Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fouling

Fouling adalah suatu fenomena yang disebabkan oleh deposisi dan


akumulasi secara irreversible dari partikel-partikel submikron pada
permukaan membran dan atau kristalisasi serta presipitasi dari
partikel-partikel yang berukuran kecil pada permukaan atau didalam
membran-membran itu sendiri seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 (Redjeki,
2011).

Gambar 2.1. Fouling pada Membran

Fouling pada membran dapat disebabkan oleh material kimia seperti


senyawa organik dan anorganik serta material biologi seperti mikroorganisme.
Fouling menyebabkan fluks yang berpermiasi turun, sehingga diperlukan
penggantian dan pencucian membran yang sering. Hal ini semua
meningkatkan biaya operasional dan pemeliharaan (notodarmojo, 2016).

Proses terjadinya fouling pada membran meliputi tiga tahap antara lain
Tahap Pertama, yang biasa disebut dengan polarisasi konsentrasi, adalah
peningkatan lokal konsentrasi solut pada permukaan membran. Pada
polarisasi konsentrasi ini, fluks mengalami penurunan karena adanya
peningkatan pada tahanan hidrodinamika pada lapisan batas serta akibat
kenaikan tekanan osmotik lokal. Polarisasi konsentrasi merupakan peristiwa
yang dapat dibalikkan (reversibel), karena efeknya dapat dikurangi atau
4

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
dihilangkan dengan menurunkan tekanan operasi atau menurunkan
konsentrasi umpan. Tahap Kedua terjadinya fouling adalah perpindahan solut
dari permukaan membran ke dalam material membran, dalam hal ini adalah
pori-pori membran, hingga antara solut yang satu dengan yang lain
benar-benar teradsorpsi atau melewati serangkaian langkah desorpsi atau
adsorpsi yang reversibel dalam pori-pori membran. Tahap Terakhir adalah
proses adsorpsi solut pada pori membran sehingga terjadi pemblokiran
ataupun penyempitan ukuran pori membran. Kedua tahap terakhir inilah yang
disebut fouling, karena mengakibatkan penurunan fluks yang tidak dapat
dibalikkan (irreversibel). Penurunan fluks permeat ini mungkin terjadi dalam
satu atau lebih tahap, bergantung pada sistem, namun biasanya berlangsung
cepat pada menit-menit awal operasi untuk kemudian diikuti dengan
penurunan fluks secara perlahan (Redjeki, 2011).

Proses terjadinya fouling membran dan penurunan fluks yang diakibatkan


oleh adanya fouling membran dapat dilihat pada Gambar 2.2 :

Gambar 2.2 (a) Complete pore blocking, (b) Intermediate pore


blocking, (c)Internal pore blocking, (d) Cake filtration

Mekanisme penyumbatan atau penyempitan pori membran pada


peristiwa fouling ini dapat dibedakan menjadi empat macam seperti gambar
2.1
5

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
antara lain :

(a) Complete pore blocking

Jenis fouling seperti ini dapat terjadi jika ukuran partikel solut tepat
menyumbat lingkaran pori membran sehingga pori membran tertutup total.

(b) Intermediate pore blocking

Jika ukuran partikel-partikel solut lebih kecil dari partikel membran,


maka akibat terakumulasinya partikel-partikel solut di permukaan membran,
pori membran menjadi terlapisi oleh hamparan partikel-partikel tersebut.

(c) Internal pore blocking

Bentuk yang lain dari fouling, jika ukuran partikel solut lebih kecil dari
ukuran diameter pori membran, adalah penyempitan ukuran pori membran
akibat teradsorpsi atau terdeposisinya partikel-partikel disekeliling bagian
dalam pori membran. Penyempitan diameter pori-pori efektif ini
menyebabkan tahanan membran(Rm) meningkat

(d) Cake filtration

Fouling jenis ini terjadi jika ukuran-ukuran partikel-partikel solut sangat


kecil dan memiliki sifat-sifat gel jika berada dalam keadaan terakumulasi.
Cake filtration ini dapat meningkatkan tahanan hidraulik (Rg) secara
kontinyu (Redjeki, 2011).

Menurut Hermia dan Vela (2016) dalam Aryanti (2016) mengatakan


bahwa mekanisme membran fouling berdasarkan hukum blocking filtration,
yang terdiri dari Complete pore blocking, Internal pore blocking, Intermediet
pore blocking dan Cake filtration. Hukum dinyatakan dalam jangka waktu
permeat dan waktu filtrasi dan dikembangkan untuk filtrasi dead-end seperti
yang ditunjukkan pada eq. (1) (Hermia dan Vela, 2016) :

( ) (1)

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
Dimana t adalah waktu filtrasi, V adalah volume permeat, k adalah
konstan, dan n adalah nilai yang mengambarkan mekanisme fouling yang
berbeda. Nilai-nilai n dijelaskan sebagai berikut : complete blocking memiliki
nilai n=2, Intermediate pore blocking diwakili dengan n=1, internal pore
blocking diilustrasikan dengan n=1,5 dan pembentukan cake filtration
memiliki nilai n=0. Dalam model complete blocking, diasumsikan bahwa
setiap zat terlarut berpartisipasi dalam memblokir sepenuhnya pintu masuk
pori-pori membran. Untuk Intermediate pore blocking, diasumsikan bahwa
setiap zat terlarut tinggal di zat terlarut yang sebelumnya disimpan. Internal
pore blocking menganggap pengendapan masing-masing zat terlarut pada
dinding pori internal. Pembentukan Cake filtration diterapkan berdasarkan
akumulasi dari zat terlarut pada permukaan membran dalam bentuk Cake/kue.
Model Hermia ini kemudian dilinierisasi didasarkan pada nilai n untuk
masing-masing model dengan menggunakan persamaan dalam hal fluks
terhadap waktu, seperti yang ditunjukkan pada Eq. (2) sampai Eq. (5).

Untuk Complete Blocking (n=2) :

(2)

Untuk Intermediate Blocking (n=1) :

(3)

Untuk Internal Pore Blocking (n=1,5) :

(4)
√ √

Untuk Cake Filtration (n=0) :

(5)

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
Dimana ki, kc, ks, dan kcf adalah konstanta untuk complete blocking,
intermediate blocking, dan cake filtration, masing-masing (Aryanti, 2016).

Fouling menyebabkan terjadinya beberapa hal yang tidak


menguntungkan antara lain :

(a) Meningkatkan biaya operasi

Untuk memulihkan penurunan fluks akibat fouling ini maka dibutuhkan


biaya yang cukup besar. Biaya pengurangan fouling ini misalnya, untuk
penyediaan agensia pembersih, perancangan alat-alat pengontrol fouling, dan
sebagainya. Penurunan fluks ini juga menyebabkan ongkos pekerja yang
dikeluarkan menjadi lebih tinggi karena waktu operasi menjadi lebih lama.

(b) Memperpendek umur membran

Membran-membran generasi pertama seperti membran-membran


selulosa asetat yang memiliki keterbatasan pH, temperatur operasi, dan
jangkauan toleransi terhadap klorin, sangat rentan terhadap agensia – agensia
anti fouling maupun perlakuan – perlakuan untuk mengatasi fouling sehingga
umurnya menjadi lebih pendek, sekalipun masalah ini telah berkurang pada
penggunaan membran – membran generasi kedua (membran – membran
polimer seperti polysulfone) dan secara praktis sangat berkurang pada
penggunaan membran generasi ketiga (membran – membran keramik atau
mineral).

(c) Mempengaruhi perolehan dan rejeksi

Peningkatan konsentrasi solut pada permukaan membran menyebabkan


peningkatan rejeksi dan lapisan fouling ini akan berfungsi sebagai membran
sekunder yang akan mengubah mekanisme peristiwa perpindahan sistem.
Dalam operasi – operasi tertentu, dimana partikel–partikel solut yang
teradsorpsi diinginkan berada di dalam permeat, maka perolehan menjadi
turun sehingga kualitas pemisahan menjadi berkurang (Redjeki, 2011).

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Fouling

2.2.1 Sifat Membran: ukuran pori, hidrofobik, distribusi ukuran pori


dan material membran.

Keterbasahan membran dapat ditentukan dengan mengukur sudut kontak


antara permukaan membran dan tetesan cairan, seperti ditunjukkan pada Gambar
2.3. Membran hidrofilik yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok
aktif yang memiliki kemampuan untuk membentuk hidrogen-ikatan dengan air
dan membran ini memiliki wettability seperti dapat dilihat pada a Gambar (2.3.b).
membran hidrofobik memiliki interaksi yang berlawanan dengan air dibandingkan
dengan membran hidrofilik karena mereka memiliki sedikit atau tidak ada
kecenderungan untuk menyerap air dan air cenderung manik pada permukaan
mereka (yaitu diskrit tetesan) seperti yang ditunjukkan pada Gambar (2.3.a). Hal
ini cenderung untuk meningkatkan fouling. Membran hidrofobik memiliki
wettability rendah karena kurangnya kelompok yang aktif di permukaan mereka
untuk pembentukan hidrogen obligasi dengan air. Polisulfon, selulosa asetat,
keramik dan tipis-film komposit membran digunakan untuk pengolahan air dan
pemulihan air limbah biasanya membawa beberapa derajat muatan permukaan
negatif dan hidrofilik. Dengan demikian, fouling dapat dikurangi dengan
menggunakan membran dengan kimia permukaan yang telah dimodifikasi untuk
membuat mereka hidrofilik (Abdelrasoul, 2013).

Gambar 2.3: a)Membran Hidrofobik, b)Membran Hidrofilik

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
2.2.2 Sifat Larutan: padat (partikel) konsentrasi, ukuran partikel dan
sifat komponen.

Sifat-sifat larutan umpan juga secara signifikan mempengaruhi fouling


membran. Beberapa sifat umpan penting adalah konsentrasi padat (partikel),
sifat partikel, pH dan kekuatan ion. Partikel dapat hadir dalam umpan karena
sifat umpan atau melalui pengendapan komponen umpan larut.
Partikel-partikel dapat menyebabkan fouling oleh Pore Blocking,
penyempitan pori dan Cake Filtration, tergantung pada ukuran partikel. Fluks
permeat yang lebih tinggi dan ketebalan cake biasanya diperoleh dengan
partikel yang lebih besar. Ukuran partikel besar adalah salah satu faktor yang
menghambat deposisi (Abdelrasoul, 2013).

2.2.3 Kondisi Operasi: pH, suhu, laju aliran dan tekanan.

Pengaruh suhu pada fluks permeat diselidiki dan menemukan bahwa


pada suhu yang lebih tinggi, fluks permeat meningkat, menunjukkan tingkat
yang lebih rendah dari fouling. Mengubah suhu umpan dari 20 ° C hingga
40 ° C menyebabkan peningkatan fluks permeat hingga 60%. Hal ini
mungkin disebabkan karena fakta bahwa perubahan suhu air umpan
mengakibatkan perubahan dalam tingkat difusi permeat melalui membran
(Abdelrasoul, 2013).

2.3 Tipe Fouling

Fouling dapat dibagi menjadi fouling reversibel dan irreversibel,


tergantung pada kekuatan partikel yang menempel pada permukaan membran.
Fouling reversibel dapat dihilangkan dengan melakukan backwash. Fouling
irreversibel disebabkan oleh kuatnya partikel yang menempel pada
permukaan membran dan dapat dihilangkan dengan pencucian fisika.
Pembentukan matriks yang kuat pada lapisan fouling dengan zat terlarut
selama proses filtrasi berlangsung dapat menyebabkan fouling reversibel
berubah menjadi fouling irreversibel. Fouling membran pada proses RO
umumnya ditandai dan diukur dari penurunan fluks pada kondisi operasi
10

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
konstan. Fouling pada membran disebabkan oleh partikel atau koloid yang
terdapat pada air umpan dan terdeposisi pada permukaan membran. Bahan
organik, presipitat garam anorganik yang telah lama terdeposit pada
membran, dan pertumbuhan mikroorganisme merupakan penyebab terjadinya
fouling (Jayanti, 2016).

2.3.1 Fouling organik

Fouling organic banyak ditemukan pada air umpan yang mengandung


natural organic matter (NOM) yang relative tinggi. NOM yang terdapat di
dalam air mengandung senyawa-senyawa organik yang mempunyai sifat
hidrofobik dan hidrofilik dengan kisaran berat molekul yang luas. Selain
NOM, efluen limbah domestik juga mengandung efluen organik matter
(Jayanti, 2016).

Adanya EfOM dapat mengakibatkan peningkatan proses pre-treatment


dan fenomena fouling, khususnya fouling organik dan fouling mikroba
(biofouling). Penelitian yang dilakukan oleh Schneider et al., (2005), dalam
Jayanti, 2016 menyebutkan bahwa EfOM merupakan foulant utama pada
membran RO dan terakumulasi pada permukaan membran sebagai lapisan
yang melekat dan memerangkap partikulat. Disamping itu, EfOM juga
berperan sebagai sisi nukleasi bagi garam-garam yang tidak larut sempurna
sehingga menyebabkan fouling irreversibel. Hasil penelitian Zhao et al.,
(2010) dalam Jayanti (2016) menyimpulkan bahwa fouling organik yang
disebabkan oleh EfOM meningkat pesat dengan peningkatan recovery
permeat. Perlunya kontrol fouling organik pada membran juga dikemukakan
dalam penelitian tersebut. Fouling organik pada membran RO yang
disebabkan oleh EfOM dapat meluas karena ukuran EfOM yang kecil yang
memungkinkan dapat melewati pori membran MF dan UF pada pre-treatment
(Jayanti, 2016).

11

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
2.3.2 Fouling Koloid

Koloid yang menyebabkan fouling pada membran dibagi menjadi 3


jenis, yaitu koloid anorganik (clays, silika, garam-garam anorganik, dan
oksida logam), organik (kumpulan bahan-bahan organik alam dan
sintetis), dan biologi (bakteri dan mikroorganisme). Partikel dan koloid
menyebabkan fouling reversibel karena akumulasi keduanya pada
permukaan membran. Untuk menghilangkan fouling reversibel cukup
dengan cara pencucian hidraulik, seperti backwash dan air scrubbing.
Tingginya konsentrasi ion-ion yang terejeksi pada permukaan membran
dapat menyebabkan peningkatan agregasi bahan-bahan terlarut menjadi
partikel koloid. Hal ini mempengaruhi retensi garam dan konsentrasi
polarisasi pada permukaan membran melalui interaksi elektrostatik antara
partikel-membran dan partikel-partikel yang menyebabkan fouling pada
membran. Fouling ini dapat merusak kinerja elemen RO berupa
penurunan produktivitas dan kemampuan rejeksi (Jayanti, 2016).

2.3.3 Fouling anorganik/ Scaling

Scaling didefinisikan sebagai proses terbentuknya lapisan oleh


komponen-komponen anorganik pada permukaan membran. Scaling
yang terjadi pada permukaan membran RO dapat mengurangi efisiensi
proses yaitu mengurangi fluks pada permeat (produk) dan mengurangi
rejeksi garam-garam yang terkandung pada umpan. Metode yang
digunakan untuk memperkirakan potensi scaling pada umpan antara lain
Langelier Saturation Index (LSI), Stiff Davis Stability Index dan Ryznar
Stability Index. Selain itu, terdapat juga metode rasio supersaturasi, yaitu
perbandingan antara ion activity product dan Ksp (Jayanti, 2016).

2.4 Pencucian Membran

Pencucian membran merupakan salah satu metode yang digunakan untuk


mengurangi fouling pada membran. Dibandingkan dengan metode lain seperti
pre-treatment dan modifikasi membran, pencucian membran merupakan
12

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
metode yang mampu mengembalikan permeabilitas membran secara langsung
dan lebih cepat. Larutan-larutan kimia yang umum digunakan dalam
pencucian membran dikategorikan ke dalam 5 jenis, yaitu asam (asam sitrat,
HCl), alkali (NaOH), chelating agent (EDTA, poliakrilat), surfaktan (SDS),
dan enzim (protease, amilase) (Jayanti, 2016).

2.5 Desalinasi Air Laut

Pada dasarnya prinsip pemurnian/desalinasi air laut adalah memisahkan


garam dari air laut sehingga diperoleh air tawar yang dapat dilakukan dengan
berbagai cara salah satunya yaitu Osmosis balik atau RO merupakan proses
pemisahan zat-zat terlarut dengan memberikan tekanan (lebih tinggi daripada
tekanan osmosis) pada larutan umpan, sehingga pelarut air dapat melewati
membran ke sisi yang lebih encer. Ini merupakan proses fisis yang
memisahkan zat terlarut dari pelarutnya. Garam-garam yang tidak dapat
melintasi membran disebut aliran rejeksi. Teknologi RO mulai berkembang
secara komersial sejak tahun 1960, yaitu desalinasi air payau. Dengan
membran RO ini secara teknis dimungkinkan untuk memproduksi air tawar
dari air laut, setelah perlakuan awal yang memadai. Masalah yang dihadapi
pada proses RO adalah bagaimana memproduksi membran dengan
kemampuan menahan zat terlarut tinggi dengan fluks air tinggi, karena
semakin tipis membran (untuk menaikkan permeabilitas air) maka membran
tersebut semakin rapuh. Kelemahan lain dari membran RO adalah retensi
terhadap Cl- buruk, sehingga untuk air laut dengan kandungan NaCl tinggi
bagi proses pemekatan cocok dengan menggunakan ED (Redjeki, 2011).

Secara umum proses RO dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu : RO


tekanan tinggi (50-100 bar), RO tekanan rendah (15-40 bar), dan Nanofiltrasi
atau Loose Reverse Osmosis (3-15 bar). RO tekanan tinggi dapat digunakan
untuk proses-proses yang menghasilkan rejeksi sangat tinggi terhadap zat-zat
anorganik (bias mencapai 99,9%) dan rejeksi menengah sampai tinggi dari zat
organik berberat molekul rendah. RO tekanan rendah biasanya digunakan
untuk konsentrasi umpan yang lebih rendah seperti air payau dengan rejeksi
13

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
berkisar antara 90-99%. Sementara itu Nanofiltrasi lebih diprioritaskan untuk
ion bervalensi dua atau lebih. Gambar skematik aliran larutan gambar pada
RO dapat dilihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Skematik Aliran larutan garam pada proses RO

Reverse osmosis adalah proses pemisahan dengan membran berdasarkan


gaya dorong tekanan, digunakan untuk memisahkan zat terlarut yang
memiliki berat molekul yang rendah seperti garam anorganik atau molekul
organik kecil seperti glukosa dan sukrosa dari larutannya (Redjeki, 2011).

Dalam proses filtrasi dengan menggunakan membran reverse osmosis,


terdapat beberapa faktor-faktor yang saling berkaitan sehingga akan
mempengaruhi pula kualitas air hasil filtrasi. Faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut :

1) Tekanan

Tekanan mempengaruhi laju alir bahan pelarut yang melalui


membran itu. Laju alir meningkat dengan terus meningkatnya tekanan,
dan mutu air olahan (permeate) juga semakin meningkat. Tekanan
memegang peranan penting bagi laju permeate yang terjadi pada proses
membran. Semakin tinggi tekanan suatu membran, maka semakin besar
pula fluks yang dihasilkan permeate.

14

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
2) Temperatur/suhu

Standar temperatur yang digunakan dari 70oF (21oC), tetapi


umumnya yang digunakan mulai dari 85oF (29oC).

3) Kepadatan/kerapatan membran

Semakin rapat membran, maka semakin baik air olahan yang


dihasilkan,

4) Flux (fluks)

Gerakan air yang terus menerus. Untuk menentukan fluks dapat


diperoleh dengan menghitung laju alir permeate per satuan luas
membran.

5) Recovery Factor

Semakin tinggi faktor perolehan maka semakin baik konsentrasi


garam pada proses pengolahan air payau yang didapat. Umumnya
recovery factor mempunyai batasan 75 – 95 %,

6) Salt Rejection (rejeksi garam-garaman)

Garam rejeksi tergantung dari tipe dan karakteristik pemilihan


membran. Namun juga sangat tergantung pada kondisi operasi,
konsentrasi larutan umpan dan debit aliran. Nilai rejeksi merupakan
angka mutlak. Umumnya nilai rejeksi dari 85 – 99,5% dengan 95%
yang lebih sering digunakan.

7) Ketahanan Membran

Membran hanya dapat bertahan sebentar (akan cepat rusak) apabila


terlalu banyak komponen – komponen yang tidak diinginkan ikut
masuk di dalam air umpan, seperti bakteri, jamur, phenol, dan bahkan
nilai pH terlalu tinggi/rendah. Biasanya membran dapat bertahan
selama 2 tahun dengan perubahan pada efisiensinya.

15

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
8) pH pada membran yang sering digunakan memiliki batasan operasi
antara 6 – 7,7.

9) Kekeruhan (Turbidity)

Reverse Osmosis digunakan untuk memindahkan/menyingkirkan


kekeruhan dari air umpan (air masuk).

10) Pengolahan awal (Pretreatment)

Pretreatment merupakan proses awal agar membran tidak cepat


rusak dan dapat tahan lebih lama. Selain itu pretreatment juga
dilakukan agar partikel – partikel yang tidak diinginkan yang berat
molekulnya lebih besar tidak ikut masuk kedalam membran.

11) Pembersihan (Cleaning)

Pembersihan pada membran tergantung dari jenis membran yang


digunakan dan proses penggunaannya.

Keuntungan dari Reverse Osmosis antara lain :

a. Bisa mengurangi jumlah dari pengolahan kimia,

b. Mengurangi kebutuhan laboratorium,

c. Dapat mencapai pada tekanan tinggi,

d. Dapat mengurangi kandungan garam, karbonat, total


hardness, sulfat, dan nitrat dari air umpan. Zat-zat yang
tidak terlarut dalam air juga dipisahkan seperti koloid dan
bakteri.

Kerugian dari reverse osmosis : Sering terjadi penyumbatan


(fouling/clogging) karena bahan – bahan tertentu pada permukaan
membran seperti membran berkerak karena pengendapan garam terlarut
dalam air karena konsentrasi air cukup pekat dan batas kelarutan
terlampaui. Kerak dapat berupa kalsium karbonat atau sulfat, silika, dan

16

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
kalsium klorida, dan perawatannya lebih mahal dibandingkan dengan
pengolahan secara konvensional (Sari dkk, 2010).

2.6 Polietilen Glikol (PEG)

Polietilen Glikol merupakan adalah molekul sederhana dengan struktur


molekul linier atau bercabang. Pada suhu ruang, PEG dengan bobot molekul
dibawah 700 berbentuk cair, sedangkan yang memiliki bobot 700-900
berbentuk semi padat, dan PEG yang memiliki bobot 900-1000 berbentuk
padatan.

PEG larut dalam air dan beberapa pelarut organik seperti toluene, aseton,
metanol, dan metil klorida (Fadillah 2003). PEG secara dagang dibuat dari
hasil reaksi antara etilena oksida dengan air atau reaksi antara etilena glikol
dengan sejumlah kecil katalis natrium klorida, dan jumlah etilen glikol
menentukan bobot molekul PEG. Struktur dari PEG dapat dilihat pada
Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Struktur Polietilen Glikol

Menurt hasil penelitian fadillah (2003), interaksi konsentrasi PEG dengan


selulosa asetat menunjukan adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap
ukuran pori-pori membran. Fluks membran akan bertambah dengan
bertambahnya konsentrasi PEG dan berkurangnya konsentrasi selulosa asetat.
Nilai fluks membran selulosa-kitosan semakin meningkat dengan peningkatan
konsentrasi PEG.

17

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
PEG banyak digunakan karena memiliki sifat stabil dan inert, tidak
mudah terurai, serta rentang titik leleh dan kelarutan yang luas. Penambahan
polietilen glikol dapat meningkatkan kinerja membran dengan meningkatkan
fluks air murni, permeabilitas hidrolik, dan porositas (Wardani, 2013).

Penambahan aditif dapat meningkatkan sifat permukaan membran.


Terdapatnya aditif dapat mempengaruhi struktur morfologi dan kinerja
membran. Zat aditif yang sering ditambahkan seperti Polivinil Pirolidon
(PVP), Polietilen Glikol (PEG), dan alkohol (Chou dkk dalam Rosnelly,
2012). Menurut Mulder (1996) dalam Rosnelly (2012), kinerja membran yang
baik sangat ditentukan dari porositas permukaan dan distribusi pori dari
membran yang digunakan.

2.7 PoliVinil Alkohol (PVA)

Polyvinyl Alkohol Polivinil alkohol pertama kali dibuat oleh Hermann


dan Haehnel pada tahun 1924 dengan menghidrolisis polivinil asetat dalam
etanol dengan kalium hidroksida. PVA secara fungsional bergantung pada
tingkat hidrolisis. Polivinil alkohol diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu:
partially hydrolyzed dan fully hydrolyzed. PVA partially hydrolisis sebagian
digunakan dalam makanan (Meilani, 2017). Struktur PVA dapat dilihat pada
Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Struktur Polivinil Alkohol

Membran PVA memiliki sifat yang sangat mudah berinteraksi dengan air.
Hal ini disebabkan karena gugus fungsional yang dimilikinya berupa gugus

18

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
OH- sehingga membran bersifat hidrofilik. Molekul – molekul air akan
berinteraksi dengan membran melalui pembentukan ikatan hidrogen. Gugus
hidroksil yang terdapat pada rantai polimer akan menyebabkan membran
PVA bersifat polar. Sifat hidrofilik dan kepolaranya akan menentukan
selektifitas dan laju alir (Noezar I dkk, 2008, dalam Meilani, 2017).

2.8 Zeolit Alam

Pada umumnya, zeolit alam ditemukan dalam bentuk batuan atau


serpihan yang berada dipermukaan maupun berada didalam kedalaman.
Sehingga mineral zeolit telah bercampur dengan mineral lainnya. Meskipun
begitu zeolit alam tetap memiliki potensi ekonomi yang luas. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan zeolit alam yang lebih baik diperlukan perlakuan khusus.
Misalnya untuk kebutuhan penyerapan (absorpsi) yang lebih besar, dilakukan
pengecilan, pencucian yang dilanjutkan dengan pengaktifan zeolit (Basit,
2016).

Menurut Yuliusman dkk (2009) dalam Basit (2016) beberapa langkah


utama untuk mengaktifkan zeolit alam antara lain : pemanasan awal
(pre-kalsinasi, pencucian kimia, pertukaran ion, kalsinasi dan dealuminasi).
Berikut sedikit penjelasannya :

2.8.1 Pencucian kimia

Pada proses pencucian ini biasanya digunakan larutan asam (contoh :


natrium hidroksida) yang dicampur dengan zeolit. Perendaman dilakukan
dengan jangka waktu tertentu sambil dilakukan pemanasan hingga
mendidih. Kemudian dicuci kembali dengan air sampai netral dan
dikeringkan. Tujuannya adalah untuk membersihkan permukaan pori,
membuang senyawa pengotor, dan mengatur kembali letak atom yang
dapat dipertukarkan.

19

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
2.8.2 Pertukaran ion

Pertukaran ion adalah proses mempertukarkan kation-kation yang


terdapat dalam sistem pori kristal zeolit alam dengan kation-kation yang
berasal dari larutan pengumpan.

2.8.3 Kalsinasi

Proses ini merupakan proses perlakuan panas terhadap zeolit pada


suhu yang relatif tinggi dalam tungku udara. Hal ini bertujuan untuk
menguapkan molekul-molekul air terikat secara kimia yang terdapat di
dalam pori-pori zeolit sehingga diperoleh luas permukaan yang lebih
besar. Selain itu, proses kalsinasi diyakini dapat memperbaiki susunan
kerangka (framework) aluminosilikat (Al-Si-O) yang tidak stabil menjadi
bentuk yang lebih stabil dan menghasilkan susunan kristal zeolit yang
lebih baik.

2.8.4 Dealuminasi

Dealuminasi dilakukan untuk mengurangi kadar Si / Al dalam


struktur zeolit. Zeolit alam jenis klinoptololit dan modenit umumnya
memiliki kadar Si/Al antara 5-6. Karena kadar Al3+ yang tinggi akan
mengurangi sifat zeolit, yaitu menjadi lebih asam dan mengurangi
kestabilan pada suhu tinggi. Karenanya, zeolit yang memiliki kerangka
struktur yang teratur. Sehingga proses dealuminasi dapat pula
memperbaiki tingkat keasaman zeolit (Basit, 2016).

2.9 Membran

Membran dapat diartikan sebagai alat pemisah dua atau lebih komponen
dari aliran fluida melalui suatu membran. Membran berfungsi sebagai
penghalang (barrier) yang selektif diantara dua fasa, yaitu hanya dapat
melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran
fluida yang dilewatkan melalui membran. Dengan kata lain membran
berfungsi memisahkan material berdasarkan ukuran partikel zat terlarut,

20

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
menahan komponen dari umpan yang mempunyai ukuran lebih besar dari
pori-pori membran dan melewatkan komponen yang memiliki ukuran yang
lebih kecil. Proses membran melibatkan umpan (cair dan gas), dan gaya
dorong (driving force) akibat perbedaan tekanan (Basit, 2016). Dengan
demikian, larutan yang mengandung komponen yang bertahan disebut
konsentrat dan larutan yang mengalir disebut permeate atau filtrat dan
prosesnya secara umum disebut penyaringan atau filtrasi.

Menurut agustina, dkk (2008) dalam Basit (2016) Filtrasi membran selain
berfungsi sebagai sarana pemisah juga berfungsi sebagai pemurnian suatu
larutan. Teknologi membran memiliki beberapa keunggulan tertentu jika
dibandingkan dengan proses lain, yaitu :

 Pemisahan dapat dilakukan secara kontinyu, sehingga konsumsi energi


umumnya relatif lebih rendah

 Proses membran dapat mudah digabungkan dengan proses pemisahan


lainnya

 Pemisahan dapat dilakukan dalam kondisi yang mudah dikondisikan

 Tidak perlu adanya bahan tambahan

 Mudah dalam memperbesar skala pemisahan

 Material membran bervariasi sehingga mudah diadaptasikan pemakainya

Kinerja atau efisiensi perpindahan didalam membran ditentukan oleh


dua parameter yaitu fluks dan rejeksi permeabilitas sering disebut juga
sebagai kecepatan permeat atau fluks adalah ukuran kecepatan suatu spesi
melewati membran persatuan luas dan waktu dengan gradien tekanan
sebagai gaya pendorong. Faktor yang mempengaruhi permeabilitas adalah
jumlah dan ukuran pori, interasi antara membran dan laratan umpan,
viskositas larutan serta tekanan dari luar. Fluks (Jv) dirumuskan sebagai
berikut:

21

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
Jv =

Dengan Jv= fluks (ml/cm².kgf/cm².menit)

V= volume permeat (ml)

A= luas permukaan membran (cm²)

t= waktu (menit)

Selektifitas yang parameter dinyatakan sebagai koefisien penolakan atau


koefiseen rejeksi adalah ukuran kemampuan membran menahan suatu
spesi. Faktor yang memperngaruhi selektifitas adalah besarnya ukuran
partikel yang akan melewatinya, interaksi antar membran dan larutan
umpan dan ukuran pori. Koefisien rejeksi ® dirumuskan sebagai berikut:

R= (1-Cp/Cf) x 100%

Dengan R= koefisien rejeksi

Cp= konsentrasi permeat

Cf= kosentrasi umpan (Meilani, 2017)

2.9.1 Berdasarkan Filtrasi Membran


a. Mikrofiltrasi
Mikrofitrasi merupakan suatu proses untuk memisahkan partikel
tersuspensi dengan diameter berpori antara 0,1 μm – 5 μm, karena
membran mikrofiltrasi mempunyai pori relative besar maka
ketahanan terhadap tekanan relative kecil.
b. Ultrafiltrasi
Utrafiltrasi merupakan varian dari filtrasi membran dimana tekanan
hidrostatik memaksa cairan menembus membran semipermeabel.
Utrafitrasi mempunyai diameter berpori lebih kecil daripada
mikrofiltrasi dengan diameter pori antara 1 – 100 nm. Membran ini
dapat menolak bakteri dan makromolekul larut seperti protein.

22

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
c. Nanofiltrasi
Nanofiltrasi merupakan proses filtrasi membran yang sering
digunakan dengan jumlah total padatan terlarut yang sedikit seperti
air permukaan dan air tanah, dengan tujuan untuk softening
(penyisihan kation polivalen) dan penyisihan produk samping
desinfektan seperti zat organik alam dan sintetik.
d. Osmosa balik
Osmosa balik merupakan proses perpindahan pelarut dengan gaya
dorong dan perbedaan tekanan, dimana beda tekanan yang digunakan
harus lebih besar dari beda tekanan osmosis. Osmosis balik akan
menahan monovalent ions. Ukuran pori pada proses osmosa balik
antara < 1 nm . Filtrasi mampu menyisihkan banyak jenis molekul
dan ion besar dari larutan dengan memberikan tekanan pada larutan
yang berbeda pada salah satu sisi membran selektif (Meilani, 2017).

2.9.2 Mekanisme Pemisahan dengan Membran Ultrafiltrasi

Mekanisme pemisahan dengan membran ultrafiltrasi (UF) harus


mempertimbangkan sistem operasi yang akan dipergunakan pada
konfigurasi modul tersebut. Dengan menyusun sistem baik menjadi
rangkaian seri atau paralel yang disebut stage. Konfigurasi sistem yang
mempunyai biaya termurah tidak selalu merupakan pilihan yang terbaik.
Karena pilihan yang terbaik tergantung dari aplikasi dan fungsionalitas
modul yang merupakan faktor terpenting. Desain sistem yang paling
optimal diperoleh pada biaya produk yang terendah. Jenis sistem yang
biasa dipergunakan adalah sistem dead-end dan sistem cross-flow.
Perbedaan arah aliran pada kedua sistem dapat diilustrasikan pada
Gambar 2.7 :

23

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
Gambar 2.7 Desain sistem :(a) Sistem Dead-End, (b) Sistem
Cross-flow

a. Sistem Dead-End Pada sistem operasi ini, arah aliran umpan


yang digunakan tegak lurus terhadap membran. Sistem ini memiliki
kelemahan karena sangat cepat sekali mengakibatkan fouling yang
sangat tinggi, karena arah aliran yang demikian dapat mengakibatkan
terbentuknya lapisan cake dipermukaan membran pada sisi umpan.
Ketebalan cake terus meningkat terhadap waktu sehingga fluks yang
dihasilkan terus menurun hingga mencapai nilai nol dapat dilihat
pada gambar 2.7

Gambar 2.8 Penurunan Flux Pada Sistem Dead-end

b. Sistem Cross-Flow Sistem ini merupakan metode penyaringan


yang berkembang dengan pesat untuk saat ini dalam aplikasi dimana
sistem dead-end tidak sesuai untuk diterapkan : untuk filtrasi partikel
yang sangat halus dan filtrasi suspensi encer tanpa penambahan
flokulan atau filter-aid, dalam kasus dimana dibutuhkan filtrat
24

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019
dengan kemurnian tinggi, ketika recovery solid tidak terlalu
dibutuhkan. Pada sistem ini, umpan dialirkan dengan arah aksial
(sejajar) dengan permukaan membran. Karena arah aliran tersebut,
mengakibatkan terbentuknya cake yang terjadi sangat lambat karena
tersapu oleh gaya geser yang disebabkan oleh aliran cross-flow. Pada
setiap operasi dengan menggunakan sistem ini, kecepatan aliran
umpan sangat menentukan besarnya perpindahan massa dalam
modul. Efisiensi pembersihan oleh cairan yang dialirkan meningkat
dengan bertambahnya kecepatan (Redjeki, 2011).

25

Pengaruh Polietilen Glikol…, Linatul Chulqi, Fakultas Teknik Dan Sains UMP, 2019

Anda mungkin juga menyukai