Anda di halaman 1dari 24

PERBANDINGAN SEBUAH BUDAYA

PERBANDINGAN BUDAYA INDONESIA DENGAN JEPANG

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai Ujian Tengah
Semester dari matakuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar dengan judul
“Perbedaan Sebuah Budaya”.

Besar harapan penulis makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca


mengenai perbedaan sebuah budaya. Demikian yang dapat penulis sampaikan.
Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Terimakasih.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

LATAR BELAKANG.............................................................................................1

PERBANDINGAN BUDAYA INDONEASIA DENGAN JEPANG..............................2

1. Budaya..........................................................................................2
2. Perbandingan Budaya..................................................................2
3. Tradisi Pemberian Nama..............................................................3
3.1. Pemberian Nama di Indonesia..............................................5
3.2. Pemberian Nama di Jepang..................................................6
3.3. Perbandingan Kedua Tradisi.................................................7
3.3.1. Persamaan antara kedua tradisi..................................7
3.3.2. Perbedaan antara kedua tradisi..................................7
4. Pemakaian Gestur untuk Penghormatan dan Kasih Sayang........8
4.1. Ojigi.......................................................................................9
4.2. Jabat Tangan.........................................................................10
4.3. Cium Tangan..........................................................................10
4.4. Cium Pipi................................................................................11
4.5. Sungkem................................................................................12
5. Agama...........................................................................................13
6. Manajemen Waktu.......................................................................14
7. Transportasi..................................................................................15
8. Kuliner..........................................................................................16
9. Makan...........................................................................................17
10. Minum..........................................................................................18
11. Budaya Dijalan Raya.....................................................................19

PENDAPAT.........................................................................................................20

ii
KESIMPULAN.....................................................................................................20

DAFTAR SUMBER..............................................................................................21

iii
LATAR BELAKANG

Manusia dalam kesehariannya tidak akan lepas dari kebudayaan, karena


manusia adalah pencipta dan pengguna kebudayaan itu sendiri. Manusia hidup
karena adanya kebudayaan, sementara itu kebudayaan akan terus hidup dan
berkembang manakala manusia mau melestarikan kebudayaan dan bukan
merusaknya. Dengan demikian manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan
satu sama lain, karena dalam kehidupannya tidak mungkin tidak berurusan
dengan hasil-hasil kebudayaan, setiap hari manusia melihat dan menggunakan
kebudayaan. Rasa saling menghormati dan menghargai akan tumbuh apabila
antar sesama manusia menjujung tinggi kebudayaan sebagai alat pemersatu
kehidupan, alat komunikasi antar sesama dan sebagai ciri khas suatu kelompok
masyarakat. Kebudayaan berperan penting bagi kehidupan manusia dan menjadi
alat untuk bersosialisasi dengan manusia yang lain dan pada akhirnya menjadi
ciri khas suatu kelompok manusia. Manusia sebagai mahluk sosial membutuhkan
alat sebagai jembatan yang menghubungkan dengan manusia yang lain yaitu
kebudayaan.

1
PERBANDINGAN BUDAYA INDONESIA DENGAN JEPANG

1. Budaya
Budaya adalah kristalisasi nilai dan pola hidup yang dianut suatu komunitas.
Budaya tiap komunitas tumbuh dan berkembang secara unik, karena
perbedaan pola hidup komunitas itu. Perbandingan budaya Jepang dan
Indonesia berarti mencari nilai-nilai kesamaan dan perbedaan antara bangsa
Indonesia dan bangsa Jepang. Dengan mengenali persamaan dan perbedaan kedua
budaya itu, kita akan semakin dapat memahami keanekaragaman pola hidup yang
ada, yang akan bermanfaat saat  berkomunikasi dan berinteraksi dengan
pihak yang berasal dari budaya yang berbeda.

2. Perbandingan Budaya
Manusia dalam kesehariannya tidak akan lepas dari kebudayaan, karena
manusia adalah pencipta dan pengguna kebudayaan itu sendiri. Manusia
hidup karena adanya kebudayaan, sementara itu kebudayaan akan terus
hidup dan berkembang manakala manusia mau melestarikan kebudayaan
dan bukan merusaknya. Dengan demikian manusia dan kebudayaan tidak
dapat dipisahkan satu sama lain, karena dalam kehidupannya tidak mungkin
tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan, setiap hari manusia melihat

2
dan menggunakan kebudayaan. Rasa saling menghormati dan menghargai
akan tumbuh apabila antar sesama manusia menjujung tinggi kebudayaan
sebagai alat pemersatu kehidupan, alat komunikasi antar sesama dan
sebagai ciri khas suatu kelompok masyarakat. Kebudayaan berperan penting
bagi kehidupan manusia dan menjadi alat untuk bersosialisasi dengan
manusia yang lain dan pada akhirnya menjadi ciri khas suatu kelompok
manusia. Manusia sebagai mahluk sosial membutuhkan alat sebagai
jembatan yang menghubungkan dengan manusia yang lain yaitu
kebudayaan.
3. Tradisi Pemberian Nama
Bagi orang Indonesia yg datang di Jepang, saat registrasi, misalnya membuat
KTP sering ditanya mana yang family name, dan mana yang first name.
Hampir setiap saat saya harus selalu menjelaskan perbedaan tradisi antara
Indonesia dan Jepang, bahwa di Indonesia tidak ada keharusan memiliki
family name. Umumnya hal ini dapat difahami dan tidak menimbulkan
masalah. Tetapi adakalanya kami harus menentukan satu nama sebagai
family name, misalnya saat menulis paper (artikel ilmiah resmi), atau untuk
kepentingan pekerjaan. Saat itu saya terpaksa memakai nama “Nugroho”
sebagai family name agar tidak mempersulit masalah administrasi. Demikian
juga saat anak saya lahir, kami beri nama Kartika Utami Nurhayati. Nama
anak saya walaupun panjang tidak ada satu pun yang merupakan nama
keluarga. Tetapi saat registrasi, pihak pemerintah Jepang (kuyakusho)
meminta saya untuk menetapkan satu nama yang dicatat sebagai keluarga,
karena kalau tidak akan sulit dalam pengurusan administrasi asuransi.
Akhirnya nama “Nurhayati” yang letaknya paling belakang saya daftarkan
sebagai nama keluarga. Bagi orang Jepang hal ini akan terasa aneh, karena
dalam keluarga kami tidak ada yang memiliki nama keluarga yang sama.
Masih berkaitan dengan nama, adalah masalah tanda tangan dan inkan
(stempel). Di Indonesia dalam berbagai urusan adminstrasi formal sebagai

3
tanda pengesahan, tiap orang membubuhkan tanda tangan. Tanda tangan ini
harus konstan. Banyak orang yang memiliki tanda tangan berasal dari inisial
nama, tetapi dengan cara penulisan yang unik yang membedakan dengan
orang lain yang mungkin memiliki nama sama. Tanda tangan ini juga yang
harus dibubuhkan di paspor saat seorang Indonesia akan berangkat ke
Jepang. Tetapi begitu tiba di Jepang, tanda tangan yang semula memiliki
peran penting, menjadi hilang perananannya. Tanda tangan di Jepang tidak
memiliki kekuatan formal. Tradisi masyarakat Jepang dalam membubuhkan
tanda tangan adalah dengan memakai inkan (stempel). Biasanya inkan ini
bertuliskan nama keluarga. Ada beberapa jenis inkan yang dipakai di Jepang.
Antara lain :
 “Mitomein” (認印) dipakai untuk keperluan sehari-hari yang tidak
terlalu penting, misalnya saat menerima barang kiriman, mengisi
aplikasi.
 “Jitsuin” (実印) dipakai untuk keperluan penting, seperti membeli
rumah, membeli mobil. Inkan tipe ini harus dicatatkan di kantor
pemerintahan.
 “Ginkoin” (銀行印) dipakai untuk membuka rekening di bank.

“Jitsuin” dan “ginkoin” sangat jarang dipakai dan harus disimpan baik-baik.
Karena kalau hilang akan menimbulkan masalah serius dalam bisnis.

Bagi orang asing saat masuk ke Jepang harus membuat inkan. Untuk
membuat rekening bank, kita tidak boleh memakai tanda tangan, dan harus
memakai inkan. Kecuali yubinkyoku masih membolehkan pemakaian tanda
tangan. Karena tidak punya kebiasaan tanda tangan, banyak maka orang
Jepang kalau diminta untuk menanda tangan (di paspor misalnya), umumnya
mereka menuliskan nama lengkap mereka dalam huruf kanji. Barangkali
karena inilah maka kalau saya diminta seorang petugas pengiriman barang,
untuk membubuhkan tanda tangan sebagai bukti terima, dia berkata “tolong

4
tuliskan nama lengkap anda”, padahal itu di kolom signature. Sepertinya
untuk mereka, tanda tangan sama dengan menulis nama lengkap.

3.1. Pemberiaan Nama di Indonesia

masyarakat di Indonesia tidak semua suku memiliki tradisi nama


keluarga. Masyarakat Jawa misalnya, tidak memiliki nama keluarga.
Tetapi suku di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi memiliki nama keluarga.
Dari nama seseorang, kita dapat memperkirakan dari suku mana dia
berasal, agama apa yang dianut dan sebagainya. Berikut karakteristik
nama tiap suku di Indonesia:
 Suku Jawa (sekitar 45% dari seluruh populasi) : biasanya diawali
dengan Su (untuk laki-laki) atau Sri (untuk perempuan), dan
memakai vokal “o”. Contoh : Sukarno, Suharto, Susilo, Joko, Anto,
Sri Miranti, Sri Ningsih.
 Suku Sunda(sekitar 14% dari seluruh populasi) : banyak yang
memiliki perulangan suku kata. Misalnya Dadang, Titin, Iis, Cecep
 Suku Batak : beberapa contoh nama marga antara lain Harahap,
Nasution.
 Suku Minahasa : beberapa contoh nama marga antara lain
Pinontoan, Ratulangi.
 Suku Bali : Ketut, Made, Putu, Wayan dsb. Nama ini menunjukkan
urutan, bukan merupakan nama keluarga.

5
Selain nama yang berasal dari tradisi suku, banyak nama yang diambil
dari pengaruh agama. Misalnya umat Islam : Abdurrahman Wahid,
Abdullah, dan sebagainya. Sedangkan umat Katolik biasanya memakai
nama baptis : Fransiskus, Bonivasius, Agustinus, dan sebagainya.

3.2. Pemberian Nama di Jepang

Nama di Jepang terdiri dari dua bagian : family name dan first name.
Nama ini harus dicatatkan di kantor pemerintahan (kuyakusho),
selambat-lambatnya 14 hari setelah seorang bayi dilahirkan. Semua
orang di Jepang kecuali keluarga kaisar, memiliki nama keluarga. Tradisi
pemakaian nama keluarga ini berlaku sejak jaman restorasi Meiji,
sedangkan di era sebelumnya umumnya masyarakat biasa tidak memiliki
nama keluarga. Sejak restorasi meiji, nama keluarga menjadi keharusan
di Jepang. Dewasa ini ada sekitar 100 ribu nama keluarga di Jepang, dan
diantaranya yang paling populer adalah Satou dan Suzuki. Jika seorang
wanita menikah, maka dia akan berganti nama keluarga, mengikuti
nama suaminya. Namun demikian, banyak juga wanita karir yang tetap
mempertahankan nama keluarganya. Dari survey yang dilakukan
pemerintah tahun 1997, sekitar 33% dari responden menginginkan agar
walaupun menikah, mereka diizinkan untuk tidak berganti nama

6
keluarga [2]. Hal ini terjadi karena pengaruh struktur masyarakat yang
bergeser dari konsep “ie”(家) dalam tradisi keluarga Jepang. Semakin
banyak generasi muda yang tinggal di kota besar, sehingga umumnya
menjadi keluarga inti (ayah, ibu dan anak), dan tidak ada keharusan
seorang wanita setelah menikah kemudian tinggal di rumah keluarga
suami. Tradisi di Jepang dalam memilih first name, dengan
memperhatikan makna huruf Kanji, dan jumlah stroke, diiringi dengan
harapan atau doa bagi kebaikan si anak.
3.3. Perbandingan Kedua Tradisi
3.3.1. Persamaan antara kedua tradisi
Baik di Jepang maupun di Indonesia dalam memilih nama (first
name) sering memilih kata yang mensimbolkan makna baik,
sebagai doa agar si anak kelak baik jalan hidupnya. Khusus di
Jepang, banyaknya stroke kanji yang dipakai juga merupakan
salah satu pertimbangan tertentu dalam memilih huruf untuk
anak. Umumnya laki-laki di Jepang berakhiran “ro” (郎), sedangkan
perempuan berakhiran “ko” (子)
3.3.2. Perbedaan antara kedua tradisi
 Di Jepang, nama keluarga dimasukkan dalam catatan sipil secara
resmi, tetapi di Indonesia nama keluarga ini tidak dicatatkan
secara resmi di kantor pemerintahan. Nama family/marga tidak
diperkenankan untuk dicantumkan di akta kelahiran
 Di Jepang setelah menikah seorang wanita akan berganti nama
secara resmi mengikuti nama keluarga suaminya. Sedangkan di
Indonesia saat menikah, seorang wanita tidak berganti nama
keluarga. Tapi ada juga yang nama keluarga suami dimasukkan
di tengah, antara first name dan nama keluarga wanita,
sebagaimana di suku Minahasa. Di Indonesia umumnya setelah
menikah nama suami dilekatkan di belakang nama istri.

7
Misalnya saja Prio Jatmiko menikah dengan Sri Suwarni, maka
istri menjadi Sri Suwarni Jatmiko. Tetapi penambahan ini tidak
melewati proses legalisasi/pencatatan resmi di kantor
pemerintahan.
 Huruf Kanji yang bisa dipakai untuk menyusun nama anak di
Jepang dibatasi oleh pemerintah (sekitar 2232 huruf, yang
disebut jinmeiyo kanji), sedangkan di Indonesia tidak ada
pembatasan resmi untuk memilih kata yang dipakai sebagai
nama anak.
4. Pemakaian Gestur untuk Penghormatan dan Kasih Sayang

Salah satu topik menarik untuk dibahas adalah bagaimana memakai bahasa
tubuh untuk mengungkapkan penghormatan, kasih saying, permintaan maaf,
dan rasa terimakasih. Jepang dan Indonesia memiliki cara berlainan dalam
mengekspresikan penghormatan, kasih sayang, permintaan maaf, dan rasa
terimakasih. Dibawah ini terdapat penjelasan mengenai Bahasa tubuh yang
dipakai untuk mengekspresikan penghormatan, kasih sayang, permintaan
maaf, dan rasa terimakasih.

8
4.1. Ojigi

Dalam budaya Jepang ojigi adalah cara menghormat dengan


membungkukkan badan, misalnya saat mengucapkan terima kasih,
permintaan maaf, memberikan ijazah saat wisuda, dsb. Ada dua
jenis ojigi : ritsurei (立礼) dan zarei (座礼). Ritsurei adalah ojigiyang
dilakukan sambil berdiri. Saat melakukan ojigi, untuk pria biasanya
sambil menekan pantat untuk menjaga keseimbangan, sedangkan
wanita biasanya menaruh kedua tangan di depan badan.
Sedangkan zarei adalah ojigi yang dilakukan sambil duduk. Berdasarkan
intensitasnya, ojigi dibagi menjadi 3 : saikeirei (最敬礼), keirei (敬
礼), eshaku (会釈). Semakin lama dan semakin dalam badan
dibungkukkan menunjukkan intensitas perasaan yang ingin
disampaikan. Saikeirei adalah level yang paling tinggi, badan
dibungkukkan sekitar 45 derajat atau lebih. Keirei sekitar 30-45 derajat,
sedangkan eshaku sekitar 15-30 derajat. Saikeirei sangat jarang
dilakukan dalam keseharian, karena dipakai saat mengungkapkan rasa
maaf yang sangat mendalam atau untuk melakukan sembahyang. Untuk
lebih menyangatkan, ojigi dilakukan berulang kali. Misalnya saat ingin

9
menyampaikan perasaan maaf yang sangat mendalam. Adapun dalam
budaya Indonesia, tidak dikenal ojigi.
4.2. Jabat Tangan

Tradisi jabat tangan dilakukan baik di Indonesia maupun di Jepang


melambangkan keramahtamahan dan kehangatan. Tetapi di Indonesia
kadang jabat tangan ini dilakukan dengan merangkapkan kedua tangan.
Jika dilakukan oleh dua orang yang berlainan jenis kelamin, ada kalanya
tangan mereka tidak bersentuhan. Letak tangan setelah jabat tangan
dilakukan, pun berbeda-beda. Ada sebagian orang yang kemudian
meletakkan tangan di dada, ada juga yang diletakkan di dahi, sebagai
ungkapan bahwa hal tersebut tidak semata lahiriah, tapi juga dari batin.
4.3. Cium Tangan

Tradisi cium tangan lazim dilakukan sebagai bentuk penghormatan dari


seorang anak kepada orang tua, dari seorang awam kepada tokoh

10
masyarakat/agama, dari seorang murid ke gurunya dan dari orang yang
lebih muda ke yang lebih tua. Tidak jelas darimana tradisi ini berasal.
Tetapi ada dugaan berasal dari pengaruh budaya Arab. Di Eropa lama,
dikenal tradisi cium tangan juga, tetapi sebagai penghormatan seorang
pria terhadap seorang wanita yang bermartabat sama atau lebih tinggi.
Dalam agama Katolik Romawi, cium tangan merupakan tradisi juga yang
dilakukan dari seorang umat kepada pimpinannya (Paus, Kardinal). Di
Jepang tidak dikenal budaya cium tangan.
4.4. Cium Pipi

Cium pipi biasa dilakukan di Indonesia saat dua orang sahabat atau
saudara bertemu, atau sebagai ungkapan kasih sayang seorang anak
kepada orang tuanya dan sebaliknya. Jika di Indonesia, cium pipi juga
biasanya dilakukan antara orang yang muhrim karena jika belum muhrim
itu bisa menjadi salah paham dan di anggap zinah. Jadi yang sering
melakukan cium pipi biasanya antar kaum wanita.

4.5. Sungkem

11
Tradisi sungkem lazim di kalangan masyarakat Jawa, tapi mungkin tidak
lazim di suku lain. Sungkem hamper sama dengan cium tangan, tetapi
yang membedakan yaitu caranya. Sungkem juga terlihat lebih sopan dan
menjiwai. Sungkem dilakukan sebagai tanda bakti seorang anak kepada
orang tuanya, seorang murid kepada gurunya. Sungkem biasa dilakukan
jika seorang anak akan melangsungkan pernikahan, atau saat hari raya
Idul Fitri (bagi muslim), sebagai ungkapan permohonan maaf kepada
orang tua, menunjukan kasih saying dan rasa hormat kepada orang tua,
dan juga untuk meminta doa restunya.
Baik budaya Jepang maupun Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam
mengekspresikan rasa hormat dan rasa maaf. Jabat tangan adalah satu-
satunya tradisi yang berlaku baik di Jepang maupun Indonesia. Kesalahan
yang sering terjadi jika seorang Indonesia baru mengenal budaya Jepang
adalah saat melakukan ojigi, wajah tidak ikut ditundukkan melainkan
memandang lawan bicara. Hal ini mungkin terjadi karena terpengaruh gaya
jabat tangan yang lazim dilakukan sambil saling berpandangan mata.
Kesalahan lain yang juga sering terjadi adalah mencampurkan ojigi dan jabat
tangan. Hal ini juga kurang tepat dipandang dari tradisi Jepang.

5. Agama

12
Secara umum, masyarakat Jepang menerjemahkan agama atau Tuhan
sebagai hal yang terpisah. Bagi mereka, agama adalah hal yang bersifat
pribadi dan tak ada satupun yang bisa mengusiknya. Bagi masyarakat Jepang,
topik agama adalah hal yang tabu untuk dibicarakan dalam interaksi sosial,
hal yang tentu saja berbeda dengan orang Indonesia.
Di Indonesia, ada kebiasaan sosial yang sering memisahkan seseorang atau
kelompok-kelompok tertentu berdasarkan agamanya. Apalagi di Indonesia
agama adalah hal yang sangat berpengaruh, sering dijadikan alat untuk
mencapai sebuah ambisi tertentu (tapi tidak semua orang menjadikan agama
seperti ini).
Jika di Indonesia sering terjadi perang antar agama, dimana minoritas sering
menjadi korban, hal ini justru tak terlihat di Jepang. Di Jepang agama ada di
ranah privat, layaknya alat kelamin. Mereka tidak dibebani oleh rasa untuk
mengekspos kepercayaan atau menyerang kepercayaan orang lain. Jadi, saat
kamu ke Jepang, jangan pernah membicarakan atau menanyakan agama
mereka. Pasalnya, hal seperti ini akan membuatnya merasa terusik,
menganggap kamu sebagai orang yang sangat selektif dalam memilih teman.

6. Manajemen Waktu

13
Tanpa bermaksud menjelek-jelekkan budaya sendiri, namun harus diakui
bahwa bangsa Jepang lebih unggul dalam konteks kedisiplinan. Mereka tidak
mengenal istilah “Jam Karet”. Saat mereka membuat janji dan ternyata
terlambat, walaupun hanya 5 menit, mereka akan merasa sangat bersalah
dan tak henti-hentinya meminta maaf. Hal yang justru berkebalikan di
Indonesia, di mana tanpa disadari kebiasaan tidak tepat waktu sudah
menjadi budaya. Lihat saja bagaimana banyak diantara kita yang tidak peduli
saat datang terlambat ke sekolah, kampus, kantor, janjian dengan seseorang,
atau ke manapun dengan tidak ada rasa bersalah sedikit pun akan hal
tersebut.
Perbedaan budaya yang kontras ini sangat berkaitan dengan tingginya
standar dan kebutuhan hidup di kedua Negara. Di Jepang, kebutuhan hidup
sangatlah tinggi, sehingga mereka benar-benar memanfaatkan waktunya
karena merka sudah menganggap waktu sebagai uang. Belum lagi tingkat
persaingan dan tututan kerja yang teramat tinggi, membuat mereka sangat
menghargai waktu. Bahkan jika memungkinkan, mereka siap untuk
menjadikan sehari itu sebanyak 25 jam. Sebaliknya, persaingan yang tidak
terlalu tinggi (jika dibandingkan dengan Jepang) serta kebiasaan akan “semua
bisa diatur” membuat orang Indonesia akhirnya sangat mudah melakukan

14
toleransi. Hal ini tentu sangat baik, namun ketika toleransi tersebut
berlebihan, akhirnya kedisiplinan itu berkurang dan waktu menjadi hal yang
tak berharga lagi.
7. Transportasi

Transportasi pribadi adalah favorit kebanyakan masyarakat Indonesia, hal


yang kemudian berdampak negatif bagi lalu lintas, utamanya di Jakarta. Ada
banyak alasan mengapa orang Indonesia enggan menggunakan transportasi
massal, seperti kebiasaan penumpang yang merokok, supir yang ugal-ugalan,
hingga pelecehan seksual. Selain hal tersebut, alat transportasi juga menjadi
semacam status sosial bagi masyarakat Indonesia. Kemudahan untuk
memiliki kendaraan serta pajak yang murah membuat mereka berlomba-
lomba untuk “mengoleksi” kendaraan, hal yang dipercaya bisa mentasbihkan
status sosialnya.
Sebaliknya, masyarakat Jepang sangat menyenangi untuk menggunakan
transportasi massal. Mereka bisa berhemat lewat cara ini yang sekaligus
membantu perekenomian Negaranya sendiri. Minat yang besar dalam
menggunakan transportasi umum tersebut tidak terlepas dari fasilitas yang
nyaman, bersih, dan aman. Sementara itu, keinginan untuk memiliki

15
kendaraan pribadi bukanlah prioritas bagi masyarakat Jepang. Selain
dikarenakan harga dan pajak mobil yang terbilang tinggi, mereka juga sulit
untuk mengukur waktu perjalanan jika menggunakan kendaraan pribadi
mengingt Jepang adalah negara yang cukup padat penduduk. Berbeda jika
mereka menggunakan transportasi umum yang sudah dilengkapi dengan jam
keberangkatan dan jam tiba secara tepat, hal yang membuat mereka lebih
mudah dalam mengukur waktu.
8. Kuliner

Jepang adalah Negara yang terkenal dengan menu makanan yang segar serta
mempertahankan cita rasa aslinya, di mana orang Indonesia menyebutnya
sebagai makanan mentah. Namun di Jepang, makanan seperti itu dianggap
sebagai makanan yang sehat. Hanya saja, aspek halal adalah hal yang sangat
sulit ditemui dalam makanan Jepang, mengingat mayoritas masyarakat
Indonesia adalah penganut agama Islam. Ya, makanan-makanan di Jepang
didominasi dengan komposisi daging babi.
Perilaku saat makan antar kedua Negara ini juga sangat berbeda. Jika di
Indonesia setiap anak diajarkan agar tidak mengeluarkan suara saat makan,
hal ini justru berkebalikan dengan budaya Jepang. Ketika orang Jepang
makan Ramen (mie khas Jepang), mereka diajarkan untuk mengeluarkan

16
suara. Pasalnya, suara yang ditimbulkan tersebut merupakan indikasi akan
rasa suka terhadap makanan tersebut yang sekaligus menunjukkan rasa
hormat kepada pembuat makanannya. Untuk minuman, masyarakat Jepang
memiliki budaya minum teh dan sake. Hal ini masuk dalam kategori budaya
karena ada aturan-aturan tertentu yang harus dilakukan. Misalnya saat
minum teh, mereka harus duduk bersimpuh layaknya sinden Jawa ketika
menyanyi. Sebelum teh diteguk, cangkir harus diletakkan di telapak tangan
kiri kemudian diputar dengan tangan kanan sekitar 180 derajat. Jika kamu
melewatkan hal ini, maka kamu akan dianggap tidak sopan. Begitu juga
dengan kebiasaan minum sake yang sudah menjadi budaya bagi masyarakat
Jepang. Hal ini sering dilakukan pada malam hari atau sepulang kerja. Saat
seseorang menuang sake, ia juga harus menuang untuk yang lainnya dan
mengatakan “kampai” sebelum yang lainnya bisa minum. Saat ada gelas yang
kosong, maka akan ada orang yang segera mengisinya. Di Indonesia,
kebiasaan seperti ini juga sering terlihat di kehidupan masyarakat pedesaan
dengan minuman bernama tuak atau arak.
9. Makan

Jepang terkenal dengan makanan yang segar dengan cita rasa masih asli,
mungkin orang Indonesia menyebutnya dengan mentah atau setengah
matang. Akan tetapi makan Jepang disebut sebagai The Healthy food in The
World karena kesegarannya. Dari semua masakan Jepang yang paling sulit

17
ditemukan adalah ke Halalan, karena kebanyakan komposisinya
menggunakan bahan dari daging babi. Saat akan makan sebaiknya kamu
mengucapkan “itadakimasu” dan mengambil sumpit yang disediakan. Hal
yang kurang sopan dan tidak boleh dilakukan saat makan adalah
bersendawa, menancapkan sumpit di nasi, menjilat sumpit, meletakkan
sumpit secara silang, mengaduk sup dengan sumpit, menerima makanan dari
orang lain, menggali makanan, menggunakan untuk menunjuk orang dan
memotong makanan. Hal yang mungkin berbeda dengan budaya kita adalah
mengeluarkan suara saat makan sup merupakan bentuk rasa senang dan
menikmati makanan, jika di Indonesia mungkin itu adalah hal yang kurang
sopan.
10. Minum

Teh dan sake adalah minuman yang sangat terkenal di Jepang. Aturan saat
minum teh juga harus dipahami, cara duduknya adalah dengan bersimpuh
sama seperti para sinden jawa saat menyanyi di kesenian wayang. Sebelum
menengguk teh, cangkir diletakkan di telapak tangan kiri dan putar cangkir
sekitar 180 derajat dengan tangan kanan. Jangan sampai lupa hal ini jika
kamu tidak ingin dianggap tidak sopan, karena motif cangkir harus terlihat
yang mengartikan bahwa kamu benar-benar menikmati tehnya.
Minum sake sudah menjadi budaya sejak lama di Jepang. Biasanya akan
dilakukan setelah pulang kerja atau di malam hari. Saat minum sake bersama
harus menunggu seseorang mengatakan “kampai”, baru yang lainnya bisa
minum. Ketika ingin menuang sake, hendaknya tuang juga untuk yang

18
lainnya. Jika ada gelas yang kosong pasti aka nada orang lain yang
mengisisnya, jadi jika kamu sudah merasa pusing dan tidak ingin minum,
sebaiknya habiskan sake dalam gelas kamu sampai acara selesai jangan sekali
teguk.
11. Budaya dijalan raya

Arus kendaraan mengarlir dengan sangat tertib dan teratur, hampir tidak
terjadi kemacetan berarti dan suara klaslon mobil yang merupakan suara
umum khas jalan raya disamping deru mesin kendaraan, nyaris tidak
terdengar. Di sini pengendara bisa memacu kendaraannya dengan kecepatan
yang cukup tinggi tanpa ada rasa khawatir pengendara lain yang memotong
jalan atau penyebrang yang melintas secara mendadak, karena untuk
menyebrang harus dilakukan pada tempat yang sudah ditentukan, seperti
zebra cross. Ketika lampu merah, pengandara sudah pasti harus
mengentikan kendaraannya, namun walaupun lampu hijau, namun bukan
berarti bisa belok kiri atau kanan jalan terus karena disaat yang sama adalah
lampu hijau untuk pejalan kaki untuk menyebrang. Untuk kota kota yang
berpenduduk padat, dengan jumlah penyebrang yang mencapai puluhan
orang, proses menunggu ini bahkan bisa berlangsung lebih lama lagi.
Ketika penyebrang sudah habis, kembali harus berhenti karena lampur
merah yang kedua bukanlah hal yang tidak mungkin. Untuk kendaraan besar
sejenis truk, biasanya dilengkapi dengan speaker yang akan meberikan

19
peringatan ketika membelok secara berulang ulang. Di atas aspal juga
terdapat tulisan besar “Belok kiri tolong hati hati”. Aktivitas menyebrang
jalan menjadi sangat menyenangkan bukan saja aman dilakukan oleh orang
dewasa, namun juga oleh anak kecil, orang tua dan pengguna kursi roda.
Kemacetan juga kadang terjadi, namun bukan merupakan bagian dari
keseharian. Bus kota misalnya, memiliki time schedul, waktu berhenti di
setiap halte dengan sangat tepat waktu. Toleransi kelambatan biasanya tidak
lebih dari tiga menit, bisa memberikan gambaran bagaimana susana jalan di
jepang.
Jika di Indonesia mungkin kendaraan umum sering berhenti sesuka
pengemudinya sehingga membuat macet dimana-mana. Perlakuan
pengendara terhadap pengguna jalan lainnya juga kurang baik, pengendara
saling ingin menang sendiri sehingga pejalan kaki yang akan menyebrang
sangat kesulitan untuk menyebrangi jalan. Tapi tidak semua pengendara di
Indonesia itu buruk, ada juga juga yang memiliki kesadaran.
12. Tempat Tinggal
Indonesia termasuk negara yang memiliki berbagai agama, yang mana
agamanya mengajarkan untuk tidak berbuat zinah, dan budaya budaya di
Indonesia juga sangat membenci perbuatan itu. Oleh karena itu di Indonesia
jarang sekali yang tinggal satu rumah dengan lawan jenis yang belum sah.
Berbeda dengan di Jepang, jika di Jepang bebas sekali untuk tinggal satu
rumah dengan berlawanan jenis, apalagi jika sudah berstatus pacaran.
13. Kebersihan
Di Jepang kebanyakan masyarakat memiliki kesadaraan akan kebersihan,
mereka sudah tau harus dikemanakan sampah mereka. Ketika mereka
melihat sampah yang tidak berada di tempatnya, mereka akan menempatkan
pada tempatnya. Jika di Indonesia terutama di pedesaan, mereka biasanya
melakukan suatu kerja bakti, untuk membersihkan selokan, membetulkan
jalan, dan sebagainya.

20
PENDAPAT

Pendapat penulis mengenai kedua budaya ini yaitu keduanya memiliki nilai
positifnya masing-masing. Budaya Jepang positifnya lebih ke kemanusiaan,
Budaya Indonesia positifnya lebih ke keagamaan. Akan lebih bagus lagi jika kita
menerapkan budaya Jepang yang akan membawa perubahan baik untuk
Indonesia dan tiap-tiap individu di Indonesia. Contohnya menerapkan budaya
memanajemen waktu.

KESIMPULAN

Dari perbandingan budaya antara Indonesia dan Jepang, terdapat manfaat untuk
mengetahui pola berfikir bangsa Indonesia dan bangsa Jepang. kesulitan
utamanya adalah perbedaan karakteristik kedua bangsa, yang mana bangsa
Jepang relatif homogen, sedangkan bangsa Indonesia sangat heterogen. Tetapi,
lewat perbandingan ini kita bisa saja menerapkan salah satu budaya Jepang yang
akan membawa perubahan baik untuk Indonesia dan tiap-tiap individu di
Indonesia

SUMBER

http://adityamahfuzha.blogspot.com/2016/05/perbandingan-budaya-indonesia-
dengan.html

https://www.laksani.com/budaya-indonesia-vs-jepang/

www.berkuliah.com/2014/07/9-perbedaan-budaya-antara-indonesia-dan-
jepang.html

21

Anda mungkin juga menyukai