Anda di halaman 1dari 9

Kesehatan Sirkulasi Darah Karya Ilmuwan Muslim Ibnu Al-

Nafis

Husein Haidar

Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Indonesia

Husein.haidar19@mhs.uinjkt.ac.id

Abstrak

Warisan-warisan Islam dalam bidang kedokteran tersebut tidak hanya menjadi kenangan masa lampau.
Para ilmuan Timur maupun Barat dapat menguras habis teori atau metode pengobatan dan analisis
berbagai penyakit beserta obatnya. Dengan begitu literature Islam dalam ilmu medis dapat mengilhami
banyak ilmuan. Ibnu Al-Nafis merupakan seorang ilmuwan islam di bidang kedokteran yang terkenal di
dunia. Pada abad ke -13 Masehi Beliau telah mampu merumuskan dasar-dasar sirkulasi jantung, paru-
paru dan kapiler pertama kali di dunia. Berkat jasanya yang sangat luar biasa tersebut Ibnu al-Nafis
dianugerahi Bapak Fisologi Sirkulasi. Pengumpulan data dari penelitian ini merupakan hasil telaah
kajian pustaka. Teknik pengumpulan data menggunakan studi literatur yang diperoleh dari studi pustaka
yang berupa data sekunder, dengan menggunakan metode pendekatan Deskriptif Analitis, yang mana
dalam hal ini penulis berusaha mendeskripsikan dan menggambarkan sosok Ibnu Al-Nafis dan
menggambarkan berbagai situasi dan kondisi. Hasil penelitian ini menunjukkan teori Ibnu Nafis
sangatlah akurat dan disepakati oleh pakar Ilmuwan dunia modern. Kesimpulannya berdasarkan
pemikiran Ibnu Al-Nafis melalui teorinya, masyarakat terutama orang yang ahli di bidang anatomi
menjadi tahu bagaimana sirkulasi darah itu mengalir dan berhubungan dengan paru-paru serta jantung.

Kata kunci: Kesehatan, Ilmuwan Muslim, Sirkulasi Darah

PENDAHULUAN

Sebagai seorang dokter, Ibnu Nafis tidak pernah merasa puas dengan ilmu kedokteran
yang dimilikinya. Ia terus memperkaya pengetahuannya melalui berbagai observasi. Hal inilah
yang membuat namanya terkenal. Ia adalah dokter pertama yang mampu menerangkan secara
tepat tentang paru-paru dan memberikan gambaran mengenai saluran pernapasan, juga interaksi
antara saluran udara dengan darah dalam tubuh manusia. Ibnu Nafis dikenal sebagai seorang
dokter muslim yang mempunyai pendapat dan pemikiran yang masih murni, terbebas dari
berbagai pengaruh Barat.

Dalam studinya, Ibnu Nafis menggunakan beberapa metode, yaitu observasi, survei, dan
percobaan. Ia mempelajari ilmu kedokteran melalui pengamatan terhadap sejumlah gejala dan
unsur yang mempengaruhi tubuh. Menurut Ibnu Nafis, selain melakukan pengobatan,
memeriksa unsur-unsur penyebab munculnya penyakit juga perlu. Selain itu, ia juga
memaparkan mengenai fungsi pembuluh arteri dalam jantung sebagai pemasok darah bagi otot
jantung (Cardiac Musculature). Penemuannya mengenai peredaran darah di paru-paru ini
merupakan penemuan yang menarik. Sehubungan dengan hal itu, Nafis dianggap telah
memberikan pengaruh besar bagi perkembangan ilmu kedokteran Eropa pada abad XVI. Lewat
penemuannya tersebut, para ilmuwan menganggapnya sebagai tokoh pertama dalam ilmu
sirkulasi darah.[1]

METODOLOGI

Pengumpulan data dari penelitian ini merupakan hasil telaah kajian pustaka. Teknik
pengumpulan data menggunakan studi literatur yang diperoleh dari studi pustaka yang berupa
data sekunder. Namun tidak mengurangi kelancaran dalam penelitian ini karena dibantu juga
dengan teknik dokumentasi yang mana teknik dilakukan guna mendapatkan informasi dari
berbagai jurnal ilmiah. Dengan menggunakan metode pendekatan Deskriptif Analitis, yang
mana dalam hal ini penulis berusaha mendeskripsikan dan menggambarkan sosok Ibnu Al-Nafis
dan menggambarkan berbagai situasi dan kondisi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nama lengkap Ibnu Nafis adalah al-Din Abu al-Hasan Ali Ibn Abi al-Hazm al-Qarshi
al-Dimashqi. Dia biasa dipanggil dengan Ad-Dimasyqi, karena ia dilahirkan di Syam dan awal
masa mudanya ia habiskan di kota Damaskus, sebagaimana dia juga dipanggil dengan Al
Mishri, karena ia telah mengabiskan sebagian besar usianya di kota Cairo dan memiliki ikatan
yang kuat dengan Mesir dan penduduknya. Selain itu, ia juga mempunyai nama panggilan lain,
yaitu The Second Avicenna (Ibnu Sina Kedua), yang diberikan oleh para pengagumnya.[2]
Ibnu Nafis lahir pada tahun 1213 di Damaskus referensi lain menyebutkan ia dilahirkan
di Syria pada tahun 607 H (1210 M). Ia menghabiskan masa kecilnya di kota tersebut hingga
menjelang dewasa. Dia tinggal dan menetap di Mesir hingga ajal menjemputnya.[1]

Konstribusi peradaban Islam dalam dunia kedokteran sngguh sangat ternilai. Di era
keemasannya, peradaban Islm telah melahirkan sederet pemikir dan dokter terkemuka yang
telah meletakkan dasar-dasar ilmu kedokteran modern. Dunia Islam juga tercatat sebagai
peradaban pertama yang mempunyai rumah sakit dan dikelola oleh tokoh-tokoh professional.
Dunia kedokteran Islam di zaman kekhalifahan meninggalkan banyak karya yang menjadi
literature keilmuan dunia.[3]

Karya- Karya Ibnu Al- Nafis:

Ibnu Al- Nafis telah menulis karya- karyanya dalam berbagai disiplin ilmu. Di antaranya
tentang sejarah ilmu hadist, ushul fikih, nahwu, filsafat dan logika. Karya tulisnya dibidang
kedokteran berjumlah 14 judul buku yaitu:

Asy –Syaamil fith- Thibb adalah buku yang cukup besar dan diyakini penulisan buki ini
ingin mengumpulkan semua yang telah diterimanya dalam bidang kedokteran pada masanya.
Buku ini sekarangberada di perpustakaan rumah sakit al- manshuri di Kairo. [4]

1. Al- Muhadzdzab fil Kahl adalah buku yang berisi tentang penyakit- penyakit mata dan saat
ini berada di perpustakaan Vatikan.
2. Al –Mukhtaar minal Aghziyyah. Buku ini berbicara tentang gizi yang harus dipenuhi oleh
orang- orang sakit kronis. Buku ini sekarang berada di perpustakaan berlin.
3. Syarh Fushuul Adqirath termasuk buku yang terkenal yang ia karang berisi tentang tulisan-
tulisan terkenal adqirath dan buku ini sekarang berada di sejumlah perpustakaan di Eropa.
4. Syarh Taqdiimul Ma’rifah berisi tentang komentar terhadap beberapa ide Abqirath.
5. Ta’liiq Kitaabil Awbiah li Abqiraath ada di Aya Shofia.
6. Syarh Tasyriih Galiinus penisbatan buku ibnu nafis pada Galiinus.
7. Syarh Masaa’il Hunain bin Ishaq naskah asli buku ini berada di perpustakaan Belanda
namun, keaslianya masih dipertanyakan.
8. Syarhul Qaanuun. Buku ini berada di New York.
9. Sarh Mufradaat al- Qaanuun ada di Aya Shafia.
10. Muujazul Qaanuun yang berisi tentang penjelasan singkat karya ibnu Sina naskah aslinya
berada di beberapa perpustakaaan di Eropa.
11. Tafaasiirul ‘Ilal wa Asbaabil Amraadh.
12. Syarhul Hidaayah Fith- Thibb
13. Syarh Tasyriih al- Qanuun buku ini membahas anatomi, rempah- rempah, dan penyakit.
Terdapat teks asli asli di kota Berlin.[1]

Sistem Peredaran Darah Pulmonalis Ibn Nafis

Darah merupakan komponen penting dalam sistem fisiologi tubuh badan manusia.
Terdapat pelbagai peranan melibatkan darah seperti pengawalan suhu dan pH badan,
pembekalan nutrien kepada sel, pembuangan sisa kumuh seperti urea dan asid laktik serta
pertahanan badan melalui sistem imun. Namun tugas utama darah khususnya sel darah merah
adalah mengangkut gas oksigen dari system pernafasan ke dalam jantung sebelum diedarkan ke
seluruh tubuh bagi tujuan respirasi sel. Sebagai timbal balas, sel darah merah akan mengangkut
pula gas karbon dioksida yang dihasilkan oleh sel untuk kembali ke paru-paru sebelum
dilepaskan keluar daripada badan. Proses ini berterusan setiap detik bagi memastikan keperluan
oksigen dalam tubuh badan manusia sentiasa dipenuhi (Dunn et al.2016). Komponen utama
dalam sel darah merah yang bertanggung jawab melaksanakan tugas penting tersebut dikenali
sebagai hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein tetramerik yang mampu mengangkut
empat molekul gas oksigen pada suatu masa. Ini menjadikan sistem pernafasan manusia normal
begitu efsien khasnya apabila terdapat 20-30 trillion sel darah merah dalam badan manusia
dewasa (5-6 juta sel dalam setiap mililiter padu darah) dengan setiap satu sel tersebut
mempunyai jutaan hemoglobin (Thomas & Lumb 2012).[5]

Dalam pandangan Ibn Nafis, peredaran darah manusia dimulai dari bilik kanan, melalui
arteri pulmonalis, kemudian mengalir ke paru-paru. Lewat vena pulmonalis, sirkulasi darah
kemudian kembali ke serambi kiri menuju bilik kiri untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Teori Ibn
Nafis tersebut kini dikenal dengan sistem peredaran darah kecil atau sirkulasi pulmonal. Teori
yang dikemukakan Ibn Nafis tersebut berusaha membantah pendapat Galen yang telah diakui
sekian lama. Dikutip dari artikel ilmiah yang ditulis Saeed Changizi Ashtiyani, Galen
mengasumsikan bahwa darah mengalir melalui invisibel holes atau “lubang tak terlihat” yang
terdapat antara dua bagian jantung.[6]

Hal menarik dari Ibn al Nafis adalah teorinya tentang mekanisme peredaran darah dalam
buku Commentary on the Anatomy of the Canon of Avicenna baru diketahui dunia Barat sekitar
sembilan puluh tahun yang lalu. Seorang dokter muda Mesir, Muhyiddn At-Tathawi,
menemukan manuskrip tersebut di perpustakaan negara bagian Prusia di Berlin. Ia selanjutnya
mempelajari manuskrip Ibn Nafis dan membandingkannya dengan teori modern. Kajian itu ia
tuangkan dalam buku berjudul Ad-Daurah Ad-Damawiyah Tab'an Li Al-Qurasyi. Dr. At
Tathawi kemudian dipekerjakan oleh Dinas Kesehatan Masyarakat Mesir dan dipindahkan ke
kota-kota provinsi kecil di mana dia tidak dapat melakukan penelitian lebih lanjut. Untungnya,
Max Meyerhof, seorang orientalis medis terkemuka di Kairo, menyadari temuan tersebut.
Meyerhof pun menulis sebuah komentar singkat tentang tesis Dr. At-Tathawi demi
menyelamatkan teori Ibn Nafis dari pelupaan. Meyerhof kemudian menerbitkan terjemahan dari
bagian-bagian yang relevan dengan Commentary on the Anatomy of the Canon of Avicenna Ibn
al-Nafis itu ke dalam bahasa Jerman, Perancis, dan Inggris.[7]

Ia menyatakan, "Namun, interaksi [bagian kanan dan kiri jantung] ini dilakukan tidak
melalui dinding tengah jantung, seperti yang umum dipercaya. Namun dengan pengaturan yang
sangat cerdik, darah didesak ke depan. Dari ventrikel kanan jantung melalui jalur yang panjang
melalui paru-paru; Darah dirawat oleh paru-paru, menjadi kuning kemerahan dan dituangkan
dari arteri pulmonalis ke dalam vena pulmonalis." Pernyataan Servetus itu termaktub dalam
sebuah risalah teologis, Christianismi Restitutio, (Restorasi Kekristenan). Namun, buku ini
dianggap sesat oleh orang Katolik dan Calvinis yang mengakibatkan Servetus dibakar di sebuah
pasak di Jenewa. Hanya tiga eksemplar buku yang bertahan sampai sekarang.[6]

Berkat jasanya yang sangat bernilai itulah, Ibnu Al-Nafis dianugerahi gelar sebagai
‘Bapak Fisiologi Sirkulasi’. Prestasi dan pencapaian gemilang yang ditorehkannya pada abad
ke-13 M itu telah mematahkan klaim Barat yang selama beberapa abad menyatakan bahwa Sir
William Harvey dari Kent, Inggris yang hidup di abad ke-16 M, sebagai pencetus teori sirkulasi
paru-paru.[8]

Kontribusi Al-Nafis dalam dunia kedokteran tak hanya di bidang fisiologi. Ia juga
dikenal sebagai dokter yang menyokong kedokteran ekperimental, postmortem otopsi, serta
bedah manusia. Sejarah juga mencatat Al-Nafis sebagai dokter pertama yang menjelaskan
konsep metabolisme. Tak heran bila dia lalu mengembangkan aliran kedokteran Nafsian tentang
sistem anatomi, fisiologi, psikologi, dan pulsologi. Aliran Nafsian yang diciptakannya itu
bertujuan untuk menggantikan doktrindoktrin kedokteran yang dicetuskan pendahulunya yakni
Ibnu Sina alias Avicena dan Galen - seorang dokter Yunani. Al- Nafis menilai banyak teori yang
dikemukakan kedua dokter termasyhur itu keliru. Antara lain tentang denyut, tulang, otot, panca
indera, perut, terusan empedu, dan anatomi tubuh lainnya.[8]

Maka dari itu, melalui penelitian yang dilakukan, Ibn Nafis kemudian menyangkal teori
Galen dengan menyatakan: "Setelah bilik kanan menyempit, darah harus masuk ke bilik kiri
untuk mendapatkan 'semangat vital', tapi tidak ada lubang di antara kedua ventrikel karena
jantung bagian ini lebih tebal, atau seperti dihipotesiskan, tidak ada [lubang] yang terlihat. Ibn
Nafis melanjutkan, “Untuk itu, darah harus mengalir ke paru-paru melalui arteri pulmonalis
untuk menyebar ke paru-paru dan bercampur dengan udara sehingga partikel tertipis di
dalamnya disaring. Kemudian, [darah] memasuki vena pulmonalis sehingga bisa mentransfer
darah yang telah bercampur dengan udara dan siapkan melahirkan semangat vital ke bilik kiri.”

Melalui pernyataan itu, Ibn al Nafis membantah pendapat Galen dengan menegaskan
tidak ada lubang antara bilik kanan dan kiri jantung dalam sistem peredaran darah. Darah di
bilik kanan harus masuk ke paru-paru lewat arteri pulmonalis untuk memperoleh oksigen, atau
yang dimaksud semangat vital oleh Ibn Nafis. Setelahnya, darah yang bercampur oksigen masuk
kembali melalui vena pulmonalis menuju serambi kiri untuk didorong ke bilik kiri sehingga bisa
diedarkan ke seluruh tubuh. Dengan kata lain, peredaran darah ini membawa darah tanpa
oksigen menuju paru-paru kemudian mengalirkan darah kaya oksigen kembali ke jantung. Bila
digambarkan secara singkat, sistem peredaran darah Ibn Nafis bermula dari bilik kanan – arteri
pulmonalis – paru-paru – vena pulmonalis – (serambi kiri) – bilik kiri. Terkait sistem peredaran
darah itu, Ibn al Nafis juga menyatakan bahwa harus ada jalur komunikasi kecil antara arteri
pulmonalis dan vena pulmonalis. Berdasarkan laporan yang ditulis John B. West, hipotesis ini
diprediksi telah menginspirasi temuan pembuluh kapiler paru-paru yang baru mencuat 400
tahun kemudian oleh Marcello Malpighi (1628-1694). "Dan untuk alasan yang sama ada jalur
yang tampak [atau pori-pori, manafidh] antara dua [pembuluh darah, yaitu arteri pulmonalis dan
vena pulmonal],” demikian yang dipaparkan Ibn Nafis dalam Commentary on the Anatomy of
the Canon of Avicenna.[9]

Ibn al Nafis sekali lagi mencoba membantah kekeliruan teori Galen yang berkaitan
dengan pembuluh darah dalam hubungannya dengan jantung dan paru-paru. Penelitiannya
berujung pada kesimpulan bahwa darah dipompa dari bilik kanan ke paru-paru, tempat darah
akan bercampur dengan oksigen, untuk kemudian dialirkan ke bilik kiri. Dengan teori ini, Ibn
Nafis membuktikan bahwa darah disaring di dalam paru-paru, yang lebih lanjut dikenal sebagai
sistem peredaran darah pulmonal. Teori Ibn al Nafis yang membuatnya terlihat menonjol ini
adalah argumennya soal pembedahan jantung dan paru-paru. Dari pembedahan itu, ia menjadi
orang pertama pula yang menyatakan paru-paru terdiri atas sejumlah bagian, di antaranya laring,
pembuluh arteri, dan pembuluh vena. Lokasi semua bagian itu terletak dalam jaringan yang
lembut dan berpori.[6]

Maka dari itu penemuan teori Ibnu Al-nafis tentang peredaran darah melalui paru-paru
(sistem sirkulasi pulmonal), menggambarkan dengan tepat susunan paru-paru, serta interaksi
antara jaringan pembuluh darah dan pernapasan, serta berhasil mengelaborasi fungsi pembuluh
darah jantung, masyarakat akan lebih mengetahui betapa pentingnya sebuah hubungan organ
tubuh dengan sirkulasi darah tersebut, dengan menghirup udara yang segar seperti keseharian
dirumah menanam tumbuh-tumbuhan yang sehat maka oksigen yang masuk kedalam paru-paru
akan diterima baik dan peredaran menjadi lancar, ditambah dengan menjalankan aktivitas
berolahraga itu membantu menyehatkan bagian-bagian penting yang ada dalam tubuh kita
sehingga peredaran darah mengalir dengan baik. Itu semua harus di laksanakan berasmaan
dengan mengkonsumsi makanan yang mempunya gizi yang seimbang dan sehat, itu dapat
mencegah berbagai penyakit masuk kedalam tubuh kita terutama dimasa pandemi covid-19 ini.
Bagian penting dari pemikiran Ibnu Nafis ini adalah kita dapat mengetahui sifat dan karakter
dari organ tubuh tersebut dan harus berbuat apa untuk menjaganya tetap sehat (seperti yang
sudah dipaparkan sebelumnya), karena itu ini sangat membantu kita agar lebih hati-hati dalam
menjalankan kehidupan ini serta tanggung jawab atas pemberian tuhan terhadap kita.
(Commentary on the Anatomy of Canon of Avicenna-Berlin 1924)

KESIMPULAN

Berdasarkan pemikiran Ibnu Al-Nafis melalui teorinya, masyarakat terutama orang yang
ahli di bidang anatomi menjadi tahu bagaimana sirkulasi darah itu mengalir sehingga Dalam
studinya, Ibnu Nafis menggunakan beberapa metode, yaitu observasi, survei, dan percobaan. Ia
mempelajari ilmu kedokteran melalui pengamatan terhadap sejumlah gejala dan unsur yang
mempengaruhi tubuh. Menurut Ibnu Nafis, selain melakukan pengobatan, memeriksa unsur-
unsur penyebab munculnya penyakit juga perlu. Selain itu, ia juga memaparkan mengenai
fungsi pembuluh arteri dalam jantung sebagai pemasok darah bagi otot jantung (Cardiac
Musculature). Kesehatan peredaran darah sangatlah penting karena itu bagian terpenting dalam
mengoptimalkan kinerja organ tubuh, dampak jika tidak memperhatikannya maka orang lebih
rentan terkena penyakit bahkan sangat mudah tertular dari orang lain, karena kinerja tubuh tidak
berjalan lancar.

PENGAKUAN

Dalam hal ini, saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada Dosen mata kuliah
Islam Ilmu Pengetahuan yang saya hormati yaitu, Dr.Zubair, M.Ag. yang telah membimbing
saya dan teman-teman secara baik dan teliti dan sangat betahap sehingga kami memahami betul
proses pembuatan Artikel Ilmiah. Dengan segenap jiwa dan raga yang diberikan tak pernah lelah
meski dalam keadaan seperti ini bapak masih menyempatkan dan merelakan waktu bapak untuk
membimbing kami ketika di waktu kuliah meskipun di luar jam kuliah untuk melakukan
konsultasi. Semoga bapak dan keluarga selalu diberikan kesehatan oleh Allah SWT. Aaamiin
Allahumma Aaamiin. Selanjutnya saya berterima kasih kepada orang tua saya yang selalu
mendukung dalam aktifitas belajar saya, serta memfasilitasi segala kebutuhan yang saya
gunakan. Dan kepada teman-teman yang selalu membantu jika saya menghadapi kesulitan atau
ada sebuah pertanyaan
Penulis menyadari bahwa artikel ini masih jauh dari kata sempurna, dikarenakan
terbatasnnya pengamatan, pengetahuan maupun pengalaman dalam penyusunannya. Oleh
karena itu, penulis meminta maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan ini ataupun
mendapatkan kesamaan yang belum penulis cantumkan dengan referensi. Semoga penulisan ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

REFERENSI

[1] “Makalah Ibnu Al-Nafis Dan Al-Zahrawi,” Makalah Ibnu Al-Nafis Dan Al-Zahrawi.
https://pustakamakalahadress.blogspot.com/2019/08/makalah-ibnu-al-nafis-dan-alzahrawi.html (accessed Oct.
25, 2020).

[2] H. Mohammad, Tokoh-tokoh Islam yang berpengaruh abad 20. Gema Insani, 2006.

[3] M. Maryam, “Perkembangan Kedokteran dalam Islam,” Sulesana: Jurnal Wawasan Keislaman, vol. 6,
no. 2, pp. 79–90, 2016.

[4] “9 Ilmuwan Muslim Berpengaruh di Dunia Sains dan Kedokteran (2),” SINDOnews.com, Jan. 31, 2020.
https://kalam.sindonews.com/berita/1512640/70/9-ilmuwan-muslim-berpengaruh-di-dunia-sains-dan-kedokteran-
2 (accessed Oct. 24, 2020).

[5] M. Othman and M. A. Zabidi, “Tinjauan Perkembangan Penghasilan Pengganti Darah,” Jurnal Sains
Kesihatan Malaysia (Malaysian Journal of Health Sciences), vol. 18, no. 2, Art. no. 2, Jun. 2020, Accessed: Oct.
26, 2020. [Online]. Available: http://ejournal.ukm.my/jskm/article/view/37048.

[6] Y. Ratnasari, “Teori Peredaran Darah Ibn Al-Nafis Yang Terlupakan Sejarah,” tirto.id.
https://tirto.id/teori-peredaran-darah-ibn-al-nafis-yang-terlupakan-sejarah-cqEd (accessed Oct. 25, 2020).

[7] S. T. Sri Winiarti, “Peranan Tokoh Tokoh Ilmu Sumbangsih Dalam Teknologi.”

[8] “Ibnu Al- Nafis, Bapak Fisiologi Sirkulasi,” Republika Online, Aug. 24, 2019.
https://republika.co.id/share/pwqsku313 (accessed Oct. 25, 2020).

[9] S. Fayyadh, Ibnu Nafis: penemu pembuluh darah kapiler. Pustaka Mantiq, 1992.

Anda mungkin juga menyukai