Anda di halaman 1dari 3

Antisipasi Aksi Teror Natal dan Tahun Baru, 11 Orang Dibekuk di Sumatera Utara

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, Densus 88 Anti Teror Polri
berupaya cegah aksi teror, khususnya jelang Natal dan Tahun Baru. Densus 88 pun telah menangkap
11 tersangkanya.

Oleh

NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR

19 Desember 2022 18:51 WIB

3 menit baca

TEKS

Tangkapan layar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad
Ramadhan dalam keterangan pers virtual, Senin (19/12/2022).

KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR

Tangkapan layar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad
Ramadhan dalam keterangan pers virtual, Senin (19/12/2022).

JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 11 tersangka tindak pidana terorisme yang merupakan bagian dari
kelompok Jamaah Islamiyah ditangkap Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri atau Densus 88 Anti
Teror di beberapa wilayah Sumatera. Saat ini, aparat masih memeriksa kesebelas tersangka untuk
mengembangkan penyidikan.

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo pada Senin (19/12/2022) mengatakan,
Densus 88 Anti Teror Polri terus melakukan upaya pencegahan aksi teror (pre-emptive strike),
khususnya menjelang Natal dan Tahun Baru. Terakhir, Densus 88 Anti Teror Polri menangkap 11
tersangka tindak pidana terorisme di wilayah Sumatera.

”Kami mengantisipasi hal tersebut. Kami berharap masyarakat tetap tenang bahwa Polri akan
berusaha semaksimal mungkin untuk mengamankan kegiatan masyarakat,” kata Dedi.

Secara terpisah, dalam keterangan pers virtual, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri
Brigadir Jenderal (Pol) Ahmad Ramadhan mengatakan, penangkapan ke-11 tersangka tindak pidana
terorisme tersebut dilakukan pada Jumat (16/12/2022) di Kota Medan dan Tebing Tinggi. Kesebelas
orang yang ditangkap tersebut merupakan bagian dari kelompok Jamaah Islamiyah (JI).
Kami mengantisipasi hal tersebut. Kami berharap masyarakat tetap tenang bahwa Polri akan berusaha
semaksimal mungkin untuk mengamankan kegiatan masyarakat.

Mereka adalah HRF sebagai admin syam organizer (SO) Sumatera Utara dan Ketua SO Sumut tahun
2018-2020, IS alias O, N alias B alias Pak BI sebagai anggota Adira atau akademi kader JI tahun 2015,
dan MS sebagai mantan bendhara Adira. Tersangka lainnya adalah J, kemudian W sebagai tim
pengaman para pelarian anggota JI di Sumut sejak 2013, S sebagai anggota JI Sumut, kemudian S
alias UA sebagai Ketua JI Tanjung Balai.

Baca juga: Bom Bunuh Diri Astanaanyar, Terduga Pelaku Tewas

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menunjukkan lokasi dari kasus meledaknya
bom di Sibolga, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/3/2019). Pihak kepolisian berhasil mengidentifikasi
dua jenazah korban ledakan bom di lokasi tersebut yang diduga merupakan istri dan anak dari
terduga teroris Abu Hamzah.

ANTARA FOTO/JASON GULTOM

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menunjukkan lokasi dari kasus meledaknya
bom di Sibolga, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/3/2019). Pihak kepolisian berhasil mengidentifikasi
dua jenazah korban ledakan bom di lokasi tersebut yang diduga merupakan istri dan anak dari
terduga teroris Abu Hamzah.

Selain itu terdapat RT sebagai anggota toliyah Sumut dan pelatih navigasi darat, RG sebagai
bendahara tahun 2021, serta A sebagai anggota kelompok JI dan bendahara Yayasan At Tauba. ”Saat
ini terhadap semua pelaku sedang dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Densus 88 guna
pengembangan penyidikan lanjutan,” kata Ahmad.

Lokasi jaringan terorisme

Secara terpisah, pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, selama ini Sumut merupakan lokasi
jaringan atau kelompok terorisme baik JI maupun Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Semisal, lanjut Al
Chaidar, Medan dan Sibolga pernah menjadi tempat jaringan JAD berkembang. Sementara JI berada
di Tebing Tinggi, Kabupaten Labuhanbatu, dan Kabupaten Serdang Bedagai.

Menurut Al Chaidar, salah satu alasan jaringan terorisme seperti JAD berada di wilayah tersebut
adalah karena tingkat komunalitas yang rendah. Sebab, di sana masyarakatnya sudah sangat
heterogen dan tidak terlalu peduli antara satu dengan yang lain.
Salah satu alasan jaringan terorisme seperti JAD berada di wilayah tersebut adalah karena tingkat
komunalitas yang rendah. Sebab, di sana masyarakatnya sudah sangat heterogen dan tidak terlalu
peduli antara satu dengan yang lain.

Adapun kelompok JI yang berada di wilayah Sumut sebagian besar merupakan jaringan lama JI yang
sudah sedari awal berada di sana. ”Kalau secara historis, di Labuhanbatu, Tebing Tinggi, sama Serdang
Bedagai itu memang telah lama bercokol komando-komando jihad,” kata Al Chaidar.

Polisi bersenjata berjaga-jaga saat dilakukan penggeledahan di tempat kos F, terduga teroris di Jalan
Cakra, Kauman, Solo, Jawa Tengah, Senin (18/11/2019).

ERWIN EDHI PRASETYA

Polisi bersenjata berjaga-jaga saat dilakukan penggeledahan di tempat kos F, terduga teroris di Jalan
Cakra, Kauman, Solo, Jawa Tengah, Senin (18/11/2019).

Baca juga: Pelaku Bom Bunuh Diri di Astanaanyar Pernah Terlibat Kasus Terorisme

Menurut Al Chaidar, jaringan dari kelompok JI yang telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang
dinilai tidak dalam posisi yang bisa menimbulkan bahaya di dalam negeri. Sebab, JI telah menjadikan
Indonesia bersama dengan Malaysia dan Jepang sebagai tempat untuk mengumpulkan pendanaan,
bukan target serangan.

Meski demikian, lanjut Al Chaidar, ia memahami bahwa kepolisian akan selalu mengantisipasi potensi
bahaya yang masih bisa timbul. Terlebih, selama ini banyak anggota JI memiliki kapasitas atau
keahlian untuk membuat aksi teror yang besar, seperti membuat bom. Oleh karena itu, kepolisian
kemudian melakukan antisipasi. Demikian pula terkait dengan waktu, Natal dan Tahun Baru biasanya
menjadi periode waktu yang lebih rawan dibanding biasanya. (NAD)

Editor:

SUHARTONO

Anda mungkin juga menyukai