Anda di halaman 1dari 16

TUGAS RIVIEW JURNAL KELOMPOK 1

Mata Kuliah Bahan Bangunan Dan Kontruksi


Dosen Pengajar :
Senki Desta Galuh ST, MT

Anggota
Alimul Rozikin (2210611088)
Moch Chelvin Arjuna. F (2210611072)
Rendiko Bagas Ahmadha (2210611090)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2022
REVIEW JURNAL 1
POTENSI BATU BASUKIT PULAU BINTAN SEBAGAI PENGGANTI AGGREGAT
KASAR PADA BETON

Judul Potensi Batu Bauksit Pulau Bintan Sebagai Pengganti


Aggregat Kasar Pada Beton
Nama Jurnal Jurnal Teknik Sipil
Volume dan Halaman Volume 12, No. 3, dan 155 – 160
Tahun 2013
Penulis Angelina Eva Lianasari
Reviewer Alimul Rozikin
Tanggal Review 19 Oktober 2022
Latar Belakang Ketidaktersediaan bahan bangunan pembentuk beton sering
kali menjadi kendala dalam pelaksanaan pembangunan.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu dicari
langkah-langkah penyelesaian yang dapat diambil dengan
menggunakan potensi sumber daya alam yang tersedia di
lokasi proyek pembangunan.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini.
1. Memaksimalkan pemanfaatan batu bauksit untuk
pembuatan beton terutama bagi masyarakat di Pulau Bintan
dan sekitarnya.
2. Harapan agar batu bauksit dapat menjadi alternatif lain
selain batu granit yang biasa digunakan oleh masyarakat
sekitar untuk pembuatan beton.
3. Penggunaan batu bauksit yang lebih murah menjadi
popular dibandingkan menggunakan batu granit atau
agregat kasar lainnya yang harus didatangkan dari daerah
lain.
Sumber Data https://bit.ly/3svmzAd
Permasalahan Kota Kijang, Pulau Bintan, merupakan pusat penambangan
bauksit Indonesia dan termasuk terbesar di dunia selain
Brasil, pada awalnya PT. Aneka Tambang Tbk adalah satu-
satunya perusahaan yang memonopoli pertambangan
bauksit di Pulau Bintan dan menjadi sumber pendapatan
dari lapangan pekerjaan yang dominan. Dengan habisnya
bauksit layak tambang di wilayah ini, PT. Aneka Tambang
Tbk di kota ini sudah banyak mengurangi aktifitas sejak
tahun 1990-an. Sehingga yang tersisa adalah bauksit tidak
layak tambang yang sangat melimpah.
Akibatnya banyaknya batuan bauksit tidak layak pakai
sebagai bahan pembentuk aluminium sehingga batuan
tersebut tidak dimanfaatkan. Pulau Bintan merupakan
pulau kecil yang sulit didapatkan agregat kerikil alam (batu
kali) yang memenuhi syarat sebagai bahan agregat kasar
pada beton. Setelah melihat permasalahan dan potensi alam
yang ada tersebut, maka itu dirasa perlu diteliti kelayakan
batu bauksit tersebut sebagai material pengganti agregat
kasar kerikil alam (batu kali).
Metodologi penelitian Penelitian ini menggunakan metoda eksperimen, yaitu
penelitian dengan percobaan langsung di laboratorium
yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab akibat
antara satu sama lain dan membandingkan hasilnya. Beton
yang diuji merupakan beton dengan material agregat kasar
berupa bauksit dibuat dengan vasiasi faktor air semen 0,40;
0,45; 0,50.
Hasil pengujian yang diperoleh berupa uji karakteristik
batu bauksit, kuat tekan, dan modulus elastisitas beton
yang kemudian akan dibandingkan dan diambil kesimpulan
akhir.
Rencana perbandingan bahan susun beton dengan agregat
kasar batu bauksit berdasarkan SNI T-15-1990-03 sesuai
dengan Tabel berikut ini.
Bahan Berat/m3
Semen 462,25 kg/m3
Pasir 613,14 kg/m3
Bauksit 919,71 kg/m3
Air 184,90 kg/m3
Hasil Penelitian Sifat Fisik Batu Bauksit
Hasil pemeriksaan gradasi agregat kasar bauksit didapatkan
nilai modulus halus butir (mhb) sebesar 7,345.
Pada umumnya agregat normal memiliki nilai berat jenis
antara 2,5 sampai 2,7, sedangkan nilai berat jenis bauksit
yang diperoleh sebesar 2,2829 kg/m3 . Berat jenis
digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh
agregat. Berat jenis agregat pada akhirnya akan
menentukan berat jenis beton sehingga secara langsung
menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran
beton.
Pengaruh Bauksit Pada Beton Segar
Untuk mengetahui kelecakan (consistency) adukan beton
segar maka dilakukan pengujian slump yang akan
menunjukkan tingkat kelecakan adukan yang berpengaruh
terhadap sifat mudah dikerjakan.
Berat Jenis Beton Bauksit
Berat jenis beton bauksit setelah diperiksa menunjukan
hasil antara 2,20021 t/m3 . sampai 2,286487 t/m3 . Hasil
tersebut menunjukkan bahwa beton yang dihasilkan dengan
menggunakan batu bauksit sebagai agregat kasar pada
beton mengakibatkan turunnya berat jenis beton dibawah
berat jenis beton normal yang berkisar 2,4 t/m3 . Namun
beton dengan agregat kasar batu bauksit belum dapat
dikategorikan sebagai beton ringan karena berat jenisnya
masih di atas 2 t/m3.
Kuat Tekan Beton Bauksit
Hasil pengujian kuat tekan beton dengan agregat kasar batu
bauksit tercantum dalam Tabel.

Nilai rata-rata hasil uji kuat tekan beton dengan umur


pengujian 28 hari.

Fas Kuat tekan beton batu bauksit (MPa)


O,4 30,24052
0,45 28,05249
0,5 24,99784

Modulus Elastisitas Beton Bauksit


fas f’c 0,3 f’c Modulus M.Elastisitas
Elastisitas teoritis
(MPa)
0,4 33,19 9,96 19759,52 27077
0,45 28,76 8,63 18717,70 25205
0,5 26,43 7,93 16319,56 24162

Modulus elastisitas beton berkaitan erat dengan faktor air


semen, kepadatan, dan kuat tekan beton. Nilai modulus
elastisitas menurun seiring dengan meningkatnya nilai
FAS. Peningkatan nilai FAS menyebabkan peningkatan
jumlah pori pada beton dan berkurangnya kepadatan beton
sehingga berefek pada menurunnya kuat tekan dan
modulus elastisitas. Modulus elastisitas berubungan erat
dengan kuat tekan beton, semakin rendah kuat tekan beton
maka nilai modulus elastisitas makin menurun. Menurut
pasal 10.5 SNI-03-2847 (2002) hubungan antara nilai
modulus elastisitas beton normal dengan kuat tekan beton
adalah Ec = 4700√f’c. Nilai modulus elastisitas beton
dengan agregat kasar batu bauksit lebih rendah dari beton
normal yang berkisar 20000 MPa (Tabel 6). Nilai modulus
elastisitas beton dengan agregat kasar batu bauksit lebih
rendah dari nilai modulus elastisitas teoritis untuk beton
normal, rumus modulus elastisitas teoritis beton normal
tidak berlaku untuk beton dengan agregat kasar batu
bauksit.
Kelebihan Di jelaskan dengan detail, kajian data mudah di
pahami,data hasail pengujian di jelaskan dengan terperinci
dan menggunakan tabel.penulis menggunakan sumber
sumber yang banyak.
Kekurangan Tidak ada dokumentasi dari bahan dan hasil pengujian.
Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan agregat
bauksit dan agregat kerikil sebagai bahan penyusun beton,
maka didapatkan hasil yang dapat disimpulkan sebagai
berikut ini.
Kondisi fisik batu bauksit: berat jenis bauksit yang
diperoleh sebesar 2,2829 kg/m3 , berat tersebut lebih rendah
dari berat jenis agregat normal yang berkisar antara 2,5–2,7
kg/m3 , nilai serapan air dari bauksit cukup besar (6,024%),
bila dibandingkan dengan krikil alam dengan rata-rata
penyerapan air berkisar 2%, hasil pengujian keausan sebesar
26,12 % < 50% (bagian yang hancur setelah putaran ke-500
tidak lebih dari 50% berat), sehingga memenuhi syarat
PUBI 1982.
Nilai workability dari adukan beton dengan agregat bauksit
menurun, hal ini terlihat dari nilai slump dibandingkan
dengan adukan beton agregat kerikil, karena daya resapan
agregat bauksit lebih besar dibandingkan agregat kerikil.
Berat jenis beton bauksit menunjukan hasil antara 2,20021
t/m3 . sampai 2,286487 t/m3 , dibawah berat jenis beton
normal 2,2–2,5 t/m3 , namun belum dapat dikatakan sebagai
beton ringan karena berat jenisnya lebih besar dari 2 t/m3 .
Kuat tekan yang dihasilkan cukup tinggi mencapai 30,24052
MPa (fas 0,4) sehingga persyaratan minimal kuat tekan
beton struktural yaitu 17,5 MPa.
Nilai modulus elastisitas beton dengan agregat kasar batu
bauksit lebih rendah dari beton normal yang berkisar 20000
Mpa.
REVIEW JURNAL 2
PENGARUH PENGUNAAN BATU DOLOMIT SEBAGAI AGREGAT KASAR
TERHADAP TEKANAN BETON NORMAL

Judul Pengaruh Pengunaan Batu Dolomit Sebagai Agregat Kasar


Terhadap Tekanan Beton Normal
Jurnal Teknik Sipil ITP
Volume dan Halaman Vol. 3 No.2 Juli 2016
Tahun 2016
Penulis Bonny Saputra
Reviewer Moch Chelvin Arjuna. F
Tanggal Review 19 Oktober 2022
Latar Belakang Dalam upaya pemenuhan kebutuhan akan bahan bangunan untuk
campuran beton banyak kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan.
Salah satunya adalah batu dolomit banyak ditemukan di
Indonesia, tersebar mulai dari propinsi Sumatera Utara, Sumatera
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura dan Papua. Pada
penelitian ini batu dolomit digunakan sebagai agregat kasar
pengganti batu pecah dan kerikil untuk campuran beton normal.
Batu dolomit yang digunakan berasal dari daerah perbatasan
Bukittinggi dengan Payakumbuh Propinsi Sumatera Barat.
Tujuan Penelitian Pemanfaatan dolomit secara langsung digunakan untuk
pertanian, semen klinker, mortar, klinker dolomite, penyemenan
atau dempul untuk rekahan-rekahan. Dengan memanfaatkan
pecahan batu dolomit yang berukuran 1 – 2 cm sebagai
pengganti agregat kasar untuk campuran beton normal
diharapkan dapat menggantikan batu pecah ataupun koral
sebagai bahan pengisi beton. Untuk itu perlu dilakukan
penelitian tentang pengaruh penggunaan batu dolomit sebagai
pengganti agregat kasar terhadap kuat tekan beton normal,
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan akan bahan bangunan
untuk campuran beton.
Sumber Data https://jts.itp.ac.id/index.php/jts/article/download/428/674/1635
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian yaitu
tinjauan lapangan dan metode kuantitatif sebuah tabel penelitian
berdasarkan sifat-sifat fisik agregat yaitu : batu dolomit, batu
pecah 1-2, kerikil, pasir dari pemeriksaan sifat mekanik yang
dilakukan berdasarkan pengujian kuat tekan beton. Untuk
mengetahui pengaruh penggunaan batu dolomit sebagai agregat
kasar berupa batu pecah dan kerikil terhadap kuat tekan beton,
pada penelitian ini digunakan sampel dengan cetakan kubus
ukuran 15 cm x 15 cm, masing-masing 3 benda uji dengan variasi
0%, 50% dan 75% batu dolomit untuk umur beton 7, 14 dan 28
hari.
Hasil Penelitian penggunaan batu dolomit sebagai pengganti batu pecah sebanyak
50% memberikan pengaruh penurunan kuat tekan yang
signifikan terhadap beton normal, demikian juga untuk
penggunaan 75% memiliki kecendrungan penurunan kuat tekan
beton lebih rendah dari penggunaan 50%. Sedangkan
penggunaan dolomit pengganti kerikil sebanyak 50%
memberikan pengaruh pada peningkatan kuat tekan terhadap
beton normal, demikian juga untuk penggunaan 75% memiliki
kecendrungan meningkatkan kuat tekan beton lebih tinggi dari
penggunaan 50%.
Objek Penelitian Batu Dolomit
Kelebihan Penggunaan batu dolomit sebagai pengganti batu pecah dan batu
krikil sangat berpengaruh besar dan terutama pengaruh penurunan
kuat tekan yang sangat signifikan terhadap beton normal.
Kekurangan Penggunaan batu dolomit yang sangat baik akan menimbulkan
kebutuhan bahan batu dolomit sangat dicari sehingga kekayaan
batu dolomit di alam akan berkurang.
Kesimpulan Penggunaan batu dolomit sebagai pengganti batu pecah
menurunkan kuat tekan beton yang signifikan pada prosentase 50-
75%, dan penggunaan batu dolomit sebagai pengganti kerikil
meningkatkan kuat tekan beton pada prosentase 50-75%.
REVIEW JURNAL 3
UJI MINERAGRAFI BATUAN BIJI EMAS DARI BANYUWANGI, JAWA TIMUR

Judul Uji Mineragrafi Batuan Biji Emas Dari Bayuwangi, Jawa Timur
Jurnal Teknologi Sumberdaya Mineral
Volume dan Halaman Vol. 1 No.1, 2020, Hal 1-30
Tahun 2020
Penulis Siti Aminah

Reviewer Rendiko Bagas Ahmadha


Tanggal Reviewer 19 Oktober 2022
Latar Belakang Emas merupakan logam mulia yang banyak digunakan dan memiliki
peran penting dalam kehidupan manusia. Dalam skala global,
mineral, khususnya penghasil energi utama, bahkan berperan
strategis dalam menentukan peta perpolitikan dunia. Endapan
bahan galian tersebut baru sedikit diketahui, dan dari hasil yang
diperoleh endapan bahan galian logam banyak tersebar
dibeberapa kepulauan dengan jumlah cadangan kurang dari 5
(lima) juta ton untuk suatu tempat tertentu. Sementara mineral
dalam bentuk logam mulia emas juga memiliki posisi penting
dalam perekonomian dunia (Departemen Pertambangan dan Energi,
1998).

Tujuan Penelitian Uji karakteristik yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan
dengan berbagai teknik analisis unsur seperti Atomic Absorbance
Spektrophootometry (AAS), mineralogi, X-Ray Flourescence (XRF),
X-Ray Diffraction dan Fire Assay. Penggunaan beberapa teknik
analisis ini bertujuan agar hasil yang didapatkan menjadi lebih
efisien dan akurat sehingga nantinya dapat digunakan sebagai acuan
dalam pembuatan tambang maupun teknik ekstraksi yang digunakan.
Keberadaan tambang ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
daerah itu sendiri maupun masyarakat disekitarnya
Sumber Data https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JENERAL/article/view/21561

Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahap, diantaranya:


preparasi sampel dan uji mineragrafi. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu alat gelas, alat
untuk analisis pengukuran dan alat mesin.

Preparasi Sampel

Adapun tahap preparasi sampel yang dilakukan adalah sebagai


berikut:
1. Sampel bijih dikeringkan di dalam oven 105OC selama 24
jam.
2. Bijih kering dikecilkan ukurannya melalui proses
penggerusan menggunakan laboratory jaw crusher, roll crusher
dan digerus dengan ball mill hingga mempunyai fraksi fraksi
ukuran P80 -200# (74 mikron). Kemudian dilakukan pengayakan.
3. Dilakukan pencampuran (blending) semua bijih sehingga
menghasilkan sampel komposit yang akan digunakan dalam
percobaan.
4. Contoh bijih kemudian disampling menggunakan rotary
splitter sehingga dihasilkan paket-paket sampel bijih yang
representatif.

Mineragrafi Sayat Poles

Analisis mineragrafi sayat poles dilakukan di Pusat Penelitian


Geoteknologi LIPI, Bandung. Analisis ini bertujuan untuk
menentukan letak dan ukuran butiran emas dalam bijih serta
menentukan mineral lain yang dominan. Dalam analisis mineragraf
idibuat preparat yang selanjutnya dilakukan sayatan poles. Mineral
yang dominan dalam sampel bijih dikarakterisasi berdasarkan
perbedaan warna mineral di bawah cahaya pantul mikroskop

Hasil Penelitian d Preparasi Sampel Batuan

Sampel diperoleh dari PT Bumi Suksesindo berbentuk bongkahan


seperti ditunjukkan pada Gambar 1a. Sampel batuan akan mengalami
proses pengecilan ukuran sehingga akan didapatkan contoh sampel
yang akan siap digunakan untuk proses uji karaktersisasi sampel.
Sampel akan mengalami proses grinding sampai dihasilkan ukuran -
200 mesh, seperti pada Gambar 1b.

[a] [b]
Gambar 1 (a). Sampel bijih emas, (b). Sampel bijih emas -200
mesh

[a] [b]

Gambar 2 (a). Proses sampling, (b). Contoh sampel yang siap


digunakan

Karakterisasi bijih diperlukan untuk mengidentifikasi jenis dan sifat


dari bijih emas yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur.
Karakterisasi bijih merupakan tahap awal dari suatu proses ekstraksi,
di mana dengan mengetahui karakterisasi dari bijih maka dapat
ditentukan proses ekstraksi emas yang akan dilakukan pada tahap
selanjutnya

Analisa Hasil Mineragrafi

Analisis mineragrafi sayat poles dilakukan untuk mengatahui letak,


ukuran emas dan mineral pengikut emas yang terkandung dalam bijih
emas tersebut. Analisis mineragrafi dilakukan terhadap kedua sampel,
yaitu sampel A dan B. kedua contoh sampel akan dibuat preparat agar
analisis bias dilakukan dengan baik, yaitu preparat sayat poles. .
Pengambilan gambar dilakukan di bawah cahaya pantul Nikon
Eclipse 50 iPol.
Batuan sampel dominan berwarna abu-abu, struktur nya berongga dan
berpori, serta teksturnya kristalin halus dan sedang. Preparat poles
mineral bijih dibuat dari impregnasi butiran pasir kasar yang berasal
dari penggerusan sampel A, memperlihatkan tebaran pecahan mineral
kuarsa dan sulfida logam dalam matrik akrilik. Kemelimpahan
individu mineral tidak mencerminkan proporsi dalam sampel karena
butiran hasil gerusan sampel telah mengalami pendulangan hingga
didapatkan konsentrat mineral bijih.
Gambar 3 Sampel batuan

Beberapa mineral yang terkandung dalam batuan bijih emas Sampel


A dari Banyuwangi, Jawa Timur adalah sebagai berikut:
1. Kalkopirit ( Cu Fe S2) : warna kuning brass, berupa pecahan
tidak beraturan berukuran sangat halus hingga 120 µm, beberapa
berubah menjadi sulfida sekunder di bagian tepi atau retakan.

2. Kalkosit Cu3 (As Sb) S4 : abu abu kehijauan, berupa pecahan


berukuran halus hingga 30 µm, sedikit dijumpai, hasil ubahan
dari kalkopirit.

3. Digenit (Sb2 S3) : warna abu abu kebiruan muda, berupa


pecahan berukuran halus hingga 30 µm, sedikit dijumpai, hasil
ubahan dari kalkopirit.

4. Kovelit Cu3 (As Sb) S4 : abu abu kebiruan indigo, berupa


pecahan berukuran halus hingga 30 µm, sedikit dijumpai, hasil
ubahan dari kalkopirit.

5. Sfalerit (Sn S) : warna abu abu sedang

6. Elektrum (AuAg) : warna kuning krem sangat terang, bentuk


bleb non kristalin, berukuran halus hingga 30 µm,
7. Kuarsa (SiO2): abu-abu gelap, pecahan tidak beraturan,
sebagai komponen non sulfida paling dominan.

Kekurangan 1. Terdapat banyak kalimat yang tidak efektif.


2. Jumlah responden yang sedikit.
3. Banyak terdapat istilah-istilah yang yang dapat membuat seorang
pembaca susah untuk memahami
Kelebihan 1. Jurnal tersusun secara sistematis.
2. Menggunakan dasar teori yang relevan.
3. Pengkajian data yang mudah dipahami.
4. Terdapat kesesuaian antara tujuan jurnal dan kesimpulan.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan kesimpulan yang
didapatkan adalah:
a. Komponen mineral didominasi oleh kuarsa dan kalkopirit,
adapun mineral bijih sulfida lainnya seperti sfalerit, pirit, digenit
kalkosit dan kovelit hanya sedikit dijumpai.
b. Keberadaan emas dalam bentuk elektrum. Beberapa butiran
elektrum AuAg berwarna kuning krem juga terlihat dalam ukuran
halus hingga 30 µm.

Anda mungkin juga menyukai