Anda di halaman 1dari 14

VIKA SEPTIA PUTRI

NPM:2110110141073

TA KLASIFIKASI KLINIS III BLOCK A39.2-A41.2

LISTERIOSIS
Listeriosis. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Listeria Monocytogenes (L.
monocytogenes) yang umumnya ditemukan di daerah lembab dan dapat bertahan di suhu dingin

Penyebab Listeriosis

Seperti yang sudah disebutkan di atas, penyakit Listeriosis disebabkan oleh infeksi


bakteri Listeria monocytogenes yang hidup di air, tanah, dan kotoran hewan. Bakteri ini
bisa menginfeksi manusia melalui makanan atau minuman, seperti:
- Sayur mentah yang berasal dari tanah yang terkontaminasi bakteri
- Produk makanan kemasan yang terkontaminasi bakteri setelah proses produksi
- Susu atau produk olahan lainnya yang tidak di pasteurisasi
- Daging hewan yang tercemar bakteri
Bakteri Listeria dapat bertahan hidup di kulkas atau freezer, sehingga menaruh makanan
di tempat tersebut tidak menjamin makanan terbebas dari bakteri.

Gejala Listeriosis

Gejala penyakit Listeriosis dapat muncul dalam beberapa hari atau bulan setelah penderita
mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri Listeria. Beberapa gejala
yang sering muncul yaitu:
- Mual
- Diare
- Demam
- Menggigil
- Nyeri otot
- Nyeri perut

Bakteri Listeria dapat menyebar ke sistem saraf, terutama pada anak kecil, lansia, dan orang
dengan daya tahan tubuh lemah. Jika hal tersebut terjadi, gejala yang muncul dapat lebih parah
seperti:
- Leher kaku
- Sakit kepala
- Hilang keseimbangan
- Linglung
- kejang-kejang
 
Pemeriksaan Untuk Mendeteksi Listeriosis

Tes darah merupakan cara efektif untuk menentukan apakah kamu terkena listeriosis atau tidak.
Pada beberapa kasus, sampel urine atau cairan tulang belakang juga perlu diambil untuk diuji.

 Listeriosis,listeriosis A32.9

A33 Tetanus Neonatorum


Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir dikenal dengan istilah tetanus neonatorum. Tetanus
pada dasarnya dapat terjadi pada usia berapa pun, namun salah satu populasi yang terutama
rentan terhadap kondisi ini adalah bayi baru lahir.
Tetanus dapat dialami oleh seseorang yang terekspos terhadap spora dari bakteri Clostridium
tetani, yang umumnya terdapat pada tanah. Kondisi ini disebabkan oleh zat berbahaya yang
disebut neurotoksin, yang diproduksi oleh pertumbuhan bakteri pada jaringan mati. Misalnya
pada luka yang kotor atau pada pusat setelah persalinan yang tidak steril.

Penyebab

Tetanus neonatorum  umumnya terjadi akibat luka pada kulit yang kemudian terkontaminasi oleh
bakteri Clostridium tetani, yang sering ditemukan di tanah. Bakteri tersebut memproduksi zat
berbahaya yang dikenal dengan istilah neurotoksin, yang memengaruhi aktivitas normal dari
saraf tubuh dan menyebabkan spasme otot.

Gejala

Masa inkubasi tetanus neonatorum, yakni periode waktu dari pertama kali terjadinya ekspos
terhadap bakteri hingga waktu tanda dan gejala pertama timbul, pada tetanus neonatorum
umumnya adalah 3 hingga 21 hari.

Tanda dan gejala yang dapat timbul pada tetanus neonatorum adalah spasme pada tubuh,
kesulitan bernapas atau frekuensi pernapasan yang lebih cepat dari normal, distres pernapasan,
kebiruan pada kulit, demam, tanda infeksi seperti adanya nanah pada tali pusat, dan sebagainya

Diagnosis. Penetapan diagnosis dari tetanus neonatorum umumnya ditentukan berdasarkan


wawancara medis yang mendetail serta pemeriksaan fisik secara langsung. Pada wawancara
medis, dokter dapat menanyakan adanya gejala yang diamati pada bayi serta riwayat imunisasi
sebelumnya pada ibu

Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium darah biasanya normal pada pasien tetanus, walaupun dapat
ditemukan sedikit leukositosis. Pemeriksaan elektrolit dapat digunakan untuk menyingkirkan
spasme otot akibat hipokalsemia.
Pemeriksaan kadar striknin dalam darah atau urin dapat dilakukan untuk menyingkirkan spasme
akibat keracunan striknin, bila pada pasien tidak ditemukan port d’entree dan ada riwayat
penggunaan pestisida.
Kultur sekret luka belum tentu memberikan hasil yang positif. Di lain pihak, hasil kultur yang
positif Clostridium Tetani juga dapat ditemukan pada pasien yang tidak menderita tetanus.

 Tetanus,tetanic

-neonatorum A33

A34 Obstetrical tetanus


Berikut ini adalah penyebab Tetanus obstetrical paling umum:
Bakteri Clostridium tetani
penggunaan alat yang terkontaminasi selama pengiriman nonsteril

Gejala Tetanus obstetrical


Berikut ini menunjukkan Tetanus kebidanan:
 kejang otot yang menyakitkan
 kekakuan otot
 kekakuan otot perut
 disfagia

Pemeriksaan

Uji lab dan prosedur berikut digunakan untuk mendeteksi Tetanus kebidanan:
Pemeriksaan klinis: Untuk melihat tanda dan gejala kejang otot, kekakuan, nyeri dan
mendiagnosis tetanus

 Tetanus
-obstetric A34

A35 Other Tetanus

 Tetanus,tetanic (cephalic) (convulsions) A35


A36 Diphteria
Difteri adalah infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium. Gejalanya berupa
sakit tenggorokan, demam, dan terbentuknya lapisan di amandel dan tenggorokan. Dalam kasus
yang parah, infeksi bisa menyebar ke organ tubuh lain seperti jantung dan sistem saraf. Beberapa
pasien juga mengalami infeksi kulit. Bakteri penyebab penyakit ini menghasilkan racun yang
berbahaya jika menyebar ke bagian tubuh lain.

Tanda-tanda dan gejala umum dari difteri adalah:

 Tenggorokan dilapisi selaput tebal berwarna abu-abu


 Radang tenggorokan dan serak
 Pembengkakan kelenjar pada leher
 Masalah pernapasan dan saat menelan
 Cairan pada hidung, ngiler
 Demam dan menggigil
 Batuk yang keras
 Perasaan tidak nyaman
 Perubahan pada penglihatan
 Bicara yang melantur
 Tanda-tanda shock, seperti kulit yang pucat dan dingin, berkeringat dan jantung berdebar
cepat

Pemeriksaan

Jika dicurigai adanya difteri, dokter akan melakukan usap (swab) tenggorokan atau
hidung. Apabila ditemukan adanya adanya luka pada kulit yang dicurigai difteri, maka
dokter akan mengambil sampel jaringan dan mencoba menumbuhkan bakteri (kultur
bakteri) untuk menegakkan diagnosis.

 Diphteria

-pharyngeal A36

 Diphteria

-nasopharyngeal A36.1

 Diphteria

-laryngeal A36.2

 Diphteria

-cutaneous A36.3
 Diphteria

-specified site NEC A36.8

 Diphteria,diphtheritic A36.9

A37 Whooping Cough

Batuk rejan atau pertusis disebabkan oleh bakteri yang menginfeksi paru-paru dan saluran
pernapasan. Bordetella pertussis adalah jenis bakteri yang menjadi penyebab utama batuk rejan.
Gejala khas dari batuk rejan adalah batuk keras yang tidak terkendali sampai pengidapnya
kesulitan bernapas. 

Gejala

Gejala khas dari batuk rejan adalah batuk keras yang tidak terkendali sampai pengidapnya
kesulitan bernapas.

Fase 1 –  Periode Catarrhal; durasi 1-2 minggu, terdiri dari gejala-gejala tidak spesifik.
 Malaise
 Kongesti hidung
 Rinorea
 Bersin-bersin
 Demam derajat rendah
 Air mata keluar
 Injeksi/sufusio konjungtiva (mata berubah kemerahan menyerupai konjungtivitis namun tidak
melibatkan proses inflamasi

 Fase 2 – Periode Paroksismal; durasi 1-6 minggu, pada periode ini ciri khas Pertusis batuk rejan
muncul.
 Batuk yang muncul sangat parah dan intensif, batuk cepat dan dapat berkali-kali batuk
dalam sekali inspirasi. Terkadang pada akhir batuk disertai nada melengking (whooping).
Satu episode batuk dapat berlangsung hingga beberapa menit.
 Batuk umumnya muncul tersering pada malam hari (karenanya disebut batuk
paroksismal), dengan rata-rata 15 serangan dalam 24 jam. Pada minggu pertama dan
kedua fase paroksismal serangannya sangat banyak, menetap pada minggu ke-2 dan 3,
lalu perlahan menurun.
 Setelah batuk pasien sering ingin muntah (post-tussive vomiting), seringkali wajah
berubah kemerahan atau bahkan sianotik karena intensitas batuk
Fase 3 – Periode konvalesens (penyembuhan)
 Batuk kronis yang dapat berlangsung dari beberapa minggu hingga beberapa bulan.
 Batuk menjadi lebih jarang pada malam hari, lalu batuk paroksismal menghilang umumnya
dalam 2-3 minggu

Pemeriksaan Fisik

Pada pasien dengan Pertusis tanpa komorbid/komplikasi penyakit lain, pemeriksaan fisik tidak
berkontribusi banyak untuk diagnosis, namun hal yang dapat diperhatikan antara lain:
 Demam (jarang ditemukan, kebanyakan pasien tidak memiliki infeksi saluran pernapasan
bawah).
 Dehidrasi
 Perdarahan konjungtiva, petekia pada wajah/kepala/leher, dan rhonki pada paru dapat ditemukan
(fase konvalesens)
 Hipoksia
 Whooping saat inspirasi (anak usia 6 bulan hingga 5 tahun). Di bawah 6 bulan dan di atas 5 tahun
hal tersebut jarang ditemukan (kecuali pada orang dewasa yang belum tervaksinasi.

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis pertusis
adalah :
Diagnosis Laboratorium
Beberapa penunjang diagnosis Pertusis antara lain kultur, polymerase chain reaction (PCR), dan
serologi.
 Kultur – gold standard diagnosis Pertusis, umumnya sampel diambil dari nasofaring posterior
(bukan tenggorok) : Idealnya bakteri terisolasi pada 2 minggu pertama (fase catarrhal / awal
paroksismal), padahal pasien baru muncul setelah > 2 minggu sehingga kultur sering tidak dapat
digunakan. Bakteri B. pertusis sulit dikultur, dapat memakan waktu hingga 2 minggu, dan
kemungkinan positifnya bervariasi (30-50%). Media kultur dapat berupa Bordet Gengoi (potato-
blood-glycerol agar) dan medium yang mengandung charcoal (Regan Lowe).
 Polymerase Chain Reaction (PCR) : Dapat mengkonfirmasi Pertusis pada outbreak, sangat
sensitif [10]
 Serologi : Dapat mengonfirmasi penyakit pada tahap akhir infeksi setelah tidak terdeteksi kultur.
Idealnya dilakukan 2- 8 minggu setelah onset batuk.
 RadiologiX-ray dada dapat menunjukkan infiltrat perihilar atau edema yang derajatnya
bervariasi, serta atelektasis. Jika ditemukan konsolidasi, hal tersebut indikatif terhadap
infeksi
bakterial sekunder, atau pertusis pneumonia (jarang). Pada beberapa kasus, pneumotoraks,
pneumomediastinum, atau terperangkapnya udara pada jaringan lunak dapat ditemukan.

Pemeriksaan darah

Leukositosis (15.000 – 50.000/uL) dengan limfositosis absolut terjadi pada akhir


fase catarrhal dan paroksismal.Temuan ini non-spesifik namun berkorelasi dengan tingkat
keparahan penyakit. Sebuah studi menunjukkan bahwa pada bayi yang dicurigai mengalami
Pertusis, hitung leukosit absolut di bawah 9400/uL dapat mengeksklusi Pertusis.Namun, pada
orang dewasa (khususnya yang telah divaksinasi), jarang ditemukan limfositosis.
Pada bayi berusia 3 bulan atau lebih muda, monitoring sel darah putih serial sangat penting
dalam mengidentifikasi risiko dan menentukan prognosis pasien dengan Pertusis. Hitung sel
darah putih >30.000/uL (dalam 5,1 hari setelah onset batuk), laju jantung yang cepat, dan
hiperventilasi merupakan indikator infeksi Pertusis yang parah.2 Infeksi yang parah juga akan
menyebabkan sel darah putih mencapai puncak lebih tinggi daripada kasus yang lebih ringan
(rata-rata puncak leukositosis 74.200/uL, dibandingkan 24.200/uL pada kasus yang lebih ringan).

 Whooping cough
- with pneumonia
--pertussis A37.0

 Whooping cough
- with pneumonia
--parapertussis A37.1

 Whooping Cough
-brodetella
--bronchiseptica A37.8

 Whooping cough A37.9

A38 Scarlet Faver


Bakteri yang disebut grup A Streptococcus atau group A strep adalah penyebab demam scarlet.
Bakteri terkadang membuat racun (toksin), yang menyebabkan ruam “merah”. Bakteri ini bisa
hidup di hidung dan tenggorokan dan dapat dengan mudah menyebar ke orang lain.

Gejala

 Ruam Merah. Ruam terlihat seperti terbakar sinar matahari dan terasa seperti diamplas.
Kondisi ini biasanya dimulai pada wajah atau leher dan menyebar ke tubuh, lengan, dan
kaki. Jika tekanan diterapkan pada kulit yang memerah, maka ia akan berubah pucat.
 Garis Merah. Lipatan kulit di sekitar selangkangan, ketiak, siku, lutut, dan leher biasanya
menjadi lebih merah daripada ruam di sekitarnya.
 Wajah Memerah. Wajah akan tampak memerah dengan cincin pucat di sekitar mulut.
 Lidah Stroberi. Lidah umumnya terlihat merah dan bergelombang, dan sering tertutup
lapisan putih pada awal penyakit seperti buah stroberi.
 Ruam dan kemerahan di wajah dan lidah biasanya berlangsung sekitar seminggu. Setelah
tanda dan gejala ini mereda, kulit yang terkena ruam sering mengelupas. Tanda dan
gejala lain yang terkait dengan demam berdarah meliputi:

 Demam 38,3 derajat Celsius atau lebih tinggi dan sering disertai menggigil.
 Tenggorokan sangat sakit dan merah, terkadang dengan bercak putih atau kekuningan.
 Kesulitan menelan.
 Pembesaran kelenjar di leher (kelenjar getah bening) yang lembut saat disentuh.
 Mual atau muntah.
 Sakit kepala.

Pemeriksaan

dengan melakukan swab tenggorokan. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat digunakan
yaitu Rapid Antigen Detection Test (RADT).

 Scarlatina A38

A39 Meningococcal Infection


Meningococcal disease atau penyakit meningokokus adalah penyakit infeksi parah yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria meningitides.

Gejala

Sementara itu gejala penyakit meningokokus dapat bervariasi, tetapi dapat meliputi:

- Demam tinggi (higga atau lebih dari 40 derajat celcius)

- Sakit kepala

- Muntah

- Leher kaku

- Ruam
-Kepekaan terhadap cahaya

- Kebingungan

- Kantuk

Gejala dapat berkembang dalam beberapa jam, tetapi biasanya berkembang selama 1 hingga 2
hari.

Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan Funduskopi

Metode ini menggunakan ophthalmoscope ke mata untuk melihat pembengkakan pada saraf


optik. Jika dibiarkan dapat menyebabkan peningkatan tekanan di dalam kepala, gejala potensial
dari kebanyakan kasus meningitis yang parah.

 Pemeriksaan Telinga

Cara ini dapat melihat gejala-gejala infeksi pada telinga yang mendasari sebagai penyebab dari
meningitis.

 Tes Darah

Tes darah juga dapat memperlihatkan tanda-tanda infeksi, seperti peningkatan sel darah putih.
Jika meningitis terjadi bersamaan dengan sepsis, kultur darah dapat menunjukkan jenis bakteri
penyebab infeksi.

 Lumbar Puncture

Tes ini dilakukan dengan mengeluarkan cairan serebrospinal dari tubuh. Hal ini dapat
memberitahu ahli medis apakah seseorang mengidap meningitis atau tidak dan jenis apa yang
menyerang. Pemeriksaan cairan tersebut untuk mencari protein, sel darah putih, darah, dan
organisme infeksius.

2. Pencitraan

Metode pencitraan juga dapat sangat membantu untuk mendiagnosis meningitis. Gejala dari
penyakit ini mungkin sulit dibedakan dari gejala gangguan saraf umum lainnya, sehingga hasil
diagnosisnya dapat dibedakan dengan kondisi neurologis lainnya. Beberapa metode pencitraan
yang dapat dilakukan, antara lain:

 CT pada Otak

Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk mendeteksi peradangan akibat meningitis. Peradangan
tidak selalu muncul saat pemeriksaan otak, tetapi identifikasi kondisi neurologis lainnya, seperti
tumor otak, stroke, dan perdarahan pada otak dapat dilakukan.
 MRI Tulang Belakang

Sama seperti CT otak, MRI tulang belakang mungkin dapat mendeteksi peradangan pada
meninges. Hal ini juga dapat mendeteksi masalah lainnya yang dapat terjadi pada tulang
belakang selain meningitis.

 Rontgen Dada

Metode ini dapat mengidentifikasi infeksi di dada atau paru-paru yang mungkin merupakan
tanda bahwa bakteri atau virus menular, dan memengaruhi area lain di tubuh.

Itulah beberapa metode pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi penyakit
meningitis. Pastikan kamu paham jika gangguan ini sangat membutuhkan pemeriksaan dini
sebelum infeksi yang menyerang selaput otak semakin parah. Jika kamu mengalami beberapa
gejala yang disebutkan sebelumnya, ada baiknya menyegerakan diri untuk melakukan
pemeriksaan.

 Infection

-meningococcal

--meninges A39.0+G01*

 Syndrome

-adrenal

--hemorrhage(meningococcal) A39.1+E35.1*

 Meningoccoccemia

-acute A39.2

 Meningoccoccemia -

-chronic A39.3

 Meningoccoccemia A39.4
 Infection

-meningococcal

--myocardium A39.5+I41.0*

 Infection

-meningococcal
--specified site NEC A39.8
 Infection

-meningococcal A39.9

A40 Streptococcal sepsis


Infeksi Streptococcus adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus. Bakteri
Streptococcus terbagi menjadi dua tipe, yakni tipe A dan tipe B. Bakteri ini pada dasarnya
merupakan jenis bakteri yang dapat hidup dan tumbuh di tubuh manusia, serta tidak
menimbulkan penyakit yang serius. Namun, pada keadaan tertentu, bakteri ini dapat
menyebabkan infeksi yang menimbulkan gejala, mulai dari ringan hingga serius. (1) Bakteri
Streptococcus tipe A. Bakteri ini dapat hidup di kulit dan tenggorakan, dan ditularkan melalui
kontak langsung, misalnya melalui sentuhan kulit. (2) Bakteri Streptococcus tipe B. Bakteri ini
dapat hidup di usus, vagina, dan bagian akhir dari usus besar (rektum), serta tidak menimbulkan
masalah. Terdapat faktor pemicu yang mempengaruhi, seperti umur dan kondisi kesehatan,
sehingga bakteri ini dapat menimbulkan masalah.

Gejala
 Streptococcus tipe A. (1) Radang tenggorokan. Demam. Sulit menelan atau disfagia.
Tenggorokan kemerahan dengan bercak putih atau abu-abu. Kehilangan selera makan. Mual.
Lemas. Pembengakan kelenjar getah bening. (2) Demam Scarlet. Terdapat garis-garis merah di
sekitar ketiak, siku, dan lutut. Terdapat bercak merah, putih, atau kuning pada tenggorokan.
Demam. Amandel membengkak. Mual dan muntah.Sakit kepala. Kulit di sekitar bibir pucat.
Wajah memerah. Lidah bengkak dan bergelombang. (3) Demam reumatik. Demam.Nyeri sendi.
Sendi kemerahan, membengkak, atau terasa panas. Nyeri dada. Terdapat benjolan kecil dan ruam
pada kulit. Kelelahan. Penyakit katup jantung. (4) Impetigo. Terdapat luka seperti lepuhan di
tubuh, umumnya di area wajah. Luka tersebut cepat membesar dan menyebar ke area tubuh lain,
dan juga cepat pecah serta meninggalkan bekas berupa kerak berwarna coklat keemasan. (5)
Glomerulonephritis. Tekanan darah tinggi. Pembengkakan di lengan, wajah, tungkai, dan perut.
Urine berwarna merah dan berbusa.

Infeksi bakteri Streptococcus tipe B dapat terjadi pada orang dewasa dan bayi. Pada orang
dewasa, bakteri Streptococcus tipe B dapat menimbulkan kondisi berikut. (1) Infeksi kulit dan
jaringan halus. (2) Infeksi paru (pneumonia). (3) Infeksi saluran kemih. (4) Meningitis atau
radang selaput otak. (5) Sepsis. Sedangkan gejala yang muncul pada bayi dibagi dua berdasarkan
waktu kemunculannya, yakni gejala dini dan gejala yang munculnya lambat (late onset). Gejala
dini atau gejala yang muncul dalam waktu 24 jam setelah bayi dilahirkan, berupa. (1) Sulit
menyusu. (2) Demam. Gangguan kesadaran pada bayi (letargi), yang ditandai dengan bayi yang
cenderung tidur terus dan sulit dibangunkan. Gejala yang muncul lambat timbul seminggu atau
satu bulan setelah dilahirkan, berupa. (1) Demam. (2) Sulit menyusu. (3) Sesak napas. (4)
Letargi. (5) Rewel. (6) Mudah menangis.
Pemeriksaan
metode yang dapat digunakan di antaranya.

(1) CT scan.

(2) Ekokardiografi.

(3) Ultrasonografi (USG).

Untuk membuktikan infeksi disebabkan oleh pertumbuhan bakteri Streptococcus, dapat diambil
sampel cairan tubuh, tergantung dari penyakit yang ditimbulkan. Sampel tersebut dapat berupa
Urine,Darah dan Cairan serebrospinal.

 Sepsis

-Streptococcus

--group

--- A A40.0

 Sepsis

-Streptococcus

--group

---B A40.1

 Sepsis

-Streptococcus

--group

---D A40.2

 Sepsis

-Streptococcus

--pneumonia A40.3

 Sepsis

-Streptococcus

--specified NEC A40.8


 Sepsis

-Streptococcus A40.9

A41 Other Sepsis


 Sepsis
-Staphylococcus,staphylococcal
--aureus A41.0
 Sepsis
-Staphylococcus,staphylococcal A41.2

Anda mungkin juga menyukai