Disusun Oleh :
Farach Aini Fauzia
A12020048
3A S1 Keperawatan
a. DEFINISI
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
( Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika
bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 :48) Asma
Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos
bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi
alveolus. ( Huddak & Gallo, 1997 )
b. ETIOLOGI
1. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
Reaksi antigen-antibodi
Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
2. Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
Iritan : kimia
Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
Emosional : takut, cemas dan tegang
Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
(Suriadi, 2001 : 7)
c. PATOFISIOLOGI
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan
B. Asma diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan
dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang menimbulkan asma bersifat airbone.
Alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode waktu tertentu agar
mampu menimbulkan gejala asma. Namun, pada lain kasus terdapat pasien yang sangat
responsif, sehingga sejumlah kecil alergen masuk ke dalam tubuh sudah dapat
mengakibatkan eksaserbasi penyakit yang jelas. Obat yang sering berhubungan dengan
induksi fase akut asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-
adrenergik dan bahan sulfat. Sindrom khusus pada sistem pernafasan yang sensitif
terhadap aspirin terjadi pada orang dewasa, namun dapat pula dilihat dari masa kanak-
kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial lalu menjadi
rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal akhirnya diikuti oleh munculnya asma
progresif. Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan
pemberian obat setiap hari. Setelah pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi
gejalanya dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini,
toleransi silang akan terbentuk terhadap agen anti inflamasi nonsteroid. Mekanisme
terjadinya bronkuspasme oleh aspirin ataupun obat lainnya belum diketahui, tetapi 17
mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh
aspirin. Antagonis delta-agrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan
obstruksi jalan nafas pada pasien asma, demikian juga dengan pasien lain dengan
peningkatan reaktifitas jalan nafas. Oleh karena itu, antagonis beta-agrenergik harus
dihindarkan oleh pasien 13 tersebut. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai
agen sanitasi dan pengawet dalam industri makanan dan farmasi juga dapat
menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada pasien yang sensitif. Senyawa sulfat
tersebut adalah kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat
klorida. Pada umumnya tubuh akan terpapar setelah menelan makanan atau cairan yang
mengandung senyawa tersebut seperti salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur.
Faktor penyebab yang telah disebutkan di atas ditambah dengan sebab internal pasien
akan mengakibatkan reaksi antigen dan antibodi. Reaksi tersebut mengakibatkan
dikeluarkannya substansi pereda alergi yang merupakan mekanisme tubuh dalam
menghadapi serangan, yaitu dikeluarkannya histamin, bradikinin, dan anafilatoksin.
Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan gejala seperti berkontraksinya otot polos,
peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan sekresi mucus (Anisa, 2019)
e. PATHWAY
EKSTRINSIK INTRINSIK
Stimulasi Penyekatan
Ujung syaraf di jalan
saraf receptor b-
Antigen nafas terangsang
simpatis adrenergik
Penurunan cAMP
Sel Mast
Pembengkakan membrane
Bronkopasme
mukosa
MK : JALAN NAFAS
TIDAK EFEKTIF Bronkokonstriksi
Pembentukan mukus
I. PENGKAJIAN
A. Karakteristik Demografi
1. Identitas Diri Klien
Nama Lengkap Ny. S Suku Bangsa Indonesia
Tempat/ tgl lahir Kebumen 24 Maret 1960 Pendidikan SMP
terakhir
Jenis Kelamin Perempuan Bengkulu
Status Perkawinan Menikah Alamat Sumatra Selatan
Agama Islam
4. Menonton TV 3 jam
5. Berjemur 15 menit
C. Status Kesehatan
1. Status Kesehatan Saat ini
a. Keluhan utama
Ny. S dirujuk ke RSKD dengan keluhan sesak nafas. Pasien mengatakan saat
di Bandara setelah pulang umroh, pasien minum air putih lalu tiba-tiba
keselek. Pasien mengatakan lehernya seperti tercekik dan menjadi sesak
nafas, lalu pandangan mulai berkunang-kunang.
b. Faktor pencetus
Aktifitas terlalu berat
c. Timbulnya keluhan : (√ ) mendadak ( ) bertahap
d. Upaya mengatasi
Dengan beristirahat
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Penyakit yang pernah diderita : ada
b. Riwayat alergi (obat, makanan, binatang, debu,dll) : Tidak Ada
c. Riwayat kecelakaan : Tidak Ada
d. Riwayat dirawat di rumah sakit : ya
e. Riwayat pemakaian obat : Tidak Ada
j. Ekstremitas atas
Tidak ada lesi tidak edema, akral hangat
k. Ekstremitas bawah
Terdapat luka
Gangguan Pertukaran
gas
II. DIAGNOSA
Pola nafas tidak efektif
Gangguan pola tidur
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
HariT DIAGN SLKI SIKI paraf
gl/Jam OSA
KEPER
AWAT
AN
Senin, Pola Setelah dilakukan tindakan Observasi Aini
30 nafas keperawatan selama 1x24 jam.
Novem tidak Pola nafas tidak efektif teratasi. Monitor pola nafas
ber efektif Dengan kriteria hasil : Monitor bunyi nafas
2022 bd Monitor sputum
08.30 obstruksi - Mendemonstrasikan
jalan batuk efektif, suara Terapeutik
nafas nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan Posisikan semi fowler
dyspneu (mampu Berikan oksigen jika perlu
mengeluarkan sputum,
Edukasi
mampu bernafas
dengan mudah, tidak Ajarkan tehnik batuk efektif
ada pursed lips)
- Tanda-Tanda Vital
dalam rentang normal
P : Lanjutkan intervensi
Kaji RR pasien
Berikan terapi oksigen
Ajarkan batuk efektif
Kamis, 3 S: Aini
desember 2022 - Pasien mengatakan tidur masih
09.00 kurang nyaman
O:
Pasien tampak kurang tidur
2
A: masalah gangguan pola tidur belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
berikan obat tidur bila perlu
LAMPIRAN PENGKAJIAN KHUSUS LANJUT USIA
A. MASALAH
KESEHATAN KRONIS
Keluhan yang Selalu Sering Jarang Tidak Pernah
NO
dirasakan 3 2 1 0
Fungsi Penglihatan
1 Penglihatan kabur
A
2 Mata berair
3 Nyeri pada mata
Fungsi Pendengaran
Pendengaran
B
4 berkurang √
5 Telinga berdenging √
Fungsi Pernafasan
Batuk lama disertai
C 6 keringat malam
7 Sesak nafas
8 Berdahak/ sputum
Fungsi Jantung
Jantung berdebar-
D 9 debar
10 Cepat lelah
11 Nyeri dada
Fungsi Pencernaan
12 Mual/ muntah √
13 Nyeri ulu hati √
E Makan dan minum
14 banyak/ berlebih √
Perubahan kebiasaan
15 BAB (diare/ sembelit) √
Fungsi Pergerakan
Nyeri kaki saat
16 berjalan
F Nyeri pinggang atau
17 tulang belakang √
Nyeri persendian/
18 bengkak
Fungsi persarafan
Lumpuh/ kelemahan
19 pada kaki dan tangan √
G 20 Kehilangan rasa √
21 Gemetar/ tremor
Nyeri/ pegal pada
22 daerah tengkuk
Fungsi perkemihan
H 23 BAK banyak √
24 Sering BAK pada √
malam hari
25 Ngompol √
ANALISIS HASIL:
Skor < 25 : Tidak ada masalah kesehatan s.d masalah kesehatan kronis ringan
Interpretasi hasil:
a.Salah 0 - 2 : Fungsi Intelektual utuh
b.Salah 3 - 4 : Kerusakan intelektual ringan
c.Salah 5 - 7 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 8 - 10 : Kerusakan intelektual berat
C. MODIFIKASI INDEKS KEMANDIRIAN KATZ
TERGANTUN
MANDIRI G
NO AKTIVITAS
1 0
Mandi di kamar mandi (menggosok, membersihkan dan
1 √
mengeringkan badan)
2 Menyiapkan pakaian, membuka dan mengenakannya √
13 Mengelola keuangan √
ANALISIS HASIL
13 - 17 : Mandiri
0 - 12 : Ketergantungan
D. SKALA DEPRESI GERIATRIK YESAVAGE (1983)
ANALISA HASIL
Terganggu --> Nilai 1
Normal --> Nilai 0
N
O LANGKAH
1 Posisi pasien duduk dikursi
2 Minta pasienberdiri dari kursi, berjalan 10 langkah (3 meter)
3 Kembali ke kursi, ukur waktu dalam detik
ANALISIS HASIL
≤ 10 detik : low risk of falling
11 - 19 detik : low to moderate risk for falling
20 – 29 detik : moderate to high risk for falling
≥ 30 detik : impaired mobility and is at high risk of falling
F. Skor Norton (untuk menilai potensi dekubitus)