Anda di halaman 1dari 25

BUDGETING ANALYSIS AND BUDGET CONTROL

A. Introduction: Agility in Budgeting Starts Now

Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak Maret 2020 memberikan banyak pelajaran bagi
proses perencanaan keuangan. Bagi jajaran Eksekutif di Perusahaan, Pandemi Covid-19
yang terjadi sepanjang tahun 2020 menyebabkan guncangan ekonomi yang mengancam
keberlangsungan Perusahaan. Apa yang terjadi pada tahun 2020 tersebut tentunya menjadi
dasar bagi jajaran Eksekutif dalam Menyusun anggaran untuk tahun 2021. Agrawal (2020)
menyebutkan bahwa berdasarkan keterangan dari jajaran Eksekutif perusahaan yang
ditemui, mereka meyebutkan bahwa mereka sangat membutuhkan anggaran yang realistis
untuk tahun-tahun selama recovery pasca pandemi agar dapat menyesuaikan sumber daya
yang dimiliki Perusahaan dengan strategi keberlangsungan hidup perusahaan. Mereka
menyadari bahwa proses penganggaran seperti biasa tidak lagi sesuai untuk tugas tersebut.
Pandemi Covid-19 mempengaruhi berbagai industri dengan cara yang berbeda-
beda. Bisnis seperti biasa tidak lagi menjadi pilihan. Cellner (2021) menyebutkan bahwa
disrupsi yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 telah dan akan terus memberikan dampak
besar pada semua bisnis dan industri, termasuk industri perbankan. Pengendalian Covid-19
yang baik di Indonesia pada akhir tahun 2021 mulai berdampak positif terhadap aktivitas
perekonomian masyarakat. Namun demikian, varian Covid-19 yang terus bermutasi dapat
menjadi potensi disrupsi dan masih menjadi tantangan yang dapat berpengaruh pada
seluruh aktivitas perekonomian nasional, termasuk aktivitas bisnis industri perbankan. Di
sisi lain, pandemi telah menjadi katalisator perubahan besar pada perilaku konsumen
(consumer megashift). Salah satunya, nasabah semakin terbiasa dengan pemanfaatan
teknologi digital. Hal tersebut mendorong kebutuhan layanan perbankan digital menjadi
semakin tinggi dan melebur dengan aktivitas dan gaya hidup nasabah.
Ditengah disrupsi dan ketidakpastian ekonomi yang jelas dihadapi pada semua
bisnis, melakukan penganggaran yang “sempurna” mungkin tidak dapat dicapai oleh pihak
manajemen, penyusunan anggaran dengan pendekatan yang biasa dilakukan seperti top
down dan bottom up dapat menyebabkan perusahaan terjebak dalam negosiasi tanpa akhir
yang justru pada akhirnya tidak mengatasi masalah kritis tentang strategi dan alokasi
sumber daya perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan proses penganggaran yang lebih
baik dimana kita melakukan proses penganggaran strategis dan menata ulang manajemen
kinerja untuk dapat menghasilkan solusi yang lebih sejalan dengan strategi serta
memperbanyak alternatif dalam keputusan alokasi sumber daya.

B. Budgeting Analysis

Dalam kondisi normal, penyusunan anggaran merupakan hal yang tidak mudah. Di
dunia sekarang ini, masa depan menjadi semakin tidak terduga. Dengan kondisi masa
depan yang "tidak dapat diprediksi" atau '' tidak pasti'' atau "tidak stabil", dapat disimpulkan
bahwa proses peramalan masa depan adalah proses yang kurang dapat diandalkan.
Meskipun demikian, jajaran Eksekutif tetap diharapkan dapat memimpin perusahaan agar
dapat melalui masalah yang dihadapi serta untuk memastikan bahwa sumber daya
perusahaan yang terbatas dialokasikan untuk hal yang paling menguntungkan bagi
perusahaan. Ketidakpastian memanifestasikan dirinya dalam banyak cara. Hal tersebut
dapat berupa bencana alam, depresiasi mata uang asing di mana perusahaan beroperasi,
pergeseran geopolitik, merger atau akuisisi pesaing, atau epidemi global (McGrath, 2000).
Hal inilah yang terjadi sepanjang tahun 2020 hingga saat ini, sebagai dampak dari adanya
Pandemi Covid-19. Kunnathuvalappil (2020) menyebutkan bahwa ketidakpastian dalam
bentuk apa pun, menegaskan bahwa bisnis harus fleksibel dalam perencanaan,
penganggaran, dan peramalan untuk menghadapi perubahan kondisi bisnis. Jajaran
Eksekutif harus mampu untuk merespon dengan cepat terhadap perubahan kondisi di
waktu yang tidak terduga. Ini sering membutuhkan melebihi atau di bawah anggaran untuk
alasan yang cukup masuk akal.

1) Budgeting

Berdasarkan definisi yang dirumuskan oleh Certified Institute of Management


Accountants (CIMA), Anggaran (Budget) merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan
suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif dan umumnya dinyatakan dalam
satuan uang untuk jangka waktu tertentu. Sedangkan Siegal (1989) menyatakan bahwa
angaran adalah rencana-rencana manajerial untuk mengekspresikan tindakan dalam
bentuk uang. Anggaran adalah rencana-rencana laba menyeluruh jangka pendek untuk
mencapai tujuan dan sasaran manajemen melalui kegiatan operasi perusahaan.
Anggaran adalah alat manajerial yang menjamin pencapaian sasaran organisasi dan
memberikan pedoman dalam bentuk rupiah untuk operasi sehari-hari.
Anggaran merupakan suatu rencana kerja jangka pendek yang disusun
berdasarkan rencana kegiatan jangka panjang yang ditetapkan dalam proses
penyusunan program. Jika anggaran tidak disusun berdasarkan rencana kegiatan
jangka panjang yang disusun sebelumnya, anggaran sebenarnya tidak membawa
perusahaan ke arah manapun. Penyusunan anggaran sering dikatakan sebagai
perencanaan laba. Dalam perencanaan laba, manajemen Menyusun rencana
operasional yang implikasi keuangannya dinyatakan dalam laporan laba rugi jangka
pendek maupun jangka panjang, neraca, kas, dan modal kerja yang diproyeksikan di
masa yang akan datang. Anggaran mempunyai beberapa kegunaan (manfaat). Menurut
Siegel (1989), anggaran mempunyai manfaat sebagai berikut:
a) Anggaran merupakan hasil proses perencanaan. Anggaran sebagai hasil dari
negosiasi diantara anggota-anggota dominan di dalam suatu organisasi, maka
anggaran mewakili konsesus mengenai tujuan kegiatan dimasa yang akan datang.
b) Anggaran sebagai blueprimt kegiatan perusahaan, sehingga anggaran dapat
merefleksikan prioritas alokasi sumber daya yang dimiliki perusahaan.
c) Anggaran merupakan alat komunikasi internal yang menghubungkan departemen
atau divisi dengan departemen (divisi lain) dalam organisasasi maupun dengan top
management.
d) Anggaran menyediakan informasi tentang hasil kegiatan yang sesungguhnya
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.
e) Anggaran sebagai alat pengendalian yang mengarahkan manajemen untuk
menentukan bagian organisasi yang kuat dan yang lemah. Hal ini akan dapat
mengarahkan manajemen untuk menentukan tindakan koreksi yang harus
diambil.
f) Anggaran mempengaruhi dan memotivasi manajer dan karyawan untuk bekerja
dengan konsisten, efektif dan efisien dalam kondisi kesesuaian tujuan antara
tujuan perusahaan dengan tujuan karyawan.

2) Budgeting Approach

Berhasil tidaknya suatu perusahaan pada umumnya ditandai dengan


kemampuan manajemen didalam melihat kemungkinan dan kesempatan di masa yang
akan datang baik jangka pendek maupun jangka panjang. Tugas manajemen adalah
untuk merencanakan masa depan perusahaan agar sedapat mungkin semua
kemungkinan dan kesempatan di masa yang akan dating telah disadari dan
direncanakan sejak saat ini bagaimana menghadapinya. Rencana manajemen
mengenai kegiatan perusahaan di masa yang akan datang tercermin dalam anggaran.
Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses penetapan peran,
dimana setiap manajer dalam organisasi diberi peran untuk melaksanakan kegiatan
dalam pencapaian sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. Proses penyusunan
anggaran itu sendiri melibatkan banyak pihak mulai dari manajer tingkat bawah sampai
manajer tingkat atas (Siegel, 1989). Proses penyusunan anggaran dapat dilakukan
dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan top-down, pendekatan
bottom-up, dan participative budget (Anthony, 1998).

a) Top-down Approach (Pendekatan dari atas ke bawah)


Dalam pendekatan ini proses penyusunan anggaran dimulai dari manajer
puncak. Anggaran disusun dan ditetapkan oleh pimpinan dan anggaran harus
dilaksanakan bawahan. Dengan menggunakan metode ini ada manfaat yang bisa
dirasakan salah satunya adalah masalah waktu. Penghematan waktu akan
dirasakan lebih cepat karena tidak terlalu banyak diskusi dengan pihak lain
mengingat keputusan diambil berdasarkan satu orang. Metode ini berfungsi agar
tujuan dari pemimpin bisa direalisasikan dengan baik. Anggaran top-down
mempunyai kelemahan, antara lain kurangnya komitmen bawahan, seringkali
tidak dapat dilaksanakan, dan sulit berhasil mencapai tujuan. Ketika departmen
lain tidak dilibatkan dalam penyusunan anggaran, tidak ada rasa motivasi untuk
memiliki sebuah project. Selain itu, karena pemimpin tidak tahu betul kebutuhan
setiap department secara detail, maka bisa saja menetepkan anggaran
berdasarkan opini sehingga kurang realistis.

b) Bottom-up Approach (Pendekatan dari bawah ke atas)


Dalam pendekatan ini, anggaran disusun berdasarkan hasil keputusan
karyawan. Anggaran disusun mulai dari bawahan sampai ke atasan. Bawahan
diberi kepercayaan sepenuhnya untuk menyusun anggaran yang akan dicapai di
masa mendatang. Metode ini digunakan jika karyawan sudah memiliki
kemampuan menyusun anggaran dan tidak dikhawatirkan menimbulkan proses
yang lama dan berlarut. Menurut Corporate Finance Institute (2015), terdapat 2
manfaaat dalam menyusun anggaran dengan menggunakan metode bottom-up
budgeting. Manfaat pertama adalah anggaran yang disusun dapat lebih akurat.
Dengan melakukan metode bottom-up budgeting, estimasi anggaran dari setiap
department dapat membatu meningkatkan akurasi dan nilai yang konkret sesuai
kebutuhan dari department karena dalam prosesnya, menyusun anggaran dengan
menggunakan metode ini melibatkan semua individu di setiap department ikut
ambil andil dalam menuntukan peralatan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Keuntungan lainnya dalam menggunakan metode ini adalah, memberikan motivasi
kepada individu untuk terlibat secara aktif dan bekerja sama dengan baik untuk
mencapai tujuan bersama. Ada komunikasi dua arah yang digunakan, sehingga
kebutuhan setiap individu bisa dikomunikasikan bersama. Hal ini tentu
memberikan rasa memiliki dalam proses pembuatan suatu project. Dengan segala
kelebihannya, pendekatan ini memiliki beberapa kekurangan. Shim (2011)
menyebutkan bahwa salah satu kekurangan pendekatan ini adalah memakan
waktu yang lebih lama, karena adanya masukan dari setiap individu yang
mempunyai kepentingan. Dan jika tidak ada yang mengontrol, tujuan bersama bisa
terabaikan. Untuk itu pengawasan dalam menentukan anggaran dengan
pendekatan ini juga perlu diperhitungkan, sehingga dalam penyusunannya waktu
yang dibutuhkan bisa efesien namun dengan tetap hasil yang maksimal.

c) Parcicipative Budget (Anggaran Partisipasi)


Pendekatan penganggaran yang melibatkan manajer level menengah
dalam pembuatan estimasi anggaran disebut Parcicipative Budget. Anggaran
partisipasi adalah anggaran yang dibuat dengan kerjasama dan partisipasi penuh
dari manajer pada semua tingkatan. Keberhasilan program anggaran terutama
akan ditentukan oleh cara pembuatan anggaran itu sendiri. Proses penyusunan
anggaran bisa dari atas ke bawah, bisa juga sebaliknya, dan ada juga yang
menggunakan gabungan dari keduanya.
Keberhasilan anggaran dapat ditentukan dengan mengukur kinerjanya.
Kinerja yang dimaksud adalah kinerja manajerial para individu dalam kegiatan-
kegiatan manajerial, meliputi perencanaan, koordinasi, pengaturan staf, negoisasi,
dan representatif. Anggaran yang disusun secara partisipatif merupakan cara
efektif untuk memotivasi kinerja bawahan (Hofstede, 1968). Participative Budget
melibatkan bawahan dalam proses penyusunannya, sehingga bawahan yang
kinerjanya diukur berdasarkan anggaran akan termotivasi untuk mencapai kinerja
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam anggaran. Partisipasi dalam
penyusunan anggaran lebih memungkinkan bagi para bawahan untuk melakukan
negoisasi mengenai target anggaran yang menurut mereka bisa dicapai (Brownell,
1982).

3) Budgeting Method

Penganggaran adalah kunci dari kontrol manajemen dan sistem akuntansi di


hampir semua organisasi. Saat ini, penganggaran memainkan peran utama karena
kontrol terhadap sumber daya yang tersedia sangat penting untuk keberlanjutan
perusahaan. Corporate Finance Institute (2022) menyebutkan bahwa terdapat empat
jenis metode penyusunan anggaran yang umum digunakan perusahaan, antara lain:

a) Incremental Budgeting
Incremental budgeting mengambil angka aktual dari anggaran tahun lalu
dan menambah atau mengurangi anggaran tersebut untuk mendapatkan
anggaran tahun berjalan. Ini adalah jenis anggaran yang paling umum karena
sederhana dan mudah dipahami. Incremental budgeting cocok digunakan jika
pemicu biaya utama tidak berubah dari tahun ke tahun. Namun, ada beberapa
masalah dengan menggunakan metode ini:
- Kemungkinan akan melanggengkan inefisiensi. Misalnya, jika seorang manajer
mengetahui bahwa ada peluang untuk meningkatkan anggarannya sebesar
10% setiap tahun, dia hanya akan mengambil kesempatan itu untuk mencapai
anggaran yang lebih besar, tanpa berusaha mencari cara untuk memotong
biaya atau menghemat.
- Kemungkinan besar akan terjadi budgetary slack. Misalnya, seorang manajer
mungkin melebih-lebihkan ukuran anggaran yang sebenarnya dibutuhkan tim
sehingga tampaknya tim selalu kekurangan anggaran.
- Incremental budgeting cenderung mengabaikan kondisi eksternal. Misalnya,
ada inflasi yang sangat tinggi dalam biaya input tertentu, maka pada
Incremental budgeting mengabaikan faktor eksternal dan hanya
mengasumsikan biaya akan tumbuh, misalnya, 10% tahun ini.

b) Activity Based Budgeting


Activity Based Budgeting merupakan penganggaran dengan pendekatan top-
down yang menentukan jumlah input yang diperlukan untuk mendukung target
atau output yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Misalnya, Bank BRI
menetapkan target pendapatan sebesar Rp35.000.000.000.000,- pada tahun 2022.
Dengan target tersebut, Bank BRI perlu terlebih dahulu menentukan kegiatan yang
perlu dilakukan untuk memenuhi target pendapatan tersebut, lalu kemudian
mencari tahu biaya pelaksanaan kegiatan tersebut.

c) Value Proposition Budgeting


Dalam value proposition budgeting, pembuat anggaran mempertimbangkan
pertanyaan-pertanyaan berikut:
- Mengapa jumlah ini dimasukkan dalam anggaran?
- Apakah item tersebut menciptakan nilai bagi pelanggan, staf, atau pemangku
kepentingan lainnya?
- Apakah nilai barang lebih besar daripada biayanya? Jika tidak, lalu apakah ada
alasan lain mengapa biaya tersebut dibenarkan?
Value proposition budgeting benar-benar merupakan pola pikir tentang memastikan
bahwa segala sesuatu yang termasuk dalam anggaran memberikan nilai bagi
bisnis. Value proposition budgeting bertujuan untuk menghindari pengeluaran yang
tidak perlu.

d) Zero Based Budgeting


Sebagai salah satu metode penganggaran yang paling umum digunakan,
Zero Based Budgeting dimulai dengan asumsi bahwa semua anggaran departemen
adalah nol dan harus dibangun kembali dari awal. Manajer harus dapat
membenarkan setiap pengeluaran. Tidak ada pengeluaran yang otomatis “oke”.
Zero Based Budgeting sangat ketat, bertujuan untuk menghindari setiap dan semua
pengeluaran yang tidak dianggap mutlak penting untuk keberhasilan operasi
(menguntungkan) perusahaan. Zero Based Budgeting baik digunakan ketika ada
kebutuhan mendesak untuk menahan biaya, misalnya, dalam situasi di mana
perusahaan sedang mengalami restrukturisasi keuangan atau penurunan ekonomi
atau pasar besar yang mengharuskannya untuk mengurangi anggaran secara
dramatis. Zero Based Budgeting paling cocok untuk menangani biaya diskresioner
daripada biaya operasi penting. Namun, ini bisa menjadi pendekatan yang sangat
memakan waktu, sehingga banyak perusahaan hanya menggunakan pendekatan
ini sesekali.

4) Budgetary Process

Anggaran biasanya dikembangkan untuk jangka waktu tertentu, seperti bulan,


kuartal, atau tahun, yang kemudian dapat dipecah menjadi sub periode. Periode
anggaran yang paling sering digunakan adalah 1 (satu) tahun, yang sering dibagi
menjadi anggaran per kuartal dan anggaran bulanan. Sebagian besar perusahaan
memiliki panduan penyusunan anggaran yang berisi instruksi dan informasi yang
dibutuhkan untuk Menyusun anggaran perusahaan. Proses penyusunan anggaran yang
digunakan oleh perusahaan harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan, konsisten
dengan struktur organisasinya, dan memperhatikan sumber daya manusia (Shim,
2011). Shim (2011) menyebutkan bahwa terdapat enam langkah dalam proses
penyusunan anggaran, antara lain:
a) Menetapkan tujuan
b) Menganalisis sumber daya yang tersedia
c) Negosiasi untuk memperkirakan komponen anggaran
d) Mengkoordinasikan dan meninjau komponen anggaran
e) Memperoleh persetujuan akhir
f) Mendistribusikan anggaran yang telah disetujui
Agrawal (2020) menyebutkan bahwa terdapat lima langkah yang dapat segera
diambil oleh jajaran Eksekutif untuk membuat ulang proses penganggaran dalam
rangka mengatasi kejadian luar biasa, seperti pada masa recovery pasca pandemic
Covid-19 selama 2 (dua) tahun terakhir ini. Langkah-langkah tersebut antara lain
sebagai berikut:
a) Menyusun stress test scenario untuk melawan ketidakpastian.
b) Bayangkan kembali bisnis dari awal untuk menentukan bisnis utama perusahaan.
c) Tahan sebagian pengeluaran secara terpusat agar dapat digunakan sebagai
sumber daya tak terduga sehingga perusahaan memiliki fleksibilitas dalam
mengelola anggaran.
d) Tempatkan karyawan keuangan ke area dengan prioritas tertinggi untuk
mencegah kejenuhan.
e) Memikirkan kembali prosedur pengambilan keputusan untuk mempercepat dan
mengurangi proses.

5) Master Budget in Services Industry

Anggaran (budget) umumnya mencakup rencana pada aspek keuangan dan


aspek non keuangan rencana yang berfungsi sebagai blue print bagi perusahaan untuk
dijadikan pedoman pada periode mendatang. Horngren (2015) menyebutkan bahwa
penyusunan anggaran paling berguna ketika diintegrasikan dengan strategi
perusahaan. Strategi perusahaan dapat menentukan bagaimana sebuah organisasi
mencocokkan kemampuannya dengan peluang di pasar untuk mencapai tujuannya.
Horngren (2015) menyebutkan bahwa untuk mengembangkan strategi yang sukses,
manajer harus mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan seperti berikut ini:
a) Apa tujuan perusahaan?
b) Bagaimana perusahaan dapat menciptakan nilai bagi pelanggan dan membedakan
diri dengan pesaing?
c) Apakah pasar untuk produk kita lokal, regional, nasional, atau global? Tren apa
yang memengaruhi pasar kita? Bagaimana ekonomi, industri kita, dan pesaing kita
memengaruhi kita?
d) Struktur organisasi dan keuangan apa yang paling bermanfaat bagi kita?
e) Apa risiko dan peluang dari strategi alternatif, dan apa yang kita rencana darurat
jika rencana pilihan kita gagal?
Perusahaan yang dikelola dengan baik pada umumnya melakukan beberapa
Langkah sebagai berikut:
a) Sebelum dimulainya tahun anggaran baru, manajer di seluruh tingkatan akan
memperhitungkan kinerja perusahaan di masa lalu, feedback pasar, dan
perubahan masa depan yang dapat diantisipasi untuk memulai rencana pada
periode berikutnya.
b) Pada awal dimulainya tahun anggaran baru, Eksekutif Manajer akan memberikan
kerangka acuan kepada manajer tingkat dibawahnya. Acuan tersebut berupa
capaian financial atau non financial tertentu yang akan dibandingkan dengan hasil
actual.
c) Selama tahun anggaran berjalan, Akuntan Manajemen membantu Manajer untuk
memahami adanya deviasi yang telah terjadi pada perusahaan, seperti adanya
penurunan penjualan yang tidak terduga. Sebagai tindak lanjut atas temuan
tersebut, maka bila perlu, perusahaan dapat melakukan tindakan korektif berupa
perubahan fitur produk, penurunan harga untuk dapat meningkatkan penjualan,
atau pemotongan biaya untuk mempertahankan profitabilitas.

Gambar 1. Master Budget Untuk Perusahaan Jasa

Dokumen yang menjadi inti dari seluruh proses sebagaimana tersebut diatas
biasa disebut dengan istilah Master Budget. Master budget mengungkapkan seluruh
rencana operasi dan keuangan manajemen pada periode tertentu, termasuk seluruh
laporan keuangan yang dianggarkan. Master budget adalah rencana awal dari apa yang
ingin dicapai perusahaan dalam periode tersebut dan berkembang dari keputusan
operasional dan keputusan pendanaan yang dibuat oleh manajer selama proses
tersebut. Keputusan operasional (operational decisions) berhubungan dengan cara
terbaik dalam menggunakan sumber daya yang terbatas yang dimiliki oleh Perusahaan,
sedangkan keputusan pendanaan (financial decisions) berkaitan dengan bagaimana
memperoleh dana untuk memperoleh sumber daya tersebut.
Master budget adalah rencana keuangan komprehensif bagi organisasi secara
keseluruhan yang telah disetujuiu oleh yang disetujui oleh komite anggaran. Master
budget biasanya berjangka waktu satu tahun sesuai dengan tahun fiskal perusahaan.
Master budget dapat dibagi ke dalam operational budget dan financial budget.
Operational budget mendeskripsikan aktivitas yang menghasilkan pendapatan bagi
perusahaan sedangkan financial budget akan merinci aliran masuk dan keluar kas serta
posisi keuangan secara umum. Operational budget terdiri dari:
a) Sales revenue budget adalah anggaran yang berisi tentang proyeksi pendapatan
jasa yang diharapkan dalam satuan unit dan rupiah.
b) Labor budget, yaitu anggaran yang menunjukkan total jam tenaga kerja langsung
yang dibutuhkan dan biaya (gaji/upah) yang diberikan kepada tenaga kerja untuk
memperoleh pendapatan jasa.
c) Service overhead budget, adalah anggaran yang menunjukkan biaya yang
diharapkan dari semua komponen pendapatan jasa secara tidak langsung.
d) Selling and administrative budget, anggaran yang menguraikan pengeluaran yang
direncanakan untuk aktivitas diluar aktivitas jasa yang diberikan.
Anggaran yang tersisa dalam master budget adalah financial budget. Financial
budget meliputi budgeted income statement, cash budget, capital expenditure budget dan
budgeted balance sheet (budgeted financial posisition). Budgeted income statement adalah
anggaran yang berisi tentang pendapatan dan pengeluaran. Cash budget adalah
anggaran yang berisi saldo awal dalam akun kas, ditambah penerimaan yang
diantisipasi, dikurangi pengeluaran yang diantisipasi, serta ditambah atau dikurangi
pinjaman yang diperlukan. Budgeted balance sheet (budgeted financial posisition) yang
dianggarkan menyajikan saldo akhir aktiva, kewajiban, dan akun modal jika rencana
yang dianggarkan berjalan sesuai rencana.
Anggaran penting untuk memenuhi tujuan dan sasaran. Kebanyakan
pembahasan mengenai proses budgeting cenderung berfokus pada perusahaan
manufaktur. Namun demikian, budgeting juga dapat digunakan oleh perusahaan jasa.
Banyak bisnis jasa menjadi lebih kompetitif dalam beberapa tahun terakhir, termasuk
bisnis perbankan. Peningkatan persaingan ini terjadi karena banyak hal, seperti
pertumbuhan ekonomi, perkembangan teknologi, perubahan tingkat suku bunga dan
beberapa hal lain yang sifatnya sangat dinamis. Ketika persaingan meningkat,
perencanaan dan pengendalian menjadi lebih penting. Di perusahaan jasa,
bagaimanapun, aktivitas bisnis sebagian besar membutuhkan usaha manusia, dan
layanan yang diberikan pada umumnya dilakukan setelah dipesan oleh nasabah.
Karena budgeting adalah sistem perencanaan dan pengendalian, teknik yang
diterapkan untuk perusahaan jasa akan sangat mirip dengan yang diterapkan pada
perusahaan manufaktur. Perusahaan jasa tidak hanya harus mengembangkan
keseluruhan anggaran atau rencana laba untuk tahun tersebut tetapi juga harus
menetapkan pengendalian anggaran yang baik yang mengikuti rencana organisasi yang
dipikirkan dengan matang. Perbedaan utama dalam penganggaran kegiatan non
manufaktur berkaitan dengan jenis biaya yang dikeluarkan. Di sebagian besar industri
jasa, elemen biaya utama adalah personel, tercermin dalam gaji, upah, komisi, bonus,
dan tunjangan. Penekanan diberikan untuk produktivitas tenaga kerja dan
mengendalikan biaya overhead.
Salah satu perusahaan yang menjual jasa adalah perusahaan yang bergerak di
industri perbankan. Industri perbankan merupakan salah satu industri khusus yang
berisiko tinggi sehingga perusahaan yang bergerak di industri ini diatur oleh kebijakan
yang ketat (high regulated industry) oleh regulator. Dengan demikian, maka pada saat
penyusunan anggaran, perusahaan yang bergerak di industri perbankan harus
memperhatikan berbagai macam regulasi yang mengatur tentang kegiatan usaha
perbankan.

6) Human Aspects of Budgeting

a) Budgetary Slack
Sistem anggaran yang ideal adalah yang menuju keselarasan tujuan
seutuhnya dan secara bersamaan memberikan dorongan kepada manajer untuk
mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut dapat tercapai apabila dalam proses
penyusunan anggaran melibatkan semua pihak pelaksana anggaran. Partisipasi
berbagai pihak dapat menambahkan kredibilitas pada proses penganggaran dan
membuat karyawan lebih berkomitmen dan bertanggung jawab untuk memenuhi
anggaran. Tetapi partisipasi juga membutuhkan komunikasi yang jujur tentang
bisnis dari bawahan dan manajer tingkat bawah hingga atasan mereka. Apabila
pihak-pihak ini tidak diperhatikan dengan baik, maka akan menimbulkan perilaku
disfungsional, seperti budgetary slack.

Gambar 2. Ilustrasi Budgetary Slack


Horngren (2015) menyebutkan bahwa budgetary slack adalah perbedaan
jumlah anggaran yang diajukan oleh bawahan dengan estimasi yang terbaik dari
organisasi. Dalam keadaan terjadinya budgetary slack, bawahan cenderung
mengajukan anggaran dengan merendahkan pendapatan dan menaikkan biaya
dibandingkan dengan estimasi yang terbaik yang diajukan, sehingga target akan
mudah dicapai. Terdapat beberapa alasan mengapa bawahan menciptakan
senjangan anggaran (budgetary slack). Alasan pertama adalah bahwa senjangan
anggaran akan membuat target kinerja lebih mudah dicapai sehingga bawahan
terlihat lebih baik kinerjanya dimata pimpinan. Alasan kedua, senjangan anggaran
sering digunakan mengatasi ketidakpastian dalam memprediksi masa yang akan
datang. Alasan ketiga, senjangan membuat anggaran lebih fleksibel. Dari sekian
uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa budgetary slack dapat dipahami
sebagai langkah pembuat anggaran untuk mencapai target yang lebih mudah
dicapai dengan menganggarkan pendapatan yang lebih rendah dan biaya yang
lebih tinggi dari estimasi terbaik mereka mengenai jumlah tersebut. Oleh karena
itu, anggaran yang dihasilkan adalah target yang lebih mudah bagi mereka untuk
dicapai.
Banyak penelitian yang dilakukan untuk menganalisa faktor-faktor yang
dapat menimbulkan kecenderungan menciptakan budgetary slack tersebut. Salah
satu faktor yang banyak diteliti dan dianggap berpengaruh signifikan pada
timbulnya budgetary slack adalah partisipasi anggaran. Sebagian penelitian yang
dilakukan mendukung hipotesis bahwa partisipasi bawahan dalam pembuatan
anggaran akan menimbulkan budgetary slack anggaran. Penelitian mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi budgetary slack juga berkembang dengan
dimasukkannya variabel penekanan anggaran (budget emphasis) dan komitmen
organisasi. Penekanan anggaran merupakan variabel yang dapat menimbulkan
budgetary slack dengan argumentasi untuk meningkatkan kompensasi. Penekanan
anggaran dalam hal ini merupakan desakan dari atasan pada bawahan untuk
melaksanakan anggaran yang telah dibuat dengan baik, yang berupa sangsi jika
kurang dari target anggaran dan kompensasi jika mampu melebihi target
anggaran.
Penekanan anggaran (budget emphasis) adalah kondisi bilamana anggaran
dijadikan faktor yang paling dominan dalam pengukuran kinerja bawahan pada
suatu organisasi. Pengukuran kinerja berdasarkan anggaran yang telah disusun
membuat bawahan akan berusaha memperoleh variance yang menguntungkan
dengan menciptakan slack, antara lain dengan merendahkan penghasilan dan
meninggikan biaya pada saat penyusunan anggaran. Jika bawahan meyakini
penghargaan (reward) yang diberikan tergantung pada pencapaian target dalam
anggaran, bawahan akan mencoba membangun slack dalam anggarannya.
Komitmen organisasi merupakan variabel lain yang dapat mempengaruhi
budgetary slack. Komitmen organisasi dapat mempengaruhi motivasi individu
untuk melakukan sesuatu hal. Komitmen organisasi yang tinggi akan membuat
individu berusaha untuk lebih mengutamakan kepentingan organisasi daripada
kepentingan pribadinya sehingga dapat menghindari budgetary slack. Sebaliknya,
komitmen organisasi yang rendah cenderung menjadikan individu tidak
bersungguh-sungguh dalam mencapai tujuan organisasi sehingga melakukan
budgetary slack untuk tujuan pribadinya. Ketidakpastian lingkungan juga
merupakan salah satu variabel yang sering menyebabkan organisasi melakukan
penyesuaian terhadap kondisi organisasi dengan lingkungan. Seseorang
mengalami ketidakpastian karena merasa tidak memiliki informasi yang cukup
untuk memprediksi keadaan pada masa yang akan datang. Menurut Govindarajan
(1986), seorang bawahan yang mempunyai partisipasi tinggi dalam penyusunan
anggaran dan menghadapi ketidakpastian lingkungan yang rendah, akan mampu
menciptakan budgetary slack, karena ia mampu mengatasi ketidakpastian dan
mampu memprediksi masa mendatang. Sebaliknya, dalam ketidakpastian
lingkungan yang tinggi, akan semakin sulit untuk memprediksi masa depan dan
semakin sulit pula menciptakan budgetary slack.

b) Stretch Targets
Louise (2004) menyebutkan bahwa stretch targets adalah istilah yang
digagas oleh Jack Welch untuk menunjukkan tujuan-tujuan yang tampaknya tidak
dapat dicapai dengan sumber daya yang ada. Stretch targets adalah target
anggaran dengan level yang menantang tetapi masih dapat tercapai, dimana
kondisi tersebut dimaksudkan untuk menciptakan sedikit ketidaknyamanan bagi
karyawan (Sitkin, 2011).
Gambar 3. Stretch Target: Easy to Say, Hard to Do
Stretch targets dapat berhasil, tetapi hanya dalam keadaan tertentu.
Sebagian besar perusahaan tidak memiliki petunjuk bagaimana mengelola stretch
targets. Penelitian menunjukkan bahwa setidaknya terdapat beberapa faktor
penting agar stretch targets menjadi efektif. Sitkin (2011) menyebutkan bahwa
faktor tersebut antara lain adalah pola pikir, keberhasilan yang terjadi sebelumnya,
kelonggaran sumber daya dan sudut pandang dari tujuan adanya stretch targets.
Stretch Targets dapat menciptakan motivasi bagi karyawan untuk mengerahkan
upaya ekstra agar dapat mencapai kinerja yang lebih baik. Namun demikian,
menetapkan target yang sangat sulit atau tidak mungkin dicapai disisi lain juga
akan merugikan kinerja karena karyawan menyerah untuk berusaha mencapainya.
Tekanan yang begitu besar terhadap pencapaian kinerja dalam stretch targets juga
dapat menyebabkan karyawan terlibat dalam praktik ilegal atau tidak etis. Sitkin
(2011) menyebutkan bahwa banyak manajer memandang anggaran secara negatif,
dimana stretch targets kata anggaran identik dengan perampingan, PHK, atau
pemogokan. Manajer puncak harus meyakinkan bawahan mereka bahwa
anggaran adalah alat yang dirancang untuk membantu mereka menetapkan dan
mencapai tujuan.

C. Budgeting Control

Pengendalian adalah usaha sistematis manajemen untuk mencapai tujuan. Aktivitas-


aktivitas dimonitor terus menerus untuk memastikan bahwa hasilnya berada pada batasan
yang diinginkan. Hasil aktual dibandingkan dengan rencana, dan jika ada perbedaan yang
signifikan, tindakan perbaikan dapat dilakukan. Pengendalian (controlling) berarti mengatasi
aktivitas karyawan, menentukan apakah perusahaan dapat memenuhi target tujuannya,
dan melakukan koreksi bila diperlukan. Manajemen harus memastikan bahwa organisasi
bergerak menuju tujuannya (Draft, 2009). Shim (2011) menyebutkan bahwa anggaran
adalah alat kontrol utama untuk pendapatan dan biaya yang tujuannya adalah untuk
meningkatkan profitabilitas, atau untuk memenuhi tujuan perusahaan lainnya secepat
mungkin. Kontrol anggaran juga terkait dengan aktivitas non finansial, seperti siklus hidup
produk atau trend musiman.

1) Controllability and Responsibility Accounting

Controllability adalah tingkat pengaruh yang dimiliki manajer tertentu terhadap


biaya, pendapatan, atau item terkait yang menjadi tanggung jawabnya. Controllable cost
adalah setiap biaya yang terutama dipengaruhi oleh manajer yang bertanggung jawab
pada kegiatan tertentu selama periode tertentu. Horngren (2015) menyebutkan bahwa
dalam praktiknya, pengendalian sulit untuk ditentukan karena dua alasan utama:
a) Terdapat beberapa biaya jelas berada di bawah pengaruh salah satu manajer.
Misalnya, manajer pembelian dapat mempengaruhi harga yang dibayar
perusahaan mereka untuk bahan baku langsung, namun di satu sisi hal tersebut
akan berpengaruh pada manajer produksi karena akan mempengaruhi jumlah
bahan langsung yang digunakan dan kualitas bahan yang dibeli. Manajer pada
umumnya sering bekerja dalam tim, sehingga akan sulit untuk mengevaluasi
tanggung jawab individu dalam situasi tim.
b) Dengan rentang waktu yang cukup lama, semua biaya akan berada di bawah
kendali seseorang. Namun, sebagian besar laporan kinerja berfokus pada periode
satu tahun atau kurang. Manajer saat ini dapat mengambil manfaat dari
pencapaian pendahulunya atau mungkin mewarisi masalah pendahulunya dan
menimbulkan inefisiensi. Misalnya, manajer mungkin harus bekerja dengan
kontrak yang tidak diinginkan dengan pemasok atau serikat pekerja yang
dinegosiasikan oleh para pendahulu mereka.
Beberapa eksekutif dalam perusahaan menganggap anggaran adalah sebuah
komitmen tegas yang harus dicapai oleh manajer, sehingga ketika anggaran tersebut
tidak dipenuhi, maka kinerja manajer dinilai gagal. Pendekatan seperti itu memaksa
para manajer untuk belajar bekerja di bawah keadaan yang merugikan serta
menghilangkan kebutuhan untuk berdiskusi mengenai biaya mana yang dapat
dikendalikan dan mana yang tidak dapat dikendalikan. Untuk mencapai tujuan yang
dijelaskan dalam master budget, manajer puncak harus mengoordinasikan upaya
semua karyawan perusahaan. Setiap manajer bertanggung jawab atas pusat
pertanggungjawabannya masing-masing. Sebuah tanggung jawab pusat adalah bagian,
segmen, atau sub unit dari organisasi yang manajernya bertanggung jawab untuk
serangkaian kegiatan tertentu. Akuntansi pertanggungjawaban (responsibility
accounting) adalah sebuah sistem yang mengukur rencana, anggaran, tindakan, dan
hasil aktual dari setiap pusat pertanggungjawaban. Horngren (2015) menyebutkan
bahwa terdapat empat jenis pusat pertanggungjawaban:
a) Cost Center, manajer hanya bertanggung jawab atas biaya.
b) Revenue Center, manajer hanya bertanggung jawab atas pendapatan.
c) Income Center, manajer bertanggung jawab atas pendapatan dan biaya.
d) Investment Center, manajer bertanggung jawab atas investasi, pendapatan, dan
biaya.
Anggaran (budgeting) yang digabungkan dengan akuntansi pertanggungjawaban
(responsibility accounting) dapat memberikan feedback kepada manajer puncak tentang
realisasi kinerja perusahaan, relatif terhadap anggaran yang telah disusun sebelumnya.
Horngren (2015) menyebutkan bahwa perbedaan antara hasil aktual dan jumlah yang
dianggarkan disebut varians. Varians dapat membantu manajer menerapkan strategi
dan mengevaluasinya dalam tiga cara, antara lain:
a) Early Warning
Varians dapat memberikan peringatan yang lebih awal kepada manajer ketika
terjadi peristiwa yang tidak biasa. Dengan adanya varians tersebut, Manajer
kemudian dapat mengambil tindakan korektif atau memanfaatkan peluang yang
tersedia untuk mempertahankan agar anggaran yang direalisasikan sesuai dengan
anggaran yang disusun oleh perusahaan.
b) Performance Evaluation
Varians mendorong manajer untuk menyelidiki seberapa baik perusahaan dalam
menerapkan strateginya. Perusahaan dapat mengevaluasi diri dengan mereview
beberapa hal seperti Apakah bahan dan tenaga kerja digunakan secara efisien?
Apakah R&D pengeluaran meningkat sesuai rencana? Apakah biaya garansi produk
turun sesuai rencana?
c) Evaluating Strategy
Varians terkadang memberi sinyal kepada manajer bahwa strategi mereka tidak
efektif. Sebagai contoh, sebuah perusahaan yang berusaha untuk bersaing dengan
mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas mungkin menemukan bahwa ia
mencapai tujuan-tujuan ini tetapi memiliki pengaruh yang kecil pada penjualan
dan keuntungan. Manajemen puncak kemudian mungkin ingin mengevaluasi
kembali strategi tersebut.

2) Budget Variances

Variances adalah perbedaan antara hasil aktual dengan anggaran yang sudah
ditetapkan. Varians juga digunakan untuk mengevaluasi kinerja dan untuk memotivasi
manajer. Terkadang varians menyarankan bahwa perusahaan harus
mempertimbangkan perubahan strategi. Misalnya, terjadi varians negatif besar pada
pendapatan yang diperoleh dari penjualan Kartu Brizzi karena ada cacat produk. Atas
adanya varians tersebut, manajer dapat mengambil langkah untuk menyelidiki
penyebab terjadinya cacat produk sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat
untuk mengatasi varians tersebut. Sebuah survei yang dilakukan oleh Chartered
Institute of Management Accountants Inggris menemukan bahwa analisis varians adalah
alat penetapan biaya yang paling mudah dan paling popular.
Varians yang terjadi dapat menguntungkan dan tidak menguntungkan. Varians
yang menguntungkan (favorable), terjadi apabila biaya sesungguhnya lebih kecil
dibandingkan dengan biaya standar. Sedangkan varians tidak menguntungkan
(unfavorable), terjadi apabila biaya sesungguhnya lebih besar dibandingkan dengan
biaya standar. Analisis varians penting dilakukan karena dapat digunakan untuk
mengetahui berbagai macam penyebab terjadinya selisih antara biaya yang telah
ditetapkan (biaya standar) dengan biaya-biaya yang seharusnya dikeluarkan (biaya
sesungguhnya. Hasil dari analisis tersebut dapat mempermudah manajemen dalam
menentukan tindakan untuk mengatasi terjadinya selisih yang merugikan (Hansen,
2021).

3) Risk Management in Banking Industry

Perbankan merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam


perekonomian di Indonesia. Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya
adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke
masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya. Sebagaimana peraturan yang dibuat
dalam UU No. 10 tahun 1998 bahwa bank adalah Lembaga yang melakukan kegiatan
operasionalnya dengan menghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkan
kepada pihak ketiga (masyarakat) dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat. Keberadaan bank yang sehat, baik secara
individu maupun secara konsolidasi menjadi prasyarat bagi suatu perekonomian yang
sehat. Pada prinsipnya tingkat kesehatan, pengelolaan bank dan kelangsungan usaha
bank merupakan tanggung jawab sepenuhnya dari manajemen bank. Oleh karena itu,
bank wajib memelihara dan memperbaiki tingkat kesehatannya.
Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi bank yang dilakukan
terhadap risiko dan kierja bank. Peraturan Bank Indonesia 13/1/PBI/2011 pasal 2
menyatakan bahwa bank wajib memelihara dan/atau meningkatkan Tingkat Kesehatan
Bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam
melaksanakan kegiatan usaha. Kesehatan bank harus dipelihara dan/atau ditingkatkan
agar kepercayaan masyarakat terhadap bank dapat tetap terjaga. Oleh karena itu, Bank
Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan mengambil langah strategis dalam mendorong
penerapan manajemen risiko yang tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No.13/1/PBI/2011 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.4/POJK.03/2016
tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dengan penerapan metode Risk
Based Bank Rating (RBBR). Metode Risk Based Bank Rating (RBBR) merupakan kebijakan
yang dikeluarkan Pemerintah sebagai alat penilaian tingkat kesehatan bank yang
merupakan penyempurnaan dari metode CAMELS yang sebelumnya digunakan.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 13/1/PBI/2011 dan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.4/POJK.03/2016 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum, faktor yang menjadi penilaian Tingkat Kesehatan Bank untuk Bank Umum
adalah Profil Risiko (risk profile), Good Corporate Governance, Rentabilitas (earnings), dan
Permodalan (capital).
Faktor yang pertama adalah faktor profil risiko. Pada penilaian faktor Profil
Risiko (Risk Profile), terdapat risiko inheren sebagai yang disebutkan dalam POJK
No.18/POJK.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Risiko
tersebut antara lain sebagai berikut:
a) Risiko Kredit
Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan pihak lain dalam memenuhi kewajiban
kepada Bank, termasuk Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko konsentrasi
kredit, counterparty credit risk, dan settlement risk
b) Risiko Pasar
Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif, termasuk
transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar,
termasuk Risiko perubahan harga option.
c) Risiko Likuiditas
Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi
kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset
likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan
kondisi keuangan Bank.

d) Risiko Operasional
Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak
berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau
adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
e) Risiko Hukum
Risiko Hukum adalah Risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek
yuridis.
f) Risiko Reputasi
Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku
kepentingan (stakeholder) yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank.
g) Risiko Stratejik
Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau
pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis.
h) Risiko Kepatuhan
Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan.

Faktor berikutnya adalah faktor good corporate governance dimana Bank Dunia
(World Bank) good corporate governance adalah sebagai kumpulan hukum, peraturan,
dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber
perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka
panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat
sekitar secara keseluruhan. Good Corporate Governance (GCG) adalah mekanisme
penting yang diharapkan dapat mendorong praktik bisnis yang sehat. Penilaian faktor
good coorporate governance (GCG) diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
No.13/SEOJK.03/2017 Tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum. Bank harus
melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara berkala yang paling sedikit meliputi
11 (sebelas) faktor penilaian penerapan Tata Kelola yaitu:
a) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi
b) Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris
c) Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite
d) Penanganan benturan kepentingan
e) Penerapan fungsi kepatuhan
f) Penerapan fungsi audit intern
g) Penerapan fungsi audit ekstern
h) Penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern
i) Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan penyediaan dana besar
(large exposure)
j) Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank, laporan pelaksanaan tata
kelola dan pelaporan internal
k) Rencana strategis Bank.
Selanjutnya adalah faktor rentabilitas. Rentabilitas (Earnings) adalah
kemampuan perusahaan untuk memperoleh hasil bersih (laba) dengan modal yang
digunakannya. Rentabilitas dapat dihitung dengan membandingkan laba usaha dengan
jumlah modalnya. Penilaian faktor rentabilitas bertujuan untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Faktor rentabilitas ini meliputi
evaluasi terhadap kinerja rentabilitas, sumber-sumber rentabilitas, kesinambungan
rentabilitas, dan manajemen rentabilitas. Tujuan penilaian rentabilitas adalah untuk
mengevaluasi kemampuan rentabilitas bank untuk mendukung kegiatan operasional
dan permodalan bank. Faktor terakhir adalah faktor permodalan. Penilaian atas faktor
permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan permodalan dan kecukupan
pengelolaan permodalan. Dalam melakukan perhitungan permodalan, bank wajib
mengikuti ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum. Bank juga harus memenuhi Rasio Kecukupan Modal yang disediakan
untuk mengantisipasi risiko

4) Budget Control Roles in Bank Performance

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.4/POJK.03/2016


tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, faktor yang menjadi penilaian
Tingkat Kesehatan Bank untuk Bank Umum adalah Profil Risiko (risk profile), Good
Corporate Governance, Rentabilitas (earnings), dan Permodalan (capital) atau dikenal
dengan istilah RGEC. Dari keseluruhan faktor tersebut, terdapat beberapa poin yang
dapat diakomodir sebagai bahan pertimbangan pada saat perusahaan pada saat
melakukan penyusunan anggaran dan pada saat melakukan pengendalian anggaran,
agar memastikan bahwa kegiatan perbankan telah dilaksanakan untuk mencapai target
tingkat kesehatan bank yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Gambar 4. Peran Budget Control Dalam Mengukur Tingkat Kesehatan Bank


Dari bagan penilaian tingkat kesehatan bank diatas, terlihat bahwa terdapat
beberapa penilaian yang datanya dapat diperoleh dari financial budget yang sudah
disusun oleh perusahaan. Sebagai bahan pengendalian, perusahaan juga dapat
mengukur varians antara budget yang disusun pada awal periode dengan realisasi yang
terjadi pada periode tersebut. Penjelasan lebih lanjut dapat disampaikan sebagai
berikut:

a) Non Performing Loan (NPL)


Rasio non performing loan merupakan salah satu indikator untuk mengukur risiko
kredit. Rasio non performing loan adalah rasio yang menunjukkan kemampuan
manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah dari keseluruhan kredit
yang
diberikan. Semakin tinggi nilai NPL maka semakin besar kemungkinan risiko kredit
yang akan dihadapi. Sesuai dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
No.9/SEOJK.03/2020 Tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum
Konvensional, Non Performing Loan (NPL) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Kredit Bermasalah−CKPN Kredit Bermasalah


Non Performing Loan(Net)= × 100 %
Total Kredit

Pada financial budget, angka yang dibutuhkan untuk menghitung rasio NPL
sebagaimana tersebut diatas dapat diperoleh dari budgeted balance sheet (budgeted
financial position). Budgeted balance sheet menyajikan nilai asset perusahaan
termasuk di dalamnya kredit yang diberikan. Dalam POJK No.15/POJK.03/2017
Tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum disebutkan
bahwa Bank dinilai memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya apabila NPL Net nya lebih besar dari 5%.
b) Loan to Funding Ratio
Loan to funding ratio merupakan salah satu indikator untuk mengukur risiko
likuiditas. Loan to funding ratio digunakan untuk mengukur perbandingan jumlah
kredit yang diberikan terhadap jumlah dana yang diterima oleh bank. Rasio ini
menggambarkan kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana
yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai
sumber likuiditasnya. Sesuai dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan
No.9/SEOJK.03/2020 Tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum
Konvensional, Loan to funding Ratio (LFR) dirumuskan sebagai berikut:

Total Jumlah Kredit Yang Diberikan


Loan ¿ Funding Ratio( L F R)= × 100 %
Total Dana Pihak Ketiga
Sama dengan perhitungan NPL Net, pada financial budget, angka yang dibutuhkan
untuk menghitung LFR sebagaimana tersebut diatas juga dapat diperoleh dari
budgeted balance sheet (budgeted financial position). Budgeted balance sheet
menyajikan nilai asset dan kewajiban perusahaan termasuk di dalamnya kredit
yang diberikan dan dana pihak ketiga yang diperoleh. Dalam PBI
No.17/11/PBI/2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
No.15/15/PBI/2013 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan
Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional, disebutkan bahwa kisaran LFR yang
dibatasi oleh batas bawah dan batas atas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
dalam rangka perhitungan GWM LFR. Batas sebagaimana dimaksud berkisar di
angka 78% - 92%.
c) Return on Assets (ROA)
ROA adalah indikator untuk menunjukkan seberapa untuk sebuah perusahaan
dibandingkan dengan total asetnya. Rumus ROA akan memberi gambaan bagi
manajer, investor, atau analis mengenai seberapa efisien manajemen perusahaan
dalam menggunakan aset untuk menghasilkan pendapatan. Sesuai dengan Surat
Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.9/SEOJK.03/2020 Tentang Transparansi dan
Publikasi Laporan Bank Umum Konvensional, Return on Assets (ROA) dirumuskan
sebagai berikut:

Laba Sebelum Pajak


Return on Assets( ROA)= ×100 %
Rata−Rata Total Aset

Angka yang dibutuhkan untuk menghitung ROA sebagaimana tersebut diatas


dapat diperoleh dari budgeted income statement dan budgeted balance sheet
(budgeted financial position). Budgeted income statement menyajikan angka laba
sebelum pajak, sedangkan budgeted balance sheet menyajikan nilai rata-rata total
aset.
d) Return on Equity (ROE)
ROE atau return on equity adalah salah satu unsur penting demi mengetahui sejauh
mana suatu bisnis mampu mengelola permodalan dari para investornya. Apabila
perhitungan ROE-nya makin besar, maka reputasi perusahaan pun meningkat di
mata pelaku pasar modal. Sebab, usaha tersebut terbukti mampu memanfaatkan
bantuan modal dengan sebaik-baiknya. Sesuai dengan Surat Edaran Otoritas Jasa
Keuangan No.9/SEOJK.03/2020 Tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank
Umum Konvensional, Return on Equity (ROE) dirumuskan sebagai berikut:

Laba Sebelum Pajak


Return on Equity (RO E)= × 100 %
Rata−Rata Modal Inti

Angka yang dibutuhkan untuk menghitung ROA sebagaimana tersebut diatas


dapat diperoleh dari budgeted income statement dan budgeted balance sheet
(budgeted financial position). Budgeted income statement menyajikan angka laba
sebelum pajak, sedangkan budgeted balance sheet menyajikan nilai rata-rata modal
inti.
e) Net Interest Margin (NIM)
Secara umum, investor menggunakan rasio NIM untuk mengetahui perbandingan
dari pendapatan bunga net yang didapatkan perusahaan atau bisnis yang
bergerak pada sektor finansial dengan bunga yang keluar dan dibayarkan kepada
pemilik rekening tabungan serta sertifikat deposito. Sesuai dengan Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan No.9/SEOJK.03/2020 Tentang Transparansi dan Publikasi
Laporan Bank Umum Konvensional, Net Interest Margin (NIM) dirumuskan sebagai
berikut:

Pendapatan Bunga Bersih


Net Interest Margin(NIM )= ×100 %
Rata−Rata Aset Produktif Yang Menghasilkan Bunga

Angka yang dibutuhkan untuk menghitung NIM sebagaimana tersebut diatas


dapat diperoleh dari budgeted income statement dan budgeted balance sheet
(budgeted financial position). Budgeted income statement menyajikan angka
pendapatan bunga bersih, sedangkan budgeted balance sheet menyajikan nilai rata-
rata asset produktif yang menghasilkan bunga.
f) Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang berguna untuk
menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi bank. Capital Adequacy
Ratio menunjukkan sejauh mana bank mengandung resiko (kredit, pernyataan,
surat berharga, tagihan) yang ikut dibiayai oleh dana masyarakat. Semakin tinggi
Capital Adequacy Ratio, maka semakin bank kemampuan terkait dalam
menanggung resiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang beresiko. Jika nilai
Capital Adequacy Ratio tinggi, maka bank dapat membiayai kegiatan operasional
dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. Peningkatan
Capital Adequacy Ratio dapat meningkatkan keamanan nasabah yang secara tidak
langsung dapat meningkatkan kepercayaan nasabah pada bank tersebut, yang
kemudian dapat berdampak positif pada peningkatan profitabilitas bank. Sesuai
dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.9/SEOJK.03/2020 Tentang
Transparansi dan Publikasi Laporan Bank Umum Konvensional, Capital Adequacy
Ratio (CAR) dirumuskan sebagai berikut:

M odal
Capital Adequacy Ratio ( CAR )= ×100 %
Aset Tertimbang Menurut Risiko

Perhitungan Modal dan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dilakukan


berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kewajiban penyediaan
modal minimum bank umum. Sesuai dengan POJK No.11/POJK.03/2016 Tetang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bank wajib menyediakan
modal minimum sesuai profil risiko. Penyediaan modal minimum ditetapkan
paling rendah 8% (delapan persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
bagi Bank dengan profil risiko Peringkat 1, 9% (sembilan persen) sampai dengan
kurang dari 10% (sepuluh persen) dari ATMR bagi Bank dengan profil risiko
Peringkat 2, 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 11% (sebelas
persen) dari ATMR bagi Bank dengan profil risiko Peringkat 3 atau 11% (sebelas
persen) sampai dengan 14% (empat belas persen) dari ATMR bagi Bank dengan
profil risiko Peringkat 4 atau Peringkat 5. Angka yang dibutuhkan untuk
menghitung CAR sebagaimana tersebut diatas dapat diperoleh dari budgeted
balance sheet (budgeted financial position).

D. Company Performance at a Glance

Di tengah tantangan pandemi COVID-19, BRI mampu menunjukkan kinerja yang


cukup baik. Sebagai bagian dari kelengkapan informasi kepada stakeholders, BRI juga
menyampaikan informasi mengenai target dan realisasi kinerja perusahaan dalam laporan
tahunan (annual report) yang dipublikasikan. Berikut adalah perbandingan antara target dan
realisasi kinerja BRI sepanjang tahun 2020 dan 2021:
Dalam miliar Rupiah kecuali dinyatakan lain
Desember 2021 Desember 2020
Uraian
Target Realisasi Pencapaian Target Realisasi Pencapaian
Aset 1.505.916 1.572.761 104,44% 1.413.304 1.421.785 100,60%
Kredit yang diberikan 944.978 943.703 99,87% 902.689 880.675 97,56%
Dana Pihak Ketiga 1.108.523 1.127.849 101,74% 1.023.113 1.052.664 102,89%
Laba Bersih 23.516 32.215 136,99% 13.377 18.353 137,20%
BOPO 79% 74,30% 106,33% 86,16% 81,22% 106,08%
Loan to Deposit Ratio (LDR) 85,25% 83,67% 98,15% 88,23% 83,66% 94,82%
Non Perfoming Loan (NPL) Gross 3,38% 3,08% 109,74% 3,30% 2,94% 112,24%
Non Perfoming Loan (NPL) Net 0,97% 0,70% 138,57% 1,53% 0,80% 191,25%
Net Interest Margin (NIM) 6,48% 6,89% 106,33% 5,56% 6,00% 107,91%
Capital Adequacy Ratio (CAR) 22,07% 25,28% 114,54% 18,37% 20,61% 112,19%
Cost to Income Ratio (CIR) 46,08% 43,26% 106,52% 50,03% 45,40% 110,20%
Sumber: Annual Report Bank Rakyat Indonesia Tahun 2020 dan 2021

Tahun 2021 merupakan tahun transisi bagi BRI dimana perusahaan telah
memperkuat kapasitas internal perusahaan untuk dapat lebih kuat mendorong akselerasi
bisnis di masa pandemi dengan berbagai macam strategi. Salah satunya dalam hal
penyaluran kredit kepada debitur. Dari table diatas, dapat dilihat bahwa kredit yang
diberikan kepada debitur dan loan to deposit ratio perusahaan selama masa pandemi tidak
mencapai target. Kondisi perekenomian yang belum sepenuhnya pulih menyebabkan
permintaan kredit masih terbatas. Melihat kondisi tersebut, salah satu strategi pertumbuhan
kredit yang dilakukan oleh BRI adalah dengan strategi “business follow stimulus”, yaitu dengan
menyalurkan KUR maupun Kredit UMKM dengan Skema Penjaminan Pemerintah yang memiliki
risiko relatif rendah dan suku bunga yang relatif terjangkau bagi nasabah yang kemampuan
bisnisnya belum pulih namun tetap memberikan return yang optimal bagi BRI.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Melalui Pendidikan ini, peserta diharapkan mampu :

1. Menyusun anggaran transformasi & inovasi serta workshop pengelolaan project


2. Menyusun breakdown anggaran ke pemilik project
3. Monitoring dan evaluasi efektifitas cost performance terhadap realisasi anggaran project
4. Melakukan analisa output atau value terhadap kebutuhan permohonan anggaran project
POKOK BAHASAN

A. Introduction: Agility in Budgeting Starts Now


B. Budgeting Analysis
a) Budgeting
b) Budgeting Approach
a) Top Down Approach
b) Bottom Up Approach
c) Participative Approach
c) Budgeting Method
a) Incremental Budgeting
b) Activity Based Budgeting
c) Value Proposition Budgeting
d) Zero Based Budgeting
e) Budgetary Process
f) Master Budget in Services Industry
g) Human Aspecs of Budgeting
a) Budgetary Slack
b) Stretch Target
C. Budgeting Control
1) Controllability and Responsibility Accounting
2) Budgeting Variances
3) Risk Management in Banking Industry
4) Budget Control Roles in Bank Performance
D. Company Performance at a Glance

DAFTAR PUSTAKA

Agraval, A., Birshan, M., Grube, C., Maloney, M., & Seth, I. (2020). Memo to the CFO: A new
approach to 2021 budgeting starts now. McKinsey & Company.

Anthony, Robert N, and Govindrajan. (1998). Managemet Control System, Ninth Edition, New
Jersey: Mc. Graw Hill.

Brownell, P. (1982). A Field Study Examination of Budgetary Participation and Locus of Control,
The Accounting Review, 59(1).

Celner, Anna, M. Shilling. (2021). 2022 Banking And Capital Markets Outlook, Scaling New Heights
With Purpose. A report from the Deloitte Center for Financial Services.

Daft, R. L., & Daft, R. L. (2009). Principles of management. South-Western, Cengage Learning India
Pvt. Limited.

De Campos, C., Rodrigues, L.L. (2016). Budgeting Techniques: Incremental Based, Performance
Based, Activity Based, Zero Based, and Priority Based. In: Farazmand, A. (eds) Global
Encyclopedia of Public Administration, Public Policy, and Governance. Springer, Cham.
https://doi.org/10.1007/978-3-319-31816-5_2263-1
E. Needles, et al. 2011. Financial and Managerial Accounting. South Western: Cengange Learning

Govindarajan, V. (1986). “Impact of Participation in the Budgetary Process on Managerial


Attitudes and Performance: Universalisticand Contingency erspectives”, Decision Sciences,
17, pp. 496–516.

Hansen, D. R., Mowen, M. M., & Heitger, D. L. (2021). Cost management. Cengage Learning.

Hofstede, G. H. (1968). The Game of Budget Control: How Life Budgeting Standar and Yet be
Motivated by Them, Van Gorcum, Netherland.

Kunnathuvalappil Hariharan, N. (2020). Rethinking budgeting process in times of uncertainty.

Louise Kelly & Chris Booth. (2004). Dictionary of Strategy: Strategic Management.

Mcgrath, R. G. and I. MacMillan.(2000).The Entrepreneurial Mindset. Boston USA :Harvard


Business school Press.

Shim, J. K., Siegel, J. G., & Shim, A. I. (2011). Budgeting basics and beyond (Vol. 574). John Wiley &
Sons.

Siegel, G., dan H.R. Marconi. (1989). Behavioral Accounting. South Western Publishing, Co.
Cincinnati, OH.

Sitkin, S. B., See, K. E., Miller, C. C., Lawless, M. W., & Carton, A. M. (2011). The paradox of stretch
goals: Organizations in pursuit of the seemingly impossible. Academy of management
review, 36(3), 544-566.

REGULASI TERKAIT

A. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.11/POJK.03/2016 Tetang Kewajiban Penyediaan


Modal Minimum Bank Umum
B. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.15/POJK.03/2017 Tentang Penetapan Status dan
Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum
C. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.18/POJK.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum.
D. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.13/1/PBI/2011 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) No.4/POJK.03/2016 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dengan
penerapan metode Risk Based Bank Rating (RBBR). Metode Risk Based Bank Rating (RBBR)
E. Peraturan Bank Indonesia No.17/11/PBI/2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia No.15/15/PBI/2013 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah
Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional
F. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.9/SEOJK.03/2020 Tentang Transparansi dan
Publikasi Laporan Bank Umum Konvensional
G. UU No. 10 tahun 1998

Anda mungkin juga menyukai