Anda di halaman 1dari 11

ABSTRAK

Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja bertujuan untuk mengetahui evaluasi
pemeliharaan sapi di Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Materi
yang digunakan adalah sapi Simmental dan Peranakan Frisien Holstein (PFH) serta pakan
yang sudah disesuaikan dengan pakan yang diberikan di Fakultas Peternakan dan
Pertanian Universitas Diponegoro. Metode yang digunakan dalam evaluasi pemeliharaan
pakan yaitu mengukur BK bahan pakan, menghitung kebutuhan BK sapi, sanitasi
kandang, penimbangan bobot badan awal sapi, pemberian pakan konsentrat serta jerami
pada pagi dan sore hari, menghitung sisa pakan setiap pagi, fisologi lingkungan dilakukan
sebanyak empat kali dalam sehari (06.00 , 12.00 , 18.00 dan 21.00), fisiologi ternak
dilakukan pada hari ke 6 pemeliharaan pada pukul 06.00, 12.00, 18.00 dan 24.00 meliputi
denyut nadi, frekuensi napas dan suhu rektal, total koleksi dilakukan pada hari ke 6 untuk
menampung feses segar selama 24 jam, homogenisasi feses, ambil sampel sebesar 10
gram untuk uji BK feses, penimbangan bobot badan akhir sapi dilakukan pada hari
terakhir.Hasil yang dipereloh menunjukkan bahwa kebutuhan BK sapi Simmental dan
PFH adalah 7,98 kg BK dan 6,41 kg BK. Konsumsi BK Simmental adalah 11,39 kg dan
PFH 11,33 kg dari pemberian BK sebanyak 16,86 kg/hari. PBBH Simmental adalah 1,71
kg/hari dan PFH adalah 2,21 kg/hari. Semua sapi mengalami pertambahan bobot badan
namun tidak normal karena standart PBBH sapi Simmental adalah 0,6 – 1,5 kg/hari dan
sapi PFH 1,1 kg/hari. Faktor yang mempengaruhi PBBH sapi Simmental dan PFH adalah
konsumsi pakan yang tinggi.

PENDAHULUAN

Kebutuhan produk peternakan terus meningkat setiap tahunnya karena


masyarakat mulai sadar pentingnya mencukupi kebutuhan protein hewani dalam
kehidupan sehari-hari. Sapi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil
daging. Ternak merupakan segala jenis binatang yang dipelihara dengan tujuan
diambil hasil produksinya yang dapat berupa daging, susu maupun telur. Ternak
potong merupakan jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan daging
sebagai produk utamanya. Ternak kerja merupakan ternak yang dipelihara untuk
dimanfaatkan tenaganya seperti untuk membajak sawah atau menggiling bahan
pangan, angkutan barang serta sebagai tabungan hidup dan nilai kekayaan. Faktor
lingkungan yang berpengaruh langsung pada kehidupan ternak adalah suhu dan
kelembapan. Fisiologi lingkungan adalah untuk mengetahui respon fisiologis
ternak terhadap lingkungan melalui pengukuran suhu rektal, frekuensi napas dan
denyut nadi.
Tujuan dari praktikum produksi ternak potong dan kerja yaitu untuk
mengetahui analisis bahan pakan ternak, pertumbuhan dan perkembangan ternak,
evaluasi pakan pada ternak, fisiologi ternak dan fisiologi lingkungan ternak,
evaluasi perkandangan, sanitasi dan carrying capacity. Manfaat dari praktikum
produksi ternak potong dan kerja adalah yaitu agar praktikan dapat mengetahui
bagaimana cara analisis bahan pakan ternak, pertumbuhan dan perkembangan
ternak, evaluasi pakan pada ternak, fisiologi ternak dan fisiologi lingkungan
ternak, evaluasi perkandangan dan sanitasi serta carrying capacity.
MATERI DAN METODE

Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja dilaksanakan pada tanggal 5


– 15 September 2019 di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah dan
Kandang Sapi Potong, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Materi yang digunakan dalam praktikum meliputi alat dan bahan. Alat yang
digunakan praktikum meliputi oven, timbangan analitik, wadah sampel, wadah
pakan dan minum, timbangan gantung, sikat, ember, karung, sabit, sapu lidi,
plastik hitam, thermometer, latex, label, jas lab, sepatu boots, wearpack dan alat
tulis.
Bahan yang digunakan praktikum Acara kandang digesti meliputi 2 sapi
yaitu sapi bangsa PFH dan Simmental, air minum diberikan secara adlibitum,
jerami dan konsentrat.
Metode yang dilakukan dalam praktikum Produksi Ternak Potong dan
Kerja yang terdiri dari analisis bahan kering pakan, pertumbuhan dan
perkembangan, evaluasi pakan, fisiologi ternak dan lingkungan, evaluasi
perkandangan dan carrying capacity. Analisis bahan kering pakan dilakukan di
laboratorium dengan menimbang jerami 5 gram, konsentrat 10 gram lalu
dilakukan pengovenan selama 6 jam kemudian dihitung berat akhirnya. Acara
kandang dilakukan penimbangan terhadap ternak sapi dengan cara sapi dibawa ke
kandang timbang setalah itu menghitung kebutuhan ternak. Pemeliharaan
dilakukan selama 8 hari. Sanitasi dilakukan setiap pagi dan sore di dalam maupun
area luar kandang dan setiap pagi dan setiap pagi sapi dimandikan. Jerami
diberikan sebanyak 12 kg, pagi hari sebanyak 6 kg dan sore hari 6 kg sedangkan
konsentrat sebanyak 3 kg. Hari kedua mulai dilakukan penimbangan sisa pakan
setiap pagi untuk mengetahui konsumsi pakan. Air minum diberikan secara ad
libitum. Fisiologi lingkungan dilakukan setiap jam 06.00; 12.00; 18.00 dan 21.00
dengan melihat suhu dan kelembaban secara mikro dan makro. Fisiologi ternak
dilakukan pada hari keenam pada jam 06.00; 12.00; 18.00 dan 24.00 dengan
dilakukan pengukuran suhu rektal dengan thermometer, penghitungan frekuensi
napas dan denyut nadi selama 1 menit. Hari keenam juga dilakukan total koleksi
selama 24 jam dengan menampung feses kedalam plastik hitam kemudian setelah
selesai feses yang telah terkumpul dihomogenkan dengan cara diaduk dan
mengambil sampel 10 gram. Sampel feses yang telah diambil dilakukan analisis
bahan kering. Hari terakhir ternak ditimbang kembali dan kemudian dihitung
PBBH nya. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap kapasitas ternak yang dapat
ditampung oleh suatu lahan untuk memenuhi kebutuhan ternak (Carrying
capacity).
Rumus Perhitungan:
Berat Loyang dan Hijauan setelah Oven - Berat Loyang
BK Pakan: × 100%
Berat Hijauan
Berat Loyang dan Feses setelah Oven - Berat Loyang
BK Feses: × 100%
Berat Feses
Berat Akhir-Berat Awal
PBBH:
Lama Pemeliharaan (Hari)
Konsumsi: Ʃ Pemberian – Ʃ Sisa
Kadar BK Pakan
Konsumsi BK Hijauan dan Konsentrat:
100
× Konsumsi Segar
Konsumsi BK Total
Konversi Pakan:
PBBH
PBBH
Efisiensi Pakan (%): × 100%
Konsumsi BK Total
Konsumsi BK Total-BK Feses
Daya Cerna (%): × 100%
Konsumsi BK Total
Feed cost per gain:
( Harga Hijauan ×Konsumsi Hijauan Segar ) -(Harga Konsentrat ×Konsumsi Konsentrat)
PBBH
Perbandingan Hijauan dan Konsentrat:
% pakan % pakan
× Kebutuhan BK Pakan ×
100 100
Carrying Capacity:
Produksi lahan: Luas Lahan × Rata-rata sampel BS
1 ×Prod Lahan (6×30 hari) ½×Prod Lahan (6×30 hari)
Produksi Lahan/tahun: +
50 50
Produksi Lahan/hari(BK)
Satuan Ternak yang dapat dipelihara
Kebutuhan BK Pakan/hari
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Produktivitas Ternak
Tabel 1. Produktivitas Ternak
Keterangan Sapi PFH Sapi Simmental
Kebutuhan Pakan (BK/hari) 6,41 7,98
Pemberian Pakan (BK/hari) Jerami = 11,32 Jerami = 11,32
Konsentrat = 5,54 Konsentrat = 5,54
Konsumsi pakan (BK/hari) Jerami = 5,79 Jerami = 6,35
Konsentrat = 5,54 Konsentrat = 5,54
Kecernaan Pakan (%) 80,40 65,75
Pakan Tercerna (g/hari) 910,9 748,9
PBBH (g/hari) 2.210 1.710
Efisiensi Pakan (%) 19,5 15,0
Denyut Nadi (kali/menit) 71,375 64
Frekuensi Nafas (kali/menit) 32,5 31,5
Suhu Rektal (˚C) 38,64 38,48

Hasil praktikum menunjukkan bahwa kebutuhan pakan sapi PFH adalah


6,41 BK/hari, sedangkan pada sapi Simmental adalah 7,98 BK/hari. Menurut
Muslim, et. al (2011) bahwa kebutuhan BK pakan sapi potong adalah 7,26 kg
BK/hari, sehingga, kebutuhan BK pakan sapi PFH lebih kecil dibanding standar
dan kebutuhan BK pakan sapi Simmental lebih besar dibandingkan dengan
standar. Kebutuhan pakan sapi dipengaruhi oleh ukuran badan, dimana ukuran
badan yang lebih besar kebutuhannya lebih besar dibandingkan dengan sapi
dengan ukuran tubuh yang kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Diwyanto dan
Inounu (2009) yang menyatakan bahwa kebutuhan pakan spai dengan ukuran
tubuh yang lebih besar akan lebih banyak dibandingkan dengan sapi berukuan
kecil.
Pakan yang diberikan setiap harinya berbeda, yaitu 11,86 kg BK/hari
untuk sapi PFH dan untuk sapi Simmental. Pemberian BK pakan pada sapi
berkisar antara 8,16 kg. Menurut Budiawan, et. al (2015) bahwa pemberian BK
pakan sapi potong sebanyak 8,16 kg/hari sehingga pemberian pakan kedua sapi
melebihi standar. Pemberian pakan pada sapi potong tida boleh melebihi atau
kurang dari kebutuhan BK sapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratnawati dan
Affandhy (2015) yang menyatakan bahwa pemberian pakan tidak boleh lebih atau
kurang dari kebutuhan sapi.
Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang akan dikonsumsi oleh
ternak jika pakan disediakan secara ad libitum, yang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti palatabilitas, suhu lingkungan, dan kandungan nutrien
pakan. Menurut Septiadi, et. al. (2015) bahwa konsumsi pakan merupakan jumlah
pakan yang dikonsumsi ternak jika pakan disediakan secara ad libitum. Konsumsi
harian Sapi PFH adalah 11,33 kg BK/hari sedangkan sapi Simmental adalah 11,39
kg BK/hari. Konsumsi BK pakan sapi antara 9,29 kg – 10,24 kg/hari. Hal ini
sesuai dengan pendapat Mulijanti, et. al (2014) yang menyatakan bahwa konsumsi
pakan sapi potong berkisar antara 9,29 kg – 10,24 kg, sehingga pakan sapi PFH
dan Simmental lebih dari standar. Konsumsi pakan pada sapi potong dipengaruhi
oleh kapasitas fisik lambung dan kondisi saluran pencernaan pada ternak. Menurut
Ngadiyono, et. al (2009) bahwa konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh kondisi
saluran pencernaan ternak.
Kecernaan pakan pada kedua sapi menunjukkan hasil masing-masing
80,4% dan 65,75% untuk sapi PFH dan sapi Simmental. Kecernaan pakan pada
sapi potong berkisar antara 65%. Menurut Firmansyah (2018) bahwa kecernaan
pada sapi potong antara 65%, sehingga kecernaan pada sapi Simmental normal
dan pada sapi PFH melebihi standar. Pakan tercerna pada sapi adalah 910,9
gram/hari untuk sapi PFH dan 748,9 gram/hari untuk sapi Simmental. Daya cerna
pada sapi potong dapat dipengaruhi oleh kandungan serat kasar pada pakan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Arifin dan Sulasmi (2019) yang menyatakan bahwa
serat kasar pakan dapat mempengaruhi daya cerna pada ternak.
Pada sapi PFH PBBH mencapai 2,21 kg/hari disebabkan karena sapi
berada pada fase pubertas, dimana pada fase pubertas pertumbuhan ternak akan
sangat cepat. Menurut Sudarmono (2008) bahwa pada fase pubertas biasanya
pertumbuhan ternak akan sangat cepat. Pada sapi Simmental PBBH 1,71 kg/hari
sedikit melebihi standar dimana standar PBBH untuk sapi Simmental sekitar 0,6 –
1,5 kg/hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (2008) yang menyatakan
bahwa PBBH sapi simmental sekitar 0,6 – 1,5 kg/hari. PBBH yang tinggi dapat
disebabkan karena konsumsi pakan yang tinggi. Menurut Sari, et. al (2016) bahwa
konsumsi pakan yang tinggi mengakibatkan PBBH ternak tinggi. Sedangkan
PBBH sapi PFH jantan dapat mencapai 1,1 kg/hari. Hal ini sesuai dengan
pendapat Abidin (2008) yang menyatakan bahwa PBBH sapi PFH jantan adalah
1,1 kg/hari.
Kondisi fisiologis ternak sangat berpengaruh terhadap produktivitas ternak
tersebut, yang terdiri dari denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu rektal ternak.
Menurut Septiadi, et. al (2015) bahwa keadaan fisiologis ternak berpengaruh
terhadap produktivitas ternak. Hasil praktikum menunjukkan bahwa kondisi
fisiologis ternak kedua sapi dalam keadaan normal. Pada sapi PFH denyut nadinya
adalah 71,375 kali/menit, sedangkan pada sapi simmental diperoleh fisiologi
ternaknya adalah denyut nadi 64 kali/menit. Menurut Astuti, et. al (2015) bahwa
denyut nadi yang normal adalah 55 – 80 kali, sehingga denyut nadi pada kedua
sapi normal. Faktor yang dapat mempengaruhi kondisi fisiologis ternak antara lain
suhu dan kelembapan. Menurut Suherman, et. al (2017) bahwa suhu dan
kelembapan sangat mempengaruhi kondisi fisiologis ternak.
Pada sapi PFH diperoleh hasil frekuensi nafas 32,5 kali/menit, sedangkan
pada sapi simmental diperoleh frekuensi nafas 31,5 kali/menit. Menurut Astuti, et.
al (2015) bahwa frekuensi nafas normal sapi potong antara 15 – 35 kali/menit,
sehingga frekuensi nafas kedua sapi normal. Faktor yang dapat mempengaruhi
kondisi fisiologis ternak antara lain suhu dan kelembapan. Menurut Suherman, et.
al (2017) bahwa suhu dan kelembapan sangat mempengaruhi kondisi fisiologis
ternak.
Pada sapi PFH diperoleh hasil suhu rektal 38,64 ˚C. Sedangkan pada sapi
simmental diperoleh suhu rektal 38,48 ˚C. Menurut Astuti, et. al (2015) bahwa
suhu rektal yang normal adalah 37,9 – 39,0 ˚C, sehingga suhu rektal kedua sapi
normal. Faktor yang dapat mempengaruhi kondisi fisiologis ternak antara lain
suhu dan kelembapan. Menurut Suherman, et. al (2017) bahwa suhu dan
kelembapan sangat mempengaruhi kondisi fisiologis ternak.

1.2. Carrying Capacity

Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil bahwa nilai


carrying capacity dari lahan seluas 1 hektar yang ditanami rumput kemampuan
produksinya adalah … kg BS/tahun atau memproduksi … kg BK/hari sehingga
dapat digunakan untuk .. ternak.
..

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Yogyakarta.


Arifin, J. dan Sulasmi. 2019. Jarak genetic sapi pasunan melalui pendekatan
kraniometri antar wilayah pangandaran, tasikmalaya dan garut jawa barat.
J. Ternak. 10 (1):12 – 17.
Astuti, A., Erwanto dan P. E. Santosa. 2015. Pengaruh cara pemberian konsentrat,
hijauan terhadap respon fisiologis dan performa spai peranakan simmental.
J. ilmiah peternakan terpadu. 3(4): 201 – 207.
Budiawan, A., M. N. Ihsan dan S. Wahjuningsih. 2015. Hubungan boy condition
score terhadap service per conception dan calving interval sapi potong
Peranakan ongole di kecamatan babat kabupaten lamongan. J. Ternak
Tropika. 16 (1): 34 – 40.
Diwyanto, K. dan I. Inounu. 2009. Dampak crossbreeding alam program
ineminasi buatan terhadap kinerja reproduksi dan budidaya sapi potong. J.
Wartazoa. 19 (2): 93 – 102.
Firmansyah, K. M. 2018. Kecernaan in vivo bahan kering dan bahan organic
campuran pakan lamtoro dan jagung yang diberi pada sapi bali dan spao
persilangan sumbal. Fakultas Peternakan, Universitas Mataram, Mataram.
(Skripsi).
Mulijanti, S. I., S. Tedy dan Nurnayetti. 2014. Pemanfaatan dedak padi dan jerami
fermentasi pada usaha penggemukan sapi potong di jawa barat. J.
Peternakan Indonesia. 16 (3): 179 – 187.
Muslim, K. N., H. Nugroho dan T. Susilawati. 2011. Hubungan antara berat badan
induk dan bobot lahir pedet sapi brahman cross pada jenis kelamin yang
berbeda. J. Ilmu-ilmu Peternakan. 23 (1): 18 – 24.
Nanda, D. D., A. Purnomoadi dan L. K. Nuswantara. 2014. Penampilan produksi
sapi bali yang diberi pakan dengan berbagai level pelepah sawit. J.
agromedia. 32 (2): 54 – 63.
Ngadiyono, N., G. Murdjito, A. Agus dan U. Supriyana. 2009. Kinerja produksi
sapi Peranakan ongole jantan dengan pemberian dua jenis konsentrat yang
berbeda. J. Indonesia Tropical Animal Agriculture. 33 (4): 282 - 289.
PAAT, P.C., dAN J. G. KINDANGEN . 2016. Peningkatan Produktivitas Pakan
dan Nutrisi Sapi pada Areal Kelapa Melalui Introduksi Pennisetum
purpureum Schum cv. Mott. J. Palma. 17 (1): 71 – 78.
Ratnawati, D. dan L. Affandhy. 2013. Perfoman repoduksi sapi jantan dengan
pakan berbasis limbah sawit. Dalam Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Halaman: 49 – 52.

Sari, D. D. K., M. H. Astuti dan L. S. Asi. 2016. Pengaruh pakan tambahan


berupa ampas tahu dan limbah bioethanol berbhan singkong (Manihot
utilissima) terhadap penampilan sapi bali (Bos sondaicus). J. Buletin
Peternakan. 40 (2): 107 – 112.
Septiadi, A., H. Nur dan R. Handarini. 2015. Kondisi fisiologis domba ekor tipis
jantan yang diberi berbagai level ransum fermentasi isi rumen sapi. J.
Peternakan Nusantara. 1 (2): 69 – 80.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan sap, penebar swadaya, Jakarta
Sudarmono, A. S. 2008. Sapi potong. Niaga swadaya, Jakarta
Suherman,D., S. Muryanto dan E. Sulistyowati. 2017. Evaluasi mikroklimat
dalam kandang mengunakan tinggi atap kandang berbeda yang berkaitan
dengan respon fisiologis sapi bali dewasa di kecamatan xiv koto kabupaten
mukomuko. J. Sain Peternakan Indonesia. 12 (4): 397 – 410.
Tillman, A. D. S., R. Hadiprodjo, S. Prawirokusumo, H. Hartadi dan S.
Lebdosoekojo. 1991. Ilmu makanan ternak dasar. UGM press, yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai