Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak Maret 2020 memberikan banyak pelajaran bagi
proses perencanaan keuangan. Bagi jajaran Eksekutif di Perusahaan, Pandemi Covid-19
yang terjadi sepanjang tahun 2020 menyebabkan guncangan ekonomi yang mengancam
keberlangsungan Perusahaan. Apa yang terjadi pada tahun 2020 tersebut tentunya menjadi
dasar bagi jajaran Eksekutif dalam Menyusun anggaran untuk tahun 2021. Agrawal (2020)
menyebutkan bahwa berdasarkan keterangan dari jajaran Eksekutif perusahaan yang
ditemui, mereka meyebutkan bahwa mereka sangat membutuhkan anggaran yang realistis
untuk tahun-tahun selama recovery pasca pandemi agar dapat menyesuaikan sumber daya
yang dimiliki Perusahaan dengan strategi keberlangsungan hidup perusahaan. Mereka
menyadari bahwa proses penganggaran seperti biasa tidak lagi sesuai untuk tugas tersebut.
Pandemi Covid-19 mempengaruhi berbagai industri dengan cara yang berbeda-
beda. Bisnis seperti biasa tidak lagi menjadi pilihan. Cellner (2021) menyebutkan bahwa
disrupsi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 telah dan akan terus memberikan dampak
besar pada semua bisnis dan industri, termasuk industri perbankan. Pengendalian Covid-19
yang baik di Indonesia pada akhir tahun 2021 mulai berdampak positif terhadap aktivitas
perekonomian masyarakat. Namun demikian, varian Covid-19 yang terus bermutasi dapat
menjadi potensi disrupsi dan masih menjadi tantangan yang dapat berpengaruh pada
seluruh aktivitas perekonomian nasional, termasuk aktivitas bisnis industri perbankan. Di
sisi lain, pandemi telah menjadi katalisator perubahan besar pada perilaku konsumen
(consumer megashift). Salah satunya, nasabah semakin terbiasa dengan pemanfaatan
teknologi digital. Hal tersebut mendorong kebutuhan layanan perbankan digital menjadi
semakin tinggi dan melebur dengan aktivitas dan gaya hidup nasabah.
Ditengah disrupsi dan ketidakpastian ekonomi yang jelas dihadapi pada semua
bisnis, melakukan penganggaran yang “sempurna” mungkin tidak dapat dicapai oleh pihak
manajemen, penyusunan anggaran dengan pendekatan yang biasa dilakukan seperti top
down dan bottom up dapat menyebabkan perusahaan terjebak dalam negosiasi tanpa akhir
yang justru pada akhirnya tidak mengatasi masalah kritis tentang strategi dan alokasi
sumber daya perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan proses penganggaran yang lebih
baik dimana kita melakukan proses penganggaran strategis dan menata ulang manajemen
kinerja untuk dapat menghasilkan solusi yang lebih sejalan dengan strategi serta
memperbanyak alternatif dalam keputusan alokasi sumber daya.
B. Budgeting Analysis
Dalam kondisi normal, penyusunan anggaran merupakan hal yang tidak mudah. Di
dunia sekarang ini, masa depan menjadi semakin tidak terduga. Dengan kondisi masa
depan yang "tidak dapat diprediksi" atau '' tidak pasti'' atau "tidak stabil", dapat disimpulkan
bahwa proses peramalan masa depan adalah proses yang kurang dapat diandalkan.
Meskipun demikian, jajaran Eksekutif tetap diharapkan dapat memimpin perusahaan agar
dapat melalui masalah yang dihadapi serta untuk memastikan bahwa sumber daya
perusahaan yang terbatas dialokasikan untuk hal yang paling menguntungkan bagi
perusahaan. Ketidakpastian memanifestasikan dirinya dalam banyak cara. Hal tersebut
dapat berupa bencana alam, depresiasi mata uang asing di mana perusahaan beroperasi,
pergeseran geopolitik, merger atau akuisisi pesaing, atau epidemi global (McGrath, 2000).
Hal inilah yang terjadi sepanjang tahun 2020 hingga saat ini, sebagai dampak dari adanya
Pandemi Covid-19. Kunnathuvalappil (2020) menyebutkan bahwa ketidakpastian dalam
bentuk apa pun, menegaskan bahwa bisnis harus fleksibel dalam perencanaan,
penganggaran, dan peramalan untuk menghadapi perubahan kondisi bisnis. Jajaran
Eksekutif harus mampu untuk merespon dengan cepat terhadap perubahan kondisi di
waktu yang tidak terduga. Ini sering membutuhkan melebihi atau di bawah anggaran untuk
alasan yang cukup masuk akal.
1) Budgeting
2) Budgeting Approach
3) Budgeting Method
a) Incremental Budgeting
Incremental budgeting mengambil angka aktual dari anggaran tahun lalu
dan menambah atau mengurangi anggaran tersebut untuk mendapatkan
anggaran tahun berjalan. Ini adalah jenis anggaran yang paling umum karena
sederhana dan mudah dipahami. Incremental budgeting cocok digunakan jika
pemicu biaya utama tidak berubah dari tahun ke tahun. Namun, ada beberapa
masalah dengan menggunakan metode ini:
- Kemungkinan akan melanggengkan inefisiensi. Misalnya, jika seorang manajer
mengetahui bahwa ada peluang untuk meningkatkan anggarannya sebesar
10% setiap tahun, dia hanya akan mengambil kesempatan itu untuk mencapai
anggaran yang lebih besar, tanpa berusaha mencari cara untuk memotong
biaya atau menghemat.
- Kemungkinan besar akan terjadi budgetary slack. Misalnya, seorang manajer
mungkin melebih-lebihkan ukuran anggaran yang sebenarnya dibutuhkan tim
sehingga tampaknya tim selalu kekurangan anggaran.
- Incremental budgeting cenderung mengabaikan kondisi eksternal. Misalnya,
ada inflasi yang sangat tinggi dalam biaya input tertentu, maka pada
Incremental budgeting mengabaikan faktor eksternal dan hanya
mengasumsikan biaya akan tumbuh, misalnya, 10% tahun ini.
4) Budgetary Process
Dokumen yang menjadi inti dari seluruh proses sebagaimana tersebut diatas
biasa disebut dengan istilah Master Budget. Master budget mengungkapkan seluruh
rencana operasi dan keuangan manajemen pada periode tertentu, termasuk seluruh
laporan keuangan yang dianggarkan. Master budget adalah rencana awal dari apa yang
ingin dicapai perusahaan dalam periode tersebut dan berkembang dari keputusan
operasional dan keputusan pendanaan yang dibuat oleh manajer selama proses
tersebut. Keputusan operasional (operational decisions) berhubungan dengan cara
terbaik dalam menggunakan sumber daya yang terbatas yang dimiliki oleh Perusahaan,
sedangkan keputusan pendanaan (financial decisions) berkaitan dengan bagaimana
memperoleh dana untuk memperoleh sumber daya tersebut.
Master budget adalah rencana keuangan komprehensif bagi organisasi secara
keseluruhan yang telah disetujuiu oleh yang disetujui oleh komite anggaran. Master
budget biasanya berjangka waktu satu tahun sesuai dengan tahun fiskal perusahaan.
Master budget dapat dibagi ke dalam operational budget dan financial budget.
Operational budget mendeskripsikan aktivitas yang menghasilkan pendapatan bagi
perusahaan sedangkan financial budget akan merinci aliran masuk dan keluar kas serta
posisi keuangan secara umum. Operational budget terdiri dari:
a) Sales revenue budget adalah anggaran yang berisi tentang proyeksi pendapatan
jasa yang diharapkan dalam satuan unit dan rupiah.
b) Labor budget, yaitu anggaran yang menunjukkan total jam tenaga kerja langsung
yang dibutuhkan dan biaya (gaji/upah) yang diberikan kepada tenaga kerja untuk
memperoleh pendapatan jasa.
c) Service overhead budget, adalah anggaran yang menunjukkan biaya yang
diharapkan dari semua komponen pendapatan jasa secara tidak langsung.
d) Selling and administrative budget, anggaran yang menguraikan pengeluaran yang
direncanakan untuk aktivitas diluar aktivitas jasa yang diberikan.
Anggaran yang tersisa dalam master budget adalah financial budget. Financial
budget meliputi budgeted income statement, cash budget, capital expenditure budget dan
budgeted balance sheet (budgeted financial posisition). Budgeted income statement adalah
anggaran yang berisi tentang pendapatan dan pengeluaran. Cash budget adalah
anggaran yang berisi saldo awal dalam akun kas, ditambah penerimaan yang
diantisipasi, dikurangi pengeluaran yang diantisipasi, serta ditambah atau dikurangi
pinjaman yang diperlukan. Budgeted balance sheet (budgeted financial posisition) yang
dianggarkan menyajikan saldo akhir aktiva, kewajiban, dan akun modal jika rencana
yang dianggarkan berjalan sesuai rencana.
Anggaran penting untuk memenuhi tujuan dan sasaran. Kebanyakan
pembahasan mengenai proses budgeting cenderung berfokus pada perusahaan
manufaktur. Namun demikian, budgeting juga dapat digunakan oleh perusahaan jasa.
Banyak bisnis jasa menjadi lebih kompetitif dalam beberapa tahun terakhir, termasuk
bisnis perbankan. Peningkatan persaingan ini terjadi karena banyak hal, seperti
pertumbuhan ekonomi, perkembangan teknologi, perubahan tingkat suku bunga dan
beberapa hal lain yang sifatnya sangat dinamis. Ketika persaingan meningkat,
perencanaan dan pengendalian menjadi lebih penting. Di perusahaan jasa,
bagaimanapun, aktivitas bisnis sebagian besar membutuhkan usaha manusia, dan
layanan yang diberikan pada umumnya dilakukan setelah dipesan oleh nasabah.
Karena budgeting adalah sistem perencanaan dan pengendalian, teknik yang
diterapkan untuk perusahaan jasa akan sangat mirip dengan yang diterapkan pada
perusahaan manufaktur. Perusahaan jasa tidak hanya harus mengembangkan
keseluruhan anggaran atau rencana laba untuk tahun tersebut tetapi juga harus
menetapkan pengendalian anggaran yang baik yang mengikuti rencana organisasi yang
dipikirkan dengan matang. Perbedaan utama dalam penganggaran kegiatan non
manufaktur berkaitan dengan jenis biaya yang dikeluarkan. Di sebagian besar industri
jasa, elemen biaya utama adalah personel, tercermin dalam gaji, upah, komisi, bonus,
dan tunjangan. Penekanan diberikan untuk produktivitas tenaga kerja dan
mengendalikan biaya overhead.
Salah satu perusahaan yang menjual jasa adalah perusahaan yang bergerak di
industri perbankan. Industri perbankan merupakan salah satu industri khusus yang
berisiko tinggi sehingga perusahaan yang bergerak di industri ini diatur oleh kebijakan
yang ketat (high regulated industry) oleh regulator. Dengan demikian, maka pada saat
penyusunan anggaran, perusahaan yang bergerak di industri perbankan harus
memperhatikan berbagai macam regulasi yang mengatur tentang kegiatan usaha
perbankan.
a) Budgetary Slack
Sistem anggaran yang ideal adalah yang menuju keselarasan tujuan
seutuhnya dan secara bersamaan memberikan dorongan kepada manajer untuk
mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut dapat tercapai apabila dalam proses
penyusunan anggaran melibatkan semua pihak pelaksana anggaran. Partisipasi
berbagai pihak dapat menambahkan kredibilitas pada proses penganggaran dan
membuat karyawan lebih berkomitmen dan bertanggung jawab untuk memenuhi
anggaran. Tetapi partisipasi juga membutuhkan komunikasi yang jujur tentang
bisnis dari bawahan dan manajer tingkat bawah hingga atasan mereka. Apabila
pihak-pihak ini tidak diperhatikan dengan baik, maka akan menimbulkan perilaku
disfungsional, seperti budgetary slack.
b) Stretch Targets
Louise (2004) menyebutkan bahwa stretch targets adalah istilah yang
digagas oleh Jack Welch untuk menunjukkan tujuan-tujuan yang tampaknya tidak
dapat dicapai dengan sumber daya yang ada. Stretch targets adalah target
anggaran dengan level yang menantang tetapi masih dapat tercapai, dimana
kondisi tersebut dimaksudkan untuk menciptakan sedikit ketidaknyamanan bagi
karyawan (Sitkin, 2011).
Gambar 3. Stretch Target: Easy to Say, Hard to Do
Stretch targets dapat berhasil, tetapi hanya dalam keadaan tertentu.
Sebagian besar perusahaan tidak memiliki petunjuk bagaimana mengelola stretch
targets. Penelitian menunjukkan bahwa setidaknya terdapat beberapa faktor
penting agar stretch targets menjadi efektif. Sitkin (2011) menyebutkan bahwa
faktor tersebut antara lain adalah pola pikir, keberhasilan yang terjadi sebelumnya,
kelonggaran sumber daya dan sudut pandang dari tujuan adanya stretch targets.
Stretch Targets dapat menciptakan motivasi bagi karyawan untuk mengerahkan
upaya ekstra agar dapat mencapai kinerja yang lebih baik. Namun demikian,
menetapkan target yang sangat sulit atau tidak mungkin dicapai disisi lain juga
akan merugikan kinerja karena karyawan menyerah untuk berusaha mencapainya.
Tekanan yang begitu besar terhadap pencapaian kinerja dalam stretch targets juga
dapat menyebabkan karyawan terlibat dalam praktik ilegal atau tidak etis. Sitkin
(2011) menyebutkan bahwa banyak manajer memandang anggaran secara negatif,
dimana stretch targets kata anggaran identik dengan perampingan, PHK, atau
pemogokan. Manajer puncak harus meyakinkan bawahan mereka bahwa
anggaran adalah alat yang dirancang untuk membantu mereka menetapkan dan
mencapai tujuan.
C. Budgeting Control
2) Budget Variances
Variances adalah perbedaan antara hasil aktual dengan anggaran yang sudah
ditetapkan. Varians juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja dan untuk memotivasi
manajer. Terkadang varians menyarankan bahwa perusahaan harus
mempertimbangkan perubahan strategi. Misalnya, terjadi varians negatif besar pada
pendapatan yang diperoleh dari penjualan Kartu Brizzi karena ada cacat produk. Atas
adanya varians tersebut, manajer dapat mengambil langkah untuk menyelidiki
penyebab terjadinya cacat produk sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat
untuk mengatasi varians tersebut. Sebuah survei yang dilakukan oleh Chartered
Institute of Management Accountants Inggris menemukan bahwa analisis varians adalah
alat penetapan biaya yang paling mudah dan paling popular.
Varians yang terjadi dapat menguntungkan dan tidak menguntungkan. Varians
yang menguntungkan (favorable), terjadi apabila biaya sesungguhnya lebih kecil
dibandingkan dengan biaya standar. Sedangkan varians tidak menguntungkan
(unfavorable), terjadi apabila biaya sesungguhnya lebih besar dibandingkan dengan
biaya standar. Analisis varians penting dilakukan karena dapat digunakan untuk
mengetahui berbagai macam penyebab terjadinya selisih antara biaya yang telah
ditetapkan (biaya standar) dengan biaya-biaya yang seharusnya dikeluarkan (biaya
sesungguhnya. Hasil dari analisis tersebut dapat mempermudah manajemen dalam
menentukan tindakan untuk mengatasi terjadinya selisih yang merugikan (Hansen,
2021).
d) Risiko Operasional
Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak
berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau
adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
e) Risiko Hukum
Risiko Hukum adalah Risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek
yuridis.
f) Risiko Reputasi
Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku
kepentingan (stakeholder) yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank.
g) Risiko Stratejik
Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau
pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis.
h) Risiko Kepatuhan
Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan.
Faktor berikutnya adalah faktor good corporate governance dimana Bank Dunia
(World Bank) good corporate governance adalah sebagai kumpulan hukum, peraturan,
dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber
perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka
panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat
sekitar secara keseluruhan. Good Corporate Governance (GCG) adalah mekanisme
penting yang diharapkan dapat mendorong praktik bisnis yang sehat. Penilaian faktor
good coorporate governance (GCG) diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
No.13/SEOJK.03/2017 Tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum. Bank harus
melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara berkala yang paling sedikit meliputi
11 (sebelas) faktor penilaian penerapan Tata Kelola yaitu:
a) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi
b) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris
c) Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite
d) Penanganan benturan kepentingan
e) Penerapan fungsi kepatuhan
f) Penerapan fungsi audit intern
g) Penerapan fungsi audit ekstern
h) Penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern
i) Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan penyediaan dana besar
(large exposure)
j) Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank, laporan pelaksanaan tata
kelola dan pelaporan internal
k) Rencana strategis Bank.
Selanjutnya adalah faktor rentabilitas. Rentabilitas (Earnings) adalah
kemampuan perusahaan untuk memperoleh hasil bersih (laba) dengan modal yang
digunakannya. Rentabilitas dapat dihitung dengan membandingkan laba usaha dengan
jumlah modalnya. Penilaian faktor rentabilitas bertujuan untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Faktor rentabilitas ini meliputi
evaluasi terhadap kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas, kesinambungan
rentabilitas, dan manajemen rentabilitas. Tujuan penilaian rentabilitas adalah untuk
mengevaluasi kemampuan rentabilitas bank untuk mendukung kegiatan operasional
dan permodalan bank. Faktor terakhir adalah faktor permodalan. Penilaian atas faktor
permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan permodalan dan kecukupan
pengelolaan permodalan. Dalam melakukan perhitungan permodalan, bank wajib
mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum. Bank juga harus memenuhi Rasio Kecukupan Modal yang disediakan
untuk mengantisipasi risiko
Pada financial budget, angka yang dibutuhkan untuk menghitung rasio NPL
sebagaimana tersebut diatas dapat diperoleh dari budgeted balance sheet (budgeted
financial position). Budgeted balance sheet menyajikan nilai asset perusahaan
termasuk di dalamnya kredit yang diberikan. Dalam POJK No.15/POJK.03/2017
Tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum disebutkan
bahwa Bank dinilai memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya apabila NPL Net nya lebih besar dari 5%.
b) Loan to Funding Ratio
Loan to funding ratio merupakan salah satu indikator untuk mengukur risiko
likuiditas. Loan to funding ratio digunakan untuk mengukur perbandingan jumlah
kredit yang diberikan terhadap jumlah dana yang diterima oleh bank. Rasio ini
menggambarkan kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana
yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai
sumber likuiditasnya. Sesuai dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
No.9/SEOJK.03/2020 Tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum
Konvensional, Loan to funding Ratio (LFR) dirumuskan sebagai berikut:
M odal
Capital Adequacy Ratio ( CAR )= ×100 %
Aset Tertimbang Menurut Risiko
Tahun 2021 merupakan tahun transisi bagi BRI dimana perusahaan telah
memperkuat kapasitas internal perusahaan untuk dapat lebih kuat mendorong akselerasi
bisnis di masa pandemi dengan berbagai macam strategi. Salah satunya dalam hal
penyaluran kredit kepada debitur. Dari table diatas, dapat dilihat bahwa kredit yang
diberikan kepada debitur dan loan to deposit ratio perusahaan selama masa pandemi tidak
mencapai target. Kondisi perekenomian yang belum sepenuhnya pulih menyebabkan
permintaan kredit masih terbatas. Melihat kondisi tersebut, salah satu strategi pertumbuhan
kredit yang dilakukan oleh BRI adalah dengan strategi “business follow stimulus”, yaitu dengan
menyalurkan KUR maupun Kredit UMKM dengan Skema Penjaminan Pemerintah yang memiliki
risiko relatif rendah dan suku bunga yang relatif terjangkau bagi nasabah yang kemampuan
bisnisnya belum pulih namun tetap memberikan return yang optimal bagi BRI.
TUJUAN PEMBELAJARAN
DAFTAR PUSTAKA
Agraval, A., Birshan, M., Grube, C., Maloney, M., & Seth, I. (2020). Memo to the CFO: A new
approach to 2021 budgeting starts now. McKinsey & Company.
Anthony, Robert N, and Govindrajan. (1998). Managemet Control System, Ninth Edition, New
Jersey: Mc. Graw Hill.
Brownell, P. (1982). A Field Study Examination of Budgetary Participation and Locus of Control,
The Accounting Review, 59(1).
Celner, Anna, M. Shilling. (2021). 2022 Banking And Capital Markets Outlook, Scaling New Heights
With Purpose. A report from the Deloitte Center for Financial Services.
Daft, R. L., & Daft, R. L. (2009). Principles of management. South-Western, Cengage Learning India
Pvt. Limited.
De Campos, C., Rodrigues, L.L. (2016). Budgeting Techniques: Incremental Based, Performance
Based, Activity Based, Zero Based, and Priority Based. In: Farazmand, A. (eds) Global
Encyclopedia of Public Administration, Public Policy, and Governance. Springer, Cham.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-31816-5_2263-1
E. Needles, et al. 2011. Financial and Managerial Accounting. South Western: Cengange Learning
Hansen, D. R., Mowen, M. M., & Heitger, D. L. (2021). Cost management. Cengage Learning.
Hofstede, G. H. (1968). The Game of Budget Control: How Life Budgeting Standar and Yet be
Motivated by Them, Van Gorcum, Netherland.
Louise Kelly & Chris Booth. (2004). Dictionary of Strategy: Strategic Management.
Shim, J. K., Siegel, J. G., & Shim, A. I. (2011). Budgeting basics and beyond (Vol. 574). John Wiley &
Sons.
Siegel, G., dan H.R. Marconi. (1989). Behavioral Accounting. South Western Publishing, Co.
Cincinnati, OH.
Sitkin, S. B., See, K. E., Miller, C. C., Lawless, M. W., & Carton, A. M. (2011). The paradox of stretch
goals: Organizations in pursuit of the seemingly impossible. Academy of management
review, 36(3), 544-566.
REGULASI TERKAIT