Anda di halaman 1dari 3

Pribumi hanyalah pion bagi pihak asing

Aku adalah seorang remaja usia 19 tahun, bersekolah di SMKN 1 NEGARAKERTA hampir
3 tahun. Tak terasa 2 bulan lagi aku lulus dan aku ingin bekerja. Malam ini impianku dimasa
depan terasa sudah di depan mata. 2 bulan bukanlah waktu yang lama, bagiku itu waktu untuk
belajar agar mendapatkan hasil UN yang bagus dan menentukan mau bekerja dimana setelah
lulus nanti. Ditemani secangkir kopi buatan ibuku, aku belajar dengan setumpuk buku di meja
belajarku.
“Nak, sudah malam. Apakah kamu belum mengantuk ?” ucap ibu sambil mengetuk pintu
kamarku.
“Nanti bu, aku masih ingin belajar. Lagian juga belum ngantu” jawabku.
Terdengar suara langkah kaki yang makin lama makin tak bersuara, menandakan ibu pergi dari
kamarku dan ke kamarnya untuk tidur. Capek dan kantuk mulai aku rasakan, tak terasa jam
dinding sudah menunjukan pukul 11 malam. Aku pun membereskan meja belajarku dan
bergegas tidur.
Suara kokokan ayam terdengar hingga ketelingaku, aku terbangun dan melihat jam
dinding yang menunjukan pukul 4 pagi. Tak lama adzan subuh berkumandang di masjid dekat
rumahku, seketika itu aku bergegas pergi untuk melaksanakan sholat di masjid. Sepulang
sholat, aku mendengar bunyi orang memasak di dapur dan aroma nasi gorang sangat
menyengat di indra penciumanku menandakan ibu telah menyiapkan sarapan pagi ini. Aku pun
bergegas mandi dan bersiap-siap untuk pergi kesekolah.
Setelah aku siap, ibu memanggilku untuk segera sarapan. Sering aku mengingat dimana
ayah duduk bersama kami, dimana masa-masa itu kebahagianku terasa lengkap. Namun setelah
ayah meninggal 2 tahun yang lalu, hidup ini terasa tak lengkap dan ibu harus menjadi tulang
punggung untukku. Ibu yang bekerja sebagai buruh tani di ladang petinggi desaku terkadang
harus mencari kerja yang lain agar kebutuhan kami tercukupi.
Jam mulai menunjukan pukul set 6, aku pun pamit untuk berangkat sekolah dan
mencium tangan ibuku.Tangan yang dulu halus saat membelaiku diwaktu kecil sekarang
menjadi kasar karena bekerja. Ku ucapkan salam dan mengambil sepeda milik mendiang
ayahku. Ku kayuh sepeda ontel tua ini ke sekolah yang kurang lebih 2 KM dari sekolah.
Melewati jalan berbatuan tak beraspal dan lewat jalan berpasir terkadang membuatku takut
terjatuh, namun tekatku untuk mengubah nasibku dan ibuku cukup kuat hingga aku tetap
mengayuh sepedaku dengan cepat agar tidak terlambat.
Lama perjalanku kurang lebih 1 jam, karena rumahku di desa tepi kota membuat jalan di
desa tidak diperhatikan pemerintah dan menambah kesan pelosok desaku. Masuk gerbang
sekolah aku memarkirkan sepedaku di tempat parker khusus sepeda ontel. Banyak siswa di
sekolah ini yang memakai sepeda montor dan aku sering merasa iri dengan mereka. Andai aku
punya sepeda motor pasti perjalanku ke sekolah akan lebih cepat dan tidak membuatku capek,
namun kalimat itu hanyalah sebuah angan-angan kosong.
Memasuki kelas XII – TPM 2 aku di sambut senyum manis sahabat sebangkuku aku pun
membalasnya sambil meletakkan tasku. Tak lama bel sekolah berbunyi dan guru produktif
masuk kelas, mulailah pembelajaran dikelas. Aku memasuki jurusan teknik pemesinan karena
aku ingin kerja di pabrik terkenal seperti Semen Gersik, Petrokimia, dan Petrochina. Hal itu
kelihatannya dapat menjanjikan kehidupanku dan ibuku lebih baik. Hari demi hari terus aku
lewati tak terasa 2 bulan sudah berlalu dan ini adalah saat Ujian Nasional. Aku yang setiap
malam belajar optimis bisa mendapatkan nilai yang baik.
Hari ujian telah aku lewati inilah saat dimana perpisahan bersama teman sekolahku
diadakan dan disaat ini juga pengumuman nilai UN di umumkan. Aku dan ibuku datang dengan
berboncengan sepeda ontel, aku membonceng ibuku dengan rasa deg-degan akan
pengumuman nilai UN yang aku dapat sampai-sampai aku mengayuh sepedahku dengan cepat.
Tiba di gedung pertemuan ibu langsung aku persilahkan masuk gedung sedangkan aku
harus melewati upacara perpisahan sekolah ini. Tak begitu lama prosesi perpisahanpun selesai
dan saatnya pengumuman nilai UN. Rasa cemas dan deg-degan membuatku serasa setengah
mati sontak aku terkejut bahwa aku mendapatkan nilai UN tertinggi di sekolahku dan aku
langsung bersyukur kepada tuhan.
Setelah pulang dari acara itu ibu memelukan dan merasa bangga kepadaku. Karena nilai
UN ku tertinggi di sekolah aku mendapatkan kesempatan kerja di PLTU yang berada di kota
tetangga. Aku sangat senang dengan ini aku bisa bekerja dan merubah nasib keluargaku namun
aku sedih karena harus meninggalkan ibuku sendiri, namun ibu bilang bahwa aku harus bisa
sukses dan membuatnya bahagia hingga ia memberiku uang tambungannya untuk
keberangkatanku kerja.
Pagi ini aku berangkat, kucium tangan ibu dan kupeluk dia. Lalu aku pergi meninggalkan
rumah dan berjalan ke halte yang cukup jauh dari desa. Sesampainya di halted an tak
menunggu lama bispun tiba dan aku berangkat. Di kota tetangga aku mencari kontrakan di
dekat PLTU tempat kerja. Besok adalah tes wawancaraku dan tidak ada tes tulis karena nilai UN
ku sangat baik. Setelah menemukan kontrakan lebar 4x3 meter aku pun bermalam dengan alas
Kasur tipis.
Hari mulai pagi akupun bangun dan bergegas berangkat kerja. Sesapainya di tempat
kerja aku tes wawancara dan hasilnya aku lulus, hari ini aku diberikan intruksi, pengenalan, dan
aturan di perusahaan dana pa yang saya lakukan selama kerja. PLTU adalah pembangkit listrik
tenaga uap tak heran disini asap dimana mana. Pandanganku terfokus pada orang berkulit
putih yang memakai baju penanggung jawab tak jelas ia orang cina atau jepang.
Keesokan harinya saat aku bekerja aku selalu melihat orang asing berlalu lalang yang
tugasnya hanya mengecek, mengawasi, dan mengoprasikan mesin otomatis di PLTU ini dan aku
serta tenaga kerja lainnya bekerja dibawah pengawasan orang asing dan dengan kerja yang
berat dan selalu diawasi bagai tahanan kelas kakap. Tugasku adalah menjalankan alat berat di
tempat pengumpulan batu bara, disini sangat panas ditambah asap dari batu bara yang
terbakar karena sinar matahari membuat tempat kerja ini bagaikan neraka. Sedangkan aku
berpikir bahwa aku akan mencadi oprator di PLTU ini namun aku salah besar bahwa PLTU ini
dikuasai tenaga kerja asing yang jauh lebih ahli dari pada tenaga kerja pribumi sendiri.

Anda mungkin juga menyukai