ri Nutrisi Ruminansia)
Laporan Praktikum
1.1. Deskripsi
1.1.1. Metode In Vivo
Pengukuran daya cerna secara in vivo merupakan cara pengukuran daya
cerna suatu pakan dengan menggunakan hewan percobaan. Pakan yang diuji
diberikan secara langsung pada hewan percobaan, kemudian dihitung selisih
antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah pakan yang tersisa yang
dilakukan pada kandang metabolis. Pakan yang dikonsumsi merupakan selisih
antara jumlah pakan yang diberikan dan jumlah pakan yang tersisa.
Pengukuran ini menggunakan kandang khusus yang disebut kandang
metabolis, yaitu kandang yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat
minum, dan tempat koleksi feses serta urine.
Dalam pelaksanaanya, pengukuran daya cerna dengan cara ini dilakukan
paling sedikit selama 14 hari yang dibagi menjadi dua periode yaitu periode
pendahuluan (preliminary period) dan periode pengumpulan data (collecting
period).
Periode pendahuluan (preliminary period)
Periode pendahuluan dilakukan sedikitnya selama 7 hari atau sampai
hewan percobaan terbiasa dengan pakan yang sedang diuji. Ditandai
dengan konsumsi pakan yang konstan. Tujuan periode ini adalah agar
terjadi penyesuaian hewan percobaan terhadap pakan yang sedang diuji
dan untuk meniadakan pengaruh pakan yang dikonsumsi oleh ternak
pada beberapa waktu sebelumnya.
Periode pengumpulan data (collecting period).
Periode pengumpulan data dilakukan selama 7-14 hari. Pada periode ini,
pakan yang diberikan dan pakan yang tersisa juga feses yang dikeluarkan
ternak ditimbang setiap hari dan sampel masing-masing diambil
sebanyak 10%, kemudian dianalisa kandungan zat makanannya.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui kecernaan bahan pakan yang terdapat pada keseluruhan saluran
pencernaan ternak sehingga nilai kecernaan pakan yang diperoleh mendekati nilai
sebenarnya.
1.4. Prosedur
Menurut Cakra et al., (2022) pengambilan sampel pakan, urin, dan feses dilakukan
dengan metode pengumpulan total (balance trial). Kambing dipelihara dalam kandang
metabolisme individu, dilengkapi dengan feeder, bak air, dan sistem terpisah untuk
pengumpulan urin dan feses. Hal ini sesuai dengan hasil praktikum yang telah dilaksanakan
bahwasanya pengukuran daya cerna secara in vivo menggunakan kandang khusus yang
disebut kandang metabolis, yaitu kandang yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat
minum, dan tempat koleksi feses serta urine.
Menurut Zewdie (2019) Kecernaan nutrisi yang diberikan dapat dihitung sebagai
berikut: Jumlah konsumsi nutrisi atau pakan dikurang jumlah feses dibagi dengan jumlah
konsumsi nutrisi atau pakan, kemudian dikalikan dengan 100%. Hal ini sesuai dengan hasil
Praktikum yang telah dilaksanakan bahwasanya jumlah zat makanan yang diserap oleh seekor
ternak, yaitu dengan menghitung selisih antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan jumlah
feses, dan persentase antara pakan tercerna dengan pakan yang dikonsumsi menunjukkan
daya cerna pakan tersebut, yang biasanya dinyatakan dengan persen. Secara matematik
perhitungan daya cerna pakan secara in vivo dapat dirumuskan sebagai berikut:
Jumlah konsumsi pakan−Jumlah feses
Daya Cerna (%) = × 100 %
Jumlah konsumsi pakan
Menurut Tillman, dkk (1991) dalam Somanjaya, dkk (2016) menyatakan bahwa
pengukuran kecernaan secara in vivo adalah suatu cara penentuan kecernaan nutrient
menggunakan hewan percobaan dengan analisis nutrient pakan dan feses. Hal ini sesuai
dengan hasil praktikum yang telah dilaksanakan bahwasanya pengukuran daya cerna secara in
vivo merupakan cara pengukuran daya cerna suatu pakan dengan menggunakan hewan
percobaan. Pakan yang diuji diberikan secara langsung pada hewan percobaan, kemudian
dihitung selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah pakan yang tersisa yang
dilakukan pada kandang metabolis.
Menurut Tulung, dkk (2020) yang menyatakan bahwa peralatan yang digunakan antara
lain kandang individual ternak dilengkapi tempat makan dan minum, timbangan pakan,
chopper, timbangan ternak, pita ukur, sekop, kantong plastik, dan lain-lain. Hal ini sesuai
dengan hasil praktikum yang telah dilaksanakan bahwasanya pengukuran daya cerna secara in
vivo dibutuhkan beberapa alat, seperti: Timbangan, kandang metabolis sebanyak ternak yang
digunakan, ember penampung/pengumpul feses masing-masing kandang 1 buah, ember
pengumpul urine masing-masing kandang 1 buah, kantong plastic tempat tempat sampel
sampel urine, feses, pakan hijauan dan konsentrat, sebuah freezer atau kulkas, spidol
permanen untuk memberi tanda, gelas ukur 10 ml, Chopper untuk hijauan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kandang metabolis adalah kandang yang dilengkapi dengan tempat pakan, te
mpat minum, dan tempat koleksi feses serta urine.
2. Secara matematik perhitungan daya cerna pakan secara in vivo dapat
dirumuskan sebagai berikut:
( Jumlah pakan pemberian−sisa)−Jumlah feses
Daya Cerna (%) = × 100 %
Jumlah pakan pemberian−sisa
Atau
Jumlah konsumsi pakan−Jumlah feses
Daya Cerna (%) = × 100 %
Jumlah konsumsi pakan
3. Daya cerna sebenarnya (true digestibility) merupakan hasil pengukuran daya
cerna secara in vivo yang berasumsi bahwa zat makanan yang terdapat dalam
feses disamping berasal dari pakan yang tidak tercerna juga berasal dari
MFN, sehingga dalam perhitungannya juga memperhitungkan faktor MFN
sebagai koreksi.
4. Pengukuran daya cerna secara in vivo merupakan cara pengukuran daya
cerna suatu pakan dengan menggunakan hewan percobaan. Pakan yang diuji
diberikan secara langsung pada hewan percobaan, kemudian dihitung selisih
antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah pakan yang tersisa yang
dilakukan pada kandang metabolis.
5. Pengukuran daya cerna secara in vivo dibutuhkan beberapa alat, seperti:
Timbangan, kandang metabolis sebanyak ternak yang digunakan, ember
penampung/pengumpul feses masing-masing kandang 1 buah, ember
pengumpul urine masing-masing kandang 1 buah, kantong plastic tempat
tempat sampel sampel urine, feses, pakan hijauan dan konsentrat, sebuah
freezer atau kulkas, spidol permanen untuk memberi tanda, gelas ukur 10 ml,
Chopper untuk hijauan.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
- DOKUMENTASI
- LITERATUR
Materi II
(Kebutuhan Nutrisi)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Deskripsi
Nutrisi yang dibutuhkan sapi potong dan sapi perah terdiri dari Bahan Kering
(BK) dengan kebutuhan 2-4% dari Bobot Badan. Pemberian BK berdasarkan pada
imbangan hijauan dan konsentrat.
Imbangan BK hijauan dan konsentrat Sapi Potong dapat berupa 50:50%,
30:70%, 40:60%, dan 20:80% sedangkan untuk imbangan BK hijauan dan konsentrat
Sapi Perah dapat berupa 50:50%, 40:60%, dan 60:40%.
Contoh jumlah pemberian pakan:
Kebutuhan BK: 2 - 4%; BK hijauan 2% BB
Cara pemberian:
Contoh sapi dengan BB = 400 kg
Kebutuhan BK hijauan = 400 x 2% = 8 kg BK
Jumlah pemberian:
Rumput gajah segar = 8 kg x 100/2 = 40 kg
Jerami padi kering = 8 kg x 100/50 = 16 kg
Konsentrat = 2% BB = 8 x 100/90 = 9 kg
Kebutuhan nutrisi suatu ternak dapat diperkirakan melalui bobot badan ternak
dan presentase kebutuhan bahan kering dari ternak tersebut. Bobot badan suatu ternak
dapat diukur melalui lingkar dada ternak tersebut. Pengukuran lingkar dada dilakukan
dengan cara melingkarkan pita meter tepat di belakang siku kaki depan tepatnya pada
rusuk ke 3-4. Setelah mendapat data lingkar dada ternak, estimasi bobot badannya
dapat diketahui melalui pengoperasian dengan konstanta ternak (untuk sapi besar =
22) dibagi 100. Secara matematis rumus estimasi bobot badan yaitu:
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui jumlah pemberian pakan yang efisien bagi ternak, sehingga
pakan dimanfaatkan dengan baik dan meningkatkan produktivitas ternak.
Diketahui:
Lingkar dada sapi = 143 cm
Estimasi Bobot Badan = ¿ ¿
= ¿¿
= ¿¿
27.225
=
100
= 272,25 kg
Jadi, estimasi bobot badan dari sapi yang diamati adalah 272 kg
Diketahui:
Estimasi bobot badan sapi adalah 272 kg
Imbangan BK hijauan dan konsentrat adalah 50%:50%
3
Konsumsi BK = 3% → × 272=8,16 kg/ekor /hari
100
50
Hijauan = x 8 ,16
100
= 4,08 kg
100
BK Hijauan → segar = x 4 , 08
20
= 20,4
Jadi, hijauan yang diberikan pada ternak adalah 20,4 kg/ekor/hari
50
Konsentrat = x 8,16
100
= 4,08 kg
100
BK konsentrat = x 4 , 08
92
= 4,43
Jadi, konsentrat yang diberikan pada ternak adalah 4,43 kg/ekor/hari
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Tillman, et all., (1991) dalam Periambawe, dkk (2016) yang menyatakan bah
wa kebutuhan bahan kering pakan yang disarankan untuk sapi pedaging adalah 3 - 4% dari bo
bot tubuh. Kebutuhan pakan disesuaikan dengan jenis ternak, umur dan tingkat produksi, kon
disi bahan kering pakan ditentukan oleh bobot tubuh, jenis ransum, umur, dan kondisi ternak.
Hal ini sesuai dengan hasil Praktikum yang telah dilaksanakan bahwasanya Nutrisi yang
dibutuhkan sapi potong dan sapi perah terdiri dari Bahan Kering (BK) dengan kebutuhan 2-
4% dari Bobot Badan. Pemberian BK berdasarkan pada imbangan hijauan dan konsentrat.
Menurut Susanto, dkk (2017) yang menyatakan bahwa Lingkar dada diukur dalam
satuan cm yang diambil dengan cara mengikuti lingkaran dada atau tubuh tepat di belakang
kaki depan ternak dengan menggunakan pita ukur. Hal ini sesuai dengan hasil Praktikum yang
telah dilaksanakan bahwasanya Bobot badan suatu ternak dapat diukur melalui lingkar dada
ternak tersebut. Pengukuran lingkar dada dilakukan dengan cara melingkarkan pita meter
tepat di belakang siku kaki depan tepatnya pada rusuk ke 3-4.
Menurut Despal, dkk (2017) yang menyatakan bahwa pada sapi perah penggunaan
konsentrat tidak boleh melebihi 70%. Imbangan konsentrat hijauan yang ideal dengan rata-
rata kualitas hijauan di daerah tropis adalah 50 : 50. Hal ini sebanding dengan hasil Praktikum
yang telah dilaksanakan bahwasanya imbangan BK hijauan dan konsentrat Sapi Perah dapat
berupa 50:50%, 40:60%, dan 60:40%.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Nutrisi yang dibutuhkan sapi potong dan sapi perah terdiri dari Bahan Kering
(BK) dengan kebutuhan 2-4% dari Bobot Badan. Pemberian BK berdasarkan
pada imbangan hijauan dan konsentrat.
2. Bobot badan suatu ternak dapat diukur melalui lingkar dada ternak tersebut.
Pengukuran lingkar dada dilakukan dengan cara melingkarkan pita meter
tepat di belakang siku kaki depan tepatnya pada rusuk ke 3-4.
3. Imbangan BK hijauan dan konsentrat Sapi Perah dapat berupa 50:50%,
40:60%, dan 60:40%.
4.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Periambawe, D. K. A., R. Sutrisna., dan Liman. 2016. Status Nutrien Sapi Peranakan Ongole
Di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Ilmiah Peternak
an Terpadu. 4(1): 13 – 18.
Susanto, M. R. A., R. K. Dewi., dan M. Dahlan. 2017. Kesesuaian Rumus Schrool dan Pita
Ukur Terhadap Bobot Badan Sapi Brahman Cross Di Kelompok Ternak Sumber Jaya
Dusun Pilanggot Desa Wonokromo Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan. Jurnal
Ternak. 8(1): 1 – 7.
LAMPIRAN
- DOKUMENTASI
- LITERATUR
Materi III
(Kecernaan)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Deskripsi
Kecernaan adalah selisih antara zat pakan yang dikonsumsi dengan yang
dideskripsikan dalam feses dan dianggap terserap dalam saluran pencernaan. Jadi
kecernaan merupakan gambaran dari jumlah nutrisi dalam bahan pakan yang dapat
dimanfaatkan oleh temak. Tinggi rendahnya kecernaan bahan pakan menunjukkan
seberapa besar bahan pakan itu mengandung zat-zat makanan dalam bentuk yang
dapat dicerna dalam saluran pencemaan. Tingkat kecernaan, nutrient pakan dapat
menentukan, kualitas dalam ransum. Kesemaan BK (KCBK) yang tinggi pada ternak
menunjukkan tingginya nutrient yang dicerna didalam sel pencernaan. Kisaran normal
kecernaan BK adalah, berkisaran antara 50-60%.
Kecernaan suatu bahan pakan dapat diketahui melalui perhitungan total
konsumsi pakan. Total konsumsi dapat diketahui dari pengurangan total pakan yang
diberikan dengan sisa pakan. Secara matematik perhitungan total konsumsi pakan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Total konsumsi=total pakan yang diberikan−sisa pakan
Dalam menghitung kecernaan suatu bahan pakan, umunya dihitung dalam
bentuk bahan kering (BK). Pengukuran daya cerna dilakukan dalam bentuk bahan
kering karena dalam sebuah pakan baik hijauan atau konsentrat memiliki kadar air,
sehingga harus diubah ke dalam bentuk bahan kering terlebih dahulu untuk
mengetahui kadar protein kasar (PK), bahan organic (BO), serat kasar (SK), dan lemak
kasar (LK). Secara matematis rumusnya adalah sebagai berikut:
Feses berdasarkan BK
berat feses ×kadar BK feses
Berat Feses =
100
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui nilai kecernaan suatu bahan pakan yang akan diberikan kepada
ternak.
1.4. Prosedur
1) Disisapkan alat dan bahan.
2) Ditimbang pakan yang akan diberikan.
3) Diberikan pakan kepada ternak.
4) Dikumpulkan sisa pakan dari pemberian kepada ternak.
5) Ditimbang sisa pakan.
6) Dihitung total konsumsi ternak dengan menggunakan rumus:
Total konsumsi=total pakan yang diberikan−sisa pakan
7) Dihitung BK pakan dengan rumus:
berat segar ×kadar BK pakan
BK Pakan =
100
8) Dikumpulkan feses ternak yang diberikan perlakuan.
9) Ditimbang feses ternak
10) Dihitung BK feses dengan rumus:
berat feses ×kadar BK feses
Berat Feses =
100
11) Dihitung daya cerna pakan dalam Bahan Kering dengan menggunakan rumus:
Jumlah konsumsi pakan−Jumlah feses
Daya Cerna (%) = × 100 %
Jumlah konsumsi pakan
1.5. Materi Tambahan
Hay +
20 28 kg 6,5 Kg 1800 800 5.5
Konsentrat
Kandungan Nutrisi %
No Jenis Pakan BK BO PK SK LK
1. Konsumsi BK
Pemberian Hay : 28 kg x 86, 47% = 24.211,6 gram
Pemberian Konsentrat : 6,5 Kg x 89,7% = 5.830,5 gram
- DOKUMENTASI
- LITERATUR