negara di Asia Tengah. Secara geografis, pipa-pipa energi
dapat tersalurkan secara efektif bila melalui negara-negara tersebut. Oleh karena itu
dalam SCO juga dibahas peningkatan kerjasama pembangunan jalur pipa energi
transkontinen.Cina juga membangun kerjasama energi dengan Kazhakstan dengan
membangun pipa minyak dari Atasu hingga Alanshankou sepanjang 988 km.
kerjasama ini terjadi antara perusahaan minyak nasional Cina CNPC dan
Petrokazhakstan. 45

Pada pertemuan terbaru di Beijing pada tahun 2012 ini, SCO kembali
menunjukkan dirinya sebagai organisasi yang focus pada bidang keamanan. Hal ini
ditandai dengan disepakatinya Treaty on the non-Proliferation of Nuclear Weapons
yang berisi perjanjian zona bebas nuklir di kawasan Asia Tengah. Selain itu,
disepakati pula bahwa tindakan unilateral di Timur Tengah sebagai sesuatu yang
tidak dapat diterima. Hal ini mengacu kepada tindakan AS di Afghanistan dan Iran. 46

2.2 Timeline Peristiwa Dalam Shanghai Cooperation Organization

Dalam proses berdirinya, SCO mengalami berbagai dinamika kejadian dan


peristiwa penting. Peristiwa-peristiwa tersebut nantinya akan digunakan penulis

45
China View, “CNPC Completes Acquisition of Petrokazakhstan”, diakses dari
http://news.xinhuanet.com/english/2005-10/27/content_3690493.htm pada 14 November
2012 pukul 13:42 WIB
46
Strategic Culture Foundation, “The SCO 2012-on the way to New World Order”, diakses
dari http://www.strategic-culture.org/news/2012/06/08/sco-2012-shanghai-summit-way-new-
world-order.html pada 17 November 2012 pukul 13:54 WIB

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


untuk menganalisis SCO dengan 3 pendekatan berbeda dalam ilmu Hubungan
Internasional. Beberapa peristiwa penting yang tercatat, dirangkum dalam tabel di
bawah ini :

Tabel 2.1 Timeline Peristiwa dalam Shanghai Cooperation Organization

Tahun dan Tempat Peristiwa


1996 – Shanghai, Cina - Rusia, Kazakhstan, Kirgizstan, Tajikistan,
Cina membentuk Shanghai Five dengan
tujuan meningkatkan kerjasama perbatasan
dan militer
- Cina dan Kazakhstan berdamai tentang
masalah perbatasan
1997 – Moscow, Rusia - Disepakati 100 Km Demilitarized Zone
1998 – Almaty, Kazakhstan - Pembahasan tentang 3 evils : Separatisme,
Ekstrimisme, dan Terorisme
- Cina dan Kazakhstan menandatangani border
agreement
1999 – Bishkek, Kirgizstan - Cina dan Kirgizstan berdamai tentang
masalah perbatasan
- Inisiasi pembentukan Silk Road baru dalam
bidang energi
2000 – Dushanbe, Tajikistan - Menolak opsi UN tentang masalah
Afghanistan dan mengecam pembangunan
misil di Taiwan
2001 – Shanghai, Cina - Uzbekistan masuk sebagai anggota baru,
mengubah nama menjadi Shanghai
Cooperation Organization
- Declaration on the Establishment of the
Shanghai Cooperation Organization dan The
Shanghai Convention on Combating
Terrorism, Separatism and Extremism
ditandatangani

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Tabel 2.1 (Sambungan)

2002 – St. Petersburg, Rusia - Dialog tentang masalah Israel-Palestina, India


dan Pakistan, dan Korea
- Peningkatan kerjasama bilateral di bidang
ekonomi
- Membentuk Sekretariat SCO di Beijing
- Pemberian izin pembangunan US Airbase di
Kirgizstan dan Uzbekistan
- Agreement Between the Member States of the
Shanghai Cooperation Organization on the
Regional
- Anti-Terrorist Structure dan Charter of the
Shanghai Cooperation Organizatio
ditandatangani
2003 – Moscow, Rusia - Pelatihan Militer bersama di Almaty dan
Xinjiang
2004 – Tashkent, Uzbekistan - Beijing Secretariat diresmikan
- Pembentukan SCO-Afghanistan Contact
Group
- Pembentukan Tashkent Regional
Antiterrorism Center
2004 – Tashkent - Mongolia menjadi observer
- The Regulations on Observer Status at the
Shanghai Cooperation Organisation dan
Agreement on the Database of the Regional
Anti-Terrorist Structure of the Shanghai
Cooperation Organization ditandatangani
2005 – Astana , Kazakhstan - Inisiasi SCO Business Council &
Development Fund
- Pakistan, Iran, dan India diterima menjadi
observer
- Concept of Cooperation Between SCO
Member States in Combating Terrorism,
Separatism, and Extremism ditandatangani
- Pemberian batas waktu tentang masa
peminjaman pangkalan militer Amerika di
Asia Tengah
2006 – Shanghai, Cina - Pembentukan Joint Club, kerjasama dalam
bidang energi
- Pembahasan Drug Trafficking dari Afganistan

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Tabel 2.1 (Sambungan)

2007 – Bishkek, Kirgizstan - Treaty on Longterm Neighborhood Relations


ditandatangani, meningkatkan kerjasama di
berbagai bidang
- Melibatkan beberapa anggota CSTO
- Uzbekistan memutuskan kerjasama pangkalan
militer dengan AS, Kyrgistan menandatangani
perpanjangan kontrak sampai 2013 dengan
AS
2008 – Dushanbe, Tajikistan - Pembahasan tentang kerjasama kebudayaan
dan pendidikan
2009 – Yekaterinburg, Rusia - Pembahasan tentang Cybercrime
2010 – Tashkent, Uzbekistan - Pelatihan Peace Mission (latihan militer
bersama)
2011 – Astana, Kazakhstan - Inisiasi pembentukan Midterm Development
Strategies
2012 – Beijing, Cina - Pertemuan pertama Menteri Kebudayaan dan
Pendidikan antar anggota SCO
Sumber : Diolah penulis dari berbagai sumber

2.3 Profil Umum Negara-Negara Anggota Shanghai Cooperation Organization

Dalam pembahasan mengenai SCO, profil umum negara-negara anggotanya


menjadi sangat penting karena dapat menentukan seberapa besar kapabilitasnya di
dalam organisasi tersebut. Dalam profil ini akan dikemukakan beberapa indikator
penting termasuk di dalamnya anggaran militer, GDP, dan demografi penduduk.

Tabel 2.2 Profil Negara-Negara Anggota Shanghai Cooperation Organization

Negara Budget GDP per Human Grup Sistem


Militer kapita Development Etnis Pemerintahan
Index
Cina US$ 142 US$ 8,2 0.663 (110th) Han Satu Partai,
(Beijing) Miliar Triliun (91,5%) Presidensial

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Tabel 2.2 (sambungan)

Kazakhstan US$ 1,7 US$ 216 0.745 (68th) Kazakh Partai Uniter-
(Astana) Miliar Miliar (63%), Dominan,
Russian Presidensial
(23%)

Kirgizstan US$ 202 US$ 13 0.598 (109th) Kyrgiz Parlementer


Juta Miliar (68%),
Uzbek
(14%)
Tajikistan US$ 88 US$ 6,5 0.607 (127th) Tajik Semi-
Juta Miliar (80%), Presidensial
Uzbek
(15%)
Uzbekistan US$ 71 US$ 51 0.617 (102nd) Uzbek Presidensial
Juta Miliar (80%)
Rusia US$ 71 US$ 1,8 0.755 (66th) Russian Semi-
Miliar Triliun (81%) Presidensial
Sumber : diolah penulis dari berbagai sumber

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Shanghai Cooperation Organization dalam Perspektif Realisme Defensif

Pembahasan akan dimulai dengan menganalisis karakter defensif dari negara-


negara di SCO sesuai dengan karakter ofensif-defensif Kydd. Kemudian, akan
dijelaskan juga bagaimana security dilemma menjadi instrumen penting bagi
kerjasama yang terjalin di SCO serta keadaan di dalam SCO yang memungkinkan
terjadinya security dilemma. Pembahasan pada bab ini akan dijelaskan dalam
kerangka pemikiran dasar realisme defensif bahwa kebijakan negara, sebagai unit
analisis, dilakukan untuk mencari keamanan (security) dalam struktur anarki yang
relatif damai dengan menjaga perimbangan kekuatan (balance of power) sebagai
akibat dari security dilemma yang dialami.

3.1.1 Karakteristik Defensif Negara-Negara Shanghai Cooperation Organization

Bila negara-negara di dalam SCO merupakan negara yang defensif, maka


menurut Kydd, Ideologi negara tersebut merupakan ide yang toleran, kebijakan
terhadap minoritas di negaranya tidak agresif, kebijakan terhadap negara tetangganya
kooperatif serta kebijakan militernya yang tidak ekspansif. Sebaliknya bila negara di
SCO merupakan negara ofensif maka ideologi negara tersebut intoleran, kebijakan
terhadap minoritas dan tetangganya agresif, dan kebijakan militernya ekspansif.

Dilihat dari kriteria pertama yaitu ideologi, negara di dalam SCO merupakan
negara-negara yang terbuka terhadap kerjasama terutama dilihat dari ideologi
ekonominya. perubahan besar yang terjadi pada politik Rusia semenjak jatuhnya Uni
Soviet serta reformasi ekonomi Deng Xiaoping di Cina telah membawa mereka ke
dalam ideologi ekonomi yang lebih liberal. Perubahan ideologi ini praktis terjadi
karena kondisi dunia yang sudah berubah. Perubahan dunia tersebut tidak
memungkinkan negara untuk mencapai kapasitas ekonomi yang tinggi tanpa
melakukan kerjasama dan melakukan perdagangan dengan negara lain. Hal inilah
yang kemudian mengubah kedua negara Great Powers di dalam SCO ini untuk lebih

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


pragmatis. Begitu pula dengan Kazhakstan, Tajikistan, Uzbekistan, dan Kyrgiztan.
Negara-negara ini ialah negara bekas pecahan Uni Soviet yang secara ekonomi cukup
terpuruk. 20% dari penduduk Tajikiztan hidup di bawah garis kemiskinan 49 dan
pendapatan perkapita Uzbekiztan menempati peringkat bawah dunia. 50 Beberapa
kerjasama yang diikuti oleh Kazhaksatan, Tajikistan, Uzbekistan, dan Kyrgiztan
adalah Commonwealth of Independent States, Eurasian Economic Community,
United Nations, Organization for Security and Cooperation in Europe, dan masih
banyak lagi.

Di beberapa kebijakan politik, negara-negara di SCO bukanlah negara yang


toleran. Hal ini terlihat dari aksi penembakan oleh National Security Service
Uzbekistan pada tahun 2005 yang menembaki pengunjuk rasa di Andijan yang
membela organisasi Akromiya yang dituduh sebagai teroris oleh pemerintahan Islam
Karimov. Penembakan tersebut memakan korban 187 orang. Namun diduga, korban
yang sebenarnya ialah sebesar 1500 orang. 51 Di sisi lain, untuk menanggulangi
masalah keamanan kawasan Uzbekistan terlihat relatif lunak dan patuh (constraint)
dengan ikut serangkaian latihan militer yang diselenggarakan oleh Shanghai
Cooperation Organization atau Commonwealth of Independent State sebagai langkah
menjaga stabilitas kawasan tersebut. Hal ini membuktikan ideologi negara-negara di
kawasan Asia Tengah yang mengalami dikotomi walaupun, bila dilihat dari
mayoritas partai berkuasa dan sistem pemerintahan, ideologi negara di Asia Tengah
cenderung intoleran.

Kebijakan negara-negara SCO terhadap etnis minoritas cukup agresif.


Terbukti dari perintah tembak di tempat pemerintahan Kyrgiztan untuk

49
UNDP, “Human development Indices”, diakses dari http://hdr.undp.org/en/data/explorer/
pada 22 Desember 2012 pukul 13:55 WIB
50
World Bank, “World Development Indicator”, diakses dari
http://siteresources.worldbank.org/DATASTATISTICS/Resources/GNIPC.pdf pada 22
Desember 2012 Pukul 17:34 WIB
51
C.J Chivers dan Ethan Wilensky-Lanford, “Uzbeks Say Troops Shot Recklessly at
Civilans”, diakses dari
http://www.nytimes.com/2005/05/17/international/asia/17uzbek.html?_r=0 pada 22 Desember
2012 pukul 13:12 WIB

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


menanggulangi perang etnis Kyrgiz dan Uzbek di Osh pada tahun 2010 52 dan juga
tindakan tegas untuk menangani Urumqi riots di Cina pada tahun 2009. 53 Selain itu,
terhadap negara tetangga, negara di SCO juga cukup kooperatif dengan adanya
sejumlah kerjasama antar kawasan di wilayah Asia Tengah. Salah satu diantaranya
adalah SCO. Lewat SCO, negara di Asia Tengah berikut Rusia dan Cina bersedia
diatur dengan mengikuti aturan 100 Km Demilitarized Zone, atau Tindakan Islam
Karimov untuk mengusir pasukan AS di wilayahnya pada tahun 2005. 54 Satu-satunya
tindakan tegas terhadap negara tetangga terlihat dari dukungan Rusia terhadap negara
Ossetia Selatan yang diperebutkan oleh Georgia pada tahun 2008.

Bila dilihat dari kebijakan militernya, tidak semua negara-negara di SCO


bertindak agresif. Terlihat dari persentase pengeluaran militer terhadap GDP yang
mengalami pengurangan dan stagnansi di beberapa negara termasuk Rusia. Praktis,
hanya Cina yang terlihat cukup agresif dalam meningkatkan kapabilitas militernya.
Dilihat dari anggaran riil, semua negara SCO mengalami peningkatan dalam
anggaran militernya. Namun terdapat jurang besar antara Cina dan Rusia serta Rusia
dengan keempat negara Asia Tengah lainnya. Artinya, tidak terjadi kejar mengejar
kapabilitas militer yang masif di wilayah ini.

52
Stefan Nicola, “Expert: Kyrgisztan could face civil war”, diakses dari
http://www.upi.com/Top_News/Special/2010/04/09/Expert-Kyrgysztan-could-face-civil-
war/UPI-78531270835021/ pada 23 Desember 2012 pukul 13:45 WIB
53
BBC News, “Scores Killed in China Protest”, diakses dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-
pacific/8135203.stm pada 22 Desember 2012 pukul 22:31 WIB
54
Jia Qingquo, “The success of Shanghai Five”, diakses dari
http://www.comw.org/cmp/fulltext/0110jia.htm pada 22 Desember 2012 pukul 23:34 WIB

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


160000
Kazakhstan
140000
Kyrgyzstan
120000 Tajikistan
100000 Turkmenistan
Juta US$

Uzbekistan
80000
China, P. R.
60000 Russia
40000

20000

Grafik 3.1 Anggaran Militer Negara Anggota SCO 1996-2012 (dalam juta US$)

Sumber : Stockholm International Peace Research Institute, “Military Expenditure Database”,


diakses dari http://www.sipri.org/databases pada 23 Desember 2012 pukul 17:56 WIB

5,0
4,5
4,0 Kazakhstan
3,5 Kyrgyzstan
3,0 Tajikistan
Persentase

Turkmenistan
2,5
Uzbekistan
2,0
China, P. R.
1,5
Russia
1,0
0,5
0,0

Grafik 3.2. Anggaran Militer Negara Anggota SCO 1996-2012 (% of GDP)

Sumber : Stockholm International Peace Research Institute, “Military Expenditure Database”,


diakses dari http://www.sipri.org/databases pada 23 Desember 2012 pukul 17:56 WIB

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Melihat dari beberapa contoh kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter
negara-negara anggota di SCO masih kabur atau tidak jelas namun cenderung
defensif. Dari segi ideologi politik, negara-negara SCO terlihat cukup agresif namun
secara ekonomi sangat kooperatif. Dari sisi kebijakan terhadap minoritas, negara-
negara SCO cenderung agresif namun terhadap negara tetangganya cukup kooperatif.
Sisi keagresifitasannya pun dilakukan atas dasar stabilitas bukan okupasi. Dari sisi
kebijakan militer tidak terlihat intensi peningkatan kapabilitas yang signifikan dan
saling kejar mengejar yang masif antara negara-negara SCO. Hal ini membuktikan
postur ofensif anggota SCO tidak dapat dibedakan dengan postur defensifnya.

3.1.2 Security Dilemma dalam Shanghai Organization Cooperation

Pada bagian ini akan dibahas ada tidaknya security dilemma yang dialami oleh
negara-negara SCO. Beberapa indikator yang mendasarinya adalah insentif untuk
melakukan kooperasi dan pembelotan, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan
kerjasama atau tidak, serta ekspektasi negara-negara tersebut. Kemudian keadaan di
SCO akan dicocokkan ke dalam empat dunia Jervis. Dengan melihat intensi ofensif-
defensif seperti yang sudah dijelaskan dalam subbab pertama serta negara mana yang
memiliki keuntungan dalam keadaan ini.

Bila dilihat dari segi insentif dan biaya, melakukan kerjasama di SCO akan
sangat menguntungkan. Terutama untuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan ini
serta menjaga perimbangan kekuatan dunia. Negara-negara di Asia Tengah
merupakan wilayah yang sarat akan konflik baik internal maupun eksternal. cikal
bakal pembentukan Shanghai Five, yang kemudian menjadi SCO, pun didasari atas
konflik perbatasan antara negara-negara Asia Tengah dengan Rusia dan Cina
terutama. Cina mengalami konflik perbatasan dengan hampir semua negara Asia
Tengah yang baru merdeka paska runtuhnya Uni Soviet. Perebutan alokasi sumber
daya atas Laut Kaspia juga sempat terjadi antara Kazhakstan dan Rusia. Selain itu,
kebijakan Perestroika sempat menimbulkan gejolak di Almaty yang kemudian

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


menimbulkan Almaty Riots. 55 Posisi Asia Tengah yang sangat dekat dengan kawasan
konflik Timur Tengah juga membawa masalah, terorisme, ektrimis, dan separatisme
(yang disebut Three Evils) dan mengancam stabilitas politik di kawasan ini. Aksi solo
negara tidak mungkin dan biaya bila tidak berkooperasi akan sangat tinggi. Negara-
negara SCO secara geografis juga saling terhubung satu sama lain. Hal ini membuat
insentif untuk melakukan pembelotan rendah karena akan mengancam keamanan di
negaranya. Atas pertimbangan-pertimbangan inilah, security dilemma mungkin
terjadi.

Dari segi ekspektasi dan persepsi, negara-negara di SCO memiliki nilai yang
cukup tinggi. Argumen ini didasari oleh grafik pengeluaran militer negara-negara di
Asia Tengah yang cenderung stagnan bahkan menurun dilihat dari persentase GDP.
Hal ini membuktikan bahwa tidak ada keterdesakkan untuk mengutamakan anggaran
militer bagi keperluan perang terbuka. Kenaikan grafik militer dilihat dari anggran
riil, dapat disebabkan oleh kemajuan teknologi dan kapabilitas ekonomi serta
kerjasama.

Melihat ekspektasi yang tinggi, insentif untuk melakukan kerjasama yang


tinggi, insentif pembelotan yang rendah, dan biaya bila tidak melakukan kooperasi
tinggi, maka sangat mungkin terjadi security dilemma. Namun harus dilihat lagi
berdasarkan postur ofensif-defensif serta negara mana yang memiliki keuntungan.
Bila mengacu pada penjelasan subbab pertama, postur negara-negara di SCO tidak
dapat dibedakan apakah mereka ofensif atau defensif. Dan bila kita melihat
komposisi negara-negara di SCO, Rusia dan Cinalah yang meiliki peranan paling
besar di SCO. Mereka merupakan Great Powers sedangkan negara Asia Tengah
lainnya merupakan negara yang lebih kecil kapabilitasnya. Maka, untuk melihat
apakah negara defensif atau ofensif yang berada dalam posisi menguntungkan atau
tidak, kita harus melihat posisi Cina dan Rusia di dalam SCO.

55
Igor Rotar, “Group of Five Without Yeltsin: Statement on Development of Mutual Trust To
Be Signed in Almaty Today” dalam Moscow Nezavisimaya Gazeta,Vol 3 (2), 1998, hal.10

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Cina dan Rusia merupakan dua kubu yang memulai wacana pembentukan
Shanghai Five. Dalam pengambilan keputusan di SCO pun, sangat terlihat dominasi
dan keuntungan yang didapat oleh Cina dan Rusia baik dari segi global power dan
ekonomi. Secara kapabilitas, Cina dan Rusia juga memiliki kapabilitas yang jauh
lebih besar. Hal ini menegaskan posisi Cina dan Rusia yang menguntungkan. Lalu
apakah kedua negara ini merupakan negara yang cenderung ofensif? Bila melihat dari
laju pengeluaran militer keduanya, tidak terjadi arms race yang masif. Namun
sebenarnya keduanya cukup imbang dikarenakan Rusia sudah sangat pesat
perkembangan teknologi persenjataannya dibanding Cina. Selain itu, masih banyak
kapabilitas militer Rusia yang sudah dibangun terlebih dahulu semasa perang dingin.

Rusia dan Cina juga mempraktekkan self-restraint dengan tidak saling


menyerang antar anggota SCO dan juga kepada ancaman di luar SCO secara kolektif.
Sebagai contoh, Rusia dan Cina tidak bertindak agresif terhadap manuver AS di
Timur tengah. Bila Rusia dan Cina tidak mendasari tindakannya dengan postur
defensif, maka yang akan terjadi adalah pengiriman tentara ke daerah konflik dimana
tentara AS berada, merebut pangkalan-pangkalan militer yang AS kuasai di wilayah
Asia Tengah, atau memberikan ultimatum keras terhadap sanksi yang diberikan
kepada Iran. Pada kenyataannya, Rusia dan Cina lebih terlihat ‘lunak’ alam
kebijakan-kebiakannya. Rusia dan Cina lebih terlihat berkonsentrasi kepada
pencapaian-pencapaiannya tanpa campur tangan AS dan tanpa menantang AS secara
terbuka. Dibuktikan juga dengan masuknya India dan Pakistan yang notabene dekat
dengan AS sebagai observer. Dengan kata lain, SCO mengejar keamanan dengan AS
dengan cara memaksimalisasi kekuatannya sendiri (Balance of Power).

Oleh karena itu, jelaslah bahwa negara yang mempunyai keuntungan dalam
SCO adalah Cina dan Rusia, serta mereka berkarakter lebih defensif. Sesuai dengan
tipologi empat dunia Jervis, maka akan terjadi security dilemma di mana postur
ofensif-defensif tidak dapat dibedakan dan negara defensif memiliki posisi
menguntungkan. Keadaan ini kemudian memungkinkan terjadinya kooperasi antar
negara-negara di Asia Tengah. Beberapa pengaturan keamanan diperlukan. Untuk itu,

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


SCO mempunyai beberapa perjanjian penting di antaranya Shanghai Convention on
Combating Terrorism, Separatism, and Extremism dan pendirian Counter terrorism
Center di Tashkent. Salah satu implikasi dari security dilemma ini ialah balancing
act yang dilakukan oleh Cina dan Rusia sebagai negara Great Powers dan
buckpassing yang dilakukan oleh negara Asia Tengah lainnya.

Selain karena Security Dilemma di dalam, SCO juga melakukan aksi


balancing akibat ketakutan dari ancaman luar, sebagai contoh misalnya, SCO
menetapkan aliran bebas teknologi yang memungkinkan terjadinya perdagangan
senjata besar-besaran antara negara anggotanya. Dengan demikian, Rusia dan Cina
akan mampu menandingi kekuatan militer AS di wilayah tersebut. Rusia sendiri
merupakan pemasok senjata paling besar di kawasan Asia tengah terutama terhadap
Cina. Perdagangan keduanya termasuk pembelian Russian fighters, unmanned
aircraft, long and short range missiles, sophisticated submarines dan guided-missile
destroyers. 56 Hal ini semakin menguatkan negara-negara SCO dalam bidang militer
yang akhirnya semakin mendekati kapabilitas militer AS secara global. Kerjasama
Rusia dan Cina di SCO tidak berhenti sampai disitu saja. Mereka juga melakukan
latihan militer bersama setiap tahunnya yang bertujuan untuk menunjukkan kepada
dunia bahwa kedua negara ini akan berdiri satu dalam dunia militer.

56
Frederick W Stakelbeck, Jr, “The Shanghai Cooperation Organization”, Front Page
Magazine. 8 Agustus 2005, hal.7

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Tabel 3.1 Perbandingan Kekuatan Militer AS, Cina, dan Rusia tahun 2008

Amerika Serikat Cina Rusia

Defense Budget Appx Appx Appx


$711,000,000,000 $143,000,000,000 $73,000,000,000
Total Aircraft 18,234 5,176 2,749

Total Naval Units 2,384 972 233

Major Ports and 21 8 7


Terminal
Destroyers 61 25 14

Submarines 71 63 48

Active Military 1,477,896 2,285,000 1,200,000


Personnel
Sumber : Global Fire Power, Countries Comparison, Diakses
dari http://www.globalfirepower.com/countries-comparison-detail.asp pada 22 November pkl
17:44 WIB

Begitu pula dalam bidang ekonomi, pembangunan pipa-pipa energi di


kawasan Asia Tengah akan semakin mendorong pertumbuhan ekonomi negara-
negara di kawasan ini. Rusia sangat berkepentingan karena konsumen minyak
utamanya merupakan Cina sedangkan Cina sangat membutuhkan pasokan energi
untuk industrinya. Kerjasama energi antara keduanya sudah terjalin dengan adanya
pengiriman minyak besar-besaran dari Gazprom ke Cina. Rusia menjadi salah satu
pemasok minyak terbesar di SCO untuk Cina selain Iran. Presiden Hu dan Putin
sendiri pada tahun 2006 menyetujui dibangunnya Altai, pipa minyak yang
membentang dari Siberia hingga Cina. 57

Selain itu, dalam pertemuan kepala negara pada tahun 2005, negara Asia
Tengah juga sepakat bahwa keberadaan Amerika tidak dibutuhkan lagi di
Afghanistan. Salah satu langkah yang tercatat ialah ketika diktator Karimov
memberikan pesan kepada AS untuk segera mengosongkan karshi-Kanhabad, basis

57
Patrick G Moore, “China Gets its Pound of Russian Flesh”, Asia Times Ed. 24 Maret 2006,
hal.24

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


militer kedua terbesar milik Uni Soviet pada masa perang dingin. 58 Dengan hilangnya
izin dalam menggunakan basis militer tersebut, kemampuan AS dalam mencapai
kepentingannya di Afghanistan tentu akan berkurang. Setelahnya pangkalan udara
tersebut dipakai oleh Rusia.

Namun demikian, langkah berani Islam Karimov tidak diikuti oleh


Kyrgizstan. Biskhek tetap memberi izin kepada AS untuk menggunakan pangkalan
militernya, Manas airbase. Sebagai upahnya, bantuan ekonomi diminta oleh
Kyrgiztan. Menariknya, Biskhek juga memberi ijin kepada Rusia untuk
meningkatkan personilnya di pangkalan militer dekat Kyrgiz sebanyak 50% pada
tahun 2006. Dalam beberapa perbincangan SCO, Kyrgiztan juga tengah menjajaki
kemungkinan untuk menyediakan pangkalan militer bagi Cina. 59 Kasus terakhir
merupakan bukti bahwa antara Rusia dan Cina sendiri terjadi aksi balance of power
yakni dengan sama-sama meningkatkan kapabilitas militernya di kawasan Asia
Tengah. Contoh di atas juga merupakan bukti bahwa SCO digunakan sebagai
instrumen kepentingan balancing kekuatan besar dunia. Salah satu tindakan yang
tidak sejalan dengan keadaan security dilemma ialah kerjasama Rusia dan Cina, yang
meskipun saling membangun pengaruh di kawasan Asia Tengah, namun juga
melakukan kerjasama besar-besaran di bidang energi dan militer. Lewat kerjasama
ini, Cina terlihat lebih diuntungkan karena aliran kerjasama ini membuat Cina
memiliki teknologi militer yang hampir sama dengan Rusia serta kapabilitas ekonomi
yang besar akibat pasokan energi Rusia.

58
Jim Nichol, “Uzbekistan’s Closure of the Airbase at Karshi-Khanabad: Context and
Implications” dalam Congressional Research Service, 2005, hal.35
59
Erich Marquardt, “The Significance of Sino-Russian Military Exercises” dalam Power and
Interest News Report, 2006, hal.3-27

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Gambar 3.3 Pangkalan militer AS di Asia dan Timur Tengah

Sumber : Business Insider, “The 15 Maps That Explain The Entire World”,
diakses dari http://www.businessinsider.com/the-15-maps-that-explain-the-world-in-
2012-2012-6?op=1 pada 22 November 2012 pukul 18:56 WIB

Di sisi lainnya, tindakan buckpassing sangat terlihat dari kebijakan Kyrgiztan


& Uzbekistan yang menyediakan pangkalan militernya baik untuk Cina, Rusia dan
AS. Buck-passing (Melepas tanggung jawab) adalah tindakan suatu negara dengan
tidak mengambil peran secara langsung dalam pertarungan adu kekuatan. Sebaliknya
mendukung negara lain yang mampu menyaingi kekuatan negara besar atau bahkan
berpindah dari sekutu oposisi ke sekutu dalam lingkup great power. Dengan kata lain,
kebijakan yang mendukung dua kekuatan yang berseteru. 60

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik benang merah bahwa intensi negara-
negara di SCO tidak jelas namun cenderung defensif. Cina dan Rusia pun begitu.
Keduanya merupakan negara yang memiliki posisi lebih menguntungkan
dibandingkan dengan yang lain. Hal ini pada akhirnya memunculkan kondisi Security
Dilemma, dimana negara-negara yang cenderung defensif saling khawatir dengan
intensi negara lainnya. Maka terjadilah aksi balance of power antara Great powers

60
Mark R. Brawley, The Political Economy of Balance of Power Theory, (California: Stanford
University Press, 2004), hal. 76-98

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


dan Buck-Passing antara negara lainnya. Aksi balancing di dalam lingkup SCO
secara eksplisit menguntungkan Cina. Namun sangat membantu Rusia, juga dengan
Cina, untuk menjaga perimbangan kekuatan dengan AS sebagai Great Power di luar
lingkup SCO.

3.2 Shanghai Cooperation Organization dari Perspektif Liberalisme Institusional

Pembahasan pada bagian ini akan dimulai dengan mengaitkan tiga kondisi
yang memungkinkan terjadinya perdamaian menurut Kant yakni adanya institusi,
demokrasi, dan ketergantungan ekonomi. Kemudian akan dibahas pula motivasi dasar
pembentukkan SCO dengan menggunakan asumsi dasar neoliberal institusionalisme
Keohane. Penjelasan ini kemudian akan dibandingkan dengan penjelasan Regime
Development Krasner serta hubungan pasar dan negara Grieco untuk melihat esensi
negara-negara SCO dalam melakukan kerjasama ini.

3.2.1 Unsur Institusi, Demokrasi dan Ketergantungan dalam Shanghai


Cooperation Organization

Dalam bagian ini, akan dibahas apakah SCO merupakan sebuah perkumpulan
negara yang ruled-based, small group, ataukah regional cooperation. Bila SCO
merupakan perkumpulan negara yang ruled-based atau regional cooperation, maka
SCO dapat dikatakan sebuah institusi. Lalu akan dilihat apakah SCO merupakan
institusi yang demokratis dilihat dari indeks demokrasi negara-negara tersebut.
Setelah itu akan dilihat ketergantungan ekonomi yang tercipta di dalam SCO.

SCO berdiri pada tahun 2001, setelah sebelumnya bernama Shanghai Five.
Saat masih berbentuk Shanghai Five, SCO dapat dikatakan sebagai rezim keamanan
karena hanya membicarakan masalah keamanan.saja. Beberapa perjanjian yang
dibentuk pada masa ini ialah Deepening Military Trust in Border Regions dan
Military Forces in Border Regions. Lewat perjanjian ini, beberapa perdamaian atas
masalah perbatasan pun dicapai, antara lain, perdamaian Cina-Kazhakstan pada tahun

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


1996, Cina-Kyrgiztan pada tahun 1998 serta terbentuknya DMZ area di wilayah Asia
tengah. Namun pada pertemuan SCO di Shanghai pada tahun 2001, Kazhakstan
menyatakan ide untuk menjalin kerjasama ekonomi dan teknologi. Semenjak itu,
kerjasama ekonomi juga semakin aktif dilakukan terutama di bidang energi dan
persenjataan hingga pada tahun 2006, atas inisiatif Rusia , dibentuk Joint Club
sebagai pengaturan perdagangan energi dan persenjataan anta negara SCO. 61

Selain itu, dalam bidang budaya dan sosial, kerjasama keenam negara itu juga
ditingkatkan dengan adanya pameran kebudayaan bergilir antara negara SCO serta
kerjasama pertukaran pelajar dan kebudayaan. Puncaknya pada tahun 2012, diadakan
pertemuan pertama menteri kebudayaan dan pendidikan negara-negara SCO. 62 Hal
ini membuktikan bahwa SCO sudah memperlebar cakupannya dan sudah masuk ke
dalam ranah institusi. Sesuai dengan saran Keohane bahwa institusi harus
terspesialisasi agar dapat melimitasi otoritas, SCO juga memiliki spesialisasi dalam
bidang keamanan. Namun melihat tanda-tanda pelebaran isu yang dilakukan SCO,
limit otoritas yang disebut oleh Keohane mungkin saja tidak akan terjadi.SCO pada
akhirnya menjelma menjadi kerjasama regional yang mencakup semua isu di semua
lini yang terjadi di negara ini. Tentang prospek SCO ke depannya, akan dibahas
dalam subbab berikutnya.

Kemudian, bila mengacu pada penjelasan Grieco tentang jenis-jenis


institusi/rezim, SCO paling memenuhi kriteria sebagai regional cooperation.
Kedekatan geografis merupakan hal yang paling mendukung. Setelah digabungkan,
negara-negara SCO menguasai 7.000 Km wilayah Asia dan Eropa. SCO bukanlah
Small group karena perbincangan yang dibicarakan antar kepala negara benar-benar
disari menjadi sebuah kebijakan namun juga bukan merupakan perkumpulan ruled-
nased yang memiliki aturan jelas bagi ketetapan dan pelanggaran terhadap perjanjian
yang ada. Sebagai contoh, prinsip non-intervention yang ada pada SCO Charter.
Dengan prinsip ini, negara-negara anggota SCO, dilarang untuk mencampuri urusan
61
Jia Qingquo,Opcit
62
Bates Gill, The Rising Star: China’s New Security Diplomacy, (Washington:
Brookings,2010), hal.37

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


negara lainnya. Hal ini pula yang mendasari tidak bertindaknya SCO sebagai
organisasi dalam beberapa kasus internal yang terjadi pada negara anggotanya seperti
pertikaian etnis Kyrgiz dan Uzbek di Kyrgistan pada tahun 2010, konflik Georgia dan
Rusia pada tahun 2008, dan konflik etnis Han dan Uyghur di Cina pada 2009 lalu.

Dilihat dari unsur demokrasi, negara-negara SCO pada umumnya memiliki


indeks demokrasi yang rendah. Mengacu pada democracy index yang dikeluarkan
oleh Economist Intelligence Unit, terdapat empat kategori negara dalam indeks ini
yakni Full democracies, Flawed democracies, hybrid regimes, dan authoritarian
regimes. Full democracies merupakan tingkatan paling tinggi sedangkan
authoritarian regime merupakan tingkatan terendah. Dari 167 negara yang diteliti,
Rusia menempati posisi ke 117 (nilai indeks 3,92/10), Kazhakstan posisi 137 (3,24),
Cina posisi 141 (3,14), Tajikiztan posisi 151 (2,51), Uzbekistan di posisi 164 (1,74).
Posisi paling tinggi dipunyai Kyrgistan yang berada di posisi 107 (4,34) dan
merupakan satu-satunya negara yang berada di tingkat hybrid regimes. Sedangkan
negara yang disebutkan pertama menempati tingkatan authoritarian regime.63

Indeks ini didasarkan pada pemilihan nasional yang adil, tingkat keamanan
pemilih, pengaruh asing terhadap pemerintah dan kapabilitas pegawai sipil untuk
mengimplementasikan kebijakan.64 Indeks negara-negara di SCO cukup rendah
karena mayoritas negara-negara di SCO ini menerapkan sistem pemerintahan yang
dipengaruhi oleh satu partai tunggal. Dengan sistem ini, kebebasan individu dalam
pemilihan umum dipertanyakan. Selain itu, negara-negara seperti Kazhakstan,
Uzbekistan dan Tajikistan banyak dipengaruhi kebijakan dalam negerinya oleh Rusia.
Sebagai contoh kebijakan Islam Karimov, presiden Uzbekistan, yang mengusir
pangkalan militer Amerika Serikat di kawasannya atas perintah Putin lewat SCO.

Bila dilihat dari ketergantungan ekonomi, antar negara di Asia Tengah dan
Rusia cukup bergantung pada pembelian energi dari Cina. Di sisi lainnya, Cina sangat
membutuhkan pasokan energi dari negara-negara Asia Tengah. Sebagai contoh, di

63
Economist Intelligence Unit, Democracy Under Stress, (London: EIU, 2011), hal. 5-7
64
Ibid

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


tahun 2001, Rusia mengalami sebuah periode stagnan dalam pengembangan
ekonominya. Masuknya Rusia ke dalam SCO membantu dirinya untuk dapat
membuka kerjasama strategis dalam bidang minyak, persenjataan, dan teknologi
dengan negara-negara tetangganya terutama Cina. Nilai eksport yang besar telah
membantu Rusia dalam meningkatkan kapabilitas ekonominya satu dekade terakhir.

Gambar 3.4 Nilai dan Komposisi Import energi Cina dari Rusia

Sumber : China Scope Financial, “Composistion of China-Rusia oil import”, diakses


dari http://chinascopefinancial..com/2012/06/sino-russia-bilateral-trade-to-reach.html pada 22
November 2012 pukul 17:54 WIB

Saling ketergantungan paling nyata ialah adanya Transneft. Jaringan pipa


energi yang membentang di Asia Tengah dan Rusia. Jaringan pipa energi ini
membuat setiap negara memiliki bargaining position yang akan mempengaruhi
stabilitas ekonomi kawasan ini. Melihat dari ketiga unsur perdamaian, SCO masih
memiliki kekurangan di satu unsur yakni unsur demokratis. Artinya, negara-negara
ini masih belum akan mencapai perdamaian sejati seperti yang diungkapkan oleh
Keohane.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


3.2.2 Pertimbangan Biaya, Absolute Gain dan Trust Building dalam Shanghai
Cooperation Organization

Menurut Keohane, pertimbangan lain yang membuat negara-negara lebih


memilih untuk melakukan kerjasama dan mencapai kepentingannya dalam sebuah
institusi daripada melakukan akuisisi kekuatan dengan perang atau tindakan asertif
lainnya adalah pertimbangan biaya. 65 Dengan meningkatnya kekuatan Cina serta
Rusia dan pergerakan AS di wilayah tetangga Asia Tengah, akan lebih bijak negara-
negara Great Power tersebut melakukan perimbangan dalam satu institusi. Dalam hal
ini Cina dan Rusia yang berusaha untuk menekan pengaruh AS sebagai common
threat dengan SCO nya. SCO sendiri mempunyai tujuan utama untuk menjaga
stabilitas di Asia Tengah serta tidak memperbolehkan adanya pengaruh luar yang
masuk untuk mengaggu stabilitas tersebut.

Ancaman AS sendiri cukup nyata di kawasan ini. Sejak tahun 2002 tentara AS
digerakkan ke Afghanistan untuk menurunkan pemerintahan Taliban. Atas dasar
menghentikan terorisme, ektrimisme, dan separatisme, SCO memberikan izin kepada
AS untuk menempati wilayahnya sebagai pangkalan militer. Pangkalan militer utama
AS di wilayah ini ialah di negara Uzbekistan, Tajikistan dan Kyrgistan. Namun
setelah perang itu usai pada tahun 2004, tentara AS tetap berada disana. Pada tahun
2005, SCO setuju keberadaan AS tidak diperlukan lagi dan meminta kepala negara
Uzbekistan, Kyrgistan, dan Tajikistan untuk meminta AS keluar dari kawasan Asia
Tengah. 66 Pada tahun 2009, pangkalan militer AS terakhir di Ganci Air Base diminta
mundur oleh presiden Kurmanbek Bakiyev. 67 Dari sisi lain, baik Cina dan Rusia
saling mengamankan dirinya akan pengaruh negara dalam SCO itu sendiri dengan
adanya perjanjian Non-aggression di SCO. Perjanjian ini tidak mengizinkan adanya
intervensi unilateral negara-negara SCO terhadap anggota lainnya.

65
Keohane, Opcit, hal.11
66
Xinhua, “Kyrgyzstan Supports SCO's Goal of Regional Peace”, Prosperity 7 April 2005,
hal.12
67
Jefferson E. Turner, Shanghai Cooperation Organization: Paper Tiger or regional
Powerhouse?, (California: Navel Postgraduate School, 2005), hal.33

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Kemudian, bila dilihat dari sisi absolute gain, penjelasan tentang
ketergantungan ekonomi lewat perdagangan energi pada subbab sebelumnya cukup
menjelaskan bagaimana setiap negara cukup diuntungkan dengan keberadaan SCO
ini. Namun demikian, tidak terjadi kondisi yang cukup impas dalam perdagangan
tersebut. Sebagai contoh, perdagangan Kazhakstan dan Cina yang saling
komplementer. Cina mengekpor barang-barang manufaktur sedangkan Kazhakstan
kekayaan alam seperti minyak bumi dan emas. Nilai import Kazhakstan dari Cina
mencapai 292 juta Euro. Sedangkan nilai ekportnya hanya 136 juta Euro. 68 Berarti
terdapat defisit yang sangat besar diantara keduanya. Selain itu, Keohane juga
mengungkapkan bahwa kerjasama yang diadakan oleh institusi murni ialah tujuan
baik untuk menjalin persahabatan di antara negara-negara. Hal ini nampaknya tidak
terdapat dalam SCO karena pada dasarnya terdapat beberapa kepentingan tertentu
yang melatar belakangi terbentuknya SCO. Praktis hanya pernyataan Keohane bahwa
organisasi akan menimbulkan hiearki yang sesuai. Dalam SCO, meskipun tidak
secara tertulis, hegemoni dipegang oleh Rusia dan Cina yang memiliki kapabilitas
ekonomi dan militer paling besar.

Asumsi liberal institusional berikutnya ialah bahwa sebuah institusi dibuat


untuk menghindari adanya ketidakpercayaan dan pengkhianatan. Menurut teori, hal
ini dicapai dengan membentuk sebuah undang-undang, atau aturan umum yang
mencakup kepentingan masing-masing negara serta memiliki efek koersif serta
pertemuan-pertemuan Tingkat Tinggi untuk saling membangun kepercayaan. 69 SCO
sendiri sejalan dengan asumsi tersebut dengan memiliki beberapa dokumen kunci
yang menjadi dasar segala tindakannya serta pertemuan reguler tiap tahunnya.

SCO sampai tahun 2012 sudah menyelenggarakan sekitar 12 pertemuan


tingkat kepala negara serta 11 pertemuan kepala pemerintahan. Dalam
keanggotaannya, terdapat beberapa negara penting yang menjadi observer di
dalamnya antara lain, India, Iran, Mongolia, dan Pakistan. Secara struktur, pengambil

68
EU Bilateral Trade Report, Kazhakstan, (Brussels: European Union, 2011), hal. 4
69
Keohane, Opcit, hal.15

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


keputusan tertinggi SCO ialah kepala negara diikuti oleh kepala pemerintahan.
Pertemuan kepala negara dilakukan setiap 5 tahun dan pertemuan tiap tahunnya
dilakukan oleh pejabat tingkat menteri. 70 Dokumen dalam SCO antara lain,
Declaration on the Establishment of the Shanghai Cooperation Organization (2001)
yang berisi tujuan dasar dibentuknya SCO, The Shanghai Convention on Combating
Terrorism, Separatism, and Extremism (2001), yang berisi kesepakatan definisi
teroris, separatis dan ekstrimis dalam SCO, 71 serta Charter of the Shanghai
Cooperation Organization yang berisi pembentukan badan-badan dalam SCO serta
penegasan asas-asas SCO. Sampai saat ini SCO telah membentuk tiga dewan serta 9
badan pendukung. Semuanya memiliki representasi seimbang dari setiap negara
anggota. Terdapat juga Treaty on Long-Term Good Neighborliness, friendship, and
cooperation between the member states of the SCO pada tahun 2007. 72 Sebenarnya,
SCO hampir selalu menghasilkan dokumen penting pada setiap pertemuannya.
Namun,beberapa dokumen memuat aksi strategis terhadap satu negara saja atau
counter-terrorism seperti Protocol on establishment of the SCO-Afganistan contact
group. 73

Dari penjelasan di atas, terlihat beberapa kesesuian asumsi neoliberal


institusional Keohane di SCO. Antara lain adanya ketergantungan ekonomi, SCO
sebagai institusi yang menguntungkan negara anggotanya. Adanya pertimbangan
biaya dan usaha Trust Building, dan bagaimana pada akhirnya SCO membentuk
hiearki. Namun beberapa hal masih belum terbukti seperti kenyataan bahwa negara
SCO ialah kumpulan negara –negara otoriter, kondisi tidak impas yang dialami oleh
beberapa negara anggota, serta masih kentalnya self-interest dalam pembentukan

70
Shanghai Cooperation Organization, “SCO in brief”, diakses dari http://www.sectsco.org/fk-
03.html pada 23 Desember 2012 pukul 16:44 WIB
71
Shanghai Cooperation Organization, “Declaration on the Establishment of the Shanghai
Cooperation Organization”,diakses dari
http://www.ecrats.com/en/normative_documents/2006 pada 22 Desember 2012 pukul 13:56
WIB
72
Ibid
73
Ibid

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


organisasi ini. Untuk lebih memperjelas hal ini, akan dibandingkan penjelasan
institusi Keohane di atas dengan apa yang dijelaskan oleh Krasner dan Grieco.

3.2.3 Analisis Shanghai Cooperation Organization berdasarkan Self Interest dan


State Power

Dalam tulisannya Structural Causes and Regime Consequences: regimes as


Intervening Variables, Krasner mengemukakan bagaimana sebuah institusi dan rezim
dapat berkembang. Perkembangan sebuah institusi dipengaruhi oleh tingkat
keegoisan suatu negara mencapai kepentingannya (egoistic self-interest), kekuatan
politik (political power), norma dan aturan (norms and principles), kebiasaan (habit
and Custom) serta tingkat pengetahuan (knowledge). Dua variabel pertama dianggap
Krasner yang paling penting. 74

Egoistic self-interest sangat mempengaruhi perkembangan suatu institusi.


Institusi sendiri tak pelak merupakan bentuk dari adanya kepentingan dari negara
anggotanya untuk mereduksi biaya yang timbul dari peperangan serta melakukan
peningkatan kapabilitas internal lewat kerjasama. Ketika suatu negara masuk ke
dalam sebuah institusi, maka hal yang terjadi adalah negara tersebut akan berusaha
mewadahi dilema kepentingan atau dilema keengganannya. Dilema kepentingan akan
menghasilkan output kerjasama tertentu sedangkan dilema keengganannya akan
menghasilkan output preventif terhadap suatu hal. Selama adanya kesamaan dilema
antara negara anggota, maka sebuah institusi akan terus berkembang. 75 Faktor kedua
ialah kekuatan politik. Dalam kekuatan politik ini, dilihat bagaimana negara besar
yang memiliki kekuatan politik yang juga besar menjaga stabilitas institusi tersebut.
Menjaga stabilitas institusi termasuk menjaga aktor-aktor yang lebih lemah untuk
bertindak sesuai dengan yang diinginkan. 76

74
Stephen D Krasner, “Structural Causes and Regime Consequences: Regimes as
Intervening Variables” dalam International Organization Vol 36 (2),1982, hal.186
75
Ibid
76
Ibid

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Sesuai dengan pendapat Krasner di atas, dalam kerangka neoliberal
institusional, SCO dapat diklasifikasikan ke dalam kedua dilema di atas. SCO sampai
saat ini terus memperbaharui kerangka kerjasama multilateralnya sehingga, dapat
dilihat, output dari SCO ini ialah kerangka kerjasama. Sebagai contoh, seperti yang
tertulis pada pasal 3 Charter of the SCO : “development of interaction in such spheres
as science and technology, education, health care, culture, sports and tourism.”
Lewat pasal ini, dilakukan pula kerjasama dalam bidang ilmu pengetahuan, edukasi,
kesehatan, budaya, olahraga dan pariwisata.77 Dengan adanya perluasan kerjasama
ini, akan semakin banyak kepentingan yang bisa didapat oleh negara-negara dalam
anggota SCO. Dengan itu, kerjasama ini dapat terus berlangsung.

Selain itu, SCO juga jelas mengacu pada dilema keengganan. Hal ini terlihat
dari banyaknya konvensi dan pasal-pasal yang memuat tentang penanggulangan
terorisme, separatisme, dan ekstimisme. Konvensi-konvensi tersebut membuktikan
bahwa SCO juga mengupayakan tindakan-tindakan preventif akan ancaman bersama.
Pada dasarnya, selain karena akan menganggu kestabilan Asia Tengah, tidak
amannya wilayah ini akan membuat Rusia dan Cina dipertanyakan kekuatannya di
dunia global serta memberikan AS alasan untuk masuk ke dalam wilayah tersebut.

Selain itu, kerjasama yang timbul dalam SCO, sangat menguntungkan negara
kecil yang ada karena dapat ikut menunggangi kekuatan besar yang ada. Bagi negara
besar, keuntungan ekonomi yang didapat lewat perizinan jalur pipa juga sangat besar.
Sebagai Contoh, Sino-Kyrgiz Good Neighborly treaty sangat membantu Kyrgiztan
yang memiliki kekuatan militer lemah untuk berlindung di bawah Cina 78. Dengan ini
Kyrgiztan tidak perlu membangun kekuatan militernya dalam waktu dekat. Di lain
pihak, pipa energi yang menuju Cina diperbolehkan melewati Kyrgiztan. Sedangkan,
perjanjian kerjasama India sebagai observer dan Cina dalam SCO juga sangat
menguntungkan Cina karena barang manufakturnya dapat dipasarkan di India dan

77
SCO Charter, Opcit
78
Turner, Opcit, hal. 99

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


mendapat kekayaan alam India. 79 Di lain pihak India juga dapat menjual komoditi
teknologinya, namun disini, India memiliki keuntungan komparatif yang lebih lemah
karena keuntungan komparatif pertamanya, yakni tenaga kerja murah dan berbahasa
Inggris tidak dapat ‘ditukarkan’ dengan komoditi Cina. 80 Rusia sendiri
berkepentingan untuk menjaga pertumbuhan ekonominya lewat penjualan minyak
bumi dan gas alam serta menjaga stabilitas keamanan Asia Tengah dengan menjual
senjata. Namun dari sisi lain, minyak bumi dan gas alam meruapakan barang yang
terbatas, meskipun Rusia mendapatkan pasokan baru dari Kazhakstan. Dan teknologi
militer yang dijual ke Cina banyak ditiru. 81

Lalu dari segi norma, peraturan-peraturan SCO dibuat tanpa ikatan hukum
yang jelas dan prinsip non-intervensi. Dalam statuta-statuta SCO, secara jelas
dinyatakan bahwa antara negara SCO tidak akan saling mencampuri urusan internal
negara anggotanya. 82 Implementasinya tercermin jelas pada kasus Rusia dan Georgia
dimana SCO tidak melakukan aksi apapun dan tidak menyatakan hal apapun tentang
konflik yang terjadi. Padahal negara-negara lainnya termasuk PBB mengecam hal
tersebut. Asas tidak mencampuri urusan dalam negeri negara anggota SCO terlihat
tidak sejalan dengan asumsi neoliberal institusional yang mengatakan bahwa
pembentukan institusi akan membatasi kedaulatan dan otonomi suatu negara.
Sebaliknya, SCO membuktikan bahwa kedaulatan negara anggota justru semakin
ditingkatkan bukan dibatasi. Dalam tulisannya tentang SCO: Tackling the Three
Evils, Stephen Aris berpendapat bahwa SCO telah mempraktikkan Sovereignty
Enhancement bukan Sovereignty pooling. 83 Selain itu statuta yang disepakati dalam
SCO menandakan penggabungan antara struktur formal dan informal. Meskipun
memiliki mekanisme formal dalam pengerjaan dan isi statutanya, namun tidak
ditemukan sebuah aturan yang legally binding dalam konvensi-konvensi yang SCO

79
Ibid
80
Richard Komaiko, The Great Game, (Illinois: University of Illinois, 2006), hal 77
81
Ibid
82
SCO Charter, Opcit, hal.4
83
Stephen Aris, “The Shanghai Cooperation Organization: “Tackling the Three Evils”’, dalam
Europe Asia Studies Vol 61 (3), 2009, hal. 460

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


laksanakan. Hal ini membuat negara anggota SCO terikat dalam suatu organisasi
yang tanpa hukuman dan tanpa ikatan legal.

Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa SCO sangat sarat akan self-
interest dan pertarungan kekuatan politik. Hal inilah yang disebut Grieco sebagai
relative gain dalam sebuah institusi. Menurutnya, sekecil apapun relative gain akan
tetap didapat oleh negara-negara di dalam institusi tersebut. Lebih jauh lagi, Grieco
menjelaskan bagaimana pasar yang terintegrasi akan sangat menguntungkan bagi
pencapaian kekuatan negara. SCO sendiri masih membicarakan terbentuknya SCO
business Council and Development Fund sejak tahun 2005. Keengganan negara-
negara untuk tidak menyetujuinya lagi-lagi didasarkan pada self-interest untuk tidak
saling tergantung secara formal dan kuat secara ekonomi. namun integrasi
perdagangan energi sudah dilakukan lewat joint club pada tahun 2006. Sesuai dengan
pendapat Grieco, joint club yang diinisiasi di dalam SCO mampu menambah
kekuatan negara. Sebagai contoh bagaimana Rusia menagalami pertumbuhan
ekonomi seperti yang dijelaskan pada subbab pertama. Yang kedua, integrasi ini
membuat setiap negara memiliki porsi bairgaining- nya sendiri-sendiri yang secara
tidak langsung meningkatkan kekuatan negara. Ketiga, kerjasama ini mampu
meningkatkan kesejahteraan yang menurut Grieco & Ikenberry merupakan salah satu
tujuan utama negara. Sebagai contoh, bagaimana asupan energi yang tinggi mampu
menggerakkan perekonomian Cina dan membuat tingkat kemiskinan di negara ini
menurun.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Tahun
Gambar 3.5 Tingkat kemiskinan Cina, Rusia, Kyrgistan, dan Kazhakstan 1996-2008

Sumber : UNDP Website, Central Asia Poverty Rate, diakses


dari http://hdr.undp.org/en/data/build/ pada 26 Desember 2012 pukul 23:55 WIB

Dari penjelasan di atas, terlihat motivasi awal berdirinya SCO masih


merupakan self interest. Hal inilah yang tidak bisa dijelaskan lewat asumsi neoliberal
institusional yang dikemukakan oleh Keohane. Relative gain juga menjelaskan
mengapa kondisi impas dalam SCO sulit untuk dicapai. Pada akhirnya penjelasan
Krasner dan Grieco ini mampu menjawab esensi SCO sebagai sebuah institusi
keamanan regional di kawasan Asia tengah.

3.3 Konstruktivisme Memandang Shanghai Cooperation Organization Melalui


Teori Konstruktivisme Sosial dan Norm Dynamic

Dalam bagian ini akan dijelaskan proses pembentukan Shanghai Cooperation


Organization dengan teori norm dynamic Finnemore dan Sikkink dimulai dari Norm
Emergence, Norm Cascade, sampai kepada tahap internalisasi. Selain itu akan
dibahas pula hubungan antara interest dan norma yang terbentuk dalam organisasi ini.
Penjelasan akan menggunakan kerangka pemikiran Wendt tentang konstruktivisme
sosial terutama pemahamannya tentang struktur dan identitas.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


3.3.1 Norm Dynamic Dalam Pembentukan Shanghai Cooperation Organization

Finnemore dan Sikkink menyatakan bahwa norma terbentuk dari pandangan


intersubjektif aktor terhadap sesuatu yang dianggap appropriate dan membentuk
identitas tertentu. Proses bagaimana norma itu diterima dan akhirnya membentuk
identitas SCO sangatlah panjang. Proses ini dimulai dari situasi politik di Asia
Tengah yang kurang stabil. Dalam sejarahnya, kawasan Asia Tengah merupakan
kawasan yang sarat akan konflik. Konflik pertama yang tercatat ialah pada saat
pelaksanaan kebijakan perestroika yang menyebabkan Almaty Riots pada Desember
1986. Kekacauan ini diikuti oleh perselisihan antar etnik di Uzbek pada tahun 1989.
Dan setelah runtuhnya Uni Soviet, terjadi perang sipil untuk merebut kekuasaan di
Tajikiztan. 84

Selain adanya masalah perang antar etnik secara internal, kawasan Asia
Tengah juga rawan akan masuknya ektrimis dari negara tetangga seperti Afghanistan
dan Pakistan. Beberapa bom bunuh diri pun terjadi pada tahun 1999 serta 2002 di
Kyrgiztan dan Uzbekistan. Kebanyakan aksi tersebut dilakukan oleh militan ektrimis
Islam dengan menyerang kedutaan AS dan Israel atau komunitas muslim lain yang
dianggap bersebrangan dengan mereka. 85 Selain itu terdapat permasalahan etnik
Uyghur di Cina serta masalah perdagangan obat-obatan terlarang di Rusia.

Berkaca kepada kejadian-kejadian di atas, dapat disimpulkan bahwa situasi


politik di wilayah Asia Tengah sejak runtuhnya Uni Soviet relatif tidak stabil secara
internal. Selain itu, secara ekternal wilayah ini juga terancam dengan masuknya
ekstrimis yang berasal dari negara tetangganya terutama dari wilayah Timur Tengah
yang sarat konflik. Hal – hal ini tentu sangat menganggu stabilitas kawasan Asia
Tengah. Hal ini pula yang menimbulkan pemahaman subjektif bagi negara-negara di
kawasan Asia Tengah bahwa keamanan kawasan tersebut terancam.

84
Anna Matveeva dan Antonio Giustozzi, The SCO: A Regional Organization in The Making,
(Moscow : CSRC,2008), hal.2
85
Ibid

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Adalah Cina dan Rusia yang pertama kali menginisiasi terjadinya perjanjian
dalam Shanghai Five. Saat itu, Rusia sedang mengalami pergolakan politik di dalam
tubuhnya sendiri akibat dari pecahnya negara mereka. Pemberontakan terjadi dimana-
mana. Di lain sisi, Cina juga mengalami masalah keamanan akibat terbentuknya
negara-negara baru di Asia Tengah. Rusia dan Cina beranggapan bahwa perbatasan
harus dijaga dari konflik untuk menjaga stabilitas. Keamanan dan stabiltas pun
kemudian menjadi ide bagi Rusia dan Cina untuk membentuk Norma keamanan.
Norma yang awalnya domestik ini (hanya antara Rusia dan Cina) menjadi norma
yang diakui oleh negara-negara Asia Tengah lainnya. Salah satu Norma Tersebut
adalah Shanghai Convention on Combating Terrorism, Separatism, and Extremism.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan Cina dan Rusia merupakan agent of
change atau Norm Entrepreneurs yang pertama kali memunculkan ide tentang
organisasi keamanan di Asia Tengah. Pemicunya merupakan masalah keamanan yang
terjadi di kawasan ini. Motivasi dari keduanya untuk mendirikan organisasi ini ialah
meningkatkan stabilitas dan keamanan. Hal inilah yang disebut komitmen dalam
tahap norm emergence.

Dalam menyebarkan norma tersebut, Rusia dan Cina harus membuat critical
mass (negara Asia Tengah lainnya) merasa norma ini appropriate. Untuk itu, Cina
dan Rusia menginisiasi dilaksanakannya pertemuan Shanghai Five di Shanghai pada
26 April 1996. Dalam pertemuan itu disepakati Confidence Building Measures yang
menyepakati ditarik mundurnya tentara dan persenjataan sepanjang 100 Km
perbatasan. Hal ini akhirnya menyelesaikan masalah perbatasan antara Cina dan
Kazhakstan dan Cina dengan Rusia. Selain itu disepakati pengurangan latihan militer
di daerah perbatasan.

Lewat pertemuan pertama tersebut, Cina dan Rusia mempersuasi negara


lainnya untuk ikut ke dalam norma di dalam Shanghai Five. Proses inipun berlanjut
ke tahap Norm Cascade, di mana mulai terjadi proses institusionalisasi dan sosialisasi
dalam tubuh Shanghai Five. Kesepakatan yang dibuat berjalan dengan baik sehingga

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


semakin menimbulkan kepercayaan negara Asia Tengah bahwa norma dan kerjasama
ini pantas untuk dilanjutkan. Maka itu terjadilah pertemuan kedua, ketiga, dan
seterusnya. Inilah yang disebut tipping point.

Jika melihat dari motivasi negara kecil di Asia Tengah seperti Kazhakstan dan
Uzbekiztan, mereka mungkin tidak memiliki pilihan selain bergabung dengan
organisasi ini. Inilah yang disebut konformitas dalam teori norms dynamic. Mereka
tidak memiliki pilihan karena kapabilitasnya yang masih kalah. Untuk itu akan lebih
aman bila mereka turut masuk dalam kerjasama ini.

Pada tahun 2001, proses institusionalisasi terus berjalan dan menghasilkan


suatu perangkat konvensi bahwa Shanghai Five merupakan badan yang memerangi
terorisme, separatism, dan ekstrimisme. Mereka juga sepakat untuk menerapkan
prinsip non-intervensi antara sesama anggota. Shanghai Five pun berubah nama
menjadi Shanghai Cooperation Organization. Disini dapat dilihat bagaimana semua
negara anggota sudah meng-internalisasi norma yang pertama kali dicetuskan. Hal ini
terbukti lewat pembentukan perangkat hukum yang lebih jelas yakni Shanghai
Convention on Combating Terrorism, Separatism, and Extremism dan Declaration on
86
the Creation of he Shanghai Cooperation Organization.

Dari penjelasan di atas dapat dilihat perubahan negara Asia Tengah yang
bukan lagi menjadi objek melainkan subjek dalam organisasi SCO. Proses interaksi
yang terjadi terus menerus dalam SCO telah meng-internalisasi mereka dan
mengubah pandangan mereka tentang apa yang appropriate menjadi satu identitas
kumpulan negara-negara penjaga keamanan di Asia Tengah bernama SCO.

3.3.2 Perubahan Interest dalam Shanghai Cooperation Organization

Setelah tahun 2001, SCO, dengan Cina sebagai inisiator, meningkatkan


kerjasama dalam bidang ekonomi terutama dalam perdagangan senjata dan energi.

86
Shanghai Cooperation Organization, “The Shanghai Convention on Combating Terrorism,
Separatism and Extremism”, diakses dari http://www.sectsco.org/EN/show.asp?id=68 pada
27 Desember 2012 pukul 12:45 WIB

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Hal ini didasari oleh banyaknya kekayaan alam yang dimiliki oleh negara Asia
Tengah. Tajikiztan, Uzbekistan, Kyrgiztan, serta Kazhakstan merupakan negara yang
merdeka setelah terjadinya konflik politik di Uni Soviet pada tahun 1991. 87

Keempat negara ini juga memiliki kekayaan alam yang sangat masif dan
beragam. Kazhakstan ialah negara penghasil minyak bumi dan gas alam terbesar
diantara keempatnya. Hasil minyak bumi Kazhakstan mengambil 65 % bagian
keseluruhan eksport dan 24 % dari total GDP. Selain itu terdapat Kyrgiztan yang
kaya akan batu – batu mineral termasuk emas. 43% angka eksport Kyrgiztan
merupakan eksport emas. Namun demikian negara ini masih tercatat sebagai negara
termiskin di Asia Tengah akibat tingkat korupsi yang tinggi. 88

Tajikiztan sendiri merupakan salah satu penghasil alumunium terbesar di


dunia. 55% nilai eksport Tajikiztan merupakan alumunium. Di lain pihak, negara di
Asia Tengah dengan penduduk paling banyak, Uzbekistan, kaya akan emas, tembaga,
dan uranium. Untuk 3 komoditi di atas, Uzbekistan termasuk dalam 10 besar
produsen dunia. 89

Ciri khas kekayaan alam yang melimpah ini telah membawa Asia Tengah
dipandang sebagai kawasan kaya energi. Keberadaannya semakin penting di masa
mendatang mengingat pasokan energi dunia yang kian menipis. Interest awal
terbentuknya SCO ini juga sedikit banyak mengalami perubahan. Dari awalnya
bertujuan untuk membangun stabilitas di wilayah tersebut, menjadi tujuan yang lebih
pragmatis yakni mengejar kepentingan nasional akan kebutuhan energi. Seperti yang
diketahui, Cina yang sedang bertumbuh sangat membutuhkan energi sedangkan
negara-negara lainnya termasuk Rusia memiliki kepentingan untuk menjaga
pertumbuhan Cina menjadi hegemoni dengan membangun hubungan saling
ketergantungan di bidang energi.

87
Turner, Opcit, hal.102
88
World Bank, “Energy and Mining data”, diakses dari http://data.worldbank.org/ pada 27
November 2012 pukul 02:20 WIB
89
Ibid

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Berbeda dengan pembentukan norma di Shanghai Five. Pembentukan norma
untuk kerjasama perdagangan di bidang energi dan persenjataan berjalan relatif lebih
cepat. Hal ini dipicu kenyataan bahwa energi menjadi instrumen yang sangat penting
bagi pertumbuhan ekonomi negara anggota SCO. Pada tahun 2006 di Moscow
dibentuklah Joint Club yang untuk menjalankan regulasi perdagangan energi
terutama dalam hal pembangunan pipa, tarif dan harga. 90

Pembahasan ini juga melibatkan negara observer penting dalam SCO yakni
Iran dan India. Seperti yang diketahui, Rusia dan Cina memiliki hubungan
perdagangan yang erat dengan Iran dalam bidang energi. Cina sendiri tercatat
merupakan importir nomor satu Iran dalam bidang minyak dan gas. Nilai kontrak
keduanya mencapai 120 Milliar dolar. 91 Rusia sendiri lewat Gazprom dan Lukoil
memiliki operasi yang cukup substansial di Iran. Cina juga membangun kerjasama
energi dengan Kazhakstan dengan membangun pipa minyak dari Atasu hingga
Alanshankou sepanjang 988 km. kerjasama ini terjadi antara perusahaan minyak
nasional Cina CNPC dan Petrokazhakstan. 92

Perubahan Interest dalam SCO yang tadinya berfokus pada keamanan dan
kemudian menjadi perdagangan energi semakin menguatkan argumen Finnemore dan
Sikkink yang menagatakan bahwa Norma dan rasionalitas tidak dapat dipisahkan.
Cina dan Rusia memainkan strategic Social construction dengan menciptakan norma
bersama, memberi arti di dalamnya, dan membentuk kooperasi untuk
memaksimalisasi kepentingan mereka. Ikut ke dalam norma dalam SCO merupakan
pilihan rasional.

90
Turner, Opcit, hal.67
91
Gills, Opcit, hal.38
92
China View, “CNPC Completes Acquisition of Petrokazakhstan” diakses dari
http://news.xinhuanet.com/english/2005-10/27/content_3690493.htm pada 14 November
2012 pukul 13:42 WIB

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


3.3.3 Pengaruh Budaya, Nilai dan Norma Aktor Politik Dalam Pembentukan
Shanghai Cooperation Organization

Dalam asumsi konstruktivis Wendt, juga disebutkan adanya hubungan antara


logic of appropriatness yang berlaku dalam individu atau organisasi terhadap
struktur. Dalam bagian ini akan dibahas pengaruh aktor individu terhadap pergantian
landasan politik Rusia yang agresif menjadi pragmatis serta perubahan landasan
kebijakan ekonomi Cina yang tertutup menjadi liberal. Perubahan ini dipengaruhi
oleh nilai yang berbeda yang dijalankan aktor dalam suatu negara yang
memungkinkan terbentuknya struktur baru (SCO).

Setelah runtuhnya tembok Berlin pada tahun 1991, Uni Soviet terpecah
menjadi beberapa negara dan mengubah namanya menjadi Federasi Rusia. Sebagai
suksesor Uni Soviet, Rusia mendapatkan hak-hak yang dimiliki oleh Uni Soviet
sebelumnya di dunia internasional salah satunya ialah kedudukannya di organisasi-
organisasi internasional.

Boris Yeltsin pun didaulat sebagai presiden Rusia pada tahun 1991 dalam
pemilihan umum langsung pertama sepanjang sejarah Rusia. Setelah terpilih, Yeltsin
mencanangkan program pembaruan yang berorientasi pasar. Program itu diberi nama
“Shock Therapy”. Program ini akhirnya memprivatisasi sekitar 225.000 perusahaan
negara yang dimiliki oleh Rusia. Kontrol terhadap harga dan nilai tukar pun
kemudian melemah. Selain itu dilakukan liberalisasi perdagangan di semua lini.
Dengan dilakukannya program diatas, kebijakan ekonomi Rusia resmi berganti
menjadi ekonomi berorientasi pasar. Pergantian orientasi ekonomi ini ialah hasil
rekomendasi dari Amerika Serikat dan International Monetary Fund.93

Dalam kebijakan luar negerinya, Rusia lebih ditandai dengan ikutnya Rusia ke
dalam international mainstream. Rusia kemudian ikut dalam organisasi dunia seperti

93
Lynn D.Nelson et al, Radical Reforms in Yeltsin’s Russia: Political, Economic, and Social
Dimensions, (USA: ME Sharpe,1994), hal. 21

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


GATT, the Council of Europe, the Group of Seven, Economic Cooperation and
Development, dan bahkan NATO partnership for peace serta Shanghai Five.

Pada tahun 1999, Presiden Yeltsin mengundurkan diri dan digantikan oleh
Vladimir Putin. Kebijakan Luar Negeri Rusia di tangan Putin mulai terlihat
pragmatismnya dengan usahanya meminimalisasi konflik terbuka dengan Barat.
Namun demikian di satu sisi, Putin tetap berusaha menjadikan Rusia sebagai salah
satu kekuatan besar di dunia yang multipolar termasuk dengan ikut membentuk SCO.
Sampai kepada titik ini, kebijakan politik dalam dan luar negeri Rusia setelah
runtuhnya Uni Soviet lebih didasarkan kepada pragmatisme semata. Bahkan Putin,
secara tegas menyatakan orientasi politik luar negeri Rusia berdasarkan pada
pragmatism, efektifitas ekonomi, dan kepentingan nasional.94

Pragmatisme Rusia dalam kebijakan luar negeri terhadap negara lain juga
terlihat dari kerjasama melawan terorisme dengan AS dan kemitraan dengan negara
lainnya. Hal ini dilakukan dengan membentuk kerjasama BRIC yang lebih didorong
oleh motif ekonomi. Selain BRIC, Rusia juga masuk ke dalam Shanghai Cooperation
Organization yang menekankan kerjasama dalam bidang energi dengan Cina dan
negara Asia Tengah. 95

Di Cina sendiri, perubahan besar berawal dari naiknya Deng Xiaoping


menggantikan Mao Zhedong. Ia lalu mengganti kebijakan ekonomi lebih ke arah
pasar. Perubahan ini, sesuai dengan apa yang diargumentasikan oleh Wendt adalah
hasil dari konstruksi sosial pemimpin negara tersebut. Mao yang adalah seorang
Marxist tentu akan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kebijakannya. Hal ini
tercermin lewat perspektif ekonomi politik konstruktivisme yang diadopsinya lewat
Great-Leap programe dan Cultural revolution - nya. Berbeda dengan Deng Xiaoping
yang lebih terbuka pada pemikiran-pemikiran barat dan akhirnya mengubah
kebijakan ekonominya menjadi lebih terbuka.

94
Vladimir Putin, Annual Address to the federal Assembly of the Russian Federation,
Kremlin, 8 Juli 2000
95
Michael Sturmer, Putin and The rise of Russia, (London: Riverhead,2012), hal.57

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Perubahan ini tidak lepas dari perbedaan pengalaman dan nilai yang ada
dalam diri mereka yang akhirnya menjelaskan mengapa keduanya memilih orientasi
yang berbeda. Mereka berdua bertindak sesuai dengan ide yang mengonstruksi
mereka yang kemudian membentuk kepentingan dan aksi mereka dan tercermin jelas
melalui kebijakan ekonomi mereka.

Deng Xiaoping misalnya, memiliki pemahaman barat karena dirinya, pada


tahun 1919, dengan 80 pelajar yang lain bertolak ke Perancis dan berpartisipasi dalam
program Mouvement Travail-Etudes. Dalam program ini, Deng diyakini belajar
tentang ekonomi kapitalis dan berasumsi bahwa sistem ini dapat diterapkan untuk
kemajuan Cina. Kata-kata Deng Xiaoping sedikit banyak menggambarkan
pemikirannya : ‘I do not care if it is a white cat or a black cat. It is a good cat as long
as it catches mice’. Hal ini meinterpretasikan bahwa dirinya mengutamakan
produktifitas daripada suatu idealism buta seperti komunis fanatik atau kapitalis
fanatik.96

Berbeda dengan Deng Xiaoping, Mao Zedong tidak pernah mengenyam


pendidikan barat. Ia belajar tentang Marxist di Peking University. Setelah perang
Dunia II berakhir, tentara pembebasan Rakyat yang dipimpin Mao bertikai dengan
Chiang-Kai Sek yang kebetulan didukung oleh Amerika Serikat. Dukungan tersebut
pada waktu itu adalah bagian dari containment polici AS untuk membendung
pengaruh paham komunis di seluruh belahan dunia. Hal ini tentu menambah
sensitifitas Mao terhadap barat. 97

Di sisi lain, perubahan pemikiran ini dikonstruksikan dengan sangat baik


kepada rakyatnya oleh Deng Xiaoping secara tepat. Dan masyarakat Cina sendiri
akhirnya terkonstruksi dan membentuk struktur sesuai dengan nilai yang disebarkan
kepada mereka. Hal ini terbukti dengan semakin berkembangnya bisnis privat yang
mendukung perekenomian Cina.

96
Davis Shambaugh. Deng Xiaoping: portrait of a chinese stateman, (UK : Oxford, 1995),
hal.102
97
Philip Short, Mao: A life, (USA: Owl Books, 2001), hal. 32

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Disini berlaku intersubjektivitas atau pengertian bersama antar individu.
Nilai-nilai tentang kebijakan ekonomi dari Deng Xiaoping serta pragmatisme di
Rusia disebarkan lewat institusi dan struktur sosial lainnya (Partai Komunis Cina &
Partai Rusia Bersatu). Nilai ini kemudian diterima oleh masyarakat karena dianggap
rasional dan menguntungkan. Hal ini akhirnya menginternaslisasi subjektivitas
dianatara mereka. Ketika semua masyarakat memilki subjektivitas yang sama, maka
akan berpengaruh terhadap tindakan mereka. 98

Perubahan landasan politik Rusia yang pragmatis akibat pergantian pemimpin


dan perubahan landasan ekonomi Cina juga akibat pergantian pemimpin inilah yang
akhirnya ‘menyetir’ kebijakan luar negeri mereka ke arah yang berbeda. Fakta ini
juga ikut membuktikan bahwa identitas suatu negara akan mempengaruhi
kepentingan dan kebijakan luar negerinya baik secara internal maupun eksternal.

98
Shambaugh, Opcit, hal.103

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


BAB 4
KESIMPULAN

Shanghai Cooperation Organization merupakan sebuah organisasi keamanan


yang sangat strategis di kawasan Asia Tengah. Anggota dari SCO ini, yang terdiri
dari 4 negara Asia Tengah dan 2 negara Great Power yakni Rusia dan Cina memiliki
kepentingan masing-masing untuk masuk ke dalam kerangka kerjasama SCO.
Meskipun awalnya merupakan organisasi keamanan, kerjasama SCO kini
berkembang di sektor ekonomi dan budaya. SCO merupakan organisasi yang terus
berkembang demi mencapai tujuan utamanya yakni menjaga stabilitas kawasan Asia
Tengah.

Dalam pembahasannya sangat jelas bahwa SCO merupakan organisasi yang


berfokus pada sektor keamanan dan memiliki intensi yang tidak jelas. Hal ini
dibuktikan lewat sifat ofensif-defensif yang dikemukakan oleh Kydd. Dari sudut
pandang realis, keberadaan SCO dapat dijelaskan dengan konsep realisme defensif.
Kebijakan-kebijakan SCO cenderung tidak pro-aktif baik dalam melawan pengaruh
AS di Timur Tengah ataupun antara negara-negara dalam SCO itu sendiri. Poin yang
mendasari ini ialah kondisi security dilemma yang dialami oleh negara-negara SCO
karena Cina dan Rusia yang lebih bersifat defensif memiliki posisi yang lebih
menguntungkan.

Selain itu, kebijakan SCO dianggap sebagai balancing terhadap AS di


kawasan Asia dan di dalam SCO terdapat negara pecahan Uni Soviet yang melakukan
buckpassing (bekerjasama dengan semua pihak). Fakta-fakta di atas sangat sesuai
dengan asumsi realisme defensif sehingga fenomena SCO dapat dijelaskan oleh
Realisme defensif.

Dari sudut pandang Liberalisme, SCO hanya memenuhi sebagian dari tiga
kondisi perdamaian yang dikemukakan oleh Kant. Tingkat demokrasi negara-negara
SCO masih sangat rendah. Kesesuaian terlihat dari fakta bahwa SCO dibentuk
berdasarkan pertimbangan biaya untuk mencapai absolute gain. Selain itu, SCO juga

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


menjaga hubungan baik antara negaranya dengan melakukan pertemuan-pertemuan
sebagai rangka trust building,

Namun demikian, SCO nampaknya lebih memenuhi motivasi self-interest


yang dikemukakan oleh Krasner dan Grieco secara esensi. Pada akhirnya, negara-
negara tetap memperhatikan relative gain yang didapat di dalam suatu organisasi
untuk meningkatkan kekuatan negara.

Dari sudut pandang konstruktivisme sosial, pembentukan SCO dipandang


sebagai hasil dari pemahaman intersubjektif negara anggotanya bahwa wilayah Asia
Tengah bukanlah wilayah yang aman sehingga diperlukan sebuah organisasi
keamanan di dalamnya. Kemudian dibentuklah perjanjian-perjanjian yang merupakan
hasil konstruksi dan transformasi negara – negara SCO. Rusia dan Cina menjadi
Norm Enterpreneur yang menciptakan Norm Emergence dan Tipping Point. Norma
yang terbentuk itu kemudian mengalami evolusi yang disebut Norm Cascade dan
menciptakan keadaan taken from granted yang disebut sebagai proses
institutionalism.

Selain itu, konstruktivisme juga menjelaskan mengapa Rusia dan Cina masuk
ke dalam SCO dari level analisis yang berbeda, yakni dari level individu. Perubahan
pemimpin dalam tubuh Rusia dan Cina akhirnya mengubah landasan politik dan
ekonomi negara tersebut dan mengubah identitasnya. Identitas baru inilah yang
memungkinkan negara tersebut ingin masuk ke dalam kerangka kerjasama SCO.
Artinya, individu mempengaruhi kebijakan luar negeri.

Melalui 3 perspektif ini, dapat dilihat perbedaan ketiganya dalam memandang


satu fenomena yang sama, dalam hal ini, SCO. Realisme defensif lebih menekankan
pada bagaimana negara itu bertindak untuk mencapai tujuan utamanya yakni power.
Liberalisme institusional menekankan pada bagaimana institusi ini bekerja untuk
menciptakan perdamaian di antara negara anggotanya. Sedangkan konstruktivisme
menekankan pada proses terbentuknya identitas dan bagaimana identitas itu
mengubah interest yang ada.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Selengkapnya, bagaimana ketiga pendekatan di atas memandang Shanghai
Cooperation Organization dapat dirangkum dalam tabel berikut :

Tabel 4.1 Perbedaan 3 Pendekatan Hubungan Internasional Dalam


Memandang Shanghai Cooperation Organization

Realisme Defensif Neoliberalisme Norm Dynamic


Institusional
Variabel Utama Power Interest Identity
Tindakan Utama Mencari Relative Mencari Absolute Konformitas,
Gain Gain Penyesuaian
Tujuan Utama Security & Power Peace Pembentukan
Komunitas dan
Identitas
Faktor Hegemoni, Security Common Threat, Legitimasi,
Pendukung Dilemma Mutual Interest Komitmen,
Konformitas

Sebagai saran, melihat pentingnya organisasi ini serta terus berkembangnya


konstelasi politik di dunia internasional, akan sangat menguntungkan apabila
Indonesia juga membuka peluang kerjasama dengan SCO. Dengan masuknya
Indonesia dalam forum kerjasama strategis tersebut, Indonesia dapat ikut membuka
peluang kerjasama di bidang ekonomi dan energi. Meskipun Indonesia bukan negara
pengekspor minyak bumi lagi, namun keuntungan komparatif dari kekayaan alam
lainnya serta posisi kuat Indonesia di ASEAN dapat menguntungkan bagi negara
SCO. Di sisi lainnya, Indonesia dapat mencuri keuntungan lewat kerjasama energi
mengingat Asia Tengah merupakan lahan energi menjanjikan di masa mendatang.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Daftar Referensi

Aris, S. (2009). The Shanghai Cooperation Organization: “Tackling the Three Evils". Europe
Asia Studies, 61(3), 460.

BBC News. (2012, Desember 22). Scores Killed in China Protest. Retrieved from
http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/8135203.stm

Boland, J. (2010). Learning From The Shanghai Cooperation Organization's 'Peace Mission-
2010' Exercise. USA: The Brookings Institution.

Brawley, M. R. (2004). The Political Economy of Balance of Power Theory. Balance of Power:
Theory and Practice in the 21st Century, 76-98.

BRIDGES. (2012, November 14). China Intensifies Regional Trade Talks. Retrieved from
www.ictsd.org/weekly/03-10-01/story3.html

Brummer, M. (2007). The Shanghai Cooperation Organization and Iran: A Power-full Union.
Journal of International Affairs, 60(2), 66.

Business Insider. (2012, Desember 22). The 15 Maps That Explain The Entire World.
Retrieved from http://www.businessinsider.com/the-15-maps-that-explain-the-
world-in-2012-2012-6?op=1

China View. (2012, November 14). CNPC Completes Acquisition of Petrokazakhstan.


Retrieved from http://news.xinhuanet.com/english/2005-
10/27/content_3690493.htm

China View. (2012, November 14). CNPC Completes Acquisition of Petrokazakhstan .


Retrieved from http://news.xinhuanet.com/english/2005-
10/27/content_3690493.htm

Chivers, C., & Wilensky-Lanford, E. (2012, Desember 22). Uzbeks Say Troops Shot Recklessly
at Civilans. Retrieved from
http://www.nytimes.com/2005/05/17/international/asia/17uzbek.html?_r=0

D.Nelson, L. (1994). Radical Reforms in Yeltsin’s Russia: Political, Economic, and Social
Dimensions. USA: ME Sharpe.

Donelly, J. (2000). Realism and International Relations. UK: Cambridge University Press.

Economist Intelligence Unit. (2011). Democracy Under Stress. London: EIU.

EU Bilateral Trade Report. (2011). Kazhakstan. Brussels: EU.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Feng, L., & Ruizhuang, Z. (2005). The Typologies of Realism. Chinese Journal of International
Politics, 1(1), 119.

Finnemore, M., & Sikkink, K. (1998). International Norm Dynamic and Political Change.
International Organization Journal, 52(4), 887-917.

Frederick W Stakelbeck, J. (2005). The Shanghai Cooperation Organization. Front Page , 7.

Gill, B. (2010). The Rising Star: China’s New Security Diplomacy. Washington: Brookings.

Global Fire Power. (2012, Desember 22). Countries Comparison. Retrieved from
http://www.globalfirepower.com/countries-comparison-detail.asp

Grieco, J. M. (2003). Anarchy and The Limits of Cooperation : “A Realist Critique of the
Newest Liberalism Institutionalism”. International Organization, 42(3), 485-507.

Grieco, J. M., & Ikenberry, G. J. (2003). State Power and world Markets. New York: W.W
Norton & Company.

Hussain, G. J. (2007). Trilateral triangle. Retrieved November 21, 2012, from


http://www.tehrantimes.com/guljammas-writings/98101-trilaterals-triangulating-
in-pakistan

Jackson, P. (2007). Profile: Putin’s Foreign Minister Lavrov. Retrieved November 21, 2012,
from http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/6242774.stm

Jervis, R. (1978). Cooperation Under the Security Dilemma. World Politics Journal, 30(2),
167-214.

Kant, I. (1970). Perpetual Peace: A Philosophical Sketch. In Kant’s political Writings (pp. 6-
20). UK: Cambridge University Press.

Keohane, R. O. (1984). After Hegemony: Cooperation and Discord. In the World Political
Economy (pp. 35-52). New Jersey: Princeton University Press.

Keohane, R. O. (1988). International Institutions: Two Approaches. International Studies


Quarterly, 32(4), 379-396.

Komaiko, R. (2006). The Great Game. Illinois: University of Illinois.

Krasner, S. (1981). International Regimes. Ithaca: Cornell University Press.

Krasner, S. D. (1982). Structural Causes and Regime Consequences: Regimes as Intervening


Variables. International Organization, 36(2), 186.

Kydd, A. (1997). Sheep in Sheep’s Clothing: Why Security Seekers Do Not Fight Each Other.
Security Studies Journal, 7(2), 114-155.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Lukin, A. (2007). The Shanghai Cooperation Organization:What next? Russia in Global
Affairs, 5(3), 142.

Marquardt, E. (2006). The Significance of Sino-Russian Military Exercises. Power and Interest
News Report, pp. 3-27.

Matveeva, A., & Giustozzi, A. (2008). The SCO: A Regional Organization in The Making.
Moscow: CSRC.

Moore, P. G. (24 Maret 2006). China Gets its Pound of Russian Flesh. Asia Times , 24.

Nichol, J. (2005). Uzbekistan’s Closure of the Airbase at Karshi-Khanabad: Context and


Implication. Congressional Research Service, p. 35.

Nicola, S. (2012, Desember 23). Expert: Kyrgisztan could face civil war. Retrieved from
http://www.upi.com/Top_News/Special/2010/04/09/Expert-Kyrgysztan-could-face-
civil-war/UPI-78531270835021/

Putin, V. (8 Juli 2000). Annual Address to the federal Assembly of the Russian Federation.

Qingquo, J. (2012, Desember 22). The success of Shanghai Five. Retrieved from
http://www.comw.org/cmp/fulltext/0110jia.htm

Rotar, I. (1998). Group of Five Without Yeltsin: Statement on Development of Mutual Trust
To Be Signed in Almaty Today. Moscow Nezavisimaya Gazeta, 10.

Shambaugh, D. (1995). Deng Xiaoping: portrait of a chinese stateman. UK: Oxford.

Shanghai Cooperation Organization. (2012, Desember 22). Declaration on the Establishment


of the Shanghai Cooperation Organization. Retrieved from
http://www.ecrats.com/en/normative_documents/2006

Shanghai Cooperation Organization. (2012, Desember 23). SCO in brief. Retrieved from
http://www.sectsco.org/fk-03.html

Shanghai Cooperation Organization. (2012, November 13). Shanghai Cooperation


Organization Charter Article 3. Retrieved from
http://www.sectsco.org/news_detail.asp?id=96&LanguageID=2

Shanghai Cooperation Organization. (2012, Desember 27). The Shanghai Convention on


Combating Terrorism, Separatism and Extremism. Retrieved from dari
http://www.sectsco.org/EN/show.asp?id=68

Shiping, T. (2009). The Security Dilemma: A Conceptual Analysis. Security Studies, 18(3), 594.

Short, P. (2001). Mao: A life. USA: Owl Book.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Stockholm International Peace Research Institute. (2012, Desember 23). Military
Expenditure Database. Retrieved from http://www.sipri.org/databases

Strategic Culture Foundation. (2012, November 17). The SCO 2012-on the way to New World
Order. Retrieved from http://www.strategic-culture.org/news/2012/06/08/sco-
2012-shanghai-summit-way-new-world-order.html

Sturmer, M. (2012). Putin and The rise of Russia. London: Riverhead.

Turner, J. E. (2005). Shanghai Cooperation Organization: Paper Tiger or regional


Powerhouse? California: Navel Postgraduate School.

UNDP. (2012, Desember 26). Central Asia Poverty Rate. Retrieved from
http://hdr.undp.org/en/data/build/

UNDP. (2012, Desember 22 ). Human development Indices. Retrieved from


http://hdr.undp.org/en/data/explorer/

Wendt, A. (1992). Anarchy is what state make of it: the social construction of power politics.
International organization journal, 46(2), 391-425.

World Bank. (2012, Desember 27). Energy and Mining data. Retrieved from
http://data.worldbank.org/

World Bank. (2012, Desember 22). World Development Indicator. Retrieved from
http://siteresources.worldbank.org/DATASTATISTICS/Resources/GNIPC.pdf

Worldbank. (2011). GDP of Kazhakstan. Retrieved November 14, 2012, from


http://data.worldbank.org/country/kazakhstan

Xin hua. (7 April 2005). Kyrgyzstan Supports SCO's Goal of Regional Peace, Prosperity . 12.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Declaration on the Establishment of the Shanghai Cooperation

Organization

The heads of state of the Republic of Kazakhstan, the People’s Republic of China, the
Kyrgyz Republic, the Russian Federation, the Republic of Tajikistan and the
Republic of Uzbekistan,

Highly appraise the positive role played by the “Shanghai Five”, in the five years
since its founding, in promoting and deepening mutual trust, relations of friendship
and good-neighborliness among the member states, consolidating regional security
and stability and facilitating common development;

Unanimously recognize that the founding and development of the “Shanghai Five”
have conformed to the post cold-war historic trend that mankind aspires to peace and
development, shown the great potentiality of peaceful and friendly coexistence, unity
and cooperation realized through mutual respect and confidence by countries with
different civilization backgrounds and traditional cultures;

Point out, in particular, that the two agreements signed by the five heads of state of
the Republic of Kazakhstan, the People’s Republic of China, the Kyrgyz Republic,
the Russian Federation and the Republic of Tajikistan respectively in Shanghai in
1996 and in Moscow in 1997, on confidence-building in the military sphere in border
areas and on mutual reduction of military forces in the border areas, and the summary
documents signed during their meetings in Alma-Ata (1998), Bishkek (1999),
Dushanbe (2000), have made important contributions to preserving regional and
world peace, security and stability, greatly enriched contemporary diplomatic and
regional cooperation practices and exerted extensive and positive influence in the
international society;

Firmly believe that against a background of the rapid development of the process of
political multipolarization and information globalization in the 21st century, it is
conducive to the member states more effectively jointly making use of the
opportunities and replying to the new challenges and threats;

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


And hereby solemnly declare:

1. The Republic of Kazakhstan, the People’s Republic of China, the Kyrgyz


Republic, the Russian Federation, the Republic of Tajikistan and the Republic of
Uzbekistan have founded the Shanghai Cooperation Organization (SCO).

2. The purposes of the SCO are: strengthening mutual trust and good-neighborly
friendship among the member states; encouraging effective cooperation among the
member states in political, economic and trade, scientific and technological, cultural,
educational, energy, communications, environment and other fields; devoting
themselves jointly to preserving and safeguarding regional peace, security and
stability; and establishing a democratic, fair and rational new international political
and economic order.

3. The SCO shall hold a formal meeting of heads of state of the member states a
year, hold meetings of heads of government regularly; the meetings shall be held in
rotation among the member states. With a view to expanding and strengthening
cooperation in all fields, in additionto the established meeting mechanisms for the
leaders of the relevant departments, new meeting mechanisms may be set up in
accordance with circumstances, and permanent and temporary experts’ groups may
be formed to study work plans and proposals for further developing cooperation.

4. The “Shanghai Spirit” formed during the “Shanghai Five” process, with “mutual
trust, mutual benefit, equality, consultation, respect for multicivilizations, striving for
common development” as its basic contents, has been precious treasure accumulated
in the cooperation among the countries of the region in recent years. This spirit
should be carried forward so that it will become the norm governing relations among
the SCO member states in the new century.

5. The SCO member states shall abide by strictly the purposes and principles of the
Charter of the United Nations, mutually respect independence, sovereignty and
territorial integrity, not interfere in each other’s internal affairs, not use or threaten to
use force against each other, adhere to equality and mutual benefit, resolve all

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


problems through mutual consultations and not seek unilateral military superiority in
contiguous regions.

6. The SCO has been evolved on the basis of the two agreements signed respectively
in 1996 in Shanghai and in 1997 in Moscow on confidence-building in the military
sphere in the border areas and on mutual reduction of military forces in border areas.
Its cooperation has been expanded to political, economic and trade, cultural, scientific
and technological, and other areas. The principles embodied in the above-mentioned
agreements have determined the basis of the mutual relations among the SCO
member states.

7. The SCO adheres to the principle of non-alignment, does not target any other
country or region, and is open to the outside. It is ready to develop various forms of
dialogue, exchanges and cooperation with other countries, international and regional
organizations. On the basis of consensus, it shall admit as its new members those
countries which recognize the cooperation purposes and tasks within the framework
of the organization, the principles expounded in Article 6 of the this declaration and
other articles, and whose joining will facilitate the realization of cooperation.

8. The SCO sets special store by and makes all necessary efforts to ensure regional
security. The member states will cooperate closely to implement the Shanghai
Convention on Combating Terrorism, Separatism and Extremism, including setting
up an Anti-terrorist Center of the SCO in Bishkek. Moreover, relevant multilateral
cooperation documents will be formulated to restrain illegal weapons and narcotics
smuggling, illegal immigration and other criminal activities.

9. The SCO will make use of the huge potential and extensive opportunities in the
mutually beneficial cooperation in economic and trade fields among its member
states, strive to enhance further development of both bilateral and multilateral
cooperation among the member states and plurality of this cooperation. For this
purpose, a negotiating process on trade and investment facilitation will be initiated
within the framework of the SCO to formulate an outline of long-term, multilateral
economic and trade cooperation and relevant documents will be signed.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


10. The SCO member states will strengthen their consultations and coordination of
activities in regional and international affairs, support and cooperate with each other
closely on major international and regional issues, and jointly promote and
consolidate peace and stability of the region and the world. In the current
international situation, it is of particular significance to preserve global strategic
balance and stability.

11. To coordinate the cooperation of the departments in charge of the SCO member
states and organize their mutual collaboration, a State Coordinators’ Council of the
SCO member states is hereby set up and foreign ministers of the SCO member states
will approve the council’s temporary rules to regulate its activities.

The heads of state instruct the State Coordinators’ Council, on the basis of this
declaration and the documents signed by the heads of state of the “Shanghai Five”, to
start drafting the Charter of the Shanghai Cooperation Organization which, among
other things, shall clearly enunciate the purposes, goals and tasks of future
cooperation of the SCO, the principle and procedures for the admission of new
members, legal effect of the decisions made and the way to conduct mutual
coordination with other international organizations. The document will be signed at
the 2002 meeting of heads of state.

Summarizing the past and looking forward into the future, the heads of state firmly
believe that the founding of the SCO marks the entry into a brand new development
phase for the cooperation of the member states. This is in conformity with the trend
of the times, the realities of this region and the fundamental interests of the peoples of
the member states.

President of the Republic of Kazakhstan N. Nazarbayev (signed)

President of the People’s Republic of China Jiang Zemin (signed)

President of the Kyrgyz Republic A. Akayev (signed)

President of the Russian Federation V. Putin (signed)

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


President of the Republic of Tajikistan I. Rakhmonov (signed)

President of the Republic of Uzbekistan I. Karimov (signed)

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Charter of the Shanghai Cooperation Organization

The People's Republic of China, the Republic of Kazakhstan, the Kyrgyz Republic,
the Russian Federation, the Republic of Tajikistan and the Republic of Uzbekistan
being the founding states of the Shanghai Cooperation Organization (hereinafter SCO
or the Organization),

Based on historically established ties between their peoples;

Striving for further enhancement of comprehensive cooperation;

Desiring to jointly contribute to the strengthening of peace and ensuring of security


and stability in the region in the environment of developing political multipolarity
and economic and information globalization;

Being convinced that the establishment of SCO will facilitate more efficient
common use of opening possibilities and counteracting new challenges and threats;

Considering that interaction within SCO will promote the realization of a huge
potential of good neighborliness, unity and cooperation between States and their
peoples;

Proceeding from the spirit of mutual trust, mutual advantage, equality, mutual
consultations, respect for cultural variety and aspiration for joint development that
was clearly established at the meeting of heads of six States in 2001 in Shanghai;

Noting that the compliance with the principles set out in the Agreement between the
People's Republic of China, the Republic of Kazakhstan, the Kyrgyz Republic, the
Russian Federation and the Republic of Tajikistan on Strengthening Confidence in
the Military Field in the Border Area of 26 April, 1996, and in the Agreement
between the People's Republic of China, the Republic of Kazakhstan, the Kyrgyz
Republic, the Russian Federation and the Republic of Tajikistan on Mutual
Reductions of Armed Forces in the Border Area of 24 April , 1997, as well as in the
documents signed at summits of heads of the People's Republic of China, the
Republic of Kazakhstan, the Kyrgyz Republic, the Russian Federation, the Republic
of Tajikistan and the Republic of Uzbekistan in the period from 1998 to 2001, has
made an important contribution to the maintenance of peace, security and stability in
the region and in the world;

Reaffirming our adherence to the goals and principles of the Charter of the United
Nations, other commonly acknowledged principles and rules of international law

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


related to the maintenance of international peace, security and the development of
good neighborly and friendly relations, as well as the cooperation between States;

Guided by the provisions of the Declaration on the Creation of the Shanghai


Cooperation Organization of 15 June, 2001,

Have agreed as follows:

Article 1

Goals and Tasks

The main goals and tasks of SCO are:

to strengthen mutual trust, friendship and good neighborliness between the member
States;

to consolidate multidisciplinary cooperation in the maintenance and strengthening of


peace, security and stability in the region and promotion of a new democratic, fair
and rational political and economic international order;

to jointly counteract terrorism, separatism and extremism in all their manifestations,


to fight against illicit narcotics and arms trafficking and other types of criminal
activity of a transnational character, and also illegal migration;

to encourage the efficient regional cooperation in such spheres as politics, trade and
economy, defense, law enforcement, environment protection, culture, science and
technology, education, energy, transport, credit and finance, and also other spheres of
common interest;

to facilitate comprehensive and balanced economic growth, social and cultural


development in the region through joint action on the basis of equal partnership for
the purpose of a steady increase of living standards and improvement of living
conditions of the peoples of the member States;

to coordinate approaches to integration into the global economy;

to promote human rights and fundamental freedoms in accordance with the


international obligations of the member States and their national legislation;

to maintain and develop relations with other States and international organizations;

to cooperate in the prevention of international conflicts and in their peaceful


settlement;

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


to jointly search for solutions to the problems that would arise in the 21st century.

Article 2

Principles

The member States of SCO shall adhere to the following principles:

mutual respect of sovereignty, independence, territorial integrity of States and


inviolability of State borders, non-aggression, non-interference in internal affairs,
non-use of force or threat of its use in international relations, seeking no unilateral
military superiority in adjacent areas;

equality of all member States, search of common positions on the basis of mutual
understanding and respect for opinions of each of them;

gradual implementation of joint activities in the spheres of mutual interest;

peaceful settlement of disputes between the member States;

SCO being not directed against other States and international organizations;

prevention of any illegitimate acts directed against the SCO interests;

implementation of obligations arising out of the present Charter and other


documents adopted within the framework of SCO, in good faith.

Article 3

Areas of Cooperation

The main areas of cooperation within SCO shall be the following:

maintenance of peace and enhancing security and confidence in the region;

search of common positions on foreign policy issues of mutual interest, including


issues arising within international organizations and international fora;

development and implementation of measures aimed at jointly counteracting


terrorism, separatism and extremism, illicit narcotics and arms trafficking and other
types of criminal activity of a transnational character, and also illegal migration;

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


coordination of efforts in the field of disarmament and arms control;

support for, and promotion of regional economic cooperation in various forms,


fostering favorable environment for trade and investments with a view to gradually
achieving free flow of goods, capitals, services and technologies;

effective use of available transportation and communication infrastructure,


improvement of transit capabilities of member States and development of energy
systems;

sound environmental management, including water resources management in the


region, and implementation of particular joint environmental programs and projects;

mutual assistance in preventing natural and man-made disasters and elimination of


their implications;

exchange of legal information in the interests of development of cooperation within


SCO;

development of interaction in such spheres as science and technology, education,


health care, culture, sports and tourism.

The SCO member States may expand the spheres of cooperation by mutual
agreement.

Article 4

Bodies

1. For the implementation of goals and objectives of the present Charter the
following bodies shall operate within the Organization:

The Council of Heads of State;

The Council of Heads of Government (Prime Ministers);

The Council of Ministers of Foreign Affairs;

Meetings of Heads of Ministries and/or Agencies;

The Council of National Coordinators;

The Regional Counter-terrorist Structure;

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Secretariat.

2. The functions and working procedures for the SCO bodies, other than the
Regional Counter-terrorist Structure, shall be governed by appropriate provisions
adopted by the Council of Heads of State.

3. The Council of Heads of State may decide to establish other SCO bodies. New
bodies shall be established by the adoption of additional protocols to the present
Charter which enter into force in the procedure, set forth in Article 21 of this Charter.

Article 5

The Council of Heads of State

The Council of Heads of State shall be the supreme SCO body. It shall determine
priorities and define major areas of activities of the Organization, decide upon the
fundamental issues of its internal arrangement and functioning and its interaction
with other States and international organizations, as well as consider the most topical
international issues.

The Council shall hold its regular meetings once a year. A meeting of the Council of
Heads of State shall be chaired by the head of State organizing this regular meeting.
The venue of a regular meeting of the Council shall generally be determined in the
Russian alphabetic order of names of the SCO member States.

Article 6

The Council of Heads of Government (Prime Ministers)

The Council of Heads of Government (Prime Ministers) shall approve the budget of
the Organization, consider and decide upon major issues related to particular,
especially economic, spheres of interaction within the Organization.

The Council shall hold its regular meetings once a year. A meeting of the Council
shall be chaired by the head of Government (Prime Minister) of the State on whose
territory the meeting takes place.

The venue of a regular meeting of the Council shall be determined by prior


agreement among heads of Government (Prime Ministers) of the member States.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Article 7

The Council of Ministers of Foreign Affairs

The Council of Ministers of Foreign Affairs shall consider issues related to day-to-
day activities of the Organization, preparation of meetings of the Council of Heads of
State and holding of consultations on international problems within the Organization.
The Council may, as appropriate, make statements on behalf of SCO.

The Council shall generally meet one month prior to a meeting of the Council of
Heads of State. Extraordinary meetings of the Council of Ministers of Foreign Affairs
shall be convened on the initiative of at least two member States and upon consent of
ministers of foreign affairs of all other member States. The venue of a regular or
extraordinary meeting of the Council shall be determined by mutual agreement.

The Council shall be chaired by the minister of foreign affairs of the member State
on whose territory the regular meeting of the Council of Heads of State takes place,
during the period starting from the date of the last ordinary meeting of the Council of
Heads of State to the date of the next ordinary meeting of the Council of Heads of
State.

The Chairman of the Council of Ministers of Foreign Affairs shall represent the
Organization in its external contacts, in accordance with the Rules of Procedure of the
Council.

Article 8

Meetings of Heads of Ministries and/or Agencies

According to decisions of the Council of Heads of State and the Council of Heads of
Government (Prime Ministers) heads of branch ministries and/or agencies of the
member States shall hold, on a regular basis, meetings for consideration of particular
issues of interaction in respective fields within SCO.

A meeting shall be chaired by the head of a respective ministry and/or agency of the
State organizing the meeting. The venue and date of a meeting shall be agreed upon
in advance.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


For the preparation and holding meetings the member States may, upon prior
agreement, establish permanent or ad hoc working groups of experts which carry out
their activities in accordance with the regulations adopted by the meetings of heads of
ministries and/or agencies. These groups shall consist of representatives of ministries
and/or agencies of the member States.

Article 9

The Council of National Coordinators

The Council of National Coordinators shall be a SCO body that coordinates and
directs day-to-day activities of the Organization. It shall make the necessary
preparation for the meetings of the Council of Heads of State, the Council of Heads
of Government (Prime Ministers) and the Council of Ministers of Foreign Affairs.
National coordinators shall be appointed by each member State in accordance with its
internal rules and procedures.

The Council shall hold its meetings at least three times a year. A meeting of the
Council shall be chaired by the national coordinator of the member State on whose
territory the regular meeting of the Council of Heads of State takes place, from the
date of the last ordinary meeting of the Council of Heads of State to the date of the
next ordinary meeting of the Council of Heads of State.

The Chairman of the Council of National Coordinators may on the instruction of the
Chairman of the Council of Ministers of Foreign Affairs represent the Organization in
its external contacts, in accordance with the Rules of Procedure of the Council of
National Coordinators.

Article 10

Regional Counter-Terrorist Structure

The Regional Counter-terrorist Structure established by the member States of the


Shanghai Convention to combat terrorism, separatism and extremism of 15 June,
2001, located in Bishkek, the Kyrgyz Republic, shall be a standing SCO body.

Its main objectives and functions, principles of its constitution and financing, as well
as its rules of procedure shall be governed by a separate international treaty
concluded by the member States, and other necessary instruments adopted by them.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Article 11

Secretariat

Secretariat shall be a standing SCO administrative body. It shall provide


organizational and technical support to the activities carried out in the framework of
SCO and prepare proposals on the annual budget of the Organization.

The Secretariat shall be headed by the Executive Secretary to be appointed by the


Council of Heads of State on nomination by the Council of Ministers of Foreign
Affairs.

The Executive Secretary shall be appointed from among the nationals of member
States on a rotational basis in the Russian alphabetic order of the member States'
names for a period of three years without a right to be reappointed for another period.

The Executive Secretary deputies shall be appointed by the Council of Ministers of


Foreign Affairs on nomination by the Council of National Coordinators. They cannot
be representatives of the State from which the Executive Secretary has been
appointed.

The Secretariat officials shall be recruited from among nationals of the member
States on a quota basis.

The Executive Secretary, his deputies and other Secretariat officials in fulfilling
their official duties should not request or receive instructions from any member State
and/or government, organization or physical persons. They should refrain from any
actions that might affect their status as international officials reporting to SCO only.

The member States shall undertake to respect the international character of the
duties of the Executive Secretary, his deputies and Secretariat staff and not to exert
any influence upon them as they perform their official functions.

The SCO Secretariat shall be located at Beijing (the People's Republic of China).

Article 12

Financing

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


SCO shall have its own budget drawn up and executed in accordance with a special
agreement between member States. This agreement shall also determine the amount
of contributions paid annually by member States to the budget of the Organization on
the basis of a cost-sharing principle.

Budgetary resources shall be used to finance standing SCO bodies in accordance


with the above agreement. The member States shall cover themselves the expenses
related to the participation of their representatives and experts in the activities of the
Organization.

Article 13

Membership

The SCO membership shall be open for other States in the region that undertake to
respect the objectives and principles of this Charter and to comply with the provisions
of other international treaties and instruments adopted in the framework of SCO.

The admission of new members to SCO shall be decided upon by the Council of
Heads of State on the basis of a representation made by the Council of Ministers of
Foreign Affairs in response to an official request from the State concerned addressed
to the acting Chairman of the Council of Ministers of Foreign Affairs.

SCO membership of a member State violating the provisions of this Charter and/or
systematically failing to meet its obligations under international treaties and
instruments, concluded in the framework of SCO, may be suspended by a decision of
the Council of Heads of State adopted on the basis of a representation made by the
Council of Ministers of Foreign Affairs. If this State goes on violating its obligations,
the Council of Heads of State may take a decision to expel it from SCO as of the date
fixed by the Council itself.

Any member State shall be entitled to withdraw from SCO by transmitting to the
Depositary an official notification of its withdrawal from this Charter no later than
twelve months before the date of withdrawal. The obligations arising from
participation in this Charter and other instruments adopted within the framework of
SCO shall be binding for the corresponding States until they are completely fulfilled.

Article 14

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Relationship with Other States and International Organizations

SCO may interact and maintain dialogue, in particular in certain areas of


cooperation, with other States and international organizations.

SCO may grant to the State or international organization concerned the status of a
dialogue partner or observer. The rules and procedures for granting such a status shall
be established by a special agreement of member States.

This Charter shall not affect the rights and obligations of the member States under
other international treaties in which they participate.

Article 15

Legal Capacity

As a subject of international law, SCO shall have international legal capacity. It shall
have such a legal capacity in the territory of each member State, which is required to
achieve its goals and objectives.

SCO shall enjoy the rights of a legal person and may in particular:

- conclude treaties;

- acquire movable and immovable property and dispose of it;

- appear in court as litigant;

- open accounts and have monetary transactions made.

Article 16

Decisions-Taking Procedure

The SCO bodies shall take decisions by agreement without vote and their decisions
shall be considered adopted if no member State has raised objections during the vote
(consensus), except for the decisions on suspension of membership or expulsion from
the Organization that shall be taken by “consensus minus one vote of the member
State concerned”.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


Any member State may expose its opinion on particular aspects and/or concrete
issues of the decisions taken which shall not be an obstacle to taking the decision as a
whole. This opinion shall be placed on record.

Should one or several member States be not interested in implementing particular


cooperation projects of interest to other member States, nonparticipation of the above
said member States in these projects shall not prevent the implementation of such
cooperation projects by the member States concerned and, at the same time, shall not
prevent the said member States from joining such projects at a later stage.

Article 17

Implementation of Decisions

The decisions taken by the SCO bodies shall be implemented by the member States
in accordance with the procedures set out in their national legislation.

Control of the compliance with obligations of the member States to implement this
Charter, other agreements and decisions adopted within SCO shall be exercised by
the SCO bodies within their competence.

Article 18

Permanent Representatives

In accordance with their domestic rules and procedures, the member States shall
appoint their permanent representatives to the SCO Secretariat, which will be
members of the diplomatic staff of the embassies of the member States in Beijing.

Article 19

Privileges and Immunities

SCO and its officials shall enjoy in the territories of all member States the privileges
and immunities which are necessary for fulfilling functions and achieving goals of the
Organization.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


The volume of privileges and immunities of SCO and its officials shall be
determined by a separate international treaty.

Article 20

Languages

The official and working languages of SCO shall be Russian and Chinese.

Article 21

Duration and Entry into Force

This Charter shall be of indefinite duration.

This Charter shall be subject to ratification by signatory States and shall enter into
force on the thirtieth day following the date of the deposit of the fourth instrument of
ratification.

For a State which signed this Charter and ratified it thereafter it shall enter into force
on the date of the deposit of its instrument of ratification with the Depositary.

Upon its entering into force this Charter shall be open for accession by any State.

For each acceding State this Charter shall enter into force on the thirtieth day
following the date of receiving by the Depositary of appropriate instruments of
accession.

Article 22

Settlement of Disputes

In case of disputes or controversies arising out of interpretation or application of this


Charter member States shall settle them through consultations and negotiations.

Article 23

Amendments and Additions

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013


By mutual agreement of member States this Charter can be amended and
supplemented. Decisions by the Council of Heads of State concerning amendments
and additions shall be formalized by separate protocols which shall be its integral part
and enter into force in accordance with the procedure provided for by Article 21 of
this Charter.

Article 24

Reservations

No reservations can be made to this Charter which contradict the principles, goals
and objectives of the Organization and could prevent any SCO body from performing
its functions. If at least two thirds of member States have objections the reservations
must be considered as contradicting the principles, goals and objectives of the
Organization or preventing any body from performing its functions and being null
and void.

Article 25

Depositary

The People's Republic of China shall be the Depositary of this Charter.

Article 26

Registration

Pursuant to Article 102 of the Charter of the United Nations, this Charter is subject
to registration with the Secretariat of the United Nations.

Done at Saint-Petersburg the seventh day of June 2002 in a single original in the
Chinese and Russian languages, both texts being equally authoritative.

The original copy of this Charter shall be deposited with the Depositary who will
circulate its certified copies to all signatory State.

Kerjasama internasional..., Garry Hartanto, FK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai