Anda di halaman 1dari 8

ARTICLE REVIEW

Ujian Akhir Semester Kepemimpinan

‘Digital Leadership in the Economies of the G20 Countries: A Secondary Research’

Anandra Raaditya Putra Graha / 215030207111158

Fakultas Ilmu Administrasi

Universitas Brawijaya

I. Pendahuluan

Keberhasilan ekonomi berkaitan erat dengan kemampuan dari pemimpin dan


bergantung pada tingkat digitalisasi ekonomi. Kegiatan ekonomi dan globalisasi secara
garis besar tidak dapat dipisahkan dari digitalisasi. Namun menurut peneliti, sebagian
besar penelitian mengenai kepemimpinan digital menyelidiki pada tingkat ekonomi
mikro. Terdapat lebih dari 5.000.000 penelitian pada mesin pencarian Google. Literatur
tentang kepemimpinan ekonomi tetap relatif dan umum di abad ke-21. Oleh karena itu,
meneliti kepemimpinan digital dalam skala ekonomi makro sangat penting untuk
memahami pengetahuan kepemimpinan secara lebih luas.

Fleksibilitas dalam merespon digitalisasi menjadi tolok ukur keberhasilan bisnis


global yang akan mendorong kebangkitan ekonomi negara. Pelaku usaha menggunakan
infrastruktur pendukung yang meliputi sumber daya dan manajemen dengan
menggunakan jaringan komputer. Ini adalah solusi untuk masalah ekonomi dalam
menciptakan upaya yang berorientasi pada produk. Penetrasi internet dan digitalisasi
penggunaan perangkat tingkat tinggi merupakan prasyarat untuk pengembangannya.

Perkembangan digital adalah aspek yang menuntut semua ekonomi untuk


mempertahankan posisi kepemimpinan mereka. G20 adalah forum internasional yang
mempertemukan ekonomi utama dunia. Anggotanya menyumbang lebih dari 80% dari
PDB dunia, 75% dari perdagangan global, dan 60% dari populasi dunia. Inovasi yang
dibuat oleh forum G20, baik secara individu maupun kolektif, memiliki implikasi yang
luar biasa terhadap hasil global. Anggotanya merupakan produsen besar teknologi dan
pendorong digitalisasi serta pendidikan. Memahami kemampuan kepemimpinan negara-
negara G20 sangat penting. Negara-negara G20 harus siap terlibat dalam digitalisasi.
Mereka juga harus inovatif dan kompetitif.
Pasca krisis global, proses deglobalisasi semakin intensif dan menimbulkan
pertanyaan negara mana yang akan menjadi pemimpin ekonomi dunia. Perubahan
kepemimpinan global dalam ekonomi berarti penataan ulang sistem ekonomi yang
mendalam. Kepemimpinan digital adalah kombinasi dari budaya digital dan kompetensi
digital. Dengan demikian, digitalisasi proses bisnis dan perubahan praktik kepemimpinan
menjadi faktor yang harus diperhatikan lebih serius saat ini.

Kepemimpinan ekonomi harus sejalan dengan pola pikir global dan lebih kreatif
dalam mendukung budaya inovasi. Setelah berfokus pada peningkatan produktivitas,
efisiensi, dan profitabilitas, semua pemimpin ekonomi menyadari bahwa pendekatan dan
budaya memimpin harus disesuaikan. Ini menghasilkan pengetahuan tentang dunia digital
baru, teknologi modern, dan keterampilan interpersonal. Citra kepemimpinan digital yang
jelas harus dibangun bersama dengan nilai intrinsik yang tinggi untuk tumbuh bersama
perubahan teknologi. Kepemimpinan digital juga dikenal sebagai kepemimpinan
elektronik atau kepemimpinan virtual. Ini tentang menciptakan lingkungan digital yang
berkembang yang mengarah ke tingkat efektivitas, produktivitas, dan moral yang tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapabilitas kepemimpinan digital negara-


negara G20 dalam hal kesiapan digital, inovasi, dan daya saing 4.0, serta menyelidiki
hubungan antara variabel-variabel tersebut. Ini menjelaskan kepemimpinan digital pada
skala ekonomi makro yang merupakan kunci pertumbuhan ekonomi di negara-negara
G20. Artikel ini berfokus pada kepemimpinan digital di negara-negara G20 dalam
konteks ekonomi.

II. Latar Belakang Penelitian

Semua ekonomi menghadapi tantangan untuk generasi berikutnya. Terkait ekonomi


sirkular, digitalisasi, robotisasi, dan automasi yang menjadi tujuan utama dalam tren
industri 4.0. Digitalisasi menjadi misteri dalam berbagai bidang studi terkait industri 4.0
dan globalisasi. Industri 4.0 banyak menggunakan istilah digitalisasi dan transformasi dan
membutuhkan pengukuran kinerja digital yang tinggi oleh negara-negara untuk melihat
kedewasaan mereka dalam menghadapi paradigma ini.

Kesiapan Digital

Kesiapan mengacu pada pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan infrastruktur


teknis. Ini adalah panduan digitalisasi untuk memproses dan memanfaatkan sumber daya
mereka seefisien dan seefektif mungkin. Istilah "kesiapan" juga mengarah pada inovasi.
Kesiapan digital adalah keinginan kuat untuk mengadopsi teknologi digital untuk
menciptakan peluang baru. Sangat penting bagi individu, organisasi, industri, dan bahkan
negara untuk mencapai tujuan ekonomi mereka lebih cepat dan lebih besar. Kesiapan
digital memang menjadi ketakutan keunggulan kompetitif konvensional dalam
perekonomian. Kesiapan digital didefinisikan menggunakan model holistik berdasarkan
tujuh komponen, termasuk aspek teknologi seperti teknologi, infrastruktur, dan adopsi
teknologi, tetapi juga mengukur kemudahan berbisnis, pengembangan sumber daya
manusia, investasi bisnis dan pemerintah, kebutuhan dasar manusia, dan lingkungan start-
up. Semua negara memfasilitasi layanan digital bagi masyarakatnya secara setara untuk
dapat berkembang secara internal dan eksternal.

Inovasi

Inovasi global terhubung dengan digitalisasi lokal. Teknologi digital menjadi


penggerak inovasi dan pertumbuhan ekonomi global modern serta berkontribusi terhadap
daya saing nasional. Inovasi telah menjadi dasar dan telah menciptakan ketergantungan
pada ekonomi kompetitif modern dalam pertumbuhan ekonomi. Daya saing teritorial
menjadi bahan pertimbangan di berbagai cabang ekonomi.

Daya Saing 4.0

Daya saing secara umum adalah kemampuan untuk mewujudkan misi (tujuan, fungsi,
dan tugas) dengan kualitas dan nilai yang dibutuhkan dalam pasar yang kompetitif. Daya
saing mengacu pada kemampuan untuk mempertahankan tingkat pendapatan dan
lapangan kerja yang relatif tinggi sambil tetap terbuka untuk persaingan internasional.
Menjadi kompetitif, pelaku ekonomi harus merangkul aplikasi inovasi teknologi (yang
juga merupakan salah satu tantangan terbesar saat ini) dan, secara paralel, harus
menghadapi revolusi industri kelima. Daya Saing 4.0 dijelaskan oleh Indeks Daya Saing
Global WEF (World Economic Forum) 2019 yang terdiri dari dua puluh pilar, yaitu
institusi, infrastruktur, adopsi teknologi informasi dan komunikasi (TIK), stabilitas
ekonomi makro, kesehatan, keterampilan, pasar produk, pasar tenaga kerja, sistem
keuangan, ukuran pasar, dinamika bisnis, dan kemampuan inovasi.

III. Kerangka Penelitian dan Hipotesis

Pada artikel ini, peneliti mencoba menjelaskan keseluruhan penelitian untuk


menentukan kemampuan kepemimpinan digital dari negara-negara G20. Pada gambar
berikut ini menunjukkan 3 (tiga) variabel utama yaitu kesiapan digital, inovasi, dan daya
saing 4.0. Terdapat 7 (tujuh) komponen dari kesiapan digital yaitu kebutuhan dasar,
modal manusia, kemudahan berbisnis, investasi bisnis dan pemerintah, lingkungan start-
up, infrastruktur teknologi, dan adopsi teknologi. Kemudian 7 (tujuh) komponen untuk
mengukur inovasi adalah kelembagaan, modal manusia dan penelitian, infrastruktur,
kecanggihan pasar, kecanggihan bisnis, keluaran pengetahuan dan teknologi, dan
keluaran kreatif. Sementara pilar untuk daya saing 4.0 terdiri dari 20 komponen yaitu
institusi, infrastruktur, adopsi TIK, stabilitas ekonomi makro, kesehatan, keterampilan,
pasar produk, pasar tenaga kerja, sistem keuangan, ukuran pasar, dinamisme bisnis, dan
kemampuan inovasi.

Diagram diatas bertujuan untuk menjeleskan beberapa objektif spesifik dan korelasinya.
Objektif 1—untuk menentukan konsistensi antara kesiapan digital dan inovasi negara-
negara G20; objektif 2—untuk menentukan konsistensi antara kesiapan digital dan daya
saing 4.0 negara-negara G20; objektif 3—untuk menentukan konsistensi antara inovasi
dan daya saing 4.0 negara-negara G20; objektif 4 menentukan konsistensi antara kesiapan
digital, inovasi, dan daya saing 4.0 negara-negara G20; dan obektif 5— untuk
menentukan hubungan antara kesiapan digital, inovasi, dan daya saing 4.0. Setelah
menentukan tujuan, peneliti merumuskan beberapa hipotesis diantaranya adalah:

1. Kesiapan digital memiliki hubungan positif dengan inovasi.

2. Kesiapan digital memiliki hubungan positif dengan daya saing 4.0.

3. Inovasi memiliki hubungan positif dengan daya saing 4.0.


IV. Metode Penelitian

Terdapat 4 (empat) tahapan dalam penelitian sekunder ini. Tahap pertama yaitu
identifikasi sumber informasi mengggunakan data yang ada di internet yaitu indeks
kesiapan digital global 2019 (Cisco,2020), indeks inovasi global 2019 (Cornell
University, 2019), dan indeks daya saing global 2019 (World Economic Forum, 2019).
Peneliti menggunakan pendekatan survey lintas studi pada tahun 2019 karena masih
relevan. Tahap kedua peneliti mengumpulkan data yang ada berdasarkan peringkat
kesiapan digital global, peringkat inovasi global, dan peringkat daya saing global.
Berdasarkan data tersebut, tahap berikutnya peneliti menabulasikan peringkat digital
untuk kesiapan digital global, inovasi global, dan daya saing global 4.0 untuk negara G20.
Tahap terakhir yaitu melakukan analisis komparatif antara data kesiapan digital global
G20 dan data daya saing global 4.0, dan antara data inovasi global dan data daya saing
global 4.0. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah peringkat kesiapan digital global,
inovasi global, dan daya saing global menunjukkan konsistensi. Terakhir, peneliti
melakukan analisis korelasi Pearson dengan menggunakan SPSS untuk menentukan
hubungan antara ketiga variabel tersebut. Peneliti menggunakan skor yang tersedia di
sumber masing-masing negara berdasarkan masing-masing variabel.
V. Hasil dan Analisis

1. Kesiapan digital global dari negara-negara G20

Pada bagian ini ditunjukkan nilai dari kesiapan digital global dan menjelaskan
objektif 1 sampai 4. Berdasarkan nilai dari indeks data penelitian, setiap negara
memiliki tingkat kesiapan digital dari 7 (tujuh) komponen dari kesiapan digital.Pada
tingkat kesiapan aktif pada tahap awal dengan rata-rata nilai 6.24 dari 25, namun
tidak ada negara G20 pada tingkat ini. Negara G20 pada tahap cepat (accelerate)
dengan nilai rata-rata 11.82 yaitu Italia, Rusia, Arab Saudi, Cina, Argentina, Turki,
Meksiko, Brazil, Indonesia, Afrika Selatan, dan India. Sementara pada tahap kuat
(amplify) dengan nilai rata-rata 17.89 yaitu Amerika, Korea Selatan, Australia,
Inggris, Jerman, Jepang, Kanada, dan Prancis.

2. Inovasi global dari negara-negara G20

Bagian ini akan menjelaskan nilai dari inovasi global dari negara G20 pada objektif 1,
3, dan 4. Terdapat 4 (empat) kategori data yang dikelompokkan berdasarkan tingkat
pendapatan. Untuk pendapatan tinggi ditempati oleh Amerika, Inggris, Jerman, Korea
Selatan, Jepang, Prancis, Kanada, Australia, Italia, Arab Saudi, dan Argentina.
Sementara pada tingkat pendapatan menengah keatas adalah Cina, Rusia, Turki,
Mexico, Afrika Selatan, dan Brazil. Terakhir, pada tingkat pendapatan rendah yitu
India dan Indonesia. Meskipun Cina berada pada tingkat pendapatan menengah
keatas, namun nilai inovasinya lebih tinggi dari beberapa negara dari tingkat
pendapatan tinggi. Begitupula dengan negara India.

3. Daya saing global 4.0 dari negara-negara G20

Demikian untuk bagian ini yaitu daya saing global 4.0 dari negara G20 menjelaskan
objektif 2, 3, dan 4. Terdapat negara yang mengalami kenaikan yaitu Korea, Prancis,
Arab Saudi, Italia, Afrika Selatan, dan Brazil. Sementara negara yang mengalami
penuruan yaitu Amerika, Jepang, Jerman, Inggris, Kanada, Australia, Meksiko,
Indonesia, India, dan Argentina. Kemudian untuk negara yang memiliki nilai stabil
yaitu Cina, Rusia, dan Turki. Data ini didapatkan berdasarkan komparasi dari tahun
sebelumnya yaitu 2018. Meskipun mengalami penuruan, Amerika masih berada di
angka tertinggi untuk daya saing global. Sementara negara dengan kenaikan
terbanyak yaitu Afrika Selatan (+7) dan negara dengan penurunan terbanyak yaitu
India mencapai (-10).
4. Konsistensi antara peringkat kesiapan digital, inovasi, dan daya saing 4.0 dari negara
G20

Pada bagian ini peneliti memaparkan konsistensi dengan membandingkan pada sub
bagian sebelumnya dan menjelaskan objektif 1 sampai 4. Tabel pada artikel peneliti
menunjukkan bahwa Amerika adalah satu-satunya negara yang paling konsisten
terhadap ketiga variabel penelitian. Terdapat 6 (enam) negara dengan konsistensi
parsial (2 dari 3) yaitu Jerman, Inggris, Jepang, Prancis, Afrika Selatan, dan Brazil.
Sementara 12 negara lain tidak menunjukkan konsistensi pada ketiga variabel
penelitian.

5. Korelasi antara nilai kesiapan digital global, inovasi global, dan daya saing global 4.0
dari negara G20

Bagian analisis terakhir dari peneliti menunjukkan korelasi antara ketiga variabel
dengan membandingkan pada sub bagian sebelumnya untuk menjelaskan objektif 5.
Berdasarkan tabel pada artikel peneliti, Amerika memiliki nilai tertinggi dari ketiga
variabel. Untuk kategori kesiapan digital, Korea Selatan berada pada posisi kedua dan
disusul oleh Australia. Pada kategori inovasi, Inggris berada di posisi kedua dan
Jerman posisi ketiga. Sedangkan untuk kategori daya saing 4.0 pada posisi kedua diisi
oleh Jepang kemudian Jerman. Kemdian urutan negara dengan kapabilitas digital
tertinggi mulai dari Amerika, Korea Selatan, Australia, Inggris, Jepang, dan Jerman.

Berdasarkan tabel pada artikel hipotesis yang dirumuskan oleh peneliti berhasil
terjawab dan diterima. Untuk hipotesis pertama dengan korelasi Pearson 0.694,
kemudian hipotesis kedua dengan nilai 0.770, dan hipotesis ketiga dengan nilai 0.931.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan digital hadir pada tingkat
makroekonomi atau selevel negara. Secara empiris, peneliti membuktikan bahwa negara
G20 secara digital telah siap terhadap kebutuhan dasar, modal manusia, kemudahan
berbisnis, investasi bisnis dan pemerintah, lingkungan start-up, infrastruktur teknologi,
dan adopsi teknologi di tahun 2019. Negara G20 memiliki kelembagaan, modal manusia
dan penelitian, infrastruktur, kecanggihan pasar, kecanggihan bisnis, keluaran
pengetahuan dan teknologi, dan keluaran kreatif di tahun tersebut. Mereka juga memiliki
institusi, infrastruktur, adopsi TIK, stabilitas ekonomi makro, kesehatan, keterampilan,
pasar produk, pasar tenaga kerja, sistem keuangan, ukuran pasar, dinamisme bisnis, dan
kemampuan inovasi. Akhirnya, temuan peneliti menunjukkan bahwa negara-negara G20
memiliki kapabilitas digital yang tinggi dan luas, tidak hanya kesiapan digital, atau hanya
inovasi, atau bahkan daya saing 4.0 saja. Ini sesuai dengan ekonomi utama dunia yang
telah dicapai oleh negara-negara G20 sebagai forum ekonomi internasional
VI. Implikasi

Kesiapan digital, inovasi, dan daya saing 4.0 berhubungan positif dan signifikan. Negara-
negara G20 memiliki kepemimpinan digital dalam kesiapan, inovasi, dan daya saing
digital. Ini adalah pertimbangan pada tingkat ekonomi makro bukan ekonomi mikro.
Kesiapan digital negara-negara G20 telah dibandingkan dalam inovasi dan daya saing 4.0.
Memang, ketiga variabel ini dapat dianalisis secara bersamaan. Negara-negara G20
mengadopsi teknologi digital untuk menciptakan peluang baru. Mereka adalah pendorong
pertumbuhan ekonomi global modern. Mereka bergantung pada ekonomi kompetitif
untuk menentukan pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan misi global (tujuan, fungsi,
tugas). Artikel ini berfokus pada kemampuan kepemimpinan digital. Peneliti
menggabungkan kesiapan digital global yang diteliti oleh Cisco pada tahun 2019, inovasi
yang diteliti oleh Cornell University tahun 2019, dan daya saing 4.0 yang diteliti oleh
(WEF 2019) untuk menjadi komponen utama kemampuan kepemimpinan digital dalam
perekonomian. Dalam konteks ini, peneliti menggunakan negara-negara G20 sebagai
objeknya.

Penelitian lebih lanjut perlu menganalisis kemampuan digital di lebih banyak kelompok
negara seperti negara Asia, negara Eropa, negara maju, dan negara berkembang.
Kemampuan digital di tingkat ekonomi makro berkaitan erat dengan produk domestik
bruto, inflasi, pengangguran, pengeluaran pemerintah, suku bunga, dan nilai tukar.

Anda mungkin juga menyukai