Laporan Pendahuluan Ketuban Pecah Dini
Laporan Pendahuluan Ketuban Pecah Dini
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Stau Tugas Dalam Praktik Patologis Stase 3
Program Studi Profesi Kebidanan
Oleh :
A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator dalam derajat
kesehatan masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI) menggambarkan jumlah
wanita yang meninggal, salah satunya pada saat proses persalinan (Depkes RI,
2012). Di Indonesia Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi dan merupakan
masalah yang menjadi prioritas di bidang kesehatan, hal ini menunjukkan
derajat kesehatan masyarakat dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Menurut
hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) sepanjang tahun 2007-
2012 kasus kematian ibu melonjak cukup tajam, pada tahun 2012, AKI
mencapai 359/100.000 kelahiran hidup atau meningkat 57% bila dibandingkan
dengan kondisi pada tahun 2007, yang hanya 228/100.000 kelahiran hidup,
yang dimana AKI pada tahun 2007 menurun dari tahun 2002 yang mencapai
307/100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2015 AKI kembali menunjukkan
penurunan menjadi 305/100.000 kelahiran hidup.
Penyebab angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah komplikasi pada
masa kehamilan, persalinan dan nifas. Dimana penyebab langsung kematian ibu
di Indonesia yaitu perdarahan (28%), eklamsea (24%), partus lama (5%), aborsi
(5%), infeksi (11%) dan lain – lain (27%) (Depkes RI, 2011). Infeksi yang
banyak dialami oleh ibu sebagian besar merupakan akibat dari adanya
komplikasi atau penyulit kehamilan dan persalinan seperti febris (24%), infeksi
saluran kemih (31%) dan Ketuban pecah dini (45%) (BKKBN, 2013).
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
sering disebut dengan premature repture of the membrane (PROM)
didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya melahirkan.
Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada primipara kurang
dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada
kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana
risiko infeksi ibu dan anak meningkat. Ketuban pecah dini merupakan masalah
penting dalam masalah obstetri yang juga dapat menyebabkan infeksi pada ibu
dan bayi serta dapat meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi
(Purwaningtyas, dkk. 2017).
Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM
(prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.
KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi
pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran
prematur (WHO, 2014).
Meskipun faktor penyebab terjadinya KPD masih sulit diketahui, namun
beberapa faktor predisposisi yang dapat diidentifikasi penyebab KPD ialah
infeksi, golongan darah ibu dan anak tidak sesuai, multigrafida, merokok,
defisiensi gizi khususnya vitamin C, servik yang tidak inkopeten,
polihidramnion, riwayat KPD sebelumnya, kelainan selaput ketuban, tekanan
intra uterin yang meninggi atau overdistesi, trauma, kelainan letak (Nugroho,
2010).
Dampak yang paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS atau Respiratory Disterss
Syndrome), yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. Risiko infeksi akan
meningkat prematuritas, asfiksia, dan hipoksia, prolapse (keluarnya tali pusat),
resiko kecacatan, dan hypoplasia paru janin pada aterm. Hampir semua KPD
pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi
dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85% morbiditas dan
mortalitas perinatal ini disebabkan oleh prematuritas akibat dari ketuban pecah
dini.
Oleh karena itu, tatalaksana ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang
dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam rahim.
Memberikan profilaksis dalam merupakan tindakan yang perlu diperhatikan
untuk memperkecil resiko infeksi (Manuaba, 2010).
Berdasarkan uraian di atas tentang ketuban pecah dini penting diketahui
oleh seorang bidan, untuk meningkatkan pelayanan kebidanan dalam
mendeteksi resiko tinggi persalinan dan dapat melakukan penanganan segera
sehingga dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB).
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of the Membranes
(PROM) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses
persalinan pada kehamilan aterm. Sedangkan Preterm Premature Rupture of the
Membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia
kehamilan kurang dari 37 minggu (Mamede dkk, 2012). Pendapat lain
menyatakan dalam ukuran pembukaan servik pada kala I, yaitu bila ketuban
pecah sebelum pembukaan pada primigravida kurang dari 3 cm dan pada
multigravida kurang dari 5 cm. Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah
dalam proses persalinan (Cunningham, 2010).
Ketuban pecah dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan.
Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten
atau dengan sebutan Lag Period. Ada beberapa perhitungan yang mengukur Lag
Period, diantaranya 1 jam atau 6 jam sebelum intrapartum, dan diatas 6 jam
setelah ketuban pecah. Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah
pecah, maka dapat terjadi infeksi pada ibu dan juga bayi (Fujiyarti, 2016).
B. Epidemiologi
Kejadian ketuban pecah dini (KPD) terjadi pada 10 - 12% dari semua
kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya 6 -1 9%, sedangkan pada
kehamilan preterm 2 - 5%. Laporan lain mendapatkan ketuban pecah dini terjadi
pada sekitar 6 - 8% wanita sebelum usia kehamilan 37 minggu dan secara
langsung mendahului 20 - 50% dari semua kelahiran prematur. Insiden KPD di
seluruh dunia bervariasi antara 5 - 10% dan hampir 80% terjadi pada usia
kehamilan aterm (Endale dkk, 2016).
Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30 - 40% kelahiran prematur
dan merupakan penyebab utama kelahiran prematur. Ketuban pecah dini
preterm yang terjadi sebelum usia kehamilan 24 minggu, disebut sebagai KPD
preterm previable, kejadiannya kurang dari 1% kehamilan dan berhubungan
dengan komplikasi yang berat pada ibu ataupun janin. Kasus dengan ketuban
pecah dini akan mengalami persalinan hampir 95% dalam waktu 24 jam (Lorthe
dkk, 2016).
Morbiditas maternal tertentu telah dilaporkan terkait dengan KPD.
Komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh KPD yang diterapi secara
konservatif tampaknya berada pada risiko signifikan untuk terjadinya solusio
plasenta. KPD pada beberapa kasus ditandai dengan perdarahan. Insiden infeksi
intrauterin meningkat dengan mudanya usia kehamilan pada saat pecahnya
selaput ketuban. KPD pada saat usia kehamilan lebih awal dikaitkan dengan
infeksi pada korioamnion. Korioamnionitis telah dilaporkan pada 0,5 - 71% dari
kehamilan dengan KPD. Insiden tertinggi korioamnionitis dikaitkan dengan
kecilnya usia kehamilan dan perode laten yang memanjang (Thombre, 2014).
Periode laten yang memanjang juga meningkatkan risiko untuk naiknya
infeksi pada janin yang prematur dan pada ibunya. Frekuensi dan tingkat
keparahan komplikasi pada ibu dan janin setelah terjadinya ketuban pecah dini
bervariasi tergantung dari usia kehamilan. Terdapat bukti konsisten bahwa usia
kehamilan saat terjadinya ketuban pecah dini dan lamanya periode laten
merupakan penentu kematian perinatal yang penting. Bagaimanapun juga,
terdapat penelitian-penelitian yang bertentangan mengenai keluaran neonatal
yang spesifik jika dikaitkan dengan periode laten (Thombre, 2014).
C. Etiologi
Adapun penyebab terjadinya ketuban pecah dini merurut (Manuaba, 2010)
yaitu sebagai berikut:
1. Multipara dan Grandemultipara
2. Hidramnion
3. Kelainan letak: sungsang atau lintang
4. Cephalo Pelvic Disproportion (CPD)
5. Kehamilan ganda
6. Pendular abdomen (perut gantung)
Adapun hasil penelitian yang dilakukan (Rahayu and Sari 2017) mengenai
penyebab kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin bahwa kejadian KPD
mayoritas pada ibu multipara, usia ibu 20-35 tahun, umur kehamilan ≥37
minggu, pembesaran uterus normal dan letak janin preskep.
D. Faktor Predisposisi
Menurut Norma (2013), terdapat beberapa faktor predisposisi yang
mengakibatkan terjadinya KPD yaitu sebagai berikut:
1. Infeksi : Infeksi yang terjadi langsung pada selaput ketuban dari vagina atau
infeksi pada cairan ketuban yang mengakibatkan KPD.
2. Servik yang inkompetensia, dimana terdapat kanalis servikalis yang selalu
terbuka, yang terjadi akibat trauma persalinan atau curetage.
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
misalnya trauma hidramnion, gamelli.
4. Trauma dari hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis
menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya diserta infeksi.
5. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehigga tidak terdapat bagian terendah
yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membrane bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi.
7. Faktor lain :
a. Faktor golongan darah yang diakbatkan oleh golongan darah ibu dan
janin yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan
termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.
b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
d. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askobarat (Vit C).
e. Riwayat kelahiran premature.
f. Merokok.
g. Perdarahan antepartum.
h. Inkompetensi servik (leher rahim)
i. Polihidramnion (caran ketuban berlebih)
j. Riwayat KPD sebelunya
k. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
l. Kehamilan kembar. Pada kehamilan gemelli terjadinya distensi uterus
yang berlehihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim
secara berlehihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim
yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah (Novihandari, 2016).
m. Servik yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu.
n. Infeksi paa kehamilan seperti bacterial vagionosis.
F. Patofisiologi
Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas pada daerah
tepi robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat
erat kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan
oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada
amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah
lapisan retikuler atau trofoblas (Mamede dkk, 2012).
Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertantu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban mengalami kelemahan.
Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Pada daerah di
sekitar pecahnya selaput ketuban diidentifikasi sebagai suatu zona “restriced
zone of exteme altered morphologi (ZAM)” (Rangaswamy, 2014).
Penelitian oleh (Rangaswamy dkk, 2012), mendukung konsep paracervical
weak zone tersebut, menemukan bahwa selaput ketuban di daerah paraservikal
akan pecah dengan hanya diperlukan 20 -50% dari kekuatan yang dibutuhkan
untuk robekan di area selaput ketuban lainnya. Berbagai penelitian mendukung
konsep adanya perbedaan zona selaput ketuban, khususnya zona di sekitar
serviks yang secara signifikan lebih lemah dibandingkan dengan zona lainnya
seiring dengan terjadinya perubahan pada susunan biokimia dan histologi.
Paracervical weak zone ini telah muncul sebelum terjadinya pecah selaput
ketuban dan berperan sebagai initial breakpoint (Rangaswamy dkk, 2012).
Penelitian lain oleh (Reti dkk, 2007), menunjukan bahwa selaput ketuban di
daerah supraservikal menunjukan penigkatan aktivitas dari petanda protein
apoptosis yaitu cleaved-caspase-3, cleaved-caspase-9, dan penurunan Bcl-2.
Didapatkan hasil laju apoptosis ditemukan lebih tinggi pada amnion dari pasien
dengan ketuban pecah dini dibandingkan pasien tanpa ketuban pecah dini, dan
laju apopsis ditemukan paling tinggi pada daerah sekitar serviks dibandingkan
daerah fundus (Reti dkk, 2007).
Apoptosis yang terjadi pada mekanisme terjadinya KPD dapat melalui jalur
intrinsik maupun ektrinsik, dan keduanya dapat menginduksi aktivasi dari
caspase. Jalur intrinsik dari apoptosis merupakan jalur yang dominan berperan
pada apoptosis selaput ketuban pada kehamilan aterm. Pada penelitian ini
dibuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar yang signifikan pada Bcl-2, cleaved
caspase-3, cleaved caspase-9 pada daerah supraservikal, di mana protein-
protein tersebut merupakan protein yang berperan pada jalur intrinsik. Fas dan
ligannya, Fas-L yang menginisiasi apopsis jalur ekstrinsik juga ditemukan pada
seluruh sampel selaput ketuban tetapi ekspresinya tidak berbeda bermakna
antara daerah supraservikal dengan distal. Diduga jalur ekstrinsik tidak
berperan banyak pada remodeling selaput ketuban (Reti dkk, 2007).
Degradasi dari jaringan kolagen matriks ektraselular dimediasi ole enzim
matriks metalloproteinase (MMP). Degradasi kolagen oleh MMP ini dihambat
oleh tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TIMP). Pada saat menjelang
persalinan, terjadi ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix MMP dan
TIMP, penigkatan aktivitas kolagenase dan protease, penigkatan tekanan
intrauterin (Weiss,dkk. 2007).
G. Komplikasi
Adapun pengaruh KPD terhadap ibu dan janin menurut (Sunarti, 2017)
yaitu:
1. Prognosis Ibu
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada ibu yaitu infeksi
intrapartal/ dalam persalinan, infeksi puerperalis/ masa nifas, dry labour/
partus lama, perdarahan post partum, meningkatnya tindakan operatif
obstetric (khususnya SC), morbiditas dan mortalitas maternal.
2. Prognosis Janin
Komplikasi yang dapat disebabkan KPD pada janin itu yaitu
prematuritas (sindrom distes pernapasan, hipotermia, masalah pemberian
makanan neonatal), retinopati premturit, perdarahan intraventrikular,
enterecolitis necroticing, ganggguan otak dan risiko cerebral palsy,
hiperbilirubinemia, anemia, sepsis, prolaps funiculli/ penurunan tali pusat,
hipoksia dan asfiksia sekunder pusat, prolaps uteri, persalinan lama, skor
APGAR rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, gagal
ginjal, distres pernapasan), dan oligohidromnion (sindrom deformitas janin,
hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat),
morbiditas dan mortalitas perinatal (Marmi dkk, 2016).
H. Penatalaksanaan
Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur kehamilan,
evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin serta dalam
keadaan inpartu terdapat gawat janin. Penanganan ketuban pecah dini dilakukan
secara konservatif dan aktif, pada penanganan konservatif yaitu rawat di rumah
sakit (Prawirohardjo, 2009).
Masalah berat pada ketuban pecah dini adalah kehamilan dibawah 26
minggu karena mempertahankannya memerlukan waktu lama. Apabila sudah
mencapai berat 2000 gram dapat dipertimbangkan untuk diinduksi. Apabila
terjadi kegagalan dalam induksi makan akan disetai infeksi yang diikuti
histerektomi. Pemberian kortikosteroid dengan pertimbangan akan menambah
reseptor pematangan paru, menambah pematangan paru janin. Pemberian
batametason 12 mg dengan interval 24 jam, 12 mg tambahan, maksimum dosis
24 mg, dan masa kerjanya 2-3 hari, pemberian betakortison dapat diulang
apabila setelah satu minggu janin belum lahir. Pemberian tokolitik untuk
mengurangi kontraksi uterus dapat diberikan apabila sudah dapat dipastikan
tidak terjadi infeksi korioamninitis. Meghindari sepsis dengan pemberian
antibiotik profilaksis (Manuaba, dkk. 2008).
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu hamil aterm atau preterm
dengan atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Apabila janin hidup
serta terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih
tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi sujud. Dorong kepala janin
keatas degan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva
dibungkus kain hangat yang dilapisi plastik. Apabila terdapat demam atau
dikhawatirkan terjadinya infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6
jam, makan berikan antibiotik penisilin prokain 1,2 juta UI intramuskular dan
ampisislin 1 g peroral.
Pada kehamilan kurang 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu
tidah baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 3 x 30 mg. Berikan antibiotik
selama 5 hari dan glukokortikosteroid, seperti deksametason 3 x 5 mg selama 2
hari. Berikan pula tokolisis, apanila terjadi infeksi maka akhiri kehamilan. Pada
kehamilan 33-35 miggu, lakukan terapi konservatif selama 24 jam kemudian
induksi persalinan. Pada kehamilan lebih dari 36 minggu dan ada his maka
pimpin meneran dan apabila tidak ada his maka lakukan induksi persalinan.
Apabila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan pembukaan kurang dari 5 cm atau
ketuban pecah lebih dari 5 jam pembukaan kurang dari 5 cm (Sukarni, 2013).
Sedangkan untuk penanganan aktif yaitu untuk kehamilan > 37 minggu induksi
dengan oksitosin, apabila gagal lakukan seksio sesarea. Dapat diberikan
misoprostol 25µg – 50µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali (Khafidoh,
2014).
A. Kesimpulan
Ketuban pecah dini (KPD) sering disebut dengan premature repture of the
membrane (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Penyebabnya yaitu; mayoritas pada ibu multipara, usia
ibu 20-35 tahun, umur kehamilan ≥37 minggu, pembesaran uterus normal dan
letak janin preskep. Adapun asuhan komplementer yang dapat dilakukan oleh
bidan ketika usia kehamilan aterm yaitu menggunakan asuhan rangsangan
putting susu sebagai induksi alami untuk meningkatkan intensitas kontraksi
uterus, dan untuk mengurangi nyeri yaitu dilakukan asuhan komplementer
berupa Kombinasi Teknik Kneading Dan Relaksasi Nafas Dalam.
B. Saran
Semoga lapoan pendahuluan mengenai Ketuban pecah dini (KPD) dapat
bermanfaat khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca serta
semoga dapat mendambah ilmu pengetahuan / sebagai referensi bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, R.I. 2012. Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi
Baru Lahir. http://www.gizikia.depkes.go.id/artikel/upaya-
percepatanpenurunan-angka-kematian-ibu-dan-bayi-baru-lahir-di-indonesia/.
Diakses tanggal 20 April 2020.
Fujiyarti. 2016. Hubungan Antara Usia Dan Paritas Ibu Bersalin Dengan Kejadian
Ketuban Pecah Dini Di Puskesmas PONED Cingambul Kabupaten
Majalengka Tahun 2016-2017.Vol 4: 1–9. Terdapat pada :
http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/2373/9/DAFTAR%20PUSTAKA%20pdf.pdf. Diakses pada
tanggal 22 April 2020 Pukul 19.00 WIB.
Inkeles, G. 2007. Massage for a Peaceful Pregnancy: A Daily Book for New
Mother. Archata arts.
Khafidoh, Anisatun. 2014. Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Gawat
Janin dalam persalinan di Rumah akit Umum Prof. Dr. Margono. Terdapat
pada:
http://repository.ump.ac.id/5373/8/Anisatun%20Khafidoh%20COVER.pdf.
Diakses pada tanggal 22 April 2020 Pukul 18.00 WIB.
Mamede, dkk. 2012. Ingestion of causatic substance and its complications. Sao
Paulo: Med J.
Manuaba, dkk. 2008. Gawat Darurat Obstetri Ginekologo dan Obstetri Ginekologi
Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC.
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.
Norma N, Dwi. 2013. Asuhan Kebidanan : Patologi Teori dan Tinjauan Kasus.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Novihandari, Anggie. 2016. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Dengan Kala I
Memanjang Di Ruang VK RSUD Ciamis Kabupaten Ciamis.
Nugroho, T. 2010. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta: Nuha Medika.
Purwaningtyas, dkk. 2017. Faktor Kejadian Anemia pada Ibu Hamil. Higea.
Semarang: Universitas Negeri Semarang
Sunarti. 2017. Manajemen Askeb Intranatal Pada Ny ‘R’ Gestasi 37-38 Minggu
Dengan KPD.” Ketuban Pecah Dini.
Takahata, dkk. 2018. Effects of breast stimulation for spontaneous onset of labor
on salivary oxytocin levels in low-risk pregnant women: A feasibility study.
Plose one. Tersedia di https://doi.org/10.1371/journal.pone.0192757.
Diakses pada tanggal 12 November 2019 Pukul 12.10 WIB.
Weiss,dkk 2007. The matrix metalloproteinases (MMPs) in the decidua and fetal
membranes. Front Biosci.