Anda di halaman 1dari 36

Kasus pembunuhan ilmuwan Iran akan diselidiki

Senin, 16 Januari 2012 05:05 WIB | 2301 Views

Seorang polisi memeriksa sisa-sisa mobil milik ilmuwan nuklir Iran Mostafa Ahmadi-Roshan yang terkena ledakan bom di lokasi ledakan di luar universitas di Teheran utara, Iran, Rabu (11/1). Ahmadi-Roshan tewas akibat ledakan bom yang dipasang di mobilnya oleh seorang pengendara motor di Teheran, dan pejabat kota menyalahkan Israel terhadap serangan tersebut, yang mirip dengan sejumlah serangan yang menyasar ilmuwan nuklir lebih dari setahun lalu. (FOTO ANTARA/REUTERS/Fars News/Meghdad Madadi)

Lagi Miranda Gencar Diperiksa ... Perjalanan Miranda Teheran (ANTARA News/IRNA-0ANA) - Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Ramin Mehmanparast mengatakan bahwa masyarakat internasional mulai penyelidikan kasus pembunuhan ilmuwan nuklir Iran Ahmadi Roshani. Dia membuat pernyataan dalam satu wawancara dengan IRNA di sela-sela upacara yang diadakan di Universitas Sharif dalam rangka memperingati syuhada Mostafa Ahmadi Roshan, ilmuwan nuklir Iran, yang dibunuh oleh kelompok teroris di Teheran pada Rabu. Mehmanparast mengatakan, Iran memerintahkan para duta besar dan perwakilan asing untuk menginformasikan kasus tersebut kepada para kepala negara mereka. "Musuh mencoba semua cara yang mungkin untuk menghentikan pembangunan Iran, tetapi tidak bisa menang atas Iran, karena itu, mereka mulai berusaha untuk tindakan seperti pembunuhan terhadap para ilmuwan dan elit," tambahnya. Juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan, mereka yang disebut pendukung hak asasi

manusia mengklaim memerangi terorisme, tetapi sebenarnya melakukan tindakan-tindakan terkenal kejam dan memfitnah. Mehmanparast mengatakan tindakan jahat ini tidak akan menghentikan kemajuan Iran, justru akan lebih membuat mereka bertekad untuk mengikuti jalan ke pembangunan. Dia mengatakan, para inspektur (nuklir PBB) yang datang dan mengunjungi Iran, memperkenalkan para ilmuwan Iran kepada kelompok-kelompok teroris, karena Iran mengikuti kasus-kasus di masyarakat internasional. (Uu.H-AK/S004) Editor: Ruslan Burhani

Kasus Pembunuhan Briptu Erik Dilimpahkan ke Kejari Bangkalan Taufiqurrahman | Heru Margianto | Rabu, 8 Februari 2012 | 03:30 WIB BANGKALAN, KOMPAS.com Kepolisian Daerah Jawa Timur, Selasa (7/2/2012), melimpahkan berkas kasus pembunuhan Briptu Erik Setyo Widodo, anggota Satuan Lalu Lintas Polsek Sukolilo, Bangkalan, Madura, yang dilakukan Aiptu Sunarto dan anaknya, Arif Wahyu BS, pada awal Agustus 2011. Berkas tersebut sudah di tangan Kejaksaan Negeri Bangkalan (Kejari Bangkalan). Kepala Kejaksaan Negeri Bangkalan Hentoro Cahyono menjelaskan, kedua tersangka hari ini sudah dilimpahkan ke Kejari Bangkalan untuk tahap kedua. "Semua barang bukti dan hasil penyidikan yang dilakukan tim gabungan dari Kejaksaan Tinggi Negeri Jawa Timur, semuanya sudah diserahkan kepada kami," ucap Hentoro Cahyono. Selanjutnya, Hentoro mengatakan bahwa pihaknya segera menyusun dakwaan untuk dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Bangkalan. Kedua tersangka saat ini masih ditahan di rumah tahanan Bangkalan. Terkait jad

Rabu, 08 Februari 2012 , 08:48:00 Di Skanto Rawan Gangguan Kamtibmas

KEEROM-Kepala Distrik Skanto Kabupaten Keerom,Thomas D.B Taribuka, Amd.Sos, mengatakan, situasi gangguan keamanan dan ketertiban di wilayah Distrik Skanto diibaratkan seperti fenomena gunung es, yang mana apabila dipicu sedikit saja, maka langsung terjadi gangguan keamanan. Hal ini sebagai mana dari beberapa kasus hukum pidana yang terjadi di Distrik Skanto selama ini, salah satunya kasus pembacokan dan percobaan pemerkosaan di Kampung Naramben, Distrik Skanto, yang akhirnya memicu kemarahan warga, sehingga hampir menimbulkan konflik antara keluarga korban dan keluarga pelaku. Persoalan gangguan keamanan lainnya adalah masih maraknya kasus pencurian, pemalakan, pesta minuman keras (Miras), kasus penganiayaan terhadap masyarakat, dan kasus-kasus hukum pidana lainnya. Pelayanan pemerintahan,pembangunan dan kemasyarakatan telah berjalan secara maksimal, namum dari sisi keamanan dan ketertiban masyarakat yang masih relatif rendah dimana sering terjadi kejadian gangguan keamanan di masyarakat, terangnya saat ditemui di Aula Distrik Skanto, Kabupaten Keerom, Selasa (7/2). Terhadap hal itu, dirinya mengharapkan, adanya perhatian yang serius dari aparat keamanan agar dapat memberikan pengamanan dan keamanan yang terbaik bagi masyarakat, supaya masyarakat tidak menjadi khawatir dalam melaksanakan aktifitasnya sehari-hari. Ditambahkannya, per November Tahun 2011, jumlah penduduk di Distrik Skanto mencapai 14.709 jiwa, yang tersebar di 8 kampung. Dan penduduknya merupakan penduduk yang heterogen, dimana berasal dari berbagai suku di Indonesia. Sampai saat ini kehidupan masyarakat Skanto mengalami banyak perkembangan dan

kemajuan kehidupan yang signifikan. Ini tentunya jelas berdampak pula pada persoalan gangguan keamanan itu sendiri, seiring dengan meningkatn ya kebutuhan masyarakat, katanya. Terkait dengan itu, dirinya mengharapkan agar elemen masyarakat yang ada di Distrik Skanto baik dari Toko Adat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan dan stakeholder lainnya, bersama-sama bersatu padu, secara arif dan kebijaksanaan untuk menyikapi situasi tersebut, didalam turut menciptakan rasa aman di lingkungannya masing-masing. Mengenai persoalan gangguan keamanan di wilayah Distrik Arso ini, kami telah laporkan ke Bupati Keerom untuk mengambil langka-langka preventif terhadap situasi Kamtibmas di Wilayah Kabupaten Keerom Khususnya di Distrik Skanto,terangnya.(nls/tri)

Polisi Cek Kebenaran Kasus Pemerkosaan Mahasiswi JM


E Mei Amelia R - detikNews Rabu, 25/01/2012 17:48 WIB Browser anda tidak mendukung iFrame Jakarta - Polisi masih menyelidiki kasus pemerkosaan JM (18) di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Saat ini petugas sedang menelusuri kebenaran cerita mahasiswi kebidanan yang menyatakan diperkosa di kawasan tersebut. "Keterangan itu sedang kita cek dan buktikan dengan keterangan pelapor," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Untung S Rajab, di Polda Metro Jaya, Jl Gatot Subroto, Rabu (25/1/2012). Untung mengatakan, kasus itu baru dilaporkan ke polisi setelah dua hari pemerkosaan terjadi pada 19 Januari. JM juga mengaku dipukul sampai pingsan. "Visumnya harus kita tentukan, bener tidak nih," katanya. JM awalnya mengaku pemerkosaan itu berlangsung di dalam angkot. Kemudian dia meralatnya dan menyatakan terjadi di pinggir rel yang ada di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. "Terus dia telepon sama temen laki-laki lain, kita selidiki siapa dia ini," katanya. Untung menjelaskan, polisi tidak bisa menjaga Jakarta secara keseluruhan. Sebab itulah kepolisian bekerja sama dengan masyarakat utuk mengamankan Jakarta. "Ini polisi kurang dari 9 ribu lebih di Polda. Jadi semua bertanggung jawab," katanya. Untung mengatakan, polisi punya keterbatasan dalam melakukan pengamanan. Sebab itulah pengamanan dilakukan secara bersama-sama. "Jadi mari kita beri informasi yang cerdas ke masyarakat," katanya. Untung menjelaskan, pemetaan daerah rawan asusila tidak bisa dipetakan karena kasus-kasus asusila bisa terjadi dimana-mana. "Ini tidak bisa dipetakan seperti itu, karena di mana saja bisa terjadi," katanya.

Category Archives: pembunuh berantai


Tulisan lebih lama

Polisi Menduga Pembunuh Sadis Wanita Dalam Kardus di Koja dan Anak Wanita Dalam Koper Cakung Adalah Orang Yang Sama
Posted on Oktober 18, 2011 | 1 Komentar Kepolisian menduga penemuan mayat tak beridentitas di kawasan Koja, Jakarta Utara, dan Cakung, Jakarta Timur, saling terkait. Keterkaitan itu dilihat dari cara pembunuhan sadis yang dilakukan pelaku. Kami duga ada kaitannya karena polanya sama, ungkap Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara Ajun Komisaris Besar Irwan Anwar, Senin (17/10/2011), saat dihubungi wartawan. Dia melanjutkan, kesamaan pola itu dilihat dari cara yang dilakukan pelaku dalam membuang jenazah korban. Di Jakarta Timur dimasukkan ke dalam kopor. Di Jakarta Utara dimasukkan ke dalam kardus, ini mirip caranya, tutur Irwan. Jenazah juga sengaja dibalut dengan kain. Korban di Jakarta Utara dibalut dengan kain bermotif batik berwarna biru dan merah muda, sedangkan korban tewas di Jakarta Timur dibalut dengan kain kelambu berwarna abu-abu. Irwan mengatakan, pelaku juga tampak sengaja meninggalkan petunjuk berupa kartu nama untuk mayat bocah perempuan yang dibuang di Cakung dan foto laki-laki untuk mayat perempuan dewasa yang dibuang di sebuah gang di Koja. Petunjuk itu bisa jadi untuk memburamkan identitas pelaku sebenarnya. Bisa jadi itu petunjuk sebenarnya untuk memburamkan fakta, kami belum tahu. Saya dapat informasi yang di timur itu setelah diperiksa sama si pemilik kartu nama, ternyata dia enggak ada kaitannya, bisa jadi foto cowok juga begitu, kata Irwan. Tetapi, lanjutnya, kepolisian tetap harus menelusuri petunjuk itu. Hasilnya bagaimana, itu nantilah, kami tetap akan telusuri petunjuk-petunjuk, katanya. Seperti diberitakan sebelumnya, dua mayat tak beridentitas ditemukan pekan lalu. Pada Jumat (14/10/2011) siang, sesosok mayat ditemukan di dalam kardus televisi yang diletakkan di Jalan Kramat Raya, Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Ciri-ciri mayat itu yakni memiliki tinggi 155 cm, berkulit kuning langsat, dan hanya mengenakan pakaian dalam. Belum selesai pengungkapan mayat di dalam kardus, pada Sabtu (15/10/2011), mayat tak beridentitas lagi-lagi ditemukan. Kali ini mayat di dalam kopor di Jalan Cakung Cilincing,

Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Mayat itu diperkirakan seorang anak perempuan berusia 8-10 tahun. Hingga kini, polisi masih mencari identitas kedua mayat itu. Hingga kini belum diketahui identitas mayat perempuan yang dimasukkan ke dalam kardus televisi di Jalan Kramat Raya, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara beberapa waktu lalu. Namun, kuat dugaan pelaku pembunuhan wanita malang berusia sekitar 40 tahun cukup sadis. Hal ini diakui Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara, Ajun Komisaris Besar Irwan Anwar, Senin (17/10/2011), saat dihubungi wartawan. Ia mengatakan dugaan kuat kematian wanita itu karena mati lemas setelah dibekap pelaku. Namun, rupanya pelaku tidak berhenti usai membekap korban. Pelaku justru kembali menyakiti korban dengan menusuk memakai senjata tajam sehingga menyebabkan luka sedalam 25 mm di bagian perut. Ada juga pendarahan dari luka tusuk itu, ungkap Irwan. Ia menambahkan bahwa saat pelaku membunuh, korban tengah hamil dengan usia kandungan 46 minggu. Kami masih belum mengetahui motif di balik ini apa, ungkap Irwan. Ia menuturkan penyidik kini melihat adanya kesamaan antara korban tewas di Koja, Jakarta Utara dengan mayat bocah perempuan berusia 10 tahun di Cakung, Jakarta Timur. Kami lakukan tes DNA keduanya untuk melihat apakah ada hubungan darah, tandasnya. Polisi menemukan selembar kartu nama bertuliskan Saripudin bersama dengan mayat bocah perempuan yang dimasukkan ke dalam koper di kawasan Cakung, Jakarta Timur. Namun, setelah ditelusuri ternyata pemilik kartu nama itu tidak mengenal korban. Kepala Unit Reskrim Polsek Metro Cakung Ajun Komisaris Made, Senin (17/10/2011) mengatakan, dalam kartu nama itu, tercantum alamat Saripudin di Jalan Boulevard Gading Permai, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Polisi kemudian menelusuri alamat tersebut dan memeriksa pemilik kartu nama. Saat ditunjukkan foto korban, Saripudin mengaku tidak mengenalnya. Ia juga heran mengapa kartu namanya ada di dalam koper bersama anak usia 5-9 tahun yang tewas mengenaskan dalam koper itu. Dia itu sales alat elektronik dulunya. Memang dia sebar banyak kartu nama. Dia bingung siapa yang punya kartu namanya dan kenapa ada sama anak itu, kata Made. Made mengatakan, polisi masih belum dapat menyimpulkan dugaan kematian bocah malang itu. Tes DNA untuk mencocokkan adanya hubungan darah antara korban dan mayat perempuan dewasa di Koja pun sudah dilakukan hari ini. Namun, hasilnya masih belum keluar. Mayat bocah itu ditemukan pada Sabtu (15/10/2011) di Jalan Cakung Cilincing, Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Mayat itu diperkirakan seorang anak perempuan yang berusia 5-9 tahun. Korban memiliki gigi jarang di bagian depan, tinggi badan

sekitar 105 cm, memakai anting jarum pentul warna ungu, dan memiliki bekas luka parut di bagian dagu sebelah kiri. Korban tewas yang ditemukan di dalam kardus yang tergeletak di Jalan Kramat Raya, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara pada Jumat (14/10/2011) lalu diduga tewas karena lemas. Ada dugaan korban tewas setelah sebelumnya sempat dibekap oleh pelaku. Hal ini disampaikan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara, Ajun Komisaris Besar Irwan Anwar, Senin (17/10/2011), saat dihubungi wartawan. Dari hasil forensik menyebutkan dia mati lemas atau dibekap, ujarnya. Irwan menuturkan kesimpulan itu didapat tim forensik setelah melihat bagian-bagian tubuh tertentu. Misalnya lubang tinja itu dilihat. Ada tandanya, yang tahu forensik, kalau dia mati lemas itu bagaimana, ucap Irwan. Tetapi, kata Irwan, hasil forensik juga menunjukkan penyebab kematian bisa saja karena tusukan benda tajam. Pasalnya, di bagian perut korban ditemukan luka tusuk akibat kemasukan senjata tajam sedalam 25 mm. Diperkirakan korban tewas 12 jam sebelum ditemukan, tambah Irwan. Dari hasil visum yang diterima polisi, perempuan itu diketahui memiliki ciri-ciri berusia 40 tahun, bergolongan darah A, berkulit kuning langsat, berambut panjang berwarna hitam, dan tinggi badan mencapai 155 cm. Bagi pihak yang mengenali ciri-ciri itu, bisa menghubungi call center Polda Metro Jaya di nomor 0816782000, atau Call Center Polrestro Jakarta Utara yakni 081367422777. Kami fokus pada pengungkapan identitas korban. Kalau sudah diketahui, akan lebih mudah proses penelusurannya, pungkas Irwan. Identitas foto anak laki-laki berusia 15-16 tahun yang disertakan bersama mayat perempuan di dalam kardus yang ditemukan di wilayah Koja, Jakarta Utara, masih misterius. Polisi sudah berkoordinasi dengan Suku Dinas Pendidikan Jakarta Utara dan memastikan bahwa anak laki-laki berseragam sekolah itu bukanlah pelajar di wilayah Jakarta Utara. Demikian disampaikan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara Ajun Komisaris Besar Irwan Anwar, Senin (17/10/2011), saat dihubungi wartawan. Tadi sudah koordinasi dengan Sudin Disdik Jakut, Pak Gatot. Dia memastikan kalau di Jakarta Utara tidak ada sekolah baik SD, SMP, dan SMA yang memiliki seragam seperti di foto itu, ujarnya. Polisi sampai sekarang juga belum mendapatkan laporan pihak yang mengaku mengenali sosok laki-laki berseragam biru tersebut. Demikian pula dengan sosok jenazah perempuan yang dibunuh secara sadis dan dimasukkan ke dalam kardus. Belum ada satu pun yang mengenali foto laki-laki dan jenazah perempuan, kata Irwan. Pihak polisi, kata Irwan, sudah menyebar ratusan foto wajah perempuan yang diperkirakan berusia 40 tahun itu. Foto-foto korban disebar di berbagai tempat keramaian di wilayah Koja, Tanjung Priok, dan Cilincing.

Polres Metro Jakarta Utara dan Polda Metro Jaya kini juga membuka call center apabila ada pihak yang memiliki informasi penemuan jenazah perempuan malang itu. Adapun nomor telepon call center Polda Metro Jaya yakni 0816782000, sedangkan call center Polrestro Jakarta Utara yakni 081367422777. Seperti diberitakan sebelumnya, sesosok mayat perempuan ditemukan di dalam kardus televisi yang diletakkan di Jalan Kramat Raya, Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Ciri-ciri mayat itu yakni memiliki tinggi 155 cm, usia 40 tahun, kulit kuning langsat, dan hanya mengenakan pakaian dalam warna hitam. Sebanyak 11 orang saksi diperiksa terkait penemuan mayat tak beridentitas yang dimasukkan ke dalam kardus dan koper di wilayah Koja, Jakarta Utara dan Cakung, Jakarta Timur. Hal ini disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Baharudin Djafar, Senin (17/10/2011), di Mapolda Metro Jaya. Ia melanjutkan untuk kasus penemuan mayat di dalam koper di Cakung sebanyak tiga orang sudah dimintai keterangan. Di timur sudah ada tiga orang saksi yang diperiksa. Mereka yang ada di sekitar lokasi saat mayat ditemukan, ungkap Baharudin. Sementara untuk penemuan mayat perempuan dewasa di Jakarta Utara, polisi telah memeriksa delapan orang saksi. Di antaranya dua orang saksi yang menemukan langsung, dua orang yang melihat di ujung gang, dan empat orang pemilik rumah di sekitar lokasi, kata Baharudin. Saat ini, polisi juga membuka call center bagi siapa pun yang mengenali sosok mayat tersebut yakni di nomor 0816782000. Diakui Baharudin, polisi akan bertindak proaktif dalam mencari identitas kedua mayat yang diduga saling terkait itu. Semua sumber informasi akan jadi saran bagi kepolisian untuk membuat terang kasus ini, kata Baharudin. Seperti diberitakan sebelumnya, dua mayat tak beridentitas ditemukan pekan lalu. Pada Jumat (14/10/2011) siang, sesosok mayat ditemukan di dalam kardus televisi yang diletakkan di Jalan Kramat Raya, Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Ciri-ciri mayat itu yakni memiliki tinggi 155 cm, berkulit kuning langsat, dan hanya mengenakan pakaian dalam. Belum selesai pengungkapan mayat di dalam kardus, pada Sabtu (15/10/2011), mayat tak beridentitas lagi-lagi ditemukan di dalam kopor di Jalan Cakung Cilincing, Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Mayat itu diperkirakan seorang anak perempuan yang berusia 8-10 tahun. Hingga kini, polisi masih mencari identitas kedua mayat itu. Polda Metro Jaya bersama Polres Metro Jakarta Utara masih terus melakukan pemeriksaan terkait penemuan mayat perempuan tak beridentitas yang dimasukkan ke dalam kardus televisi. Polisi kini mulai mencurigai pengendara motor yang diketahui warga sering bolak-balik di tempat ditemukannya mayat itu.

Orang yang naik motor bolak-balik ini yang kami dalami. Sampai sekarang kami belum tahu motornya apa dan nomor polisinya berapa, ungkap Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Gatot Edy Pramono, Minggu (16/10/2011) di Mapolda Metro Jaya. Ia melanjutkan, penyidik sudah meminta keterangan dari warga setempat yang pertama kali menemukan mayat itu dan warga lain yang melihat pengendara motor itu. Sejauh ini baru warga-warga itu. Belum ada yang lain, tutur Gatot. Sebelumnya, sesosok mayat perempuan ditemukan berada di dalam kardus televisi yang dibuang di pinggir Gang B RT 7 RW 17, Jalan Kramat Jaya, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, Jumat (14/10/2011) pukul 14.30. Menurut beberapa warga, kardus itu ditemukan setelah beberapa saat terdengar suara gaduh barang dibuang dan diikuti suara motor. Saat dilihat ternyata ada sebuah kardus televisi besar diletakkan di jalanan. Ketika dibongkar, warga melihat sesosok mayat perempuan yang dibelit kain batik. Wajahnya ditutup rambut panjangnya yang lurus. Temuan ini pun dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Utara. Penyidik Reskrim Polrestro Jakarta Utara yang membongkar kardus itu menemukan mayat perempuan itu hanya mengenakan pakaian dalam. Tubuhnya pun diikat dengan tali rafia sehingga badan dan kakinya menyatu. Selain itu ditemukan foto bocah laki-laki dan luka tusuk di bagian perut. Polisi menduga dua mayat tanpa identitas di dalam kardus dan koper yang ditemukan di Koja, Jakarta Utara dan Cakung, Jakarta Timur saling berkaitan. Untuk membuktikan keterkaitan keduanya, polisi akan mencocokan DNA dari kedua jenazah. Hari ini dari dua temuan itu akan dicek DNA oleh kedokteran forensik untuk melihat kecocokan apakah dua jasad ini punya keterkaitan atau berhubungan darah atau tidak, ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Baharudin Djafar, Senin (17/10/2011), di Mapolda Metro Jaya. Diakui Baharudin, kepolisian sampai sekarang juga masih belum mengetahui identitas kedua jenazah tersebut. Pasalnya, masih belum ada pihak yang mengaku pernah mengenal jenazah itu. Baharudin menjelaskan, polisi saat ini fokus untuk mengungkap identitas keduanya. Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara dan Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur langsung membentuk tim khusus didukung Direskrimum Polda Metro Jaya. Tujuannya untuk cari identitas korban. Kami juga membuka call center di nomor 0816782000, ucapnya. Seperti diberitakan sebelumnya, dua mayat tak beridentitas ditemukan pekan lalu. Pada Jumat (14/10/2011) siang, sesosok mayat ditemukan di dalam kardus televisi yang diletakkan di Jalan Kramat Raya, Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Ciri-ciri mayat itu yakni memiliki tinggi 155 cm, berkulit kuning langsat, dan hanya mengenakan pakaian dalam.

Belum selesai pengungkapan mayat di dalam kardus, pada Sabtu (15/10/2011), mayat tak beridentitas lagi-lagi ditemukan di dalam koper di Jalan Cakung Cilincing, Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Mayat itu diperkirakan seorang anak perempuan yang berusia 8-10 tahun. Hingga kini, polisi masih mencari identitas kedua mayat itu.

Posted in pembunuh berantai, pembunuhan, pemerkosaan, psikopat

Oknum PNS Lampung Di Penjara Karena Gauli Siswi Yang PKL Di Kantornya
Posted on Januari 29, 2011 | 1 Komentar Seorang oknum pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Pasar Kota Metro, Lampung, terancam dibui akibat tuduhan melakukan pelecehan seksual. Pria berinisial IR itu menyentuh tubuh bagian belakang siswi kelas II sebuah SMK yang sedang melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di dinas tersebut. Informasi yang dihimpun Tribun Lampung, DE (16) mengalami pelecehan seksual pada Jumat (21/1/2011) lalu sekitar pukul 09.00 WIB. Ketika itu, korban masuk ke dalam salah satu ruang di kantor dinas tersebut. IR tak mampu menahan gairah saat melihat kemolekan tubuh DE. Ia pun langsung meraba pantat, memegang tangan, buah dada, serta mencium korban. Tidak terima dengan perlakuan tersebut, korban bersama orangtuanya kemudian melaporkan kejadian ini ke Polres Kota Metro. Kapolres Kota Metro AKBP Nurochman membenarkan laporan tindak pelecehan seksual tersebut. Menurutnya, korban melaporkan IR, oknum pegawai Dinas Pasar Kota Metro. Ia menuturkan, pemeriksaan terhadap IR sudah dilakukan, korban ataupun saksi-saksi lain juga sudah dimintai keterangan oleh petugas. Kami masih terus lakukan pemeriksaan, status IR masih terperiksa belum jadi tersangka, ujarnya, Kamis (27/1/2011). Ia menjelaskan, setelah proses pemeriksaan selesai dilakukan, barulah IR bisa ditetapkan menjadi tersangka. Nurochman juga membenarkan bahwa korban adalah siswi sebuah SMK swasta yang sedang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Dinas Pasar. Menurutnya, apabila sudah ditetapkan menjadi tersangka, IR bisa dijerat UU tentang Perlindungan Anak. Karena korban masih berusia di bawah umur, imbuhnya.

Posted in pembunuh berantai

Sebelas Wanita Ini Diperkosa secara Brutal Oleh Maniak Seks


Posted on April 2, 2010 | 4 Komentar Delapan dari 11 mayat perempuan ditemukan di rumah Anthony Sowell (50), seorang maniak seks. Jenazah perempuan ini dalam kondisi memelas. Mereka ditemukan dalam keadaan telanjang, kelaminnya diduga mengalami perlakuan seksual luar biasa sadis, sebelum dibunuh, demikian laporan dari pihak otopsi. Menurut laporan kantor penyidik Cuyahoga, Kamis (1/4/2010), wanita yang ditemukan di rumah Anthony Sowell di Cleveland, tahun lalu, dibunuh dengan ikat pinggang, kabel, disetrum, diikat, dan dipukuli dengan tali anyaman tas. Banyak ditemukan bekas luka di sekitar leher mereka. Tiga dari para wanita itu diikat pergelangan tangannya. Dua diikat pergelangan tangan dan kaki. Satu korban telanjang bulat dan empat orang telanjang dari pinggang ke bawah. Dua wanita dilaporkan dalam keadaan sekarat, luka di tubuh mereka membusuk, kata Dr Frank Miller, penyidik setempat. Otopsi terhadap korban kesebelas tidak jadi dilakukan karena hanya kepalanya yang tersisa. Beberapa korban mungkin tewas setelah dicekik dengan tangan, kata Miller. Dalam persidangan, Sowell mengaku telah membunuh para wanita tersebut dan mengubur di sekitar rumahnya di wilayah miskin dan kumuh. Modus operandi yang digunakan Sowell untuk memikat para wanita ini dengan menawarkan narkoba dan alkohol. Sowell mudah melakukan hal ini karena Sowell dikenal sebagai pribadi yang mudah dan senang bergaul, ramah dan murah senyum. Lima perempuan ditemukan selamat. Selain itu, polisi juga menemukan dua mayat dan menyelidiki laporan seorang perempuan yang mengalami perkosaan brutal di rumah itu. Pihak penyelidik mengatakan ingin membuktikan secara ilmiah tindak perkosaan biadab yang dilakukan Sowell. Kami berharap Sowell bertanggung jawab atas semua kejahatan keji itu, kata Ryan Miday, juru bicara kejaksaan tentang hasil otopsi. Banyak wanita yang dilaporkan hilang beberapa minggu atau bulan yang lalu ditemukan di rumah Sowell, yang memiliki catatan kriminal panjang ini.

Pihak keluarga korban percaya, polisi akan menangani kasus ini secara serius. Kamis ini, jaksa penuntut kembali membawa 10 dakwaan kepada Sowell. Mereka menuduh Sowell telah menyerang seorang wanita di rumahnya pada September 2008. Wanita itu mengatakan kepada pihak berwenang, Sowell telah menyekapnya, memerkosa, dan memaksa wanita tersebut berhubungan seksual dengan tidak patut. Posted in kekerasan pada wanita, pelanggaran HAM, pelecehan seksual, pembunuh berantai, pemerkosaan, psikopat

Babeh Pembunuh Berantai Dengan Korban 14 Orang Anak Yang Disodomi Ternyata Teman Robot Gedek
Posted on Februari 2, 2010 | 1 Komentar Hasil penyidikan polisi sampai saat ini terungkap, 14 anak di berbagai wilayah dibunuh oleh Baekuni (48) alias Babeh, yang delapan di antaranya dimutilasi. Jumlah korban ini jauh lebih besar dibandingkan kasus Robot Gedek maupun Very Idam Henyansyah alias Ryan. Demikian diungkapkan Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Wahyono, yang didampingi Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi, psikolog Sarlito Wirawan Sarwono, dan kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala di Polda Metro Jaya, Senin (1/2). Jumlah korban dalam kasus Babeh jauh lebih besar daripada kasus Robot Gedek dan Ryan yang ditangani Polda Metro Jaya, kata Wahyono. Korban mutilasi Robot Gedek (1994-1996) dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 1997 disebutkan enam orang, sementara korban Ryan (2006-2008) 11 orang. Dari hasil pemeriksaan polisi, korban pembunuhan dan mutilasi Babeh sampai saat ini sudah mencapai 14 orang. Babeh membunuh sejak tahun 1993. Korban Babeh yang sudah terungkap adalah Adi, Rio, Arif Abdullah alias Arif Kecil, Ardiansyah, Teguh, dan Irwan Imran yang dimutilasi, serta Aris, Riki, dan Yusuf Maulana. Empat korban terakhir yang terungkap juga dimutilasi adalah Feri, Doli, Adit, dan Kiki. Ratarata usia mereka 10-12 tahun, kecuali Arif yang masih berusia 7 tahun. Kasus pembunuhan yang dilakukan Babeh ini, kata Adrianus, layak menjadi sebuah cerita kriminalitas yang paling mengerikan yang pernah terjadi di Indonesia. Kasus Robot Gedek Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menduga Babeh memiliki peran besar dalam kasus Robot Gedek. Bahkan, Babeh kemungkinan besar memanfaatkan kasus Robot Gedek karena Babeh menjadi saksi utama kasus itu. Data yang dihimpun Kompas menunjukkan, dalam pengadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tahun 1997, di depan majelis hakim yang dipimpin hakim Sartono, Babeh mengaku melihat Robot Gedek menggandeng seorang anak laki-laki di Pasar Jiung, Kemayoran. Anak tersebut dibawa Robot Gedek ke semak-semak. Sementara itu, Babeh menunggu giliran mendapat kesempatan untuk menyodomi bocah lelaki yang dibawa Robot Gedek. Babeh mengaku menunggu satu jam dan setelah itu mendekati lokasi Robot Gedek. Di lokasi itu, dia menyaksikan Robot Gedek memutilasi korbannya.

Akhirnya Robot Gedek (42) divonis pengadilan dengan hukuman mati pada 21 Mei 1997. Namun sehari sebelum dilakukan eksekusi diketahui bahwa Robot Gedek telah meninggal dunia di RSUD Cilacap karena serangan jantung. Sampel darah Sementara itu, Kepolisian Resor Magelang telah mengambil sampel darah Askin (54) dan Isromiyah (44), orangtua Sulistyono, bocah yang diduga korban mutilasi Babeh. Sampel darah ini akan dicocokkan dengan tes DNA dari tulang belulang yang ditemukan di Dusun Mranggen, Desa Kajoran, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Sampel darah sudah kami kirimkan untuk diteliti dan dicocokkan dengan hasil tes DNA oleh Dokkes (Bidang Kedokteran dan Kesehatan) Polda Jawa Tengah, ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Ajun Komisaris Aris Suwarno, Senin. Proses penelitian dan pencocokan ini kira-kira memerlukan waktu sekitar dua minggu

Posted in gay dan lesbian, mutilasi, orang hilang, pelanggaran HAM, pelecehan seksual, pembunuh berantai, pembunuhan, pemerkosaan, psikopat

Media Massa Indonesia Tidak Memiliki Etika Yang Penting Laku dan Banyak Kunjungan
Posted on November 12, 2008 | 3 Komentar Kegelisahan masyarakat terkait praktik media massa akhirnya muncul juga. Media massa dianggap sebagai salah satu agen yang amat berperan dalam imitasi perilaku sosial, termasuk kriminalitas. Harian Kompas dan Tb Ronny Nitibaskara (10/11/2008) menulis, media massa, terutama televisi, berperan dalam imitasi perilaku kejahatan, termasuk mutilasi. Telaah tentang pengaruh media massa bagi perilaku sosial sebenarnya sudah menjadi kajian lama. Riset Albert Bandura tahun 1977 menemukan, televisi mendorong peniruan perilaku sosial, bahkan pada tahap akhir mampu menciptakan realitas (teori pembelajaran sosial kognitif). Untuk konteks Indonesia, debat tentang tema itu masih berlangsung tanpa refleksi berarti bagi media massa, terutama televisi. Dua wilayah etika media Hingga kini, fokus perhatian etika media massa ada pada wilayah teknik jurnalistik. Wilayah teknis dalam etika media massa ini terkait proyek bagaimana menghasilkan berita yang sesuai dengan fakta dan mengurangi bias sekecil mungkin. Nilai berita, yaitu kebaruan, kedekatan, kebesaran, signifikansi, dan human interest, menjadi rambu-rambu teknis untuk menentukan kelayakan berita.

Pada wilayah itu, pembangunan etika didasarkan prinsip-prinsip teknis, yaitu akurasi, keberimbangan, dan keadilan (fairness). Tujuan utamanya adalah membangun obyektivitas dan kebenaran (truth). Hingga kini, berbagai jenis pelatihan etika jurnalistik hanya berorientasi pada masalah etika dalam wilayah teknik jurnalistik. Dalam kompetisi industri media yang kian seru, pertimbangan teknis sering hanya didasari etika teknis. Sebuah talkshow di televisi baru-baru ini membahas mutilasi dengan mengundang dua narasumber: seorang kriminolog dan ahli forensik. Sang ahli forensik dengan dingin memaparkan aneka jenis modus mutilasi dengan amat rinci, termasuk cara pemotongan bagianbagian tubuh. Jika memakai kaidah etika teknik, tidak ada yang salah dengan acara itu karena memenuhi kaidah akurasi. Namun, sulit disanggah, susah menemukan makna publik di balik pemaparan berbagai teknik mutilasi itu bagi masyarakat. Tak heran jika Sri Rumiyati memutilasi suaminya karena terinspirasi Ryan lewat tayangan televisi. Masalahnya, ada di wilayah etika kedua terkait makna publik. Wilayah ini melampaui wilayah teknik dan berusaha menampilkan media massa terkait makna publik (public meaning) di balik berita. Etika pada level ini tidak lagi berurusan dengan operasi teknis, tetapi sebagai landasan moral dalam menghadapi fakta publik (Ashadi Siregar, 2008). Jadi, masalahnya bukan bagaimana menyusun reportase sesuai fakta, tetapi menyampaikan analisis berita (news analysis) agar mempunyai makna publik. Dengan demikian persoalannya bukan apakah sebuah berita sesuai dengan fakta, tetapi apakah berita itu memiliki nilai publik. Dalam konteks televisi, temuan Bandura tiga puluh tahun lalu seharusnya menjadi peringatan bahwa menampilkan fakta apa adanya ternyata tidak cukup. Menampilkan ahli forensik dalam talkshow TV dan memaparkan teknik mutilasi secara rinci harus dihadapkan pada konteks makna publiknya. Berita dan kompetisi wacana Konsekuensi dari etika jenis kedua adalah melihat berita sebagai wacana (discourse) dalam konteks kompetisi perebutan makna adalah kehidupan publik. Berita diposisikan sebagai unit yang mampu memengaruhi proses pembentukan makna dalam kehidupan publik. Kehidupan publik merupakan kawanan makna yang dihasilkan dari perebutan makna oleh berbagai pemegang alat produksi makna. Postmodernitas mengajarkan, makna selalu relatif bergantung pada siapa yang keluar sebagai pemenang dari medan pertempuran makna. Media massa tidak bisa bersikap naif dengan melarikan diri dari pertempuran itu dan dengan selubung teknik jurnalisme. Persis saat media massa merupakan salah satu lembaga yang signifikan dalam produksi makna, di situ masalah etika publik menjadi relevan.

Dalam perang makna, ada tiga peserta utama, yaitu negara, pasar, dan masyarakat. Tiga hal ini saling berseteru memperebutkan makna sesuai kepentingan masing-masing. Kehidupan publik yang ideal adalah fungsi dari keseimbangan tiga sektor itu. Di manakah posisi media massa? Secara struktural, sebenarnya bangunan kehidupan media massa sudah ideal. Negara sudah menumpulkan sengat politiknya lewat UU Pers No 49/1999 dan UU Penyiaran No 32/2002. Artinya, hegemoni negara sudah bisa dilucuti. Untuk media penyiaran, aspirasi masyarakat sipil sudah termanifestasikan melalui KPI (meski KPI sering kelimpungan menghadapi industri yang keras kepala). Secara bisnis, bisnis media massa Indonesia sudah amat leluasa, bahkan cenderung mendominasi. Tiga pilar itu sudah hidup dengan leluasa dalam habitat media massa Indonesia. Ketika fasilitas makro sudah diberikan dan ternyata masih timbul masalah, pendulum harus diarahkan pada wilayah internal media massa sendiri. Dalam iklim kebebasan media, mekanisme swa-sensor menjadi acuan utama dalam menentukan kelayakan berita, meninggalkan sensor eksternal dari negara. Dengan demikian, etika menjadi signifikan dalam proses self-censorship. Masalah muncul karena yang dominan dipakai media massa Indonesia adalah etika teknis yang amat rentan bagi publik dalam konteks kompetisi industrial. Di sisi lain, menyambut liberalisasi, kita dihadapkan fakta, ada perbedaan bentuk kontrol negara dan kontrol pasar. Kontrol negara bersifat koersif, sedangkan kontrol pasar bersifat intrusif. Intrusivitas kontrol pasar itu menjelma dalam watak berita yang berorientasi pada kompetisi pasar, berlandaskan etika teknis sehingga berita sering kehilangan makna publiknya. R Kristiawan Senior Program Officer for Media, Yayasan TIFA, Jakarta; Mengajar di Unika Atma Jaya, Jakarta

Posted in bunuh diri, diskriminasi seks, dukun cabul, gay dan lesbian, hipnotis, internet, kebodohan, kecelakaan, kejahatan anak, kejahatan terorganisasi, kekerasan pada wanita, korupsi, mutilasi, narkotika, orang hilang, paedofilia, pelanggaran HAM, pelecehan seksual, pembunuh berantai, pembunuhan, pemerkosaan, penculikan, penganiayaan, penipuan, penyelundupan, perampokan, perjudian, perzinahan, pns korup, polisi korup, pornografi, prostitusi, selebriti psikopat, tabrak lari, terorisme

Televisi Indonesia Sebuah Industri Kejahatan


Posted on November 12, 2008 | Tinggalkan komentar Berbagai berita kejahatan yang disajikan media, terutama televisi, dinilai mampu menginspirasi khalayak melakukan aksi-aksi kriminalitas. Hal ini terbukti dari mutilasi yang dilakukan Sri Rumiyati (48). Perempuan yang akrab disapa Yati itu mengaku menirukan cara Very Idam Henyansyah (Ryan) dalam membunuh salah satu korbannya. Yati memotong mayat suaminya, Hendra, guna menghilangkan jejak.

Dalam catatan Litbang Kompas, sejak Januari hingga November 2008 terjadi 13 peristiwa pembunuhan mutilasi di Indonesia. Angka tertinggi untuk periode tahunan sejak kasus mutilasi muncul tahun 1967. Pada tahun 2007 terjadi tujuh peristiwa mutilasi (Kompas, 10/11/2008). Apakah tingginya kasus mutilasi merupakan akibat televisi gencar menayangkan kasus-kasus yang ditiru anggota masyarakat lainnya? Lebih mengerikan lagi, kejahatan telah menjadi industri tontonan yang dihadirkan televisi? Tidak mudah menyimpulkan, berita kejahatan yang disajikan televisi berpengaruh langsung bagi khalayak. Ada tiga perspektif yang dapat dikemukakan. Pertama, media dipandang memiliki kekuatan penuh mendikte perilaku khalayak. Dalam hal ini, khalayak dianggap pasif sehingga merespons begitu saja stimulus yang digelontorkan media. Situasi masyarakat yang penuh alienasi, isolasi, depresi, dan tingkat pengangguran tinggi merupakan lahan subur bagi media dalam menancapkan pesan-pesan kejahatan. Kedua, media dipandang amat lemah untuk memengaruhi khalayak. Dalam kondisi ini, khalayak bisa bersikap aktif untuk menegosiasikan atau menolak pesan-pesan kejahatan yang disajikan media. Daya intelektualitas, level ekonomi, atau usia merupakan faktor determinan yang tidak dapat dikesampingkan. Ketiga, media memiliki dampak terbatas bagi khalayak. Hal ini dapat terjadi karena media dipandang sebagai salah satu faktor, selain faktor-faktor lain, seperti kematangan psikologis, konteks sosial yang melingkupi individu-individu, dan daya selektivitas khalayak terhadap muatan media sehingga media bisa berpengaruh pada tingkat gagasan, sikap, atau perilaku. Fenomena yang tidak boleh dianggap sepele adalah televisi terlalu permisif untuk menampilkan kasus-kasus kriminalitas. Adegan rekonstruksi yang secara rutin ditampilkan televisi telah menjadi tontonan keseharian. Industrialisasi kejahatan menjadi kian marak digulirkan televisi. Kejahatan dikemas secara masif dan berulang-ulang dalam ruang keluarga. Alasan utama yang menjadi dalih klise ialah tontonan kejahatan amat diminati khalayak. Hasrat penonton menjadi justifikasi yang tidak boleh disanggah. Rating, sharing, atau perhitungan komersial mengakibatkan kriminalitas mudah dikonsumsi. Mistifikasi pasar Ketika para pengelola televisi berdalih tingginya berita-berita kejahatan yang ditampilkan karena permintaan konsumen, maka terjadilah mistifikasi pasar. Artinya, pasar dianggap sebagai kekuatan penentu yang tidak dapat dibantah. Padahal, dalam pasar itu ada mekanisme penawaran dan permintaan. Selera pasar bisa diciptakan dan diarahkan. Pasar tontonan seolah berlangsung secara alami, padahal yang sebenarnya berlangsung di pasar kemungkinan dapat direkayasa. Pasar mendorong jurnalisme berita kejahatan sekadar mengabdi kepentingan modal dan pelipatgandaan keuntungan. Kenyataan ini berlangsung konsisten karena, seperti dikatakan John H McManus (Market-Driven Journalism: Let the Citizen Beware?, 1994), pasar memiliki enam karakteristik, yaitu (1) kualitas dan nilai ditentukan konsumen ketimbang produsen atau pemerintah; (2) responsif terhadap konsumen; (3) koreksi diri karena pasar bersifat fleksibel; (4)

motivasi konstan dari pelaku pasar untuk berkompetisi; (5) mengandalkan efisiensi; dan (6) konsumen bebas untuk menentukan pilihan. Namun, nilai yang sering diabaikan pasar ialah moralitas. Pasar televisi tak pernah menggubris apakah tayangan berita kriminalitas berdampak buruk bagi khalayak. Doktrin utama pasar adalah semua tontonan dijual bagi konsumen. Apakah konsumen menjadi berperilaku jahat karena meniru adegan sadisme yang ditayangkan, para produsen tontonan tidak peduli. Bahkan, produsen cenderung menyalahkan khalayak yang dianggap tidak bisa bersikap kritis terhadap berita-berita kriminalitas. Itulah yang dalam bisnis dinamakan externalities, yakni kehancuran dan imoralitas sosial yang terjadi dianggap di luar tanggung jawab media. Televisi tidak pernah keliru karena konsumen sendiri yang dinilai tahu risikonya. Dilanda anomi Industrialisasi kejahatan yang dijalankan televisi secara potensial dan nyata mampu menciptakan inspirasi bagi aksi- aksi kejahatan berikutnya. Hal ini mudah dipicu saat masyarakat dilanda anomi, yakni situasi tanpa norma. Pada situasi anomi, tatanan komunitas dan sosial merosot, digantikan rasa keterasingan dan kekacauan. Dalam situasi anomi, terjadi penekanan berlebihan pada tujuan-tujuan hidup, tetapi cara-cara meraih tujuan itu tidak mampu disediakan secara mencukupi yang dikarenakan nilai-nilai kebaikan yang semuanya relatif seperti koruptor dihormati dan disegani. Salah satu kekuatan kunci yang terlibat dalam penanaman tujuan-tujuan hidup adalah media. Media pula yang mengajarkan bagaimana menjalankan kejahatan untuk meraih tujuan hidup itu (Yvonne Jewkes, Media and Crime, 2005). Televisi berulang memberi contoh bagaimana cara menerabas hukum dapat digunakan untuk meraih tujuan hidup yang dianggap sukses. Meski itu dianggap tindak kejahatan, yang berarti pelanggaran terhadap hukum dan norma-norma, tetap saja diimitasi individu-individu tertentu. Sebab, mereka berpikir tiada cara lain yang lebih baik ketimbang beraksi sebagai kriminal. Di situlah televisi menanamkan perilaku kejahatan dan masyarakat melakukan pembelajaran. Mereka yang melakukan peniruan itu biasanya dari kelompok marjinal yang tidak punya akses untuk meraih tujuan hidup yang baik yang juga dikarenakan koruptor-koruptor yg duduk dipemerintahan. Lazimnya, industri kejahatan yang diandalkan televisi adalah kasus-kasus kriminalitas jalanan yang melibatkan kaum pinggiran. Bukankah kejahatan jalanan mudah memancing sensasi karena melibatkan kekerasan fisik yang berdarah-darah? Klop dengan dogma industri kejahatan di televisi yang berbunyi: If it bleeds, it leads. Semakin berdarah-darah semakin meriah karena masyarakat yang dilanda anomi seperti Indonesia sangat haus darah seperti zaman romawi kuno.

Kasus Pembunuhan Ibu & Anak di Cilincing Dilimpahkan ke Kejaksaan


E Mei Amelia R - detikNews Selasa, 24/01/2012 16:16 WIB Browser anda tidak mendukung iFrame

Jakarta - Kejaksaan menyatakan berkas penyidikan kasus pembunuhan ibu dan anak, Hertati (35) dan ER (5) di Cilincing, Jakarta Utara pada 14 Oktober 2011 lalu, telah lengkap (P21). Dua tersangka, Rahmat Awifi (26) dan Kris Bayudi (27) telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI. "Jaksa menyatakan berkasnya sudah lengkap, sehingga pada Kamis (18/1) kemarin kita limpahkan tersangka ke kejaksaan," ujar Kasubdit I Umum Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Helmy Santika kepada wartawan di kantornya, Selasa (24/1/2012). Selain dua tersangka, barang bukti serta berkas juga dilimpahkan ke kejaksaan. Sementara itu, terkait keberatan pengacara Kris Bayudi, Jeffry Kalam soal tidak terlibatnya kliennya dalam pembuhunah tersebut, Helmy mengatakan, "Kalau ada beda pendapat penyidik dan pengacara ya wajar. Tapi yang jelas, jaksa sudah menyatakan lengkap dan bagaimana pembuktiannya, kita lihat saja di pengadilan nanti,". Sementara itu, Jeffry mengatakan bahwa kliennya masih ditahan di Mapolda Metro Jaya dengan status tahanan titipan. "Dia masih ditahan di Polda dan masa penahanannya diperpanjang hingga 18 Februari 2012," kata Jeffry. Jeffry menyayangkan, penyidik tidak memeriksa dua saksi tambahan dalam kasus tersebut. "Alasannya nanti berkasnya bisa dilampirkan," ujar Jeffry. Seperti diketahui, Rahmat dan Kris ditangkap aparat Subdit Umum Direktorat Reskrimum Polda

Metro Jaya atas dugaan pembunuhan Hertati dan anaknya ER, pada 14 Oktober 2011 lalu. Rahmat diduga membunuh Hertati karena kesal dimintai pertanggungjawaban atas kehamilan Hertati yang sudah mencapai 3 bulan. Hertati dibunuh dengan cara dibekap mulutnya lalu ditusuk perutnya hingga ususnya terburai. Saat kejadian, ER menyaksikan hal itu, lalu Rahmat juga membunuhnya.

Pakistan Dakwa 7 Orang dalam Kasus Pembunuhan Bhutto


Dua orang polisi senior dan lima orang militer didakwa melakukan konspirasi dalam pembunuhan Benazir Bhutto Desember 2007 di Rawalpindi.

Foto: Wajid Hussain-VOA Mendiang Perdana Menteri Benazir Bhutto (foto: dok). Pengadilan anti-terorisme Pakistan pada hari Sabtu mendakwa dua petugas polisi senior dan lima anggota militan atas pembunuhan empat tahun lalu atas mantan Perdana Menteri Benazir Bhutto. Para pejabat mengatakan dua petugas polisi tersebut didakwa karena gagal memberikan pengamanan yang memadai kepada Benazir Bhutto. Kantor berita Perancis melaporkan lima anggota militan didakwa dengan tuduhan konspirasi kriminal karena membawa seorang pembom bunuh diri dari daerah kesukuan di barat laut dan menyediakan tempat tinggal baginya di sebuah rumah di kota garnisun Rawalpindi.

Benazir Bhutto tewas dibunuh pada tanggal 27 Desember 2007 dalam serangan senjata dan bom saat berkampanye di kota tersebut. Semua terdakwa membantah tuduhan terhadap mereka. Dalam kekerasan hari Sabtu, seorang pembom bunuh diri meledakkan dirinya dalam serangan yang gagal di kota Hazara barat daya, di pinggiran Quetta, ibukota provinsi Baluchistan. Para pejabat mengatakan pria pembom bunuh diri tersebut sedang menuju sebuah masjid lokal.

Pembunuh Mahasiswa Kedokteran Asal Malaysia Ditangkap


HEADING TOP CLOSED TOP READ Rabu, 8 Februari 2012 08:40 wib SHARE START 0 4 Email 0 SHARE CLOSED TOP READ CLOSE READ

Adrian Jay Pereira (Foto: The Star) MALANG - Setelah sempat buron selama tiga bulan, pelaku pembunuhan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, asal Malaysia, akhirnya ditangkap. Motif pun terkuak, pembunuhan terhadap mahasiswa bernama Adrian Jay Pereira itu dilakukan Is karena kesal dengan gaya korban saat memergokinya mencuri sepeda motor. Adrian tewas bersimbah darah di depan kontrakannya pada 7 November 2011 lalu. andrian tewas dengan luka bacok hingga leher nyaris putus. Kapolres Malang Kota AKBP Teddy Minahasa mengatakan Is mengaku spontan membunuh karena kesal korban seakan-akan menantang dirinya. Barang bukti berupa pakaian, helm, dan sebilah pisau yang digunakan untuk menghabisi korban, warga Pagelaran, Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu ditunjukkan kepada wartawan kemarin. Selama buron, Is mengaku tidak pergi kemana-mana dan banyak berdiam di rumahnya. Akibat perbuatannya, pria berusia 50 tahun itu terancam dijerat pasal pembunuhan KUHP dengan hukuman penjara hingga 15 tahun.

Polisi masih memburu seorang pelaku lainnya yang masih buron. Saat kejadian, dia berperan membonceng Is.

Pembunuhan
Penyidik Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menerapkan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan terhadap Afriyani Susanti (29) atas peristiwa kecelakaan maut yang menewaskan 9 orang pada Minggu (22/1) lalu. Afriyani pasrah dan menyerahkan segala proses hukum kepada penyidik. Saya kan hanya pendamping, kalau soal pasal itu kan kewenangan penyidik. Jadi kami serahkan segala proses hukum ke penyidik, ujar Efrizal, selaku kuasa hukum Afriyani saat berbincang dengan detikcom, Selasa (31/1/2012). Efrizal mengaku belum mengetahui penerapan pasal pembunuhan itu secara langsung dari penyidik. Saya malah tahu dari media, ujar Efrizal. Menurut Efrizal, penerapan pasal pembunuhan terhadap Afriyani akan diuji di pengadilan nantinya. Penyidik harus membuktikan adanya unsur pembunuhan dalam peristiwa kecelakaan tragis yang juga membuat tiga lainnya luka-luka itu. Kalau memang mau dijerat dengan pasal pembunuhan, tinggal lihat saja nanti di pengadilan, terpenuhi tidak unsur pembunuhan itu. Saya rasa hakim juga punya pertimbangan sendiri, jelas Efrizal. Sementara itu, Efrizal mengatakan, Afriyani siap menerima segala konsekuensi atas perbuatannya itu. Asalkan, hukuman itu merupakan hukuman yang seadil-adilnya bagi Afriyani. Dari awal, dia siap menerima segala konsekuensi hukum. Tapi sebagai tersangka, dia juga punya hak membela diri, pungkas Efrizal. Penyidik Polda Metro Jaya akhirnya menjerat Afriyani dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan terhadap tersangka Afriyani setelah menjalani pemeriksaan secara maraton. Dengan dijeratnya pasal pembunuhan terhadap Afriyani, ancaman hukuman terhadapnya menjadi lebih berat yakni maksimal 15 tahun penjara.

Begini Reka Ulang Pembunuhan Juara Olimpiade


Besar Kecil Normal TEMPO.CO, Jakarta - Rekonstruksi ulang pembunuhan Christopher Melky Tanujaya, 16 tahun, pada Sabtu, 14 Januari 2012, berjalan lancar. Tersangka pembunuhan Abdul Jalil, 24 tahun, alias Adul alias Ayub tampak lancar memperagakan kembali adegan yang dilakukannya. Rekonstruksi 19 adegan itu berlangsung pukul 11.30 WIB-12.30 WIB. Adegan tersebut dimulai di depan Halte Transjakarta Pluit. Korban turun dari busway dan berjalan ke arah Jalan Pluit Selatan. Tersangka yang sedari awal sedang berada di sekitar halte mengikuti korban. Kepala Unit Kejahatan dan Kekerasan Polres Metro Jakarta Utara, Ajun Komisaris Raden Muhammad Jauhari, mengatakan pelaku tertarik dengan ponsel genggam korban. Saat memasuki Jalan Pluit Selatan Ayub mulai mendekati Christoper. Sampai di depan TK Bahagia Pluit tersangka menepuk punggung kanan korban. Korban berbalik badan dengan posisi masih memegang telepon genggam jenis BlackBerry. Saat korban berhadap-hadapan dengan pelaku, Ayub langsung menarik telepon genggam korban. Korban sempat melawan dengan kata-kata. Hal inilah yang membuat korban kalap. Ayub mengeluarkan pisau dari balik bajunya yang memang sudah disiapkan dari awal. Polisi mengatakan Ayub membawa pisau karena pada saat itu dia punya rencana berkelahi dengan salah satu pendukung kesebelasan sepak bola. Kemudian Ayub menusuk Christoper di perut sebelah kanan. Saat korban terjatuh dalam posisi jongkok, pelaku menusuk korban 3 kali. "Satu kali di leher sebelah kanan dan dua kali di punggung," kata Jauhari. Setelah menusuk, pelaku panik dan lari tanpa sempat mengambil telepon genggam korban. Di persimpangan Jalan Pluit Selatan, pelaku bertemu saksi yang akan berbelok di tempat kejadian perkara. Saksi yang melihat Christoper sekarat langsung membawanya ke rumah sakit. Sementara Ayub pulang ke rumahnya dengan posisi pisau yang diselipkan di dalam baju sebelah kanan. Ayah Christoper, Stephanus Hans, enggan berkomentar. "Biarkan polisi yang menyelesaikannya," kata dia dengan suara lemah. Sementara itu keluarga pelaku yang dijadwalkan datang tidak hadir.

Pembunuhan Wartawan Bali


berita.balihita.com ::

Eksekutor pembunuhan wartawan Radar Bali AA Narendra Prabangsa, yaitu Nyoman Wiradnyana alias Rencana divonis Pengadilan Negeri (PN) Denpasar selama 20 tahun. Istri terdakwa jatuh pingsan usai putusan dijatuhkan hakim. Putusan tersebut disampaikan Ketua Majelis Hakim Djumain pada persidangan di PN Denpasar, Jl Sudirman, Denpasar, Bali, Selasa (16/2/2010). Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yaitu hukuman mati. Sedangkan terdakwa lainnya, Komang Gde Wardhana alias Mangde juga divonis 20 tahun. Sebelumnya, Mangde dituntut hukuman penjara seumur hidup. Rencana dan Mangde dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana melakukan tindak pidana pembunuhan secara berencana sesuai pasal 340 KUHP dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Hal yang memberatkan terdakwa, perbuatannya tergolong sadis dan dapat meresahkan masyarakat, terutama insan pers. Kedua terdakwa, dinyatakan terbukti mengikuti rencana pembunuhan Prabangsa pada 6 Februari 2009. Mereka bersama aktor intelektual Nyoman Susrama membunuh korban pada 11 Februari 2009. Mayat korban kemudian dibuang ke laut. Mendengar putusan tersebut, istri Rencana Ni Wayan Juliartini langsung jatuh pingsan. Ia sebelumnya tampak sedih saat mendengar hakim membacakan pembuktian pembunuhan. Pengacara Rencana, yaitu Sugeng Teguh Santosa langsung mengajukan banding.

Sementara itu, terdakwa Dewa Gede Mulia Antara alias Sumbawa dan Wayan Suecita alias Maong divonis 8 tahun penjara. Mereka tidak terlibat dalam perencanaan pembunuhan. Kedua terdakwa ikut memukul dan membuang korban ke laut.

Dua Mayat Telanjang Dibuang di Sungai Cianjur


Besar Kecil Normal TEMPO.CO, Cianjur - Dua mayat tak dikenal ditemukan warga mengambang di Sungai Cimuncang, Cikalongkulon, Cianjur, Kamis malam 12 Januari 2012. Korban yang ditemukan di bawah jembatan jalur Cianjur-Jonggol tersebut dalam kondisi tanpa busana dengan mulut direkat lakban, tangan diikat, dan alat vital hilang. Kepala Kepolisian Sektor Cikalongkulon, Komisaris Machdar, menjelaskan kedua mayat ditemukan warga yang melintas. "Korban diduga dibunuh dan mayatnya dibuang di sana," ujar Machdar di Cianjur, Jumat 13 Januari 2012. Menurut Machdar, kedua mayat langsung dievakuasi oleh Tim Identifikasi ke Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur. "Kemungkinan kasus pembunuhan yang dilakukan di luar Cianjur, tapi dibuang di sini," kata dia. Machdar menambahkan, saat ini tim dari Polsek Cikalongkulon dan Polres Cianjur sedang menyelidiki kasus pembuangan mayat di Sungai Cimuncang, Cikalongkulon, tersebut.

Wednesday, 23 November 2011 12:34 Polri, tuntaskan kasus pembunuhan wartawan Warta WASPADA ONLINE (formatnews.c om) JAKARTA Bertepatan dengan hari antiimpunitas atau pembiaran terhadap pelaku pembunuhan yang jatuh pada hari ini (23/11), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menuntut pemerintah Indonesia agar mengungkap dan menangkap para pembunuh wartawan di Indonesia. "Proses hukum ini demi memastikan para jurnalis bekerja dalam kondisi aman dan terlindungi saat menjalankan profesi jurnalistiknya", kata Nezar Patria, Ketua Umum AJI Indonesia, melalui rilis press hari ini. AJI Indonesia mencatat, dalam periode 2005-2010, telah terjadi 321 kasus kekerasan termasuk pembunuhan terhadap jurnalis di berbagai daerah di Indonesia. Dan sejak 1996 hingga saat ini, AJI Indonesia mencatat telah terjadi 10 kasus pembunuhan wartawan yang berkaitan dengan tugas dan karya jurnalistiknya. Sebagian besar dari kasus itu belum terungkap atau dibiarkan menjadi misteri. Sepuluh kasus pembunuhan itu ialah: 1. Alfrets Mirulewan (Tabloid Pelangi), tewas pada 18 Desember 2010, di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya. 2. Ridwan Salamun (Sun TV), tewas pada 20 Agustus 2010, di Tual, Maluku Tenggara. 3. Ardiansyah Matra'is (Merauke TV), ditemukan tewas pada 29 Juli 2010, di Merauke, Papua

4. Muhammad Syaifullah (Kompas), ditemukan tewas pada 26 Juli 2010, di Balikpapan 5. Anak Agung Prabangsa (Radar Bali), ditemukan tewas pada 16 Februari 2009, di Padang Bai, Bali 6. Herliyanto (wartawan freelance), tewas pada 29 April 2006, Probolinggo, Jawa Timur 7. Elyudin Telaumbanua (Berita Sore), hilang sejak 24 Agustus 2005, di Nias, Sumatera Utara 8. Ersa Siregar (RCTI), tewas tertembak pada 29 Desember 2003, di propinsi Aceh 9. Agus Mulyawan (Asia Press), tewas pada 25 September 1999, di Los Palos, Timor Timur 10. Fuad Muhammad Syarifuddin atau Udin (Bernas Yogya), dibunuh pada 16 Agustus 1996 di Bantul, Yogyakarta AJI bersama ribuan jurnalis di dunia memperingati kampanye internasional Anti Impunitas. Hari ini pula sejumlah pengurus dan anggota AJI dijadwalkan menggelar aksi solidaritas terhadap wartawan Filipina di depan kedutaan besar Filipina di Jakarta. Saat ini di Filipina tercatat terdapat kasus pembantaian terhadap 32 wartawan yang terjadi di kota Ampatuan, Provinsi Maguindanau, Filipina, pada 23 November 2009. Sampai dua tahun ini, pemerintah Filipina belum berhasil mengungkap atau mengadili pelaku pembunuhan ke pengadilan. Impunitas adalah praktik pembiaran atau pembebasan pelaku kejahatan dari tanggung jawab hukum. Mengutip International Freedom of Expression Exchange (IFEX), dimana AJI menjadi anggotanya, lebih dari 500 wartawan dari berbagai negara tewas dalam 10 tahun terakhir. Sembilan dari sepuluh kasus tersebut, pembunuhnya bebas dari tanggung jawab hukum. Irak memiliki angka impunitas tertinggi: sebanyak 92 wartawan tewas tanpa ada proses penegakan hukum. Setelah Irak, disusul Pakistan, Somalia, Afganistan, dan Filipina. Sebelumnya AJI Yogyakarta telah memprotes Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta yang berencana menghentikan penyidikan terhadap kasus pembunuhan wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin (Udin) yang dibunuh pada 16 Agustus 1996 di Bantul. AJI Indonesia kini kembali mendesak Polri mengungkap pembunuhan Udin sebelum kasus ini kadaluawarsa pada tahun ke-18. Dalam catatan AJI Indonesia, Polri pernah sukses mengungkap kasus pembunuhan wartawan Radar Bali AA Narendra Prabangsa pada 2009, sehingga Pengadilan Negeri Denpasar menghukum para pembunuh wartawan dengan penjara 8 tahun sampai seumur hidup. AJI menyerukan agar pemerintah Indonesia menunjukkan keseriusan bagi upaya penegakan hukum, termasuk mengungkap semua kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia secara tuntas. Pembiaran aparat pemerintah terhadap tindak kekerasan dan pembunuhan jurnalis merupakan pelanggaran serius terhadap Hak Asasi Manusia dan berpotensi mengancam kemerdekaan pers. "AJI akan mengawal kasus-kasus pembunuhan ini dan tidak ragu membawanya ke komunitas internasional apabila pemerintah menunjukkan itikad pembiaran dan melanggengkan impunitas," ucap Nezar Patria.
(dat06/kontan)

Ibu Pembunuh Bayinya Ditangkap di Lokalisasi


Tribunnews.com - Rabu, 8 Februari 2012 09:43 WIB

NET TRIBUNNEWS.COM SURABAYA - Penyelidikan kasus pembunuhan bayi yang dilakukan anggota Reskrim Polres Jember sejak pertengahan November 2011 lalu, berakhir di tangan anggota Unit Resmob Sat Reskrim Polrestabes Surabaya. Dipimpin Kanit Resmob AKP Agung Pribadi, pelaku pembunuhan keji itu terungkap. Pelakunya adalah Suharlik, warga Jalan PB Sudirman, Tanggul Kulon, Tanggul, Jember, yang tidak lain adalah ibu dari bayi malang itu. Suharlik ditangkap di sebuah kawasan lokalisasi Kremil di Jalan Tambak Asri, subuh tadi. Tersangka masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polres Jember. Kami mendapatkan informasi dari anggota Sat Reskrim Polres Jember kalau tersangka memasuki wilayah hukum Surabaya. Setelah melakukan penyelidikan, jejak tersangka terendus di Jalan Tambak Asri, ujar Kasat Reskrim AKBP Farman melalui AKP Agung Pribadi, Rabu (8/2/2012). Saat ditangkap, Suharlik bersama anak laki-laki berusia 4 tahun. Dia mengakui anak tersebut adalah anak kandungnya. Polisi lantas membawa Suharlik ke Mapolrestabes Surabaya utuk diintrogasi. Selanjutnya, Suharlik diserahkan ke anggota Sat Reskrim Polres Jember. Sudah seminggu Suharlik berada di kawasan merah itu. Dia mengaku kabur ke Surabaya setelah aksi pembunuhannya itu terendus polisi. Saya dengar kalau dicari-cari polisi. Karena itu saya lari ke Surabaya. Setibanya di Terminal Bungurasih, saya ketemu orang dan diajak kerja jaga warung di Tambak Asri, akunya. Dia menceritakan, membunuh bayi perempuannya itu dengan cara membekapnya dengn bantal. Saya baru melahirkannya dua hari. Tali pusar dan ari-arinya masih melekat. Saya kalut hingga membunuhnya. Saya menyesal karena sebenarnya saya mencintai anak-anak saya, dalihnya.

Penyidikan Kasus Mutilasi Rampung


Share:

K24-11 Andi Mamma, tersangka tunggal kasus mutilasi di Kota Parepare, Sulawesi Selatan. TERKAIT:

Pemutilasi Lupa Taruh Kaki-Tangan Korban

PAREPARE, KOMPAS.com - Kasus mutilasi di Kota Parepare, Sulawesi Selatan, dengan tersangka tunggal Andi Mamma (35) segera dilimpahkan ke Kejaksaan Nageri Parepare. "Polisi telah merampungkan proses penyidikan dan menetapkan Andi Mamma sebagai tersangka tunggal, beberapa barang bukti atas kejadian ini sudah diberkaskan dan akan segera dikirim ke kejaksaan dalam waktu dekat," ungkap Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Parepare AKP Aska M, Sabtu (28/5/2011) di Parepare. Kasus mutilasi dengan korban Andi Ondong (54) itu mulai terungkap pada 5 Maret 2011, ketika warga menemukan potongan tubuh tanpa kepala, tangan, dan kaki, di saluran irigasi persawahan di Desa Kalosi Alau, Kecamatan Dua Pitue, Kabupaten Sidrap. Tubuh warga Kota Parepare itu dipotong menjadi sembilan bagian dan disebar di beberapa tempat di Kabupaten Wajo dan Sidrap. Potongan tubuh lainnya ditemukan dalam dua hari setelah penemuan pertama. Korban adalah anak ketiga dari enam bersaudara, keturunan bangsawan Bugis. Di depan penyidik, pelaku menyatakan berbuat nekat karena sakit hati setelah di tuduh mencuri emas milik korban, yang merupakan tantenya sendiri. Sejumlah barang bukti akan ikut di hadapkan dalam persidangan, di antaranya pisau dapur yang digunakan tersangka dan satu unit sepeda motor.

Sidang Kasus Pembunuhan Karyawati Bank di Medan Ricuh Polhukam / Selasa, 17 Januari 2012 00:44 WIB

Metrotvnews.com, Medan: Sidang kasus pembunuhan karyawati bank di Pengadilan Negeri Medan, Sumatra Utara, Senin (16/1), kembali ricuh. Keluarga korban kembali berusaha menyerang tiga terdakwa. Bahkan salah satu terdakwa pingsan dan harus dibawa ke rumah sakit. Diiduga terdakwa dipukul keluarga korban. Saat aparat kepolisian mengevakuasi para terdakwa ke luar ruang sidang, sejumlah anggota keluarga korban tidak kuasa menahan rasa emosinya, dan berusaha menyerang para terdakwa. Bahkan, terdakwa Eva Lestari Boru Surbakti sempat jatuh pingsan di ruang tahanan wanita PN Medan. Terdakwa Eva diduga terkena pukulan, ketika petugas mengevakuasi ke luar ruangan sidang. Terdakwa Eva kemudian dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapat perawatan. Sidang kasus pembunuhan kali ini menghadirkan tiga dari empat terdakwa. Mereka adalah Eva Lestari Boru Surbakti, Suherman alias Embot, dan Ria Boru Hutabarat. Seorang terdakwa lainnya adalah Bripka Erwin Panjaitan, suami Ria Boru Hutabarat, yang diduga menjadi otak pembunuhan karyawati bank.(RIZ)

Perilaku Seks Menyimpang Biasa Iringi Kasus Mutilasi Leo Sunu | wsn | Kamis, 14 Januari 2010 | 07:45 WIB
Share:

SANDRO GATRA Bk (48) alias Babe, tersangka mutilasi di Cakung.

JAKARTA, KOMPAS.com - Siapa menyangka jika seorang Baikuni alias Babeh (48) justru mendapatkan kenikmatan yang berlipat-lipat manakala ia tengah memotong-motong korbannya. Babeh, pelaku mutilasi dan sodomi terhadap Ardiansyah (9), mengaku hasrat seksualnya bisa terpuaskan saat ia berhasil memutilasi setelah ataupun sebelum melakukan sodomi. Ya, Babeh tergolong pelaku pembunuhan dengan perilaku seks menyimpang. Ia mengidap kelainan seks karena menyukai bocah laki-laki dan kerap melakukan tindakan kekerasan seksual pada anak jalanan yang diasuhnya. Perilaku Babeh ini tentu menimbulkan rasa jijik bagi orang normal. Namun demikian fakta menunjukkan, justru perilaku menyimpang seperti ini banyak diidap oleh orang-orang yang mungkin berkeliaran di sekitar kita. Pada tahun 2008 lalu, kita dikejutkan dengan aksi mutilasi keji yang dilakukan pria gemulai asal Jombang, Jawa Timur. Siapa tak ingat Verry Idham Hernansyah alias Ryan, pelaku mutilasi yang sangat fenomenal lantaran membunuh setidaknya 10 orang manusia, mulai dari laki-laki dewasa, wanita dan anak-anak. Tindakan mutilasi yang dilakukan pada kekasihnya Heri Santoso pada Juli 2008 lalu menjadi karir membunuhnya yang terakhir lantaran terungkap polisi. Sama seperti Babeh, Ryan diketahui mengidap kelainan seksual, ia hanya menyukai sesama pria. Menurut penuturannya, ia kerap membunuh lantaran dibakar api cemburu manakala kekasihnya berdekatan dengan pria lain. Sebagai seorang pria Ryan hanya menyukai sesama jenisnya. Ia pun kerap berhubungan intim dengan para kekasihnya sebelum pada akhirnya ia membunuh dan memutilasinya jika terbakar cemburu.

Ryan pun dijatuhi hukuman mati dalam persidangan di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat. Namun hingga kini eksekusi masih belum juga dilakukan. Ryan masih mendekam di Rutan Pondok Rajeg, Cibinong. Pembunuhan mutilasi dengan penyebab kelainan seksual lainnya yang tak kalah fenomenal adalah Siswanto alias Robot Gedhek. Hingga kasus Babeh ini terungkap, kasus Robot Gedhek masih merupakan kasus mutilasi pada anak jalanan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia. Bayangkan, dalam kasus yang terungkap pada periode 1996 ini, setidaknya Robot Gedhek telah membunuh 12 anak jalanan. Sama seperti Babeh, Robot Gedhek pun mengidap kelainan phaedophilia sekaligus menyukai sesama jenis. Ia senang pada anak kecil dan mendapat kepuasan seks dengan melakukan sodomi pada korbannya. Usai melakukan sodomi, pria bertubuh besar ini dengan dingin tak segan membunuh dan memutilasi korbannya. Lantaran itulah julukan fenomenal dan mengerikan "Robot Gedhek" disematkan pada Siswanto. Ia pun dijatuhi hukuman mati. Belum sampai dieksekusi, Robot Gedhek keburu meninggal di RSUD Cilacap, saat menjalani hukuman di LP Batu, Nusakambangan. Masih banyak kasus-kasus mutilasi lainnya yang terjadi di Indonesia. Meski banyak motif-motif lain, seperti motif ekonomi, dendam, hingga motif ilmu hitam, namun kasus mutilasi dengan motif perilaku seks menyimpang hampir selalu menjadi yang paling fenomenal. Hal ini bisa terjadi lantaran mutilasi dengan motif kelainan seksual ini selalu memakan korban lebih dari satu. Selama korban masih mengidap perilaku menyimpang itu dan belum tertangkap, bisa jadi mutilasi itu akan terus dan kembali dilakukannya lagi. Psikolog Reza Indragiri Amriel mengatakan, perilaku bejat mutilasi seperti yang ditunjukan oleh pelaku seperti Babeh tidak hanya muncul lantaran hasrat seksualnya, namun juga bisa jadi diiringi oleh watak amoral. Ia mengatakan kombinasi dari kedua hal ini bisa menimbulkan kekejian seperti yang dilakukan Babeh. Namun demikian, kata dia manifestasi dari tindakan kekerasan seksual pada masa lalu yang diterima pelaku, biasanya menjadi hasrat utama untuk mengulanginya kembali kepada korbannya. "Jika ini yang terjadi, lewat mensodomi anak-anak lain, si pelaku sesungguhnya merupakan pantulan betapa ia tengah menghukum atau menumpahkan kebencian terhadap dirinya sendiri. Dan manakala sodomi diteruskan dengan membunuh dan memutilasi si anak, "sempurna"-lah prosesi pembunuhan terhadap dirinya sendiri, setidaknya secara psikis," kata Reza kepada Kompas.com. Lantaran itu, kata Reza, kondisi kejiwaan dan perilaku yang menyimpang dari pelaku seperti Babeh, akan sangat sulit disembuhkan. "Dari sekian banyak kelainan psikologis, sampai sekarang belum ada pendekatan efektif untuk memodifikasi perilaku si pelaku. Alhasil, yang perlu dilakukan adalah melindungi korban potensial, yakni mempersempit ruang gerak pelaku," ujar lulusan Psikologi Forensik Universitas Melbourne ini.

Rekonstruksi Kasus Mutilasi Suami di Jombang Digelar Polhukam / Rabu, 1 Februari 2012 05:34 WIB
Metrotvnews.com, Jombang: Jajaran Kepolisian Resor Jombang, Jawa Timur, Selasa (31/1), menggelar rekonstruksi kasus mutilasi dengan tersangka seorang perempuan. Dalam rekonstrusksi tersebut, pelaku menjalani 24 reka ulang kejadian, termasuk ketika tersangka memutilasi suaminya sendiri. Rekonstruksi kasus mutilasi dengan tersangka, Siti Mujayanah, 51 tahun, warga asal Desa Penggaron, Kecamatan Mojowarno, Jombang, digelar jajaran Reserse Kriminal Polres Jombang di kediaman pelaku. Rekonstruksi dilakukan di tengah tontonan warga dan tetangga, termasuk anak pelaku yang menjadi saksi. Dengan melibatkan penjagaan 150 personel kepolisian, pelaku memperagakan 24 adegan pembunuhan yang disertai mutilasi terhadap Suyitno, suaminya. Dalam reka ulang tersebut, terungkap bahwa pelaku membunuh suaminya saat sedang tertidur di ruang tamu. Korban dibunuh dengan cara dipukul dengan menggunakan alat penumbuk padi di bagian kepala. Korban yang sudah terkapar kemudian diseret dan dibawa ke samping rumah dan dimutilasi menjadi delapan bagian. Beberapa bagian tubuh yang sudah terpotong kemudian ditanam di empat titik di area irigasi persawahan tak jauh dari rumah korban dan pelaku. Korban dimutilasi pelaku kurang lebih dua jam tanpa bantuan orang lain. Meski demikian, pada saat pelaku memutilasi korban, pelaku sempat menangis dan menutup mata. Beberapa warga yang melihat rekonstruksi tersebut sempat mencaci maki pelaku karena dianggap terlalu sadis membunuh suami sendiri. Sementara itu, motif pelaku memutilasi suami sendiri lantaran sakit hati dan cemburu. Sebelumnya, kasus mutilasi dengan tersangka Siti Mujayahan ini terungkap pada akhir tahun 2011 lalu, pada saat warga menemukan potongan kepala. Dari temuan itu polisi menduga kepala tersebut milik Suyitno, yang dinyatakan hilang. Atas dasar itu, polisi menetapkan Siti Mujayahan, istri korban, menjadi pelaku tunggal. Polisi akan menjerat pelaku dengan pasal pembunuhan berencana, dengan ancaman hukuman mati.(RIZ)

Anda mungkin juga menyukai